Anda di halaman 1dari 20

BAB 1I

KAJIAN TEORITIS

2.1 Anatomi Usus Besar ( Colon)

Usus besar atau colon yang kira-kira 1,5 m panjangnya adalah

sumbangan dari usus halus dan mulai di katup ileocolik atau ileocecal, yaitu

tempat sisa makanan lewat. Reflek gastrokolik terjadi ketika makanan

masuk lambung dan menimbulkan peristaltik di dalam usus besar (Pearce,

2009).

Gambar 2.1. Anatomi Usus Besar

Usus besar dibagi menjadi ; caecum, colon asenden, colon transversum,

colondesenden, colon sigmoideum , rectum dan anus (Pearce, 2009).

5
6

2.1.1 Caecum

Caecum merupakan kantong dengan ujung buntu yang menonjol ke bawah pada

regio iliaca kanan, dibawah junctura ileocaecalis. Appendiks vermiformis

berbentuk seperti cacing sisi medial usus besar. Panjang caecum sekitar 6

cm dan berjalan ke caudal. Caecum terakhir sebagai kantong buntu yang

berupa processus veriformis veriformis (apendiks) yang mempunyai

panjang antara 8-13 cm (Merills 1995)

2.1.2 Colon Asenden

Colon asenden berjalan ke atas dari caecum ke permukaan inferior

lobus kanan hati, menduduki regio illiaca dan lumbalis kanan. Setelah

perjalanan sampai kehati, colon asenden membelok ke kiri, membentuk

fleksura coli dekstra (fleksura hepatik). Colon asenden ini terletak pada

regio illiaca kanan dengan panjang sekitar 13 cm (Merills, 1995).

2.1.3. Colon Transversum

Colon transversum menyilang abdomen pada region umbilikalis dari

fleksura coli dekstra sampai fleksura coli sinistra. Pada posisi berdiri,

bagian bawah dapat turun sampai pelvis. dan Colon transversum, waktu

mencapai dalam daerah limpa, maka membelok ke bawah membentuk

fleksura coli sinistra (fleksura lienalis) untuk kemudian menjadi colon

desenden (Merills, 1995).


7

2.1.4 Colon Desenden

Colon desenden terletak pada regioilliaca kiri dengan panjang sekitar

25 cm. Colon desenden ini berjalan ke bawah dari fleksura lienalis sampai

pinggir fleksura sigmoideum dan berlanjut sebagai colon sigmoideum

(Merills, 1995).

2.1.5 Colon Sigmoideum

Colon sigmoideum mulai dari pintu atas panggul. Colon sigmoideum

merupakan lanjutan colon desenden dan tergantung ke bawah dalam

rongga pelvis dalam bentuk lengkungan. Colon sigmoideum bersatu

dengan rectum di depan sacrum (Merills, 1995).

2.1.6 Rectum

Rectum menduduki bagian posterior di rongga daerah pelvis. Rectum

merupakan lanjutan dari colon sigmoideum dan berjalan turun di depan

sekum, meninggalkan pelvis dengan menembus dasar pelvis. Setelah itu

rectum berlanjut sebagai anus dalam perineum, rectum merupakan bagian

10 cm terbawah dari usus besar, dimulai pada colon sigmoideum dan

berakhir ke dalam anus yang dijaga oleh otot internal dan external (Pearce,

2009).
8

2.2 Fisiologi Usus Besar (Colon)

Usus besar tidak ikut serta dalam pencernaan atau absorbsi makanan.

Bila isi usus halus mencapai cecum, semua zat makanan telah diabsorbsi

dan isinya cair. Selama perjalanan didalam colon isinya menjadi semakin

padat karena air absorbsi dan ketika rectum dicapai maka feses bersifat

padat lunak. Peristaltik di dalam kolon sangat lambat, diperlukan waktu

kira-kira 16-20 jam bagi isinya untuk mencapai fleksura sigmoid, dan fungsi

colon dapat diringkas sebagai berikut :

a) Absorbsi air, garam dan glukosa.

b) Sekresi musin oleh kelenjar di dalam dan lapisan dalam.

c) Penyiapan selulosa yang berupa hidrat karbon di dalam tumbuh-

tumbuhan dan sayuran hijau, dan penyiapan sisa protein yang belum

dicernakan oleh kerja bakteri guna ekskresi.

d) Defekasi adalah pembuangan air besar ( Pearce, 2009).

2.3 Colostomy

Colostomy adalah suatu operasi untuk membentuk suatu lubang

buatan antara colon dengan permukaan kulit pada dinding perut. Hubungan

ini dapat bersifat sementara atau menetap selamanya (Pearce, 2009)

mengapa colostomy harus dilakukan indikasi colostomy ialah dekompresi

usus pada obstruksi stoma sementara untuk membedah reseksi usus pada

radang, atau perforasi sebagai anus setelah reseksi usus distal untuk

melimdungi anastomosis distal, Colostomy dapat berupa secostomy,


9

colostomy transversum, colostomy sigmoideum, sedangkan colon asenden

sangat jarang dipergunakan untuk membuat colostomy karena kedua bagian

tersebut terletak retroperitoneal. Colostomy pada bayi dan anak hampir

selalu merupakan tindakan gawat darurat, sedang pada orang dewasa

merupakan keadaan yang patologis.

Gambar 2.2. colostomy

2.4 Pemeriksaan Radiologi Lopografi

2.4.1 Pengertian pemeriksaan Lopografi

Lopografi adalah teknik pemeriksaan secara radiologis pada daerah

usus besar, dengan mengunakan sinar-X dan bantuan media kontras

secara retrograde yaitu berlawanan dengan anatomi colon, dengan

memasukkan kateter Foley beberapa centimeter pada daerah anus

(Stephen, 1986).
10

2.4.2 Tujuan Pemeriksaan

Tujuan pemriksaan Lopografi adalah untuk melihat anatomi dan

fisiologi colon sehingga dapat membantu menentukan tindakan medis

selanjutnya (Stephen, 1986).

2.4.3 Persiapan Pasien

Syarat utama pada radiologi kontras ialah bahwa colon harus bersih

sama sekali dari kotoran. Untuk memperoleh hal-hal itu haruslah

selalu diingat prinsip dasar persiapan pasien yang terdiri atas :

a) Mengubah pola makan pasien

Makanan hendaknya mempunai konsistensi lunak, low residue, dan

tidak mengandung lemak. Ini dimaksudkan untuk mengurangi

kemungkinan terjadinya bongkahan-bongkahan feses yang keras

(Rasad, 2005).

b) Minum sebanyak-banyaknya

Oleh karena penyerapan air disaluran cerna terbanyak di colon,

maka pemberian minuman ini dapat menjaga feses agar tetap

lembek (Rasad, 2005).

c) Pemberian pencahar

Apabila kedua hal diatas dijalankan dengan benar, maka pemberian

pencahar hanyalah sebagai pelengkap saja. Pada beberapa keadaan,

seperti : orang tua, rawat baring yang lama, dan sembelit kronis,

pencahar ini mutlak diberikan, fungsi pencahar ini digunakan untuk


11

mempercepat gerakan usus dan membantu memperlancar buang air

besar, Frekuensi buang air besar bervariasi untuk setiap orangnya,

karena itu pengguna obat pencahar tidak boleh di samaratakan,

jenis-jenis obat pencahar tersedia dalam berbagai bentuk seperti pil,

bubuk, cairan, bahkan dalam bentuk permen (Rasad, 2005).

2.4.4 Persiapan Alat dan Bahan

1) Persiapan alat pada pemeriksaan colon in loop meliputi :

a) Pesawat x-ray yang dilengkapi bucky kaset dan fluoroscopy.

b) Kaset dan film sesuai dengan kebutuhan.

c) Marker

d) Standar irigator dan irigator set lengkap dengan kanula rectal.

e) Sarung tangan

f) Penjepit atau klem

g) Kain kassa

h) Kateter Faley

i) Bengkok

j) Apron

k) Plester

l) Tempat mengaduk media kontras

m) Pengaduk media kontras (Merril, 2001).

2) Persiapan bahan

a) Media kontras, yang sering dipakai adalah larutan barium sulfat

dengan konsentrasi antara 70 80 Weight/Volume%. Banyaknya


12

larutan (ml) tergantung pada panjang pendeknya colon distal.

b) Air hangat untuk membuat larutan barium.

c) Vaselin atau jelly, digunakan untuk menghilangi rasa sakit saat

kanula dimasukkan kedalam anus (Rasad, 2005).

2.5 Teknik Pemeriksaan

Proyeksi Radiograf yang digunakan pada pemeriksaan lopografi adalah

sebagai berikut :

2.5.1 Polos Abdomen (plain foto)

Foto polos abdomen (plain foto) dilakukan sebelum dimasukkan

bahan contras yang bertujuan untuk melihat persiapan pasien sudah

maksimal atau belum dan juga untuk menentukan faktor eksposi

sehingga pada saat kontras telah dimasukkan faktor eksposi bisa

optimal.

1) Posisi pasien

Pasien diposisikan tidur telentang dengan menyediakan bantal

bersih di bagian kepala, menempatkan lengan di samping badan

pasien, dan kedua kaki diatur lurus. Mid sagital tubuh (MSP) pada

pertengahan meja (Bontrager, 1993).

2) Posisi Objek:

Aturlah kaset agar batas atas kaset pada diafragma, batas bawah

pada symphisis pubis dan crista iliaca berada di pertengahan. Pelvis

tidak mengalami rotasi terlihat dari kedua SIAS berjarak sama

dengan kedua sisinya (Bontrager ,1993).


13

3) Central Point : Pada pertengahan SIAS / setinggi Lumbal 3.

4) Central Ray : Vertical Tegak lurus kaset.

5) FFD : 100 cm. ekspose pada saat pasien tahan nafas

setelah ekspirasi penuh.

6) Kriteria Evaluasi:

a) Bagian bawah harus mencakup bagian superior dari lengkungan

symphisys pubis.

b) Bagian atas abdoment harus mencakup atas ginjal serta bagian

bawah hati padat dan daerah limpa.

c) Kolom vertebral harus simetris dengan pusat radiografi.

d) Tidak ada rotasi antara pelvis dan vertebra lumbalis yang akan

muncul simetris. bentuk dari prosesus spinosus harus atas di

pusat tulang belakang (Bontrager, 1993).

2.5.2 Pemasukan Bahan Kontras

Barium dimasukkan melalui anus (lubang colon) diikuti dengan

fluoroskopi sampai mengisi daerah saecum dan dapat ditandai dengan

keluarnya kontras melalui anus. Untuk keperluan informasi yang lebih

jelas pasien dirotasikan ke kanan dan ke kiri serta dibuat radiograf full

filling untuk melihat keseluruhan bagian usus dengan proyeksi antero

posterior (Rasad, 2005).


14

1) Proyeksi Antero posterior

a) Film : 30x40 cm secara memanjang.

b) Posisi pasien : Pasien pada posisi supine

c) Posisi objek :

(1) MSP (Mid Sagital Plane) tubuh berada pada pertengahan

grid.

(2) Batas atas kaset pada xiphoid.

(3) Tidak ada rotasi dari abdomen dan pelvis.

(4) Penempatan marker pada lubang colostomy tersebut.

(5) Meminta pasien untuk menahan nafas selama expose.

d) FFD : 100 cm

e) CR : Vertikal tengak lurus film

f) CP : Pada MSP setinggi crista iliaca

g) Kriteria evaluasi :

(1) Keseluruhan colon termasuk flexura lienalis dan rectum, Dua

film dibutukan untuk pasien hiperstenic.(Merril 1995).

(2) Vertebral terpusat sehingga colon acenden dan colon decenden

secara lengkap tercakup

Gambar 2.3. Posisi Pasien Pada Proyeksi Antero Posterior


15

2) Proyeksi LPO

a) Film : 30x40 cm secara memanjang.

b) Posisi pasien : letakkan pasien pada posisi supine.

c) Posisi objek :

(1) Dengan lengan kiri pasien berada pada sisi tubuh dan lengan

kanan melewati dada sperior, suruh pasien menaikkan pinggul

kanan untuk menghasilkan rotasi 35 sampai 45 derajat dari meja

dengan cara tungkai kanan bawah difleksikan.

(2) Batas atas kaset xyphoid, batas bawah simpisis pubis

(3) Punggung dan lutut pasien diganjal dengan sand bag sehingga

tidak terjadi pergeseran.

(4) Pusatkan tubuh pada garis tengah grid.

(5) Atur pusat kaset setinggi puncak illium.

(6) Sield gonad

(7) Penempatan marker pada lubang colostomy tersebut.

(8) Meminta pasien menahan nafas selama expose.

d) FFD : 100 cm.

e) CR : Vertikal tegak lurus film.

f) CP : 1-2 inci ke kanan dari MSP setinggi

puncak crista iliaca

g) Kriteria evaluasi :

(1) Keseluruhan colon.

(2) Flexura colik kanan (hepatika) terlihat karena superposisi


16

dikurangi dibandingkan dengan posisi AP.

(3) Colon acenden, ceacum dan sigmoid (Merril, 1995).

Gambar 2.4 Posisi Pasien Pada Proyeksi Left Posterior Obliq

3) Proyeksi RPO

a) Film : 30x40 cm secara memanjang.

b) Posisi pasien : letakkan pasien pada posisi supine.

c) Posisi objek :

(1) Dengan lengan kiri pasien berada pada sisi tubuh dan lengan

kanan melewati dada sperior, suruh pasien menaikkan pinggul

kanan untuk menghasilkan rotasi 35 sampai 45 derajat dari meja

pemeriksaan dengan cara tungkai kiri bawah difleksikan.

(2) Batas atas kaset xyphoid, batas bawah simpisis pubis

(3) Punggung dan lutut pasien diganjal dengan sand bag sehingga

tidak terjadi pergeseran.

(4) Pusatkan tubuh pada garis tengah grid.

(5) Atur pusat kaset setinggi puncak illium.

(6) Sield gonad

(7) Penempatan marker pada lubang colostomy tersebut.


17

(8) Meminta pasien menahan nafas selama expose.

d) FFD : 100 cm.

e) CR : Vertikal tegak lurus film.

f) CP : 1-2 inci ke kekiri dari MSP setinggi

puncak crista iliaca

g) Kriteria evaluasi :

(1) Keseluruan colon.

(2) Flexura lienalis dan colon decendens sedikit superposisi di

bandingkan posisi AP.

(3) Colon acenden, ceacum dan sigmoid (Merril, 1995).

Gambar 2.5. Posisi Pasien Pada Proyeksi Right Posterior Obliq

4) Proyeksi RAO

a) Film : 30x40 cm secara memanjang.

b) Posisi pasien : letakkan pasien pada posisi prone.

c) Posisi objek :

(1) Dengan lengan kanan pasien berada pada sisi tubuh dan tangan

kiri di depan kepala, suruh pasien menaikkan pinggul kiri untuk


18

manghasilkan suatu rotasi 35-45 derajat dari meja pemeriksaan.

(2) Fleksikan lutut kiri untuk menjaga kestabilan.

(3) Pusatkan tubuh pada garis tengah grid.

(4) Sield gonad.

(5) Meminta pasien menahan nafas selama expose.

d) FFD : 100 cm.

e) CR : Vertikal tegak lurus film.

f) CP : 1-2 inci ke kiri dari MSP setinggi

puncak crista iliaca

g) Kriteria evaluasi :

(1) Keseluruhan colon

(2) Flexura hepatic terlihat sedikit superposisi dibandingkan dengan

PA.

(3) Colon acenden, ceacum, dan colon sigmoid (Merril, 1995).

Gambar 2.6. Posisi Pasien Pada Proyeksi Right Anterior Obliq


19

5) Proyeksi LAO

a) Film : 30x40 cm secara memanjang.

b) Posisi pasien : letakkan pasien pada posisi prone.

c) Posisi objek :

(1) Dengan lengan kanan pasien berada pada sisi tubuh dan tangan

kiri di depan kepala, suruh pasien menaikkan pinggul kiri untuk

manghasilkan suatu rotasi 35-45 derajat dari meja pemeriksaan.

(2) Fleksikan lutut kanan untuk menjaga kestabilan.

(3) Pusatkan tubuh pada garis tengah grid.

(4) Sield gonad.

(5) Meminta pasien menahan nafas selama expose.

d) FFD : 100 cm.

e) CR : Vertikal tegak lurus film.

f) CP : 1-2 inci ke kanan dari MSP setinggi

puncak crista iliaca

g) Kriteria evaluasi :

(1) Keseluruhan colon

(2) Flexura lienalis terlihat sedikit superposisi dibandingkan dengan

PA.

(3) Colon acenden, ceacum, dan colon sigmoid (Merril, 1995).


20

Gambar 2.7 Posisi Pasien Pada Proyeksi Leftt Anterior Obliq

6) Proyeksi Lateral

a) Film : 30x40 cm secara memanjang.

b) Posisi pasien : letakkan pasien pada posisi lateral recumbent pada

salan satu sisi kiri atau kanan.

c) Posisi objek :

(1) Pusatkan MCP tubuh pada pertengahan grid.

(2) Fleksikan lutut untuk kestabilan pasien dan letakkan sebuah

sandaran antara lutut untuk menaga lateral panggul.

(3) Atur batas atas xyphoid dan batas bawah simpisis pubis

(4) Kedua tangan berada di depan kepala, Kedua lutut di fleksikan

(5) Meminta pasien untuk menahan nafas selama expose.

d) FFD : 100 cm.

e) CR : Horizontal tegak lurus film.

f) CP : pada MSP setinggi crista iliaca

g) Kriteria evaluasi :

(1) Daerah rectum dan sigmoid di dalam pusat radiograf.

(2) Tidak adanya rotasi pasien.

(3) Superposisi antara pinggul dengan tulang paha.


21

(4) Bagian superior colon tidak perlu tercakup karena daerah rectum

dan sigmoid merupakan daerah perhatian (Merril, 1995).

Gambar 2.8. Posisi Pasien Pada Proyeksi Lateral

2.6 Proteksi Radiasi

Proteksi radiasi adalah usaha-usaha atau tindakan-tindakan dalam

lingkungan kesehatan yang bertujuan memperkecil penerimaan dosis radiasi

yang telah diterima baik bagi pasien, radiographer, dokter radiologi, dan

masyarakat umum (Akhadi, 2000).

Ada 3 prinsip proteksi radiasi, yaitu sebagai berikut :

2.6.1 Pengaturan waktu

Pekerja radiasi yang berada di dalam medan radiasi akan

menerima dosis radiasi yang besarnya sebanding dengan lamanya

pekerja tersebut berada di dalam medan radiasi. Semakin lama

seseorang berada di tempat itu, akan semakin besar dosis radiasi yang

diterimanya (Carlton, 1992).


22

2.6.2 Pengaturan jarak

Faktor jarak berkaitan erat dengan fluks radiasi. Fluks radiasi pada

suatu titik akan berkurang berbanding terbalik dengan kuadrat jarak

antara titik tersebut dengan sumber radiasi (Carlton, 1992).

2.6.3 Penggunaan perisai radiasi

Pengaturan waktu dan jarak tempat kerja tidak mampu menekan

penerimaan dosis oleh pekerja di bawah nilai batas dosis yang telah

ditetapkan. Oleh karena itu, dalam penanganan sumber-sumber

beraktivitas tinggi ini, juga diperlukan perisai radiasi. Sifat dari bahan

perisai radiasi ini harus mampu menyerap energi radiasi atau

melemahkan intensitas radiasi (Carlton, 1992).


23

2.7 Kerangka Konsep

Kerangka konsep penelitian pada dasarnya adalah kerangka hubungan

antara konsep yang ingin diamati melalui penelitian yang dilakukan.

Berdasarkan tujuan tersebut, maka kerangka konsep penelitian ini adalah

sebagai berikut :

Persiapan
Pasien

Persiapan Alat Dan


Bahan

Pemeriksaan Pemeriksaan
Non Contras Contras

Pasien

Processing Di Kamar
Gelap

Evaluasi Hasil Gambaran


Radiografi

Gambar 2.9. Kerangka konsep penelitian


24

2.8 Definisi Operasional

1. Persiapan pasien merupakan penjelasan kepada pasien terhadap prosedur

pemeriksaan yang akan dilakukan.

2. Persiapan alat dan bahan merupakan suatu persiapan alat atau bahan

sebelum melakukan suatu kegiatan untuk memenuhi syarat perlengkapan

dalam suatu kegiatan.

3. Pemeriksaan noncontras (plain foto) merupakan pemeriksaan secara

radiologi pada abdomen untuk menilai secara umum keadaan pasien dan

persiapan pasien sebelum dilakukan pemeriksaan dengan menggunakan

bahan contras dan untuk menentukan faktor ekspose yang optimal.

4. Pemeriksaan contras merupakan pemeriksaan dengan menggunakan

senyawa kimia untuk meningkatkan visualisasi struktur-struktur internal

dari sebuah organ yang diperiksa.

5. Pasien adalah seseorang yang menerima perawatan medis, seringkali

pasien menderita penyakit atau cedera dan memerlukan bantuan dokter

untuk menyembuhkannya.

6. Processing dikamar gelap merupakan salah satu pendukung penting

dalam menunjang keberhasilan pemeriksaan radiografi konvensional

dalam menegakkan diagnosa suatu penyakit.

7. Evaluasi gambaran radiografi merupakan kegiatan yang terencana untuk

mengetahui kelayakan hasil radiograf dengan menggunakan viewing box

sebagai alat bantu untuk memperoleh kesimpulan diagnosa suatu

penyakit.

Anda mungkin juga menyukai