Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN PEMBELAJARAN KLINIK

RUMAH SAKIT PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA


PERIODE 2-14 DESEMBER 2019
STASE ONKOLOGI (RETROSPEKTIF)

Ca Sigmoid pT4bN1aM1 Hepar

Oleh:

Mumfasiroh Saputri S.Farm., Apt (1808045025)

PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER ILMU KEFARMASIAN


MINAT FARMASI KLINIS
UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN
YOGYAKARTA
2019
BAB I

A. Pengertian
Kanker kolon suatu bentuk keganasan dari masa abnormal/neoplasma yang
muncul dari jaringan epitel dari kolon (Haryono, 2010). Kanker kolorektal ditunjukan
pada tumor ganas yang ditemukan di kolon dan rectum. Kolon dan rectum adalah
bagian dari usus besar pada system pencernaan yang disebut traktus gastrointestinal.
Lebih jelasnya kolon berasa di bagian proksimal usus besar dan rectum di bagian distal
5-7 cm diatas anus. Kolon dan rectum merupakan bagian dari saluran pencernaan atau
saluran gastrointestinal dimana fungsinya adalah untuk menghasilkan energi bagi tubuh
dan membuang zat-zat yang tidak berguna (Penzzoli dkk, 2007).
Kanker kolorektal merupakan suatu tumor malignant yang muncul pada
jaringan ephitelial dari kolon/rectum. Umumnya tumor kolorektal adalah
adenokarsinoma yang berkembang dari polip adenoma (Wijaya dan putri, 2013)

B. Anatomi Fisiologi
1. Anatomi Makroskopis Usus
Usus besar menutupi usus kecil melalui 3 sisi dan berjalan dari katub ileosekal
menuju anus. Diameternya lebih besar dari usus kecil (oleh karena itu disebut usus
besar), tapi lebih pendek. Fungsi utamanya adalah mengabsorbsi air dari sisa-sisa
makanan yang dicerna dan mengeluarkannya dalam bentuk semisolid.

Pada hampir seluruh panjangnya, usus besar memiliki tiga keunikan yang tidak
terdapat pada organ tubuh lainnya; taenia coli, haustra dan appendik epiploica.
Kecuali pada bagian ujung terminalnya, bagian longitudinal dari lapisan otot
direduksi menjadi 3 barisan otot polos disebut taenia coli (artinya pita dari kolon).
Adanya variasi dari dinding usus besar membentuk suatu kantongan yang disebut
haustra (artinya menggambarkan variasi). Dan terakhir sangat jelas adalah appendik
epiploika, suatu lapisan lemak kecil dari peritonium viseralis yang menggantung
pada permukaan kolon. Kegunaannya belum diketahui.
Kolon memiliki 4 seksi yakni:
1. Seksi pertama adalah kolon asenden. Dimulai dari usus kecil melekat pada
kolon dan naik ke atas menuju bagian kanan dari abdomen.
2. Seksi kedua adalah kolon transversum yang melewati tubuh dari kanan ke sisi
kiri.
3. Seksi ketiga adalah kolon desenden menuju ke bawah.
4. Seksi terakhir adalah kolon sigmoid dimana disebut demikian oleh karena
bentuknya yang seperti huruf S. Kolon sigmoid bergabung dengan rektum, pada
akhirnya bergabung dengan anus atau spingter tempat feses keluar dari tubuh.

Usus besar memiliki beberapa subdivisi yakni: sekum, appendik, kolon, rektum,
dan ujung dari anus. Adanya kantong seperti sekum (artinya ujung buta) yang mulai
dari katub ileosekal hingga sisi kanan fossa iliaka, adalah bagian pertama usus
besar. Yang menempel pada bagian posteromedial dari permukaan adalah bentuk
seperti cacing yakni appendik vermiformis. Appendik memiliki massa dari jaringan
limfa yang merupakan bagian dari MALT (mucosa associated lymphatic tissue)
memiliki hubungan yang sangat erat dengan sistem imun tubuh. Namun ia memiliki
infrastruktur yang penting yaitu suatu struktur yang memberikan lokasi ideal bagi
bakteri untuk berakumulasi dan berkembang biak.
Pada pelvis setinggi vertebra sakralis ketiga, kolon sigmoid bergabung dengan
rektum lalu berjalan dari posteroinferior di depan sakrum. Secara natural orientasi
dari rektum diperiksa dengan jari melalui dinding rektum anterior. Hal ini disebut
eksaminasi rektal (rektal = lurus). Selain itu rektum memiliki kurva lateral tiga
buah, dimana di bagian internal ditampilkan sebagai lapisan transversal disebut
katub rektal. Katub ini memisahkan feses dari flatus yang menghentikan feses dan
membuat gas saja yang keluar. Bagian anus yang terakhir dari usus besar terletak
eksternal pada kavum abdominopelvis. Kira-kira 3 cm panjangnya dengan saluran
anus berawal dari rektum mempenetrasi muskulus levator ani dari pelvis dan
membuka kebagian badan eksterior dari anus. Saluran anal memiliki dua buah
spingter, yaitu spingter internal tidak disadari (involuntari) dan spingter ekternal
yang terdiri dari otot skeletal. Spingter bekerja seperti dompet yang membuka dan
menutup anus kecuali pada saat defekasi.

2. Anatomi Mikroskopis Usus


Dinding dari usus besar berbeda dengan usus kecil. Mukosa kolon terdiri dari
epitel simple columnar kecuali pada saluran anal. Oleh karena makanan diserap
sebelum memasuki usus besar makanya tidak didapati plika sirkular, villi dan juga
tidak ada sel yang menghasilkan enzim pencernaan. Namun mukosanya lebih tebal,
kriptanya lebih dalam dan terdapat sel goblet yang banyak dalam kriptanya.
Lubrikasi dihasilkan oleh sel goblet untuk mempermudah pengeluaran feses dan
melindungi dinding usus dari asam yang mengiritasi dan gas yang dilepaskan dari
bakteri di kolon.
Mukosa dari saluran anal sedikit berbeda. Pada daerah ini sering terjadi abrasi.
Hal ini bergantung dari lipatan yang panjang yakni anal columns dan memiliki
epitel stratified skuamous. Sinus anal berhenti pada anal columns, mengeluarkan
mukus apabila ditekan oleh feses yang membantu mengosongkan kanal anal. Garis
horizontal yang menghubungkan bagian margin inferior dari sinus anal disebut
linea pectinate. Mukosa superior pada garis ini disarafi oleh sensori visceral fiber
dan relatif tidak sensitif pada sakit. Area inferior dari linea ini sangat sensitif pada
rasa sakit, merefleksikan rasa sakit pada serabut somatik sensorik. Dua buah
pleksus superfisial dihubungkan dengan anal kanal, satu dengan anal columns dan
lainnya dengan anus. Jika adanya vena yang mengalami inflamasi, maka akan
timbul varikositis disebut hemoroid

Berbeda dengan regio proksimal usus besar, tidak terdapat haustra pada rektum
dan anal canal. Sejalan dengan kemampuannya meregenerasikan kontraksi untuk
memberikan peran ekspulsif pada defekasi, otot rektum berkembang sangat baik.
Karsinoma lain yang tumbuh pada kolon dan rektum adalah :
1. Karsinoid tumor
Yang memproduksi hormon yang mengatur perkembangan sel di usus.
2. Tumor Stroma Gastro Intestinal (GIST)
• Berasal dari dinding kolon dari “interstitial cell of cajal“
• Saat ini GIST dianggap sebagai tumor maligna meskipun histologinya
terlihat kadang-kadang benigna.
• Dapat ditemukan diseluruh saluran cerna
• Jarang di kolon
3. Limfoma
• Karsinoma sistem imun
• Timbul di nodus limfatikus atau follikel limfa mukosa usus
• Dimulai dari kolon dan rektum
• Dapat dimulai dari organ lain juga
C. Fisiologi
1. Motilitas Usus Besar
Otot usus besar tidaklah aktif untuk waktu yang lama, kontraksinya lambat dan
singkat. Pergerakan yang paling sering tampak pada kontraksi haustra yang dengan
lambat melakukan kontraksi secara individual selama 30 menit melalui otot polos
pada masing-masing haustra. Pada haustra yang terisi makanan distensinya
menstimulasi otot untuk berkontraksi yang mendorong isi luminal untuk menuju ke
bagian haustra berikutnya.
Pergerakan ini menggabungkan residu dan membantu dalam peresapan air.
Pergerakan otot adalah panjang dan lambat namun kuat dalam kontraksi, dimana
melalui areal yang panjang dari kolon tiga hingga empat kali setiap hari dan
mendorong isinya ke rektum. Biasanya ini terjadi pada saat makan atau sesudah
makan, mengindikasikan adanya makanan pada perut dan menimbulkan refleks
gastrokolik pada kolon. Serat maupun bahan lainnya pada diet memperkuat
kontraksi kolon dan melembekkan feses serta membantu kolon seperti pelumas
mobil.

Fungsi usus besar adalah menyerap air, vitamin dan elektrolit, ekskresi mukus,
serta menyimpan feses dan kemudian mendorongnya keluar. Dari 700-1000 ml
cairan usus halus yang diterima oleh kolon, hanya 150-200 ml yang dikeluarkan
sebagai feses tiap harinya.
Udara ditelan sewaktu makan, minum atau menelan ludah. Oksigen dan CO2 di
dalamnya diserap di usus, sedangkan nitrogen bersama gas hasil pencernaan dan
peragian dikeluarkan sebagai flatus. Jumlah gas dalam usus mencapai 500 ml sehari
(De Jong, 2005).
2. Perjalanan Makanan Dalam Saluran Cerna
Setelah makanan dikunyah dan ditelan, makanan tersebut berjalan dari esofagus
hingga ke lambung. Di lambung makanan dipecah menjadi bagian yang lebih
sederhana lagi menurut masing-masing unsur kimianya dan dialirkan ke usus kecil
atau sering disebut “small bowel“. Usus kecil merupakan bagian yang paling
panjang dari segmen saluran pencernaan dengan ukuran lebih kurang 20 kaki. Usus
kecil ini memecahkan makanan yang dialirkan dari lambung dan menyerap sari-sari
makanan yang penting bagi tubuh. Pada bagian kanan bawah abdomen terdapat
persambungan menuju usus besar (atau yang lazimnya disebut “large bowel“atau
kolon), suatu organ silindris muskular dengan panjang 5 kaki. Kolon bagian yang
pertama dan terutama dari usus besar, secara terus-menerus menyerap air dan
mineral nutrisi dari bahan-bahan makanan dan menjadi tempat penampungan
sementara dari sisa-sisa makanan yang akan dikeluarkan dari tubuh. Bahan
makanan sisa ini setelah diproses menjadi feses dan menuju rektum, yang
merupakan bagian terakhir seukuran 6 inci dari usus besar. Dari tempat tersebut
feses keluar dari tubuh melewati anus.
3. Flora Bakteri
Walaupun sebagian bakteri yang masuk ke usus besar dari usus kecil mati oleh
lisosim, defensins, HCl dan enzim protein lainnya, namun beberapa diantaranya
masih dapat hidup dan berkembang biak. Kelompok bakteri ini masuk ke usus besar
dan membentuk flora bakteri dan berkoloni di kolon dan memfermentasikan
karbohidrat sisa, melepaskan asam dan gas (termasuk dimetil sulfida, N2,H2,CH4,
CO2). Beberapa gas ini (dimetil sulfida) sangat bau. Lebih kurang 500 cc gas
(flatus) dihasilkan setiap hari dan dapat semakin banyak apabila banyak karbohidrat
dimakan. Flora ini juga mensintesa vitamin B kompleks dan vitamin K yang
berguna untuk membentuk protein pembekuan darah.
4. Proses Pencernaan Yang Terjadi Pada Usus Besar
Walaupun usus besar menghasilkan vitamin oleh flora bakteri serta mengambil
elektrolit dan air, namun absorbsi bukan fungsi utama dari organ ini melainkan
membentuk propulsi dan mendorong feses keluar dari tubuh. Usus besar sangat
penting untuk kenyamanan hidup kita, namun tidaklah fatal bila kolon dibuang
misalkan oleh karena kanker kolon. Terminal ileum dapat disambung dengan
dinding abdomen yang disebut ileostomi dan residu makanan langsung menunju
kantong yang ditempatkan pada dinding abdomen.
5. Defekasi
Rektum biasanya kosong, namun ketika feses dipaksakan kedalamnya oleh
dorongan otot kolon akan melebarkan dinding rektum dengan menginisiasi reflek
defekasi. Pada batang otak terdapat pusat defekasi di mana dengan dimediasi oleh
reflek parasimpatis menimbulkan kontraksi dinding kolon sigmoid, rektum dan
relaksasi anal spingter. Feses didorong ke saluran anal, signalnya disampaikan ke
otak dimana timbul pengiriman sinyal “disadari” ke otot spingter anal untuk
membuka atau menutup saat feses keluar. Bila defekasi terlambat maka reflek ini
berhenti beberapa saat dan mulai kembali sehingga menimbulkan dorongan
defekasi yang lama-kelamaan tidak dapat dihindari lagi (Guyton, 2005).

D. Etiologi
Etiologi kanker kolorektal hingga saat ini masih belum diketahui, Penelitian
saat ini menunjukkan bahwa faktor genetik memiliki korelasi terbesar untuk kanker
kolorektal. Mutasi dari gen APC adalah penyebab familial adenomatosa poliposis
(FAP), yang mempengaruhi individu membawa resiko hampir 100% mengembangkan
kanker usus besar pada usia 40 tahun (Tomislav Dragovich, 2014).
E. Faktor Resiko
Banyak faktor yang dapat meningkatkan resiko terjadinya kanker kolorektal,
diantaranya
adalah :
• Diet tinggi lemak, rendah serat.
• Usia lebih dari 50 tahun.
• Riwayat keluarga satu tingkat generasi dengan riwayat kanker kolorektal
mempunyai resiko lebih besar 3 kali lipat.
• Familial polyposis coli, Gardner syndrome, dan Turcot syndrome. Pada semua
pasien
• ini tanpa dilakukan kolektomi dapat berkembang menjadi kanker rektum.
• Resiko sedikit meningkat pada pasien Juvenile polyposis syndrome, Peutz-Jeghers
• syndrome dan Muir syndrome.
• Terjadi pada 50 % pasien kanker kolorektal herediter nonpolyposis.
• Inflammatory bowel disease.
• Kolitis Ulseratif (resiko 30 % setelah berumur 25 tahun).
• Crohn disease, berisiko 4 sampai 10 kali lipat.

F. Patofisiologi
Umumnya kanker kolorektal adalah adenokarsinoma yang berkembang dari
polip adenoma. Insiden tumor dari kolon kanan meningkat, meskipun umumnya masih
terjadi di rektum dan kolon sigmoid. Pertumbuhan tumor secara tipikal tidak terdeteksi,
menimbulkan beberapa gejala. Pada saat timbul gejala, penyakit mungkin sudah
menyebar ke dalam lapisan lebih dalam dari jaringan usus dan organ-organ yang
berdekatan. Kanker kolorektal menyebar dengan perluasan langsung ke sekeliling
permukaan usus, submukosa dan dinding luar usus. Struktur yang berdekatan seperti
hepar, kurvatura mayor, lambung, duodenum, usus halus, pankreas, limpa, saluran
genitourinari dan dinding abdomen juga dapat dikenai oleh perluasan. Metastase ke
kelenjar getah bening regional sering berasal dari penyebaran tumor. Tanda ini tidak
selalu terjadi, bisa saja kelenjar yang jauh sudah dikenai namun kelenjar regional masih
normal (Way, 1994). Sel-sel kanker dari tumor primer dapat juga menyebar melalui
sistem limpatik atau sistem sirkulasi ke area sekunder seperti hepar, paru-paru, otak,
tulang dan ginjal. Awalnya sebagai nodul, kanker usus sering tanpa gejala hingga tahap
lanjut karena pola pertumbuhan lamban, 5 sampai 15 tahun sebelum muncul gejala
(Way, 1994). Manifestasi tergantung pada lokasi, tipe dan perluasan serta komplikasi.
Perdarahan sering sebagai manifestasi yang membawa pasien datang berobat. Gejala
awal yang lain sering terjadi perubahan kebiasaan buang air besar, diare atau konstipasi.
Karekteristik lanjut adalah nyeri, anoreksia dan kehilangan berat badan. Mungkin dapat
teraba massa di abdomen atau rektum. Biasanya pasien tampak anemis akibat dari
perdarahan.
Prognosis kanker kolorektal tergantung pada stadium penyakit saat terdeteksi
dan penanganannya. Sebanyak 75 % pasien kanker kolorektal mampu bertahan hidup
selama 5 tahun. Daya tahan hidup buruk / lebih rendah pada usia dewasa tua (Hazzard
et al., 1994). Komplikasi primer dihubungkan dengan kanker kolorektal :
obstruksi usus diikuti dengan penyempitan lumen akibat lesi;
1. perforasi dari dinding usus oleh tumor,
2. diikuti kontaminasi dari rongga peritoneal oleh isi usus;
3. perluasan langsung tumor ke organorgan yang berdekatan.

G. Gejala klinis
Gejala klinis kanker pada kolon kiri berbeda dengan kolon kanan. Kanker kolon
kiri sering bersifat skirotik sehingga lebih banyak menimbulkan stenosis dan obstruksi,
terlebih karena feses sudah menjadi padat. Pada kanker kolon kanan jarang terjadi
stenosis dan feses masih cair sehingga tidak ada faktor obstruksi
Gejala dan tanda dini kanker kolorektal tidak ada. Umumnya gejala pertama
timbul karena penyulit yaitu gangguan faal usus, obstruksi, perdarahan atau akibat
penyebaran. Kanker kolon kiri dan rektum menyebabkan perubahan pola defekasi
seperti konstipasi. Makin ke distal letak tumor feses makin menipis atau seperti kotoran
kambing, atau lebih cair disertai darah atau lendir. Perdarahan akut jarang dialami,
demikian juga nyeri di daerah panggul berupa tanda penyakit lanjut. Pada obstruksi
penderita merasa lega saat flatus (De Jong, 2005).
Tanda dan gejala yang mungkin muncul pada kanker kolorektal antara lain ialah:
1. Perubahan pada kebiasaan BAB atau adanya darah pada feses, baik itu darah segar
maupun yang berwarna hitam.
2. Diare, konstipasi atau merasa bahwa isi perut tidak benar benar kosong saat BAB
3. Feses yang lebih kecil dari biasanya.
4. Keluhan tidak nyaman pada perut seperti sering flatus, kembung, rasa penuh pada
perut atau nyeri.
5. Penurunan berat badan yang tidak diketahui sebabnya.
6. Mual dan muntah.
7. Rasa letih dan lesu.
8. Pada tahap lanjut dapat muncul gejala pada traktus urinarius dan nyeri pada daerah
gluteus.

H. Klasifikasi
Ketika diagnosa kanker kolorektal sudah dipastikan, maka dilakukan prosedur
untuk menetukan stadium tumor. Hal ini termasuk computed tomography scan (CT
scan) dada, abdomen dan pelvis, complete blood count (CBC), tes fungsi hepar dan
ginjal, urinalisis dan pengukuran tumor marker CEA (carcinoembryonic antigen).
Tujuan dari penentuan stadium penyakit ini adalah untuk mengetahui perluasan
dan lokasi tumor untuk menentukan terapi yang tepat dan menentukan prognosis.
Stadium penyakit pada kanker rektum hampir mirip dengan stadium pada kanker kolon.
Awalnya terdapat Duke's classification system yang menempatkan kanker dalam 3
kategori stadium A, B dan C. Sistem ini kemudian dimodifikasi oleh Astler-Coller
menjadi 4 stadium (Stadium D), lalu dimodifikasi lagi tahun 1978 oleh Gunderson &
Sosin.
Pada perkembangan selanjutnya, The American Joint Committee on Cancer
(AJCC) memperkenalkan TNM staging system yang menempatkan kanker menjadi
satu dalam 4 stadium (Stadium I-IV).
1. Stadium 0
Kanker ditemukan hanya pada bagian paling dalam rectum yaitu pada mukosa saja.
Disebut juga carcinoma in situ.
2. Stadium I
Kanker telah menyebar menembus mukosa sampai lapisan muskularis dan melibatkan
bagian dalam dinding rektum tapi tidak menyebar ke bagian terluar dinding rektum
ataupun keluar dari rektum. Disebut juga Dukes A rectal cancer.
3. Stadium II
Kanker telah menyebar keluar rektum ke jaringan terdekat namun tidak menyebar ke
limfonodi. Disebut juga Dukes B rectal cancer.
4. Stadium III
Kanker telah menyebar ke limfonodi terdekat, tapi tidak menyebar ke bagian tubuh
lainnya Disebut juga Dukes C rectal cancer.
5. Stadium IV
Kanker telah menyebar ke bagian lain tubuh seperti hati, paru atau ovarium. Disebut
juga Dukes D rectal cancer
I. Penatalaksanaan
Operasi merupakan terapi utama untuk kuratif, namun bila sudah dijumpai
penyebaran tumor maka pengobatan hanya bersifat operasi paliatif untuk mencegah
obstruksi, perforasi dan perdarahan. Tujuan ideal penanganan kanker adalah eradikasi
keganasan dengan preservasi fungsi anatomi dan fisologi. Kriteria untuk menetukan
jenis tindakan adalah letak tumor, jenis kelamin dan kondisi penderita.
Tindakan untuk kanker rektum :
1. Tumor yang berjarak < 5 cm dari anal verge dilakukan eksisi abdomino perineal.
2. Tumor yang berjarak 5-10 cm dari anal verge dilakukan low anterior reseksi.
3. Tumor yang berjarak > 5 cm dari anal verge dilakukan reseksi anterior standar.
Pada tumor yang kecil dan masih terlokalisir, reseksi sudah mencukupi untuk
kuratif. Pertimbangan untuk melakukan reseksi atau tidak pada kanker rektum tidak
hanya kuratif tetapi juga paliatif seperti elektrokoagulasi dan eksisi lokal, fulgurasi,
endokaviti irradiasi atau braki terapi. Beberapa pilihan pada penderita berisiko tinggi
dapat dilakukan laparoskopi, eksternal beam radiation, elektrokoagulasi, ablasi laser,
eksisi lokal dan stent endoskopi. Sebelum melakukan tindakan operasi harus terlebih
dahulu dinilai keadaan umum dan toleransi operasi serta ekstensi dan penyebaran
tumor. Pada eksisi radikal rektum harus diusahakan pengangkatan mesorektum dan
kelenjar limfa sekitarnya.
Berbagai jenis terapi tersedia untuk pasien kanker kolorektal. Satu-satunya
kemungkinan terapi kuratif adalah tindakan bedah. Tujuan utama tindakan bedah
adalah memperlancar saluran cerna, baik bersifat kuratif maupun non kuratif. Beberapa
adalah terapi standar dan beberapa lagi masih diuji dalam penelitian klinis. Terapi
standar untuk kanker rektum yang digunakan antara lain adalah :
1. Pembedahan
Pembedahan pada tumor kolon yang berdekatan dan kelenjar getah bening yang
berdekatan adalah penanganan pilihan untuk kanker kolorektal. Penanganan
pembedahan bervariasi dari pengrusakan tumor oleh laser photokoagulasi selama
endoskopi sampai pemotongan abdominoperineal (APR = abdominoperineal
resection) dengan kolostomi permanen. Bila memungkinkan spingter ani
dipertahankan dan hindari kolostomi
(Way, 1994).
Laser photokoagulasi digunakan sangat kecil, usus diberi sorotan sinar untuk
pemanasan langsung jaringan didalamnya. Panas oleh laser umumnya dapat
digunakan untuk merusak tumor kecil. Juga digunakan untuk bedah paliatif atau
tumor lanjut untuk 20 mengangkat sumbatan. Laser photokoagulasi dapat dibentuk
berupa endoskopik dan digunakan untuk pasien yang tidak mampu / tidak toleransi
untuk dilakukan bedah mayor.
Penanganan bedah lain untuk yang kecil termasuk pemotongan lokal dan
fulguration. Prosedur ini juga dapat dilakukan selama endoskopi, dengan
mengeluarkan jarum untuk bedah abdomen. Eksisi lokal dapat digunakan untuk
mengangkat pengerasan di rektum berisi tumor kecil, yang differensiasi baik, lesi
polipoid yang mobile / bergerak bebas. Fulguration atau elektrokoagulasi
digunakan untuk mengurangi ukuran tumor yang besar bagi pasien yang risiko
pembedahan jelek. Prosedur ini umumnya dilakukan anestesi umum dan dapat
dilakukan bertahap (Way, 1994).
Banyak pasien dengan kanker kolorektal dilakukan pemotongan bedah dari
kolon dengan anastomosis dari sisa usus sebagai prosedur pengobatan. Penyebaran
ke kelenjar getah bening regional dibedakan untuk dipotong bila berisi lesi
metastase (Way, 1994). Sering tumor di bagian asenden, transversum, desenden dan
colon sigmoid dapat dipotong.
Kolostomi adalah membuat ostomi di kolon. Dibuat bila usus tersumbat oleh
tumor sebagai penatalaksanaan sementara untuk mendukung penyembuhan dari
anastomosis atau sebagai pengeluaran feses permanen bila kolon bagian distal dan
rektum diangkat /dibuang. Kolostomi diberi nama berdasarkan: asenden kolostomi,
transversum kolostomi, desenden kolostomi dan sigmoid kolostomi.
Kolostomi sigmoid sering permanen, sebagian dilakukan untuk kanker rektum.
Biasanya dilakukan selama reseksi/pemotongan abdominoperineal. Prosedur ini
meliputi pengangkatan kolon sigmoid, rektum, dan anus melalui insisi perineal dan
abdominal. Saluran anal ditutup dan stoma dibentuk dari kolon sigmoid proksimal.
Stoma berlokasi di bagian bawah kuandran kiri abdomen. Bila kolostomi double
barrel, dibentuk dua stoma yang terpisah. Kolon bagian distal tidak diangkat tetapi
dibuat saluran bebas/bypass. Stoma proksimal yang fungsional mengalirkan feses
ke dinding abdomen. Stoma distal berlokasi dekat dengan stoma proksimal atau di
akhir dari bagian tengah insisi. Disebut juga mukus fistula, stoma distal
mengeluarkan mukus dari kolon distal. Kolostomi double barrel dapat diindikasikan
untuk kasus trauma, tumor atau peradangan, dan dapat sementara atau permanen.
Dalam prosedur emergensi digunakan untuk mengatasi sumbatan usus atau
perforasi.
Pada prosedur Hartmann, prosedur kolostomi sementara. Bagian distal dari
kolon ditempatkan di kiri dan dirawat untuk ditutup kembali. Kolostomi sementara
dapat dibentuk bila usus istirahat atau dibutuhkan penyembuhan, seperti
pemotongan tumor atau peradangan pada usus. Juga dibentuk akibati traumatik
injuri pada kolon, seperti luka tembak. Penyambungan kembali atau anastomosis
dari bagian kolon tidak dilakukan segera karena kolonisasi bakteri berat dari luka
kolon tidak diikuti penyembuhan sempurna dari anastomosis. Berkisar 3 – 6 bulan
kolostomi ditutup dan dibentuk anastomosis kolon (Harahap, 2004).
2. Radioterapi
Terapi radiasi sering digunakan sebagai tambahan dari pengangkatan bedah dari
tumor usus. Bagi kanker rektum yang kecil, intrakavitari, eksternal atau implantasi
radiasi dapat dengan atau tanpa eksisi bedah dari tumor. Radiasi preoperatif
diberikan bagi pasien dengan tumor besar sampai lengkap pengangkatan. Bila terapi
radiasi megavoltase digunakan, kemungkinan dalam kombinasi dengan kemoterapi,
kanker rektum berkurang ukurannya, sel-sel jaringan limpatik regional dibunuh dan
kekambuhan lamban atau tidak kambuh sama sekali (Berkow & Fletcher, 1992;
way, 1994). Terapi radiasi megavoltase juga dapat digunakan postoperatif untuk
mengurangi risiko kekambuhan dan untuk mengurangi nyeri. Lesi yang terfiksir
luas tidak diangkat, dapat ditangani dengan mengurangi pemisah / hambatan dan
memperlambat berkembangnya kanker.
3. Kemoterapi
Agen-agen kemoterapi seperti levamisole oral dan intravenous fluorouracil (5-
FU), juga digunakan postoperatif sebagai terapi adjuvan untuk kanker kolorektal.
Bila dikombinasi dengan terapi radiasi, kontrol pemberian kemoterapi lokal dan
survive bagi pasien dengan stadium II dan III dengan kanker rektum. Keunggulan
bagi kanker kolon adalah bersih, tetapi kemoterapi dapat digunakan untuk
menolong mengurangi penyebaran ke hepar dan mencegah
kekambuhan.Leucoverin dapat juga diberikan dengan 5-FU untuk meningkatkan
efek anti tumor (Harahap, 2004)
4. Terapi terkini
Metode pengobatan yang sedang dikembangkan pada dekade terakhir ini adalah:
a. Target Terapi: memblokade pertumbuhan pembuluh darah ke daerah tumor.
b. Terapi Gen.
c. Modifikasi biologi dan kemoterapi : thymidy-late synthase dan 5 fluoro urasil.
d. Extra corporal transcutaneus application : ultrasonografi intensitas tinggi.
e. Imunoterapi : Interleukin Limfokin-2 dan Alpa Interferon.
BAB II
KASUS DAN PEMBAHASAN

A. KASUS
1. Identifikasi Pasien
Nama/No RM : Bp.WHT/18-77-xx
Usia : 55 Thn 0 bln 16 hr
BB/TB : 52 kg/162 cm/ lpt: 1,55
Status : BPJS PBI
Riwayat alergi :-
Dokter DPJP : dr.Mardinah Suci Hardianti, SpPD, KHOM
Riwayat MRS di : 10/8/19 (bedah digesti)
Rawat inap 13/8/19
Bangsal : Marwah klas IIIA
Masuk ICU : 17/8/19-18/8/19
Tanggal KRS : 24/8/19
Ruang Kemo : ODC
Tanggal Kemo : 10/10/2019 (siklus 1),
31/10/19 (siklus 2),
21/11/19 (siklus 3)
2. Keluhan : lemas, nyeri
3. Diagnosa utama : tumor sigmoid metastatis liver dengan stoma kode
C18.7
4. Diagnosa sekunder : kode ICD-10 = C787
5. RPD : -
6. RPK : -
7. Alergi Obat/Makanan/Minuman
Tidak ada
8. Diagnosa : Ca Sigmoid pT4bN1aM1 Hepar
9. Hasil pemeriksaan fisik :
VITAL SIGN 1
Bedah digestif tanggal 10/8/19:
TD : 97/72 mmHg
N : 116 x/menit
VITAL SIGN 2

Vital 13- 14- 15- 16- 17- 18- 19- 20- 21- 22- 23- 24-
sign Agust Agust Agust Agust Agust Agust Agust Agust Agust Agust Agust Agust
TD 112/90 116/75 111/85 116/77 115/84 88/58 98/63 110/73 116/84 112/65 126/82 118/77
RR 18 20 20 19 20 20 20 16 17 17 16 13
N 100 96 102 82 82 89 93 88 73 89 82 77
S 35,9 35,9 37 37,5 36 36 36,1 36,5 37,2 37 37 36
SPO2 98 98 98 97 96 99 97 98 97 97 97 97

10. Hasil Pemeriksaan Laboratorium

Hasil
Pemeriksaan Nilai Rujukan
13-Aug 17-Aug
Hematologi
Darah rutin
Lekosit 4-10 11,2 H
Hitung jenis
Basofil 0-1 2
Eosinofil 1-3 5
Neutrofil 50-70 70
Limfosit % 20-40 17
Monosit % 2-8 7
Eritrosit 4,4-5,9 3,90 L
Hemoglobin 12-17 11,3 L 11,3 L
Hematokrit 39-52 33 L 34 L
MCV 82-98 84,9
MCH 27-34 28,9
MCHC 32-36 34,1
RDW 11-16 13
Trombosit 150-450 440
MPV 7-11 4,5 L
Gol darah B
PPT 11-15 13,2
Kontrol PPT 15
APTT 25-35 26,5
Kontrol APTT 27,7
SGOT
SGPT
Ureum 15-45 36 33
Creatinin 0-1,3 1,4 H 1,5 H
GDS 70-140 97 194 H
Total Protein 6,6-8,8 6,9
Albumin 2,5-5,2 4,2
Globulin 2-4 2,7
Pemeriksaan
Nilai Rujukan 13-Aug
Hematologi
HBSAg Rapid Negative Negative

Pemeriksaan
Nilai Rujukan 13-Aug
Elektrolit
Na 135-145 142
K 3,6-5,5 3,2 L
Cl 98-108 109 H

11. Hasil pemeriksaan radiologi


Periksa Histopatologi pada tanggal 13/08/19:
Kesimpulan : Colon Sigmoid = Adenocarcinoma
- Well diffntiated
- Metastatis ke Liver
- Circumferential margin pos (+) mengandung tumor
- Lymphovasculer Invasion (+)
- Proximal- distal margin negative (-) mengandung tumor
- Satu (1) dar 2 limfonodi positive (+) mengandung tumor
- Pathology staging : pT4bN1Amx
12. Profil Pengobatan

Tanggal
Nama Obat Dosis Rute

18/8 19/8 20/8 21/8 22/8 23/8 24/8

Ciprofloxacin 2x400 mg iv
p:8 p:8 p:8 p:8 p:8 p:8 p:8
(II)
s:- s:- s:- s:- s:- s:- s:-
so:- so:- so:- so:- so:- so:- so:-
m:20 m:20 m:20 m:20 m:20 m:20 m:20

Metronidazol 3X1 iv
p:8 p:8 p:8 p:8 p:8 p:8 p:8
s:- s:- s:- s:- s:- s:- s:-
so:16 so:16 so:16 so:16 so:16 so:16 so:16
m:20,24 m:20,24 m:20,24 m:20,24 m:20,24 m:20,24 m:20,24

Ranitidin 2X1 iv
p:8 p:8 p:8 p:8 p:8 p:8 p:8
s:- s:- s:- s:- s:- s:- s:-
so:- so:- so:- so:- so:- so:- so:-
m:20 m:20 m:20 m:20 m:20 m:20 m:20

Ketorolac 3X1 iv
p:8 p:8 p:8 p:8 p:8 p:8 p:8
s:- s:- s:- s:- s:- s:- s:-
so:16 so:16 so:16 so:16 so:16 so:16 so:16
m:24 m:24 m:24 m:24 m:24 m:24 m:24

Metoklorpamid 2X1 iv
p:8 p:8 p:8 p:8 p:8 p:8 p:8
s:- s:- s:- s:- s:- s:- s:-
so:- so:- so:- so:- so:- so:- so:-
m:20 m:20 m:20 m:20 m:20 m:20 m:20

12. Rekonsiliasi obat

Lanjut
Nama Obat Dosis
Ya Tidak
Ciprofloxacin 2x400 - √
Tomit inj 2x1 - √
Ranitidin inj 2x1 - √
Ketorolac inj 3x1 - √
Metronidazol 2x1 - √
OBAT BARU :

Ciprofloxacin diganti obat ciprofloxacin 500 mg dengan aturan pakai 2xsehari 1


tablet sesudah makan, dihabiskan
Meloxicam 7,5 mg = 2xsehari 1 tablet sesudah makan jika nyeri

13. Hasil Pemeriksaan laboratorium di ODC

Hasil
Pemeriksaan Nilai Rujukan
07-Oct 24-Oct 14-Nov 21-Nov
Hematologi
Darah rutin
Lekosit 4-10 8,5 6,7 5,6
Hitung jenis
Basofil 0-1 1 1 0
Eosinofil 1-3 8 H 2 2
Neutrofil 50-70 65 65 66
Limfosit % 20-40 21 25 25
Monosit % 2-8 5 7 7
Eritrosit 4,4-5,9 5,38 5,37 4,76
Hemoglobin 12-17 16 15,4 13,9
Hematokrit 39-52 46 42 37 L
MCV 82-98 84,8 78,6 77,3 L
MCH 27-34 29,7 28,6 29,2
MCHC 32-36 35 36,4 37,7 H
RDW 11-16 12,1 10,3 11,6
Trombosit 150-450 249 158 48 L 70 L
MPV 7-11 4,9 L 4,76 5,8 L
SGOT 0-50 16 24 36
SGPT 0-50 19 23 25
Ureum 15-45 22 20 23
Creatinin 0-1,3 1 1,2 1,3

14. Hasil Pemeriksaan saat di ODC

Siklus 1 (10/10/19) Siklus 2 (31/10/19) Siklus 3 (21/11/19)


TD:137/85, N:65x/m, S: TD:116/91, N:90x/m, S: TD:121/78, N:75x/m, S:
jam: 08.30 36,1 , RR: 20 jam: 08.30 36,1 , RR: 20 jam: 09.45 36, RR: 20
TD: 125/82, N: 69,5x/m, S: TD: 117/74, N: 70x/m, S: TD: 116/80, N: 73x/m, S:
jam: 10.45 36, RR: 20 jam: 11.35 36,1, RR: 20 jam: 10.40 36, RR: 20
TD: 120/72, N: 69x/m, S: TD: 147/83, N: 85x/m, S: TD: 136/83, N: 70x/m, S:
jam: 11.45 36, RR: 20 jam: 14.25 36, RR: 20 jam: 12.35 36, RR: 20
TD: 143/83, N: 81x/m, S:
jam: 13.45 36, RR: 20
15. Profil Pengobatan

•PRE MEDIKASI:

1. NaCl 0,9 % 250 cc+MGSO4 1,5 CC habis dalam 1 jam


2. NaCl 0,9 % 250 cc + Ca.Glukonas 5 cc habis dalam 1 jam
3. Dexametason 4 amp/i.v, 15 menit sebelum kemo
4. Setrovel 1 amp inj 15 menit sebelum kemo

•PEMBERIAN KEMO:

✓ OXALIPTATIN 200 MG dalam D5 % 250 cc/2 jam


✓ XELODA 3-0-3 mulai hari k2 2-14 hari

Jenis Siklus 1 (10/10/19) Siklus 2 (31/10/19) Siklus 3 (21/11/19)

Oral Xeloda 3-0-3 hari ke 2-14 hari ondansetron ondansetron 8 mg

xeloda 3-0-3 xeloda 3-0-3


NaCl 250+MGSO4 1,5 cc dalam 1 NaCl 250+MGSO4 1,5 cc dalam 1 NaCl 250+MGSO4 1,5 cc dalam 1
Injeksi jam = jam 9 jam = jam 9 jam = jam 9
NaCl 250+Ca.Glukonas 5 cc NaCl 250+Ca.Glukonas 5 cc NaCl 250+Ca.Glukonas 5 cc
dalam 1 jam = jam 10 dalam 1 jam = jam 10 dalam 1 jam = jam 10

Dexametason 20 mg = jam 11 Dexametason 20 mg = jam 11 Dexametason 20 mg = jam 11

ondansetron 8 mg = jam 11 ondansetron 8 mg = jam 11 ondansetron 8 mg = jam 11

Infus Oxaliplatin 200 mg = jam 12 Oxaliplatin 200 mg = jam 12 Oxaliplatin 200 mg = jam 12
Topical,
Nebulasi Nacl = jam 9 (1) Nacl 500 ml Nacl jam 9 & 14

Nacl= jam 11 (2)

ket: oral = obat dibawa pulang

injeksi = premedikasi

infus= kemo

topical=rehidrasi
B. ANALISA SOAP
Tgl Problem Medik S&O Terapi DRP Plan Monitoring

10/10 Riwayat minum S:lemas, nyeri terapi Efek samping jangka Rekomendasi ke Monitoring:
meloxicam O:Diagnosis dihentikan panjang dari DPJP untuk Efek terapi obat,
Ca sigmoid perforasi saluran mengganti obat Nyeri, hidrasi
cerna lambung dan dengan terapi
usus golongan opioid
(tramadol)

31/10 Ca sigmoid S:lemas, nyeri Terapi • Potensial interaksi - Monitoring:


O:Diagnosis dilanjut obat (oxaliplatin + • Pantau
Ca sigmoid ondansetron) perubahan EKG
oxaliplatin akan jika terapi
meningkatkan level dimulai pada
atau efek pasien dengan
ondansetron obat yang
diketahui
• (deksametason + memperpanjang
ondansetron) interval QT.
Deksametason • Monitoring
akan menurunkan terkait interaksi
level atau efek obat
ondansetron
dengan
memengaruhi
metabolisme enzim
CYP3A4 hati /
usus.
21/11 Trombositopenia S:Lemas, Terapi Efek samping obat Monitoring ketat
-
nyeri lanjut kemoterapi terkait efek
O:angka samping obat
trombosit 70 kemoterapi, angka
L trombosit dan
hidrasi
C. PEMBAHASAN
Kasus yang diambil pada pasien dengan nama Tn. WHT adalah dengan
menggunakan metode retrospektif. Usia pasien tersebut 55 tahun 0 bln 16 hr dengan
BB/TB: 52 kg/162 cm/ lpt: 1,55 dengan riwayat MRS di pada tanggal 10/8/19 (bedah
digesti) kemudian dirawat inap tanggal 13/8/19 dan masuk ICU tanggal 17/8/19-
18/8/19. Di tanggal 24/8/19 pasien KRS.
Pada tanggal 10/10/2019 MRS lagi dengan keluhan lemas dan nyeri. Diagnosa
utama : tumor sigmoid metastatis liver dengan stoma kode C18.7. Diagnosa sekunder:
kode ICD-10 = C787. Bpk WHT melakukan kemoterapi (siklus 1) tanggal 10/10/19,
31/10/19 (siklus 2), 21/11/19 (siklus 3). Dari hasil pemeriksaan laboratorium ditanggal
21/11 didapatkan yang lebih menonjol penurunannya adalah pada angka trombosit
mengalami penurunan yaitu di angka 70.
Obat yang diberikan adalah dengan pre medikasi: NaCl 0,9 % 250 cc+MGSO4
1,5 CC habis dalam 1 jam, NaCl 0,9 % 250 cc + Ca.Glukonas 5 cc habis dalam 1 jam,
Dexametason 4 amp/i.v, 15 menit sebelum kemo, Setrovel 1 amp inj 15 menit sebelum
kemo. Dilanjutkan dengan pemberian kemoterapi Oxaliplatin 200 MG dalam D5 % 250
cc/2 jam dan XELODA 3-0-3 mulai hari k2 2-14 hari.
Pada penatalksanaan terapi terutama pada metastasis 1 terapi utama lini pertama
adalah kemoterapi paliatif saja, kombinasi dengan terapi target, terdiri dari
fluoropyrimidine (FP) [intravena (iv) 5-fluorouracil (5- FU) atau FP oral capecitabine]
dalam berbagai kombinasi dan jadwal. Sebaiknya digunakan rejimen 5-FU / leucovorin
(LV) karena kurang toksik dibandingkan dengan rejimen bolus. Oral FP capecitabine
merupakan alternatif untuk 5-FU / LV intravena. Kombinasi kemoterapi dengan 5-FU
/ LV / oxaliplatin (FOLFOX) atau 5-FU / LV / irinotecan (FOLFIRI) memberikan
respon rate (RR) yang lebih tinggi, memperpanjang progression-free survival (PFS) dan
kelangsungan hidup lebih baik daripada 5-FU / LV saja. Kemoterapi FOLFOX dan
FOLFIRI memiliki aktivitas yang sama secara biologi, namun memiliki profil toksisitas
yang berbeda. Irinotecan lebih menyebabkan alopecia dan diare dan oxaliplatin lebih
menyebabkan polineuropati. Kedua rejimen terdiri dari pemberian kemoterapi 46-48
jam setiap 2 minggu (q 2 minggu) dengan pemberian bolus 5-FU (LV5FU2). Beberapa
penelitian menunjukkan bahwa kombinasi kemoterapi tidak lebih superior
dibandingkan dengan terapi sequential dalam hal overal survival (OS) dan karena itu
terapi sequential dimulai dengan FP sendiri tetap menjadi pilihan kemoterapi tunggal
yang baik untuk pasien yang lemah. Namun demikian, kemoterapi kombinasi tetap
pilihan yang lebih baik karena memungkinkan kontrol pertumbuhan tumor yang lebih
baik dibandingkan pilihan de-eskalasi FP saja. Regimen kombinasi 3 sitotoksik (FP,
oxaliplatin dan irinotecan) dapat memperpanjang survival Kombinasi capecitabine plus
oxaliplatin (CAPOX; capecitabine 2000 mg / m2 / hari; hari 1-14 setiap 3 minggu dan
oxaliplatin 130 mg / hari m2 1 setiap 3 minggu) merupakan alternatif kombinasi infused
5-FU / LV dan oxaliplatin berdasarkan aktivitas yang sama dan profil keamanan.
Kemoterapi lini kedua diberikan kepada pasien dengan status performan yang baik dan
fungsi organ yang baik. Pasien refrakter terhadap rejimen berbasis irinotecan, terapi lini
kedua harus terdiri dari kombinasi mengandung yang oxaliplatin (FOLFOX dan
CAPOX). Pada pasien refrakter terhadap FOLFOX atau CAPOX, rejimen berbasis
irinotecan diusulkan sebagai lini kedua pengobatan: monoterapi irinotecan (350 mg /
m2 setiap 3 minggu) dan FOLFIRI. FOLFIRI memiliki indeks terapeutik yang lebih
baik pada lini kedua dibandingkan dengan monoterapi irinotecan, juga karena FOLFIRI
mempunyai keamanan yang lebih baik dibandingkan dengan irinotecan setiap 3
minggu.
Pasien tersebut tidak menerima regimen terapi kombinasi. Terapi oxaliplatin
dan xeloda peroral tersebut kurang efektif bila digunakan pada pasien dengan kondisi
kanker tingkat lanjut dan telah bermetastasis. Untuk penetapan terapi pasien tersebut
belum tepat sasaran. Karena sangat diharapkan pemberian terapi pada pasien kanker
dengan stadium 4 dan sudah metastatis 1 untuk diberikan kemoterapi dengan
kombinasi.
Pemberian dexamethasone injeksi dan ondansetron injeksi dimaksudkan untuk
mengantisipasi kemungkinan terjadinya efek samping akibat pemberian regimen
kemoterapi oxaliplatin yaitu mual dan muntah. Menurut Guide To Cancer Regiments
Therapy, 2008 Oxilaplatin merupakan regimen kemoterapi dengan potensial
emetogenik yang sedang (moderate) oleh karena itu perlu tindakan premedikasi pada
pasien untuk mengatasi kemungkinan emetogeniknya. Memberikan anti emetik 5-HT3
antagonis (ondansetron) 8 mg atau 0,15 mg/kg BB (i.v) atau 16 mg (p.o). Jika keluhan
menetap ditambahkan deksametason. Pertimbangkan pemberian antiemetik intravena
secara kontinyu jika keluhan masih berlanjut.
Pemantauan terapi obat pada tanggal 10/10 kemoterapi dengan siklus 1 10/10
pasien ini jika nyeri mempunyai riwayat minum meloxicam . Rekomendasi DPJP
terapi dihentikan karena mempunyai efek samping jangka panjang yaitu perforasi
saluran cerna lambung dan usus. Saran untuk mengganti obat dengan terapi golongan
opioid (tramadol). Monitoring yang dilakukan adalah dengan memantau efek terapi
obat, nyeri, dan hidrasi.
Pemantauan terapi obat pada tanggal 31/10 untuk terapi dilanjut. Assesment
ada potensial interaksi obat (oxaliplatin + ondansetron) oxaliplatin akan meningkatkan
level atau efek ondansetron, (deksametason + ondansetron). Deksametason akan
menurunkan level atau efek ondansetron dengan memengaruhi metabolisme enzim
CYP3A4 hati / usus. Monitoring pantau perubahan EKG jika terapi dimulai pada pasien
dengan obat yang diketahui memperpanjang interval QT dan monitoring terkait
interaksi obat.
Pada pemantauan terapi tanggal 21/11 assesment pasien ini adalah
trombositopenia dengan hasil pemeriksaan laboratorium menunjukan angka trombosit
70 L. Terapi tetap dilanjutkan. Assessment trombositopenia efek samping dari obat
kemoterapi. Monitoring ketat terkait efek samping obat kemoterapi, angka trombosit
dan hidrasi.

D. KESIMPULAN
• Pasien mengalami kanker sigmoid dan berkembang menjadi tingkat advanced serta
bermetastasis ke hati
• Terjadi beberapa advers reaction penggunaan obat kemo dan dapat teratasi dengan
pemberian obat-obatan penunjang
• Angka trombosit pasien tidak terkontrol dengan baik, kemungkinan juga disebabkan
karena efek samping dari pemberian obat kemoterapi, Monitoring untuk trombosit dan
secara rutin.
DAFTAR PUSTAKA

Price, S.A and Wilson. 2006. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit
Ed. 6. Jakarta : EGC.
Sjamsuhidayat R, Wim de Jong, 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi 2, Jakarta :
EGC.
Sudoyo A, et al. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : FKUI.
MIMS. https://www.mims.com/indonesia/drug/info/ondansetron.
Society AC. Colorectal Cancer Facts & Figures 2014-2016. Color Cancer Facts Fig
2014; 1–32.
www. Medscape.com

Anda mungkin juga menyukai