Anda di halaman 1dari 28

TUGAS MATRIKULASI TEKNIK RADIOGRAFI ANAK

TEKNIK PEMERIKSAAN RADIOGRAFI THORACOLUMBAL PADA


KASUS SKOLIOSIS ANAK DI RS.BHAYANGKARA
BANDA ACEH

HILMY YASSAR
NIM P1337430221081

PROGRAM STUDI D IV AHLI JENJANG RADIOLOGI

POLTEKKES KEMENKES SEMARANG

TAHUN 2021/2022
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Radiodiagnostik merupakan salah satu cabang dari radiologi yang

bertujuan untuk membantu pemeriksaan dalam bidang kesehatan, yaitu untuk

menegakkan diagnosa suatu penyakit melalui pembuatan gambar yang disebut

dengan radiograf. Pemeriksaan dengan memanfaatkan sinar-x mengalami

perkembangan yang sangat pesat sejak pertama kali ditemukan pada tanggal 8

November 1895 oleh Wilhelm Conrad Rontgen. Penemuan ini merupakan

suatu revolusi dalam dunia kedokteran karena dengan hasil penemuan ini

dapat digunakan untuk pemeriksaan bagian – bagian tubuh manusia yang

sebelumnya tidak pernah tercapai. (Rasad, 2005).

Salah satu Pemeriksaan Radiologi atau Roentgen yang sering di

jumpai adalah Pemeriksaan Radiologi Columna Vertebralis. Columna

Vertebralis merupakan pilar utama tubuh, dan berfungsi menyangga Cranium,

gelang bahu, Ekstremitas atas, dan dinding Thorax serta melalui gelang

Panggul meneruskan berat badan ke Ekstremitas bawah. Selain itu, Columna

Vertebralis memiliki peranan yang sangat penting bagi fungsi dan gerak

tubuh manusia. (Snell, 2012)

Menurut WHO, remaja adalah penduduk dengan rentan usia antara 10

tahun sampai 19 tahun. Sedangkan menurut Peraturan Kementrian Kesehatan


RI, rentan usia remaja adalah antara usia 10 – 18 tahun. Sebagian dari anak

-anak mengalami masa awal pubertas antara usia 8 – 13 tahun untuk

perempuan dan 9 – 14 tahun untuk laki - laki. Adolescent (remaja) merupakan

fase transisi pertumbuhan dan perkembangan dari masa anak – anak ke masa

dewasa. Pada fase pertumbuhan dan perkembangan, remaja mengalami

beberapa perubahan fisik dan adaptasi psikososial, termasuk perubahan

berupa bertambahnya ukuran postur tubuh (Kurniawati, 2019).

Kelainan postur tubuh tidak hanya dapat terjadi pada seseorang lanjut

usia namun juga dapat terjadi pada usia remaja. Perubahan postur tubuh yang

terjadi Pada anak usia remaja tidak hanya terkait dengan kebiasaan duduk

yang buruk melainkan juga di akibatkan karena penggunaan beban berat yang

dapat mengganggu pertumbuhan tulang belakang anak tersebut ( Widyastuti ,

2016).

Sebagian ahli menganggap penyebab kelainan merupakan akibat

deviasi secara genetis yang kompleks namun patogenesisnya belum diketahui

secara jelas. Sekitar 70% penderita Skoliosis remaja tidak diketahui

penyebabnya yang dikenal sebagai Adolescence Idiopathic Scoliosis (AIS).

Skoliosis dapat terjadi pada laki – laki dan perempuan, namun potensi

terjadinya Skoliosis pada perempuan lima kali lebih tinggi dibandingkan

dengan laki – laki. (Simanjuntak, 2018)

Prevalensi Skoliosis di seluruh dunia mencapai 1% dari populasi.

Skoliosis menyerang 2 – 3% penduduk di US atau sekitar 7 juta orang.


Sebagian besar Skoliosis terdiagnosis pada anak dengan rentang usia 10

hingga 15 tahun Pada tahun 2004, berdasarkan data The American Academy

of Orthopaedic Surgeons, sekitar 1.26 juta pasien dengan masalah gangguan

tulang belakang di layanan kesehatan, 93% diantaranya di diagnosis

Skoliosis. Delapan puluh lima persen pasien Skoliosis merupakan Skoliosis

Idiopatik. Enam puluh hingga 80% kasus Skoliosis Idiopatik terjadi pada

perempuan. Skoliosis Idiopatik pada remaja merupakan penyakit yang sering

terjadi dengan prevalensi 0.47 – 5.2 % (Parera, 2016).

Skoliosis merupakan deviasi kelurusan tulang belakang yang melebihi

dari 10 derajat pada garis tegak (sagittal plane) yang diukur dengan bantuan

pencitraan sinar-X. Disamping itu adanya rotasi posisi Vertebra tersebut yang

dikenal sebagai Structural Scoliosis. Pada kondisi lain, terutama karena

adanya penyebab antara lain tumor ginjal serta tumor lain pada daerah

Lumbal, kontraktur daerah Lumbal akibat luka bakar, dapat juga terjadi

Skoliosis tanpa adanya rotasi Vertebra dikenal sebagai Skoliosis non-

struktural (functional scoliosis). (Simanjuntak, 2018)

Berdasarkan pengalaman bekerja dan tugas yang diberikan mata

kuliah matrikulasi Teknik Radiografi Anak pada materi tentang vetebrae anak

penulis tertarik membahas yang berjudul. “TEKNIK PEMERIKSAAN

RADIOGRAFI THORACOLUMBAL PADA KASUS SKOLIOSIS

ANAK DI RS.BHAYANGKARA BANDA ACEH.”


B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka masalah yang akan dikaji dari Kasus

ini, yaitu ”Bagaimana Teknik Pemerikssan Radiografi Thoracolumbal pada kasus

Skoliosis Anak di Rs. Bhayangkara Banda Aceh”

C. Tujuan

1. Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian ini yaitu untuk Penelitian ini dilakukan untuk

mendeskripsikan prosedur Pemeriksaan Thoracolumbal pada Anak dengan

klinis Skoliosis.

2. Tujuan Khusus

a. Menganalisis hasil gambaran pada Pemeriksaan Columna Vertebralis

Thoracolumbal

b. Menjelaskan Teknik Radiografi Thoracolumbal dengan klinis Skoliosis.


BAB II

KAJIAN TEORITIS

A. Kajian Teori

1. Anatomi dan Fisiologi

Columna Vertebralis merupakan bagian yang penting dalam ergonomi karena

rangka ini merupakan penyokong tubuh manusia bersama dengan panggul untuk

mentransmisikan beban kepada kedua kaki melalui sendi yang terdapat pada

pangkal paha. (Gambar 2.1)

Gambar 2.1 Anatomi Columna Vertebralis (Bontrager, 2018)

Columna Vertebralis terdiri dari serangkaian Antero Posterior (AP). Istilah

Cekung (bentuk bulat ke dalam atau permukaan yang tertekan seperti gua) dan

cembung (yang bundar ke luar atau permukaan yang ditinggikan) digunakan


untuk menggambarkan kurva ini. Namun demikian kurva digambarkan sebagai

kebalikan, 5 tergantung pada apakah salah satunya menggambarkan mereka

dari perspektif Anterior atau perspektif Posterior Untuk keperluan teks ini, kurva

digambarkan sebagai pasien yang sedang dievaluasi dari perspektif Posterior

Daerah Cervical dan Lumbal memiliki lengkung cekung dan digambarkan sebagai

Lordotik Daerah Thoracal dan Sacral memiliki kelengkungan yang cembung.

(Gambar 2.2)

Posterior Anterior

Garis Tengah Gravitasi

Gambar 2.2 Lengkungan Columna Vetebralis Normal (Bontrager, 2018)

Columna Vertebralis terletak dibidang Mid sagittal, membentuk aspek

Posterior atau punggung dari batang tulang tubuh. Sebagai Vertebra yang

berdekatan ditumpuk secara vertikal, setiap Vertebra berbaris untuk membuat

saluran tulang belakang vertikal yang mirip tabung. Kanal tulang belakang, yang

mengikuti berbagai kurva tulang belakang, dimulai di pangkal Cranium dan


memanjang Distal ke dalam Sacrum Kanal ini berisi sumsum tulang belakang dan

diisi dengan cairan Cerebrospinal. (Bontrager, 2018)

Pada kehidupan awal, Columna Vertebralis biasanya terdiri dari 33

tulang kecil, tidak berbentuk teratur. Tulang – tulang ini terbagi menjadi lima

kelompok dan diberi nama sesuai ke wilayah yang mereka tempati. Itu tujuh

Vertebra paling atas menempati wilayah leher dan disebut Vertebrae Cervical.

12 tulang berikutnya terletak di bagian punggung, atau Posterior, dari Thorax

dan disebut Vertebrae Thoracal. Lima Vertebra menempati daerah pinggang

disebut Vertebrae Lumbal. Lima tulang belakang berikutnya, terletak di daerah

panggul, disebut Vertebrae Sacrum. Vertebra terminal, juga dalam daerah

panggul, bervariasi dari tiga hingga lima ruas pada orang dewasa dan disebut

Vertebrae Coccygeal (Merrill’s, 2016). Tulang belakang terdiri dari beberapa

bagian yaitu :

a. Vertebrae Cervical terdiri atas 7 tulang yang memiliki bentuk tulang yang

kecil dengan Spina atau Processus Spinosus (bagian seperti sayap pada

belakang tulang) yang pendek kecuali tulang ke – 2 dan ke - 7. Tulang ini

merupakan tulang yang mendukung bagian leher.

b. Vertebrae Thoracal terdiri atas 12 tulang yang juga dikenal sebagai tulang

Dorsal Prosessus Spinosus pada tulang ini terhubung dengan tulang rusuk.

Kemungkinan beberapa gerakan memutar dapat terjadi pada tulang ini.

c. Vertebrae Lumbal terdiri atas 5 tulang yang merupakan bagian paling tegap

konstruksinya dan menanggung beban terberat dari tulang yang lain. Bagian
ini memungkinkan gerakan fleksi dan ekstensi tubuh, dan beberapa gerakan

rotasi dengan derajat yang kecil.

d. Vertebrae Sacrum terdiri atas 5 tulang dimana tulang – tulangnya bergabung

dan tidak memiliki celah atau Inter Vertebra l Disc satu sama lainya. Tulang

ini menghubungkan antara bagian punggung dengan bagian panggul.

e. Vertebrae Coccyx terdiri atas 4 tulang yang juga tergabung tanpa celah antara

satu dengan yang lainya. Tulang Coccyx dan Sacrum tergabung menjadi satu

kesatuan dan membentuk tulang yang kuat.

Tulang belakang (Vertebra) dibagi dalam dua bagian. Di bagian Ventral

terdiri atas korpus Vertebra yang dibatasi satu sama lain oleh Discus Interverbra

dan ditahan satu sama lain oleh Ligamen Longitudinal Ventral dan Dorsal Bagian.

Dorsal tidak begitu kokoh dan terdiri atas masing – masing Arcus Vertebra

dengan Lamina dan Pedikel yang diikat satu sama lain oleh berbagai Ligamen

diantaranya Ligamen Interspinal, Ligamen Intertansversa dan Ligamen Flavum

Pada Prosessus Spinosus dan Transverses melekat otot – otot yang turut

menunjang dan melindungi kolum Vertebra.

2. Patologi

Banyak individu yang memiliki sedikit lengkungan Lateral Vertebrae

Thoracal abnormal atau berlebihan kelengkungan tulang belakang Lateral yang

disebut Skoliosis. Skoliosis paling sering terjadi pada anak – anak antara usia 10

dan 14 tahun tahun dan lebih sering terjadi pada wanita. Membutuhkan

penggunaan dari brace penyangga untuk sementara waktu, sampai kondisi


stabilitas Columna Vertebralis membaik. Kelainan bentuk ini, jika cukup parah,

dapat menyulitkan fungsi Jantung dan Sistem Pernapasan. Efek Skoliosis lebih

jelas terlihat jika terjadi di kolom Columna Vertebralis bagian Superior, dimana

membuat Panggul miring dengan efek yang dihasilkan dibagian Superior anggota

badan, menghasilkan jalan lemas atau tidak rata. Skoliosis adalah kelengkungan

lateral tulang belakang yang biasanya terjadi dengan beberapa rotasi Vertebra

Melibatkan daerah Thoracal dan daerah Lumbal. (Bontrager, 2018)

Skoliosis dapat dibagi menjadi beberapa jenis. Berikut penjelasan

mengenai masing – masing jenisnya:

a. Skoliosis Kongenital, Jenis ini terjadi pada bayi yang baru lahir dan

diakibatkan karena Columna Vertebralis belum terbentuk dengan sempurna

saat bayi masih didalam kandungan. Kondisi ini termasuk jarang terjadi.

b. Skoliosis Idiopatik, Jenis ini umumnya terjadi pada masa pertumbuhan anak-

anak. Kondisi ini lebih banyak ditemukan pada anak berusia 10 – 18 tahun.

Penyebab pasti dari kondisi ini masih belum diketahui.

c. Skoliosis Degeneratif, Kondisi ini lebih banyak ditemukan pada orang

dewasa yang pernah mengidap Skoliosis sebelumnya. Columna Vertebralis

penderita akan mengalami aus seiring dengan bertambahnya usia. Kondisi ini

menyebabkan Columna Vertebralis pun bengkok.

d. Skoliosis Neuromuskular, Jenis neuromuskular disebabkan oleh kelainan

pada Sistem Saraf atau Otot. Kondisi ini biasanya berkaitan dengan penyakit

Cerebral Palsy dan Spina Bifida


Banyak tanda Skoliosis yang terlihat dan dapat dideteksi secara dini pada masa

kanak – kanak Termasuk :

a. Lengkungan bentuk 'S' dipunggung ketika berdiri.

b. Garis Pinggang miring.

c. Lengkung tubuh ke satu sisi apabila dilihat dari depan atau belakang.

d. Satu Payudara lebih besar dari pada lainnya pada wanita.

e. Satu Bahu yang tampak lebih tinggi dari pada lainnya.

Skoliosis biasanya terdeteksi saat masa sekolah anak – anak, sewaktu

diperiksa oleh perawat yang mengamati Asimetri Torso ketika anak tersebut

membungkuk ke depan. Umumnya, penyebab Skoliosis tidak diketahui

secarapasti. Namun, diduga faktor genetik berperan paling banyak dalam kondisi

ini. Berikut adalah kemungkinan penyebab – penyebab Columna Vertebralis

melengkung:

a. Kondisi Saraf dan Otot neuromuskular biasanya ditemukan pada penderita

Cerebral Palsy, Poliomielitis, dan Distrofi Otot.

b. Bawaan lahir, kondisi ini jarang terjadi dan ditemukan pada bayi yang

baru lahir. Hal ini disebabkan oleh pertumbuhan Columna Vertebralis

yang tidak sempurna ketika bayi masih berada di dalam kandungan.

c. Memiliki gen tertentu, menurut para ahli, diperkirakan terdapat gen

tertentu yang dapat memengaruhi kemungkinan seseorang menderita

kondisi ini.
d. Panjang kaki tidak sama, seseorang yang memiliki panjang kaki yang

berbeda antara satu sama lain, kemungkinan orang tersebut untuk

menderita kondisi Columna Vertebralis melengkung pun besar.

3. Teknik Pemeriksaan

Menurut Bontrager 2014 : Proyeksi yang digunakan dalam pemeriksaan skoliosis

adalah sebagai berikut :

 AP/PA

 AP/PA METODE FERGUSON

 ERECT LATERAL

 AP/PA RIGHT AND LEFT BENDING

a. Menurut Bontrager 2018: Proyeksi PA

1) Indekasi Klinis

Menentukan tingkat keparahan Skoliosis. Serangkaian Skoliosis sering

mencakup AP (atau PA) yang diambil untuk perbandingan, satu tegak. Catatan:

Proyeksi PA dari pada proyeksi AP sangat dianjurkan karena dosis dikurangi

secara signifikan untuk daerah – daerah yang sensitif radiasi, seperti Payudara

wanita dan Kelenjar Tiroid. Penelitian telah menunjukkan bahwa proyeksi ini

menghasilkan pengurangan dosis sekitar 90% pada Payudara. Skoliosis umumnya

memerlukan pemeriksaan ulang selama beberapa tahun, terutama untuk pasien

anak – anak.
2) Alat dan Bahan

a) Pesawat radiologi

b) Ukuran IP — 35 × 43 cm (14 × 17 inci)

c) Grid

d) Marker penanda untuk posisi tegak

3) Posisi Pasien — Erect Posisi PA

Pasien ditempatkan dalam posisi tegak dengan tangan di samping. Sebarkan

berat secara merata pada kedua kaki untuk posisi tegak.

4) Posisi Objek

Bidang Mid sagittal sejajarkan dengan Central Ray dan garis tengah meja

dan atau IP. Pastikan tidak ada rotasi Thorax atau Pelvis, jika memungkinkan.

Bagian IP yang lebih rendah ditempatkan, minimal 1 hingga 2 inci (3 hingga 5

cm) di bawah Crista Illiaca (tinggi tengah ditentukan oleh ukuran IP dan / atau

area Skoliosis). (Gambar 2.3)

Gambar 2.3. Posisi Pasien PA Erect (Bontrager, 2018)


5) CR dan FFD

CR tegak lurus dengan IP. SID 40 hingga 60 inci (102 hingga 153 cm);

diperlukan SID yang lebih panjang dengan IP yang lebih besar untuk

mendapatkan luas penyinaran yang dibutuhkan.

6) Kriteria Evaluasi.

a) Anatomi yang tampak: Vertebra Thoracal sampai Vertebrae Lumbal

tercakup keseluruhan.

b) Posisi : Tidak ada rotasi pada pasien yang ditunjukkan oleh Thoracal dan

Vertebra Lumbal dengan Prosessus Spinosus sejajar dengan garis. Tengah

Vertebral dan simetri Iliac Alae / sayap dan atas tulang Sarcum Tidak ada

rotasi yang ditunjukkan oleh Panggul yang lebih besar dan Vertebra

Posterior tubuh. Namun, Skoliosis sering disertai dengan puntiran atau

rotasi Vertebra yang terlibat. Luas penyinaran yang tercakup semua

bagian.

c) Paparan : Batas yang ditunjukkan tulang jelas dan tanda Trabecular

Vertebra Thoracal dan Lumbal. Tidak ada pergerakan.

Gambar 2.4. Hasil Pemeriksaan Radiografi PA Erect.(Sumanjuntak C, A 2019).


b. Menurut Bontranger 2018 : Proyeksi PA ( Metode Ferguson)

1) Indikasi Klinis

Metode ini membantu membedakan Kurva Deformasi ( primer) dari Kurva

Kompensasi. Dua gambar diperoleh satu standar Erect PA dan satu dengan

kaki atau Pinggul sisi cembung kurva meningkat.

2) Alat dan Bahan

a) Pesawat radiologi

b) Ukuran IP – 35 × 43 cm (14 × 17 inci)

c) Grid

d) Marker penanda untuk posisi tegak

3) Posisi Pasien — Erect PA

Pasien ditempatkan dalam posisi tegak dengan Tangan di samping.

Sebarkan berat secara merata pada kedua kaki untuk posisi tegak. Letakkan blok

dibawah Kaki (atau pinggul yang duduk) pada sisi cembung kurva sehingga

pasien hampir tidak bisa mempertahankan posisi tanpa bantuan. Blok 3 hingga 4

inci (8 hingga 10 cm) dari beberapa jenis dapat digunakan di bawah bokong jika

duduk atau di bawah Kaki jika berdiri (Gambar 2.5).


Gambar 2.5. Posisi Pasien PA Erect Dengan Bantuan Blok Dibawah Kaki

(Lampignano, J. P 2018)

4) Posisi Objek

Sejajarkan bidang Mid sagittal ke CR dan garis tengah meja dan atau

IP. Pastikan tidak ada rotasi pada Thorax atau Pelvis, jika memungkinkan.

Bagian bawah IP ditempatkan minimal 2,5 hingga 5 cm di bawah puncak

Crista Illiaca.

5) CR dan FFD

CR tegak lurus dengan IP. SID 40 hingga 60 inci (102 hingga 153

cm); diperlukan SID yang lebih panjang dengan IP yang lebih besar untuk

mendapatkan luas penyinaran yang dibutuhkan.

6) Kriteria Evaluasi

a) Anatomi yang tampak:


Vertebra Thoracal sampai Vertebrae Lumbal tercakup keseluruhan.

b) Posisi: Tidak ada rotasi pada pasien yang ditunjukkan oleh Thoracal dan

Vertebra Lumbal dengan Prosessus Spinosus sejajar dengan garis tengah

Vertebral dan simetri Iliac Alae / sayap dan atas tulang Sarcum.

c) Paparan : Batas yang ditunjukkan tulang jelas dan tanda Trabecular Vertebra

Thoracal dan Lumbal. Tidak ada pergerakan.

c. Proyeksi Lateral Ereck

1) Indikasi klinis

Metode ini membantu Untuk melihat Spondylolis, derajat kiposis atau

lordosis.

2) Posisi Pasien

Posisi pasien lateral erect dengan kedua lengan diangkat, atau jika tidak

tegak, pegangan didepannya. Sisi cembung pada kurva harus tegak lurus.

3) Posisi Obyek

- Letakkan pelvis dan tarsal dalam posisi lateral

- Atur mid coronal plane tubuh pada CR dan mid line

- Lower margin minimal 3 – 5 cm dibawah setinggi crista iliaka

4) CR dan FFD

Tegak lurus ketitik tengah Image Receptor, SID 100 – 150 cm.
Gambar 2.8. posisi Lateral Ereck

5) Kriteria Evaluasi
Seluruh gambaran Vertebra Thoracal terlihat dipertengahan kaset,

Superposisi dari costae, Diskus intervertebralis terbuka. (Gambar 2.9)

Gambar 2.9. Hasil pemeriksaan Radiograf Lateral Ereck

d. Proyeksi AP (Atau PA) Right and Left Bending 

1) Indikasi klinis

Metode ini membantu Untuk menilai space vertebra jika digerakkan


2) Posisi Pasien

Pasien dalam posisi erect atau recumbent dan AP atau PA dengan kedua

lengan disamping.

3) Posisi Obyek

Atur MSP pada CR dan mid line pada grid, Tidak ada rotasi tarsal dan

pelvis jika memungkinkan, Letakkan batas bawah 3 – 5 cm dibawah crista iliaka,

Dengan pelvis sebagai titik tumpu, fleksikan ke arah lateral pada salah satu sisi,

Jika recumbent gerakkan kedua tarsal dan tungkai sampai maksimum lateral

fleksi.

4) CR dan FFD

tegak lurus , CP pertengahan Kaset, SID : 100 – 150 cm

Gambar 3.0. Posisi AP (Atau PA) Bending kanan dan kiri


5) Kriteria Evaluasi
Tampak gambaran AP/PA vertebra thoracal dan lumbal, dengan pasien
dalam lateral fleksi min 2,5 cm di bawah crista iliaka tampak

Gambar 3.1. Hasil Radiograf Posisi AP (Atau PA) Bending kanan dan kiri

Kriteria Evaluasi

Tampak lateral lumbal dan hiperfleksi dan hiperekstensi

Gambar 3.3. Hasil Radiograf Hiperfleksi dan Hyperextensi.


BAB III
PAPARAN KASUS

A. Identitas pasien

Adapun identitas pasien yang menjalani pemeriksaan Radiografi Vertebra

Thorakal Lumbalis Dengan Standart Scoliosis pada Indikasi Scoliosis di

Radiologi Bhayangkara Banda Aceh adalah sebagai berikut :

Nama : An. H

Umur : 14 Tahun

Jenis kelamin : Laki – laki

Alamat : Darul Imarah

Tanggal pemeriksaan : 23 / 02 / 2021

Pemeriksaan : Thoracolumbal

Poli / Ruangan : Poli Orthopedi

B. Riwayat Pasien

Pada hari Selasa, tanggal 23 Februari 202. An. H, datang ke Bagian

Radiologi Rs. Bhayangkara Banda Aceh dengan membawa pangantar pemeriksaan

radiologi bersama keluarganya, Hasil diagnosa dokter, diduga pasien yang

bersangkutan mengalami skoliosis.

C. Prosedur pemeriksaan

Pada pemeriksaan foto vertebra thoracolumbal di Radiologi Bhayangkara

Banda Aceh pada kasus skoliosis dengan proyeksi AP. tidak ada persiapan khusus,
pasien hanya diberi pejelasan tentang jalan pemeriksaan tersebut, lalu di arahkan

untuk menganti baju pasien, yang telah disediakan, agar bebas dari benda – benda

disekitar yang menganggu hasil radiograf seperti: kancing baju, yang dapat

menyebabkan artefak pada radiograf.

1. Teknik Pemeriksaan

a. Prosedur pemeriksaan pasien proyeksi AP ( Antero - Posterior) Supine

Posisi pasien : pasien dianjurkan tidur diatas meja pemeriksaan. tangan pasien

berada disamping tubuh dengan posisi anatomi dan komunikasikan kepada pasien

agar tidak merubah posisinya.

Posisi obyek : atur mid sagital plane ( MSP ) pasien tepat dipertengahan kaset .

atur kedua pundak agar sama tinggi . vertebrae prominens ( cervical 7 ) masuk

dalam lapangan penyinaran . kedua sisi tubuh diatur agar mempunyai jarak yang

sama dari sisi lateral kaset.

Pengaturan sinar : Central ray (CR) tegak lurus dengan Image plate dengan

arah sinar vertical. Central point (CP) pada pertengahan kedua angulus inferior

scapula atau setinggi vertebrae thorakal ke 7 dengan jarak FFD 100 cm.

b. Prosedur pemeriksaan pasien proyeksi Lateral

Posisi pasien : Posisi pasien miring kesisi kiri (True lateral), meminta kedua

tangan diangkat keatas sambil mengepal satu sama lain, Kaki ditekuk (Fleksi).
Posisi obyek : Letakkan pelvis dan tarsal dalam posisi lateral, Atur mid coronal

plane tubuh pada CR dan mid line, Lower margin minimal 3 – 5 cm dibawah

setinggi crista iliaka.

Pengaturan sinar :  Tegak lurus ketitik tengah Image Plate dengan (CP) kurang

lebih setinggi Vertebrae Thorakal ke 7. Jarak FFD :100 cm.


BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Gambaran

a. Identitas Pasien
1) Nama : An. H
2) Umur : 14 tahun
3) Jenis Kelamin : Laki – laki
4) Klinis : Skoliosis

Gambar 4.1. Hasil Radiograf Pemeriksaan Thoracolumbal AP Ereck


(Sumber : Dokumentasi Radiologi Bhayangkara Banda Aceh)
Gambar 4.1. Hasil Radiograf Pemeriksaan Thoracolumbal Lateral Ereck
(Sumber : Dokumentasi Radiologi Bhayangkara Banda Aceh)

Tampak gambaran Vertebrae Thoracal dan Vertebrae Lumbal terlihat

dengan jelas. Tidak adanya rotasi dari pasien dengan Prosessus Spinosus sejajar

dengan garis tengah Vertebral Tampak gambaran Vertebrae Thoracal dan

Vertebrae Lumbal terlihat dengan jelas. Tidak adanya rotasi dari pasien dengan

Prosessus Spinosus sejajar dengan garis tengah Vertebral Tampak gambaran

Vertebrae Thoracal dan Vertebrae Lumbal terlihat dengan jelas. Tidak adanya

rotasi dari pasien dengan Prosessus Spinosus sejajar dengan garis tengah

Vertebral.

b. Hasil Expertise

- Curve lordosis, Aliqment baik

- Pedicle dan procsesus spinosus intak


- Tidak tampak spur formation

- Tampak skoliosis thoracal ke kana dan lumbal ke kiri

- Tidak tampak lesi titik, sclerotic dan blastik

- Discus dan foramen intervertebralis tidak tampak menyempit

- Jaringan lunak baik

Kesan

Skoliosis Thoracolumbal ringan

B. Pembahasan

a) Prosedur pemeriksaan

Radiografi vertebra thoracolumbal pada kasus skoliosis di Radiologi Rumah

Sakit Bhayangkara Banda Aceh.

1. Persiapan Pasien

Persiapan pasien yang dilakukan hampir sama dengan teori yaitu hanya

saja pasien diberitahu untuk melepas baju dan celana dan mengganti baju dengan

baju pasien, melepas benda - benda yang dapat menimbulkan artefak, serta

menjelaskan kepa da pasien dan keluarganya pemeriksaan yang akan dilakukan.

Hal ini bertujuan supaya tidak ada benda – benda disekitar yang dapat

mengganggu gambar radiograf, sehingga menghasilkan radiograf yang baik karena

tidak ada artefak atau gambaran yang mengganggu yang dapat menutupi klinis

pasien.
2. Persiapan Alat dan Bahan
Persiapan alat yang digunakan di Rs. Bhayangkara Banda Aceh hampir

sama dengan yang ada diteori tetapi ada pebedaan, menggunakan alat fiksasi yaitu

tidak menggunakan alat softbag atau sandbag, akan tetapi disini hanya meminta

kedua tangan berada di samping kepala dan kedua lutut ditekuk untuk proyeksi

Lateral.

3. Teknik Pemeriksaan

Proyeksi yang digunakan pada pemeriksaan vertebra thorakolumbal Rs.

Bhayangkara Banda Aceh. Hampir sama dengan teori yang ada. perbedaan nya,

ada beberapa pemeriksaan proyeksi yang tidak dilakukan untuk kasus pada pasien

skoliosis sedangkan menurut Bontrager (2014) proyeksi yang digunakan yaitu

proyeksi AP/PA, Lateral, Bending kanan/kiri, dan Metode Fergusion. Dengan

alasan pemeriksaan vertebra thorakolumbal pada kasus skoliosis di Radiologi

Rumah Sakit Bhayangkara Banda Aceh, belum ada ketetapan prosedur tetap atau

SOP. Sehingga antar radiografer memiliki pemahaman berbeda – beda dalam

penatalaksanaan pemeriksaan thorakolumbal.

Pada prosedur pemeriksaan radiografi vertebra thoracolumbal pada kasus

skoliosis pasien diposisikan supine, Pemeriksaan vertebra thoracolumbal pada

kasus skoliosis pasien diposisikan supine karena dengan dilakukan posisi pasien

supine dapat mempermudah radiografer dalam melakukan pemeriksaan.


Hal tersebut belum sesuai dengan teori Bontrager (2014), karena dengan posisi

pasien supine tidak dapat menampakkan penuh vertebra yang skoliosis sehingga

akan tampak tingkat kelengkungan (kurvatura) pada kolumna verterbra.

C. Saran

Untuk posisi pasien dalam pemeriksaan vertebra thorakolumbal pada

kasus skoliosis sebaiknya dengan menggunakan posisi pasien erect atau berdiri

jika pasien tersebut kooperatif. Selain itu, dengan posisi pasien erect atau berdiri

dapat melihat keparahan kelengkungan vertebra yang sesungguhnya, hal ini

karena adanya beban dari tubuh. Sehingga kelengkungan vertebra dapat diketahui

fleksibelitasnya. Untuk prosedur pemeriksaan vertebra thorakolumbal khususnya

pada kasus skoliosis dibuat prosedur tetap atau SOP sebagai pedoman dalam

membuat penatalaksana radiografi. Dengan adanya pedoman antar pegawai bisa

mendaptkan output yang sama.

Anda mungkin juga menyukai