WRAP UP SKENARIO 3
PERUT KEMBUNG
KELOMPOK : B-12
Ketua
1102011238
Sekretaris
: Siti Aisyah
1102014250
Anggota
: Rizky Febriansyah
Yovi Sofiah
Nadia Anugrah Syafrida
Nora Saputri
Nur Rahmadina
Pamor Faizaln Ghani
Rafa Assidiq
Shabrina Ardelia Ananta
1102011240
1102013314
1102014184
1102014197
1102014200
1102014208
1102014218
1102014244
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS YARSI
2016
SKENARIO 3
PERUT KEMBUNG
Seorang Pria 40 tahun,datang ke dokter dengan keluhan perut kembung disertai dengan
muntah,tidak bisa buang angina dan tidak bisa buang air besar sejak 1 hari yang lalu.
Pada pemeriksaan fisik terlihat distensi abdomen,pemeriksaan colok duburr didapatkan
tonus spincter ani baik,serta tidak ditemukan feses,lendir dan darah. Untuk memastikan diagnosis
dilakukan pemeriksaan radiologi foto polos abdomen dan BNO 3 posisi. Kemudian dokter
merencanakan untuk melakukan tindakan operasi. Pasien bersedia dilakukan operasi karena tidak
bertentangan dengan ajaran islam.
KATA SULIT
1. Distensi Abdomen
2. Ampula Kolaps
: Pelebaran Abdomen
: Bagian Rektum yang melebar tepat di Proksimal Analis
mengalami Kolaps
: Foto dari Traktus Urinaria (dari Ginjal hingga ke bagian
3. BNO 3 Posisi
Kandung Kemih)
4. Tonus Spincter Ani : Kekuatan Kontraksi M. Spincter Ani
5. Foto Polos Abdomen : Foto di daerah GIT untuk mrlihat Abdomen
PERTANYAAN
1. Apa yang menyebabkan pasien tidak bias buang air besar dan buang angin?
2. Kenapa Ampula Kolaps ?
3. Kenapa terdapat keluhan perut kembung disertai muntah?
4. Kenapa pada pemeriksaan fisik terdapat distensi abdomen?
5. Apakah lender dan darah termasuk dalam keadaan normal yang ditemukan?
6. Kenapa dilakukan pemeriksaan colok dubur?
7. Apakah ada terapi lain selain operasi?
8. Apa diagnosis pada skenario ini?
9. Bagaimanakah operasi menurut pandangan islam?
10. Apakah pemeriksaan penunjangnya?
JAWABAN
1. Karena ada obstruksi pada bagian ileum sehingga pasien tidak bisa buang angin dan
buang air besar
2. Karena Ampula berkontraksi terus menerus,tetapi ada obstruksi yang menyebabkan
ampula kolaps
3. Karena adanya obstruksi pada ileus dan tekanan pada intra abdomen meningkat perut
kembung- N. vagus terangsang- Muntah
4. Karena adanya obstruksi gas dan cairan menumpuk perut kembung
5. Dalam keadaan tidak normal
6. Untuk mengetahui Tonus Spincter Ani dalam keadaan baik atau tidak
7. Tergantung dari jenis Obstruksi dan Etiologi nya
8. Ileus Obstruktif
9. Operasi menurut pandangan agama islam, boleh karena untuk menghindari bahaya yang
lebih besar dan anjuran untuk berobat
10. a. Foto Polos Abdomen
b. BNO 3 Posisi
c. Laparaskopi
HIPOTESIS
Obstruksi Ileus dapat menyebabkan muntah,nyeri perut,tidak dapat buang angin maupun
buang air besar. Diagnosisnya dapat ditegakkan dengan pemeriksaan fisik abdomen dan
pemeriksaan penunjang seperti BNO 3 Posisi dan foto polos abdomen. Tatalaksana dari penyakit
ini tergantung dari jenis obstruksi dan etiologi nya salah satunya adalah operasi yang menurut
pandangan agama islam boleh,karena untuk menghindari bahaya yang lebih besar.
SASARAN BELAJAR :
L.I 1. Memahami dan Menjelaskan tentang Anatomi Saluran Gastointestinal bawah
1.1. Makroskopis
1.2. Mikroskopis
L.I.2. Memahami dan Menjelaskan tentang Faal Saluran Gastrointestinal bawah
L.I.3. Memahami dan Menjelaskan tentang Obstruksi Ileus
3.1. Definisi
3.2. Klasifikasi
3.3. Etiologi
3.4. Epidemiologi
3.5. Patofisiologi
3.6 .Manifestasi Klinis
3.7.Diagnosis dan Diagnosis Banding
3.8. Tatalaksana
3.9. Komplikasi
3.10. Prognosis dan Pencegahan
L.I.4. Memahami Dan Menjelaskan tentang Pemeriksaan lain pada Obstruksi Ileus
4.1. Radiologi
4.2. BNO 3 Posisi
4.3. Colok Dubur
L.I.5. Memahami dan Menjelaskan tentang Operasi dan Colok Dubur Menurut pandangan
Agama Islam
www.imaios.com
www.studyblue.com
PERDARAHAN
Arteri
Aorta abdominalis bercabang menjadi :
1 A.coeliaca
a A. gastric sinistra
b A.lienalis
c A. hepatica communis
- A. hepatica propria
- A. gastric dextra
- A. gastroduodenalis :
A. gastroduodenalis dextra
A. pancreaticoduodenalis superior (memperdarahi duodenum
superior dan caput pancreas bagian atas)
2
A. mesenterica superior
a A. colica media (ke cranial di sebelah ventral pancreas masuk ke dalam
mesocolon transversum 2/3 proximal menuju ke colon transversum dan
memperdarahinya
b A. pancreaticoduodenalis inferior (memperdarahi pancreas dan
duodenum)
c A. colica dextra (member cabang-cabang ke colon ascendens)
d Aa. Jejenalis (masuk ked alma mesenterium member cabang-cabang ke
jejunum, jumlah 12-15, setiap arteri akan membelah menjadi dua dan
bersatu dengan arteri yang berdekatan membentuk arcade, kemudia
bercabang lagi dan bersatu membentuk arcade 2,3,4)
e A. ileocolica (pergi ke kanan caudal member cabang ke colon
ascendens dan ileum)
- Ramus superior (beranastomosis dengan A.colica dextra)
- Ramus inferior :
A. caecalis anterior
A. caecalis posterior, bercabang lagi menjadi A. appendicularis
A. renalis
A. mesenterica inferior
a A. colica sinistra (pergi ke kiri dan member cabang-cabang ke ramus
ascendens : 1/3 distal colon transversum, flexura coli sinistra, ramus
descendens memperdarahi bagian atas colon descendens)
b A. sigmoidea (member cabang-cabang ke colon descendens bagian
bawah dan colon sigmoideum)
c A. hemorrhoidalis superior (rectalis superior) (memberi cabang-cabang
ke dorsal rectum dan anus)
V. ileocolica
Vv. Jejenalis
Vv. Pancreaticoduodenalis (bersatu dulu dengan v. gastroepiploica
dextra ke v. mesenterica superior)
V. gastroepiploica dextra
Vv. Ileae
V. colica dextra
V. colica media
Vena Lienalis
Bersatu dengan v. mesenterica superior menjadi V.portae.
PERSARAFAN
Oleh saraf otonom, yaitu :
a
Simpatis
Dikenal sepasang n.Splachnicus major dan minor dextra dan sinistra.
Melewati crus media dan intermedia pars lumbalis diafragmatica yang
berpangkal di truncus coeliacus
Serabut postganglionnya mengikuti a.mesenterica superior serta cabangcabangnya dan dari chorda posterior membentuk plexus mesentericus
superior
Plexus mesentericus inferior di bentuk oleh neurit-neurit sel-sel yang ada di
dalam ganglion mesentericum inferius serta serabut-serabut rr.Visceralis
plexus pudenda
Sifat simpatis efferent yang membawa impuls yang menyebabkan
penghambatan sekresi kelenjar, vasokonstriksi pembuluh darah, relaksasi
pada otot-otot dinding vesica felea, ventriculus dan usus.
b Parasimpatis
N. vagus (X) sinistra
N.Vagus (X) dextra
- Menembus diafragma di belakang esophagus (chorda posterior)
- Menuju langsung ke pangkal truncus coeliacus dan plexus coeliacus
untuk menginervasi : intestinum tenue dan crassum, gaster, 2/3 colon
transversum, lien, pancreas, hepar
- 1/3 lateral colon transversum, colon desendens, colon sigmoid diinervasi
oleh sacral 2,3,4 (pusat parasimpatis).
LI 1.2. Mikroskopis
Dinding usus halus dibagi kedalam empat lapisan :
1 Tunica Serosa. Tunica serosa atau lapisan peritoneum, tak lengkap di atas duodenuma,
hampir lengkap di dalam usus halus mesenterica, kekecualian pada sebagian kecil, tempat
lembaran visera dan mesenterica peritoneum bersatu pada tepi usus.
2 Tunica Muscularis. Dua selubung otot polos tak bergaris membentuk tunica muscularis usus
halus. Ia paling tebal di dalam duodenum dan berkurang tebalnya ke arah distal. Lapisan
luarnya stratum longitudinale dan lapisan dalamnya stratum circulare. Yang terakhir
membentuk massa dinding usus. Plexus myentericus saraf (Auerbach) dan saluran limfe
terletak diantara kedua lapisan otot.
3 Tela Submucosa. Tela submucosa terdiri dari dari jaringan ikat longgar yang terletak
diantara tunica muskularis dan lapisan tipis lamina muskularis mukosa, yang terletak di
bawah mukosa. Dalam ruangan ini berjalan jalinan pembuluh darah halus dan pembuluh
limfe. Di samping itu, di sini ditemukan neuroplexus meissner.
4 Tunica Mucosa. Tunica mucosa usus halus, kecuali pars superior duodenum, tersusun dalam
lipatan sirkular tumpang tindih yang berinterdigitasi secara transversa. Masing-masing
lipatan ini ditutup dengan tonjolan, villi.
Usus halus ditandai oleh adanya tiga struktur yang sangat menambah luas permukaan dan
membantu fungsi absorpsi yang merupakan fungsi utamanya:
1 Lapisan mukosa dan submukosa membentuk lipatan-lipatan sirkular yang dinamakan
valvula koniventes (lipatan kerckringi) yang menonjol ke dalam lumen sekitar 3 ampai 10
mm. Lipatan-lipatan ini nyata pada duodenum dan jejenum dan menghilang dekat
pertengahan ileum. Adanya lipatan-lipatan ini menyerupai bulu pada radiogram.
2 Vili merupakan tonjolan-tonjolan seperti jari-jari dari mukosa yang jumlahnya sekitar 4 atau
5 juta dan terdapat di sepanjang usus halus. Villi panjangnya 0,5 sampai 1 mm (dapat dilihat
dengan mata telanjang) dan menyebabkan gambaran mukosa menyerupai beludru.
3 Mikrovili merupakan tonjolan menyerupai jari-jari dengan panjang sekitar 1 pada
permukaan luar setiap villus. Mikrovilli terlihat dengan mikroskop elektron dan tampak
sebagai brush border pada mikroskop cahaya.
Usus besar memiliki empat lapisan morfologik seperti juga bagian usus lainnya. Akan tetapi,
ada beberapa gambaran yang khas pada usus besar saja. Lapisan otot longitudinal usus besar
tidak sempurna, tetapi terkumpul dalam tiga pita yang dinamakan taenia koli. Taenia bersatu
pada sigmoid distal, dengan demikian rektum mempunyai satu lapisan otot longitudinal yang
lengkap. Panjang taenia lebih pendek daripada usus, hal ini menyebabkan usus tertarik dan
berkerut membentuk kantong-kantong kecil peritoneum yang berisi lemak dan melekat di
sepanjang taenia. Lapisan mukosa usus besar jauh lebih tebal daripada lapisan mukosa usus
halus dan tidak mengandung villi atau rugae. Kriptus lieberkn (kelenjar intestinal) terletak
lebih dalam dan mempunyai lebih banyak sel goblet daripada usus halus
DUODENUM
Verasika.blogspot.com
Eleshmeraa.blogspot.com
USUS BESAR
-
N. Lymphaticus soliter
APPENDIX
Panjangnya 25 cm
Dalam potongan melintang, lumennya sempit dan biasanya dengan batas yang
tidak teratur.
Vili tidak ada dan kelenjar intestinal jumlahnya sedikit dan panjang tidak teratur
Epitel permukaan tersusun dari sel silindris dengan striated border dan sel
gobletnya sedikit,
Di dalam kriptus terdapat sedikit sel paneth, dan banyak sel enteroendokrin.
Apendiks seringkali sebagai tempat peradangan akut dan kronis, sehingga sukar
mendapatkan apendiks yang normal. Biasanya terdapat eosinofil dan neutrofil
dalam lamina propria dan submukosa.
Dalam jumlah banyak eosinofil dan neutrofil berturut-turut menunjukkan adanya
infeksi menahun dan infeksi akut.
SEKUM, KOLON, REKTUM
Kelenjar intestinal lebih dalam pada usus besar dari pada usus kecil dan letaknya
lebih berhimpitan. Di kolon dalamnya 0,5 mm, sedangkan di rektu mencapai
0,75 mm.
Sel goblet jumlahnya banyak dan sel enteroendokrinkadangkala terdapat di
bawah di dalam kelenjar.
Sel paneth tidak ada
Lamina propria di antara kelenjar sama dengan yang ada di usus halus, dan
mengandung noduli limfatisi yang letaknya tersebar meluas di submukosa.
Pada sekum dan kolon, lapisan muskularis longitudinal tidak merupakan lapisan
yang utuh tetapi membentuk 3 pta memanjang, sebagai taeniae coli.
Pada rektum lapisan longitudinal ini kembali menjadi lapisan yang utuh.
Tunika serosa, pada permukaan yang tidak melekat di dinding abdomen pagian
posterior, membentuk tonjolan-tonjolan kecil terdiri atas jaringan lemak yaitu
apendiks epiploika.
Batas rektum anus
Disini membran mukosa membentuk lipatan-liptan memanjang disebut
Kolumna Rektalis Morgagni.
Epitel silindris tiba-tiba berubah menjadi epitel berlapis gepeng yang meluas
sedikit ke bawah sebagai daerah peralihan antara epitel usus dan kulit.
Pada anus, epitelnya mengandung lapisan tanduk dan dibawahnya terdapat
kelenjar tubulosa bercabang disebut kelenjar sirkumanal
Pada bagian bawah rektum, dan pada saluran anus, lapisan dalam muskularis
menebal, sebagai sfingter ani internum
Mengelilingi saluran anus adalah berkas-berkas otot lurik, yang membentuk
sfingter ani eksternum.
Saluran
T.mukosa
L. propria
T.muskul
aris
mukosa
Duodenum
EST+
SG+mikro
vili+vilus
Kriptus
lieberkuhn
Jejunum
EST+
SG+ vilus
KL
Ileum
EST+
SG+ vilus
KL+plaque
peyeri
T.serosa
Rectum
EST+SG>
KL
T.adv
Appendix
EST+SG>
>
KL+NL
seluruh
dinding
T.serosa
kel.
Brunner
plica
semisircul
ar kekringi
T. adv
T.serosa
merupakan molekul polar, membentuk permukaan misel dengan ujung hidrofobik mengarah ke
dalam dan ujung hidrofilik menghadap keluar menuju medium cair. Bagian sentral misel juga
melarutkan vitamin-vitamin larut lemak dan kolesterol. Jadi asam-asam lemak bebas, gliserida
dan vitamin-vitamin yang larut dalam lemak dipertahankan dalam larutan sampai mereka dapat
di absorbsi oleh permukaan sel epitel.
Proses pencernaan disempurnakan oleh sejumlah enzim dalam getah usus (sukus
enteriukus). Banyak di antara enzim-enzim ini terdapat pada brush border vili dan mencernakan
zat-zat makanan sambil diabsorbsi. Enzim-enzim utama pencernaan adalah kelenjar ludah
menghasilkan amylase (ptyalin) ludah; kelenjar ludah menghasilkan pepsin dan lipase lambung;
mukosa duodenum menghasilkan enterokinase; kelenjar eksokrin pankreas menghasilkan tripsin,
kemotripsin, karbosipeptidase, nuclase, lipase pankreas; amilase pankreas; hati menghasilkan
asam empedu (bukan enzim), kelenjar usus menghasilkan aminopeptidase, dipeptidase, maltase,
lactase, sukrosa, lipase usus, nucleotidase.
Dua hormon penting dalam pengaturan usus. Lemak yang bersentuhan dengan mukosa
duodenum menyebabkan kontraksi kantong empedu yang diperantarai oleh kerja kolesistokinin.
Hasil-hasil pencemaan tak lengkap yang bersentuhan dengan mukosa duodenum, merangsang
sekresi getah pankreas yang kaya akan enzim; hal ini diperantarai oleh kerja pankreozimin.
Parikreozimin dan kolesistokinin sekarang diduga merupakan satu hormon yang sama, yang
mempunyai efek berbeda, hurmon ini dinamakan CCK (beberapa buku teks menyebut hormon
ini CCK-PZ). Hormon ini dihasilkan oleh mukosa duodenum. Asam yang bersentuhan dengan
mukosa usus menyebabkan dikeluarkan hormon lain, sekretin dan jumlah yang keluarkan
sebanding dengan asam yang mengalir melalui duodenum. Sekretin merangsang sekresi getah
yang mengandung bikarbonat dari pankreas, dan empedu dari hati. Sekretin memperbesar kerja
CCK. Pergerakan segmental usus halus mencampur zat-zat yang dimakan dengan sekret
pankreas, hepatobiliar, dan sekresi usus, dan pergerakkan peristaltik mendorong isi dari salah
satu ujung ke ujung lain dengan kecepatan yang sesuai untuk absorbsi optimal dan suplai
kontinue isi lambung.
Absorbsi adalah pemindahan hasil-hasil akhir pengamatan karbohidrat, lemak dan protein
(gula sederhana, asam-asam lemak dan asam-asam amino) melalui dindirig usus ke sirkulasi
darah dan limfe untuk digunakan oleh sel- sel tubuh. Selain itu air, elektrolit dan vitamin juga
diabsorbsi. Absorbsi berbagai zat berlangsung dengan mekanisme transpor aktif dan pasif yang
sebagian besar kurang dimengerti.
Besi dan kalsium sebagian besar diabsorbsi dalam duodenum dan abscrbsi kalsium
memerlukan vitamin D, vitamin yang larut dalam lemak (A, D, E dan K) diabsorbsi dalam
duodenum dan memerlukan garam-garam empedu. Asam folat dan vitamin-vitamin lain yang
larut dalam air juga diabsorbsi di duodenum. Absorbsi gula, asam-asam amino dan lemak
sebagian besar diselesaikan menjelang kimus mencapai jejunum. Absorbsivitamin B12
berlangsung pda ileum terminal melalui mekanisme transport khusus yang memerlukan faktor
intrinsik lambung. Sebagian besar asam-asam empedu yang dikeluarkan oleh kandung empedu
ke dalam duodenum untuk membantu pencernaan lemak, akan diabsorbsi pada ileum terminal
dan masuk kembali ke hati. Siklus ini dinamakan sirkulasi enterohepatik garam-garam empedu
dan sangat penting dalam mempertahankan cadangan empedu.
Dengan demikian asam-asam atau garam-garam empedu mampu bekerja mencenakan
leniak berkali-kali sebelum dikeluarkan dalam feses.
Penyakit atau reseksi ileum terminal dapat menyebabkan deifisiensi garam-garam empedu dan
mengganggu pencernaan lemak. Masuknya garam- garam empedu dalam jumlah besar ke dalam
kolon menyebabkan iritasi kolon dan diare.
Usus Besar
Usus besar mempunyai berbagai fungsi yang semuanya berkaitan dengan proses akhir isi
usus. Fungsi usus besar yang paling penting adalah mengabsorpsi air dan elektrolit, yang sudah
nampir lengkap pada kolon. bagian kanan. Kolon sigmoid berfungsi sebagai reservoir yang
menampung massa feses yang sudah dehidrasi sampai defekasi berlangsung. Bila jumlah ini
dilampaui, misalnya karena adanya kiriman yang berlebihan dan ileum, maka akan terjadi diare.
Berat akhir feses yang dikeluarkan per hari sekitar 200 g, 75% diantaranya berupa air.
Sisanya terdiri dari residu makanan yang tidak diabsorpsi, bakteri, sel epitel yang mengelupas,
dan mineral yang tidak diabsorbsi.
Sedikitnya pencernaan yang terjadi di usus besar terutama diakibatkan oleh bakteri dan
bukan karena kerja enzim. Usus besar mengsekresikan mucus alkali yang tidak mengandung
enzim. Mukus ini bekerja untuk melumasi dan melindungi mukosa.
Bakteri usus besar munsintesis vitamin K. dan beberapa vitamin B. Pembusukan oleh bakteri
dari sisa-sisa protein menjadi asam amino dan zat- zat yang lebih sederhana seperti peptida,
indol, skatol, fenol dan asam lemak.
Pembentukan berbagai gas seperti NH3, CO2, H2 dan CH4 membantu pembentukan
flatus di kolon. Beberapa subtansi ini dikeluarkan dalam feses, sedangkan zat lainnya diabsorpsi
dan diangkut ke hati di mana zat-zat ini akan diubah manjadi senyawa yzng kurang toksik dan
diekskresikan melalui kemih. Fermentasi bakteri pada sisa karbohidrat juga melepaskan CO2 ,
H2 dan CH4 yang merupakan komponen flatus. Dalam sehari secara normal dihasilkan sekitar
1.000 ml flatus. Kelebihan gas dapat terjadi pada aerofagia (menelan udara secara berlebihan)
dan pada peningkatan gas di dalam lumenusus, yang biasanya berkaitan dengan jenis makanan
yang dimakan. Makanan yang mudah membentuk gas seperti kacang-kacangan mengandung
banyakkarbohidrat yang tidak dapat dicerna.
Pada umumnya, pergerakan usus besar adalah lambat. Pergerakan usus besar yarg khas
adalah gerakan mengaduk haustra. Kantong-kantong atau haustra teregang dan dari waktu ke
waktu otot sirkular akan berkontrasi untuk mengosongkannya. Pergerakannya tidak progresif,
tetapi menyebabkan isi usus bergerak bolak-balik dan meremas-remas sehingga memberi cukup
waktu untuk absorbsi. Terdapat dua jenis peristaltik propulsif;
(1) kontraksi lamban dan tidak teratur, berasal dari segmen proksimal dan bergerak ke depan,
menyumbat beberapa haustra, dan
(2) penstaltik massa, merupakan kontraksi yang mengbatkan segmen kolon. Gerakan peristaltik
ini menggerakkan massa feses ke depan, akhirnya merangsang defekasi. Kejadian ini timbul dua
sampai tiga kali sehari dan dirangsang oleh refleks gastrokolik setelah makan, khususnya setelah
makanan pertama masuk pada hari itu.
Fisiologi Defekasi
Propulsi feses ke rektum mengakibatkan distensi dinding rektum dan merangsang refleks
defekasi. Defekasi dikendalikan oleh stingier ani eksterna dan interna. Sfingter interna
dikendalikan oleh sistem saraf otonom, dan sfingter eksterna berada di bawah kontrol volunter.
Refleks defekasi terintegrasi pada segmen sakralis kedua dan keempat dari medula spinalis.
Ileus obstruktif dibagi lagi menjadi tiga jenis dasar (Sjamsuhidajat & Jong, 2005;
Sabiston,1995) :
1. Ileus obstruktif sederhana, dimana obstruksi tidak disertai dengan terjepitnya
pembuluh darah.
2. Ileus obstruktif strangulasi, dimana obstruksi yang disertai adanya penjepitan
pembuluh darah sehingga terjadi iskemia yang akan berakhir dengan nekrosis atau
gangren yang ditandai dengan gejala umum berat yang disebabkan oleh toksin dari
jaringan gangren.
3. Ileus obstruktif jenis gelung tertutup, dimana terjadi bila jalan masuk dan keluar
suatu gelung usus tersumbat, dimana paling sedikit terdapat dua tempat obstruksi.
Untuk keperluan klinis, ileus obstruktif dibagi dua (Stone, 2004):
1. Ileus obstruktif usus halus, termasuk duodenum
2. Ileus obstruktif usus besar
3.3 Etiologi
Perlengketan :
Lengkung usus menjadi melekat pada area yang sembuh secara lambat atau pada
jaringan parut setelah pembedahan abdomen
Intusepsi :
Salah satu bagian dari usus menyusup
kedalam bagian lain yang ada
dibawahnya akibat penyempitan lumen
usus. Segmen usus tertarik kedalam
segmen berikutnya oleh gerakan
peristaltik yang memperlakukan segmen
itu seperti usus. Paling sering terjadi
pada anaka-anak dimana kelenjar limfe
mendorong dinding ileum kedalam dan
terpijat disepanjang bagian usus tersebut (ileocaecal) lewat coecum kedalam usus
besar (colon) dan bahkan sampai sejauh rectum dan anus.
Volvulus :
Usus besar yang mempunyai mesocolon dapat terpuntir sendiri dengan demikian
menimbulkan penyumbatan dengan menutupnya gelungan usus yang terjadi amat
distensi. Keadaan ini dapat juga terjadi pada usus halus yang terputar pada
mesentriumnya
Gbr Menunjukan bentuk normal intestin (atas
warna pink) dan intestin yang mengalami
volvulus (bawah warna ungu)
Tindakan bedah, infeksi dan bahkan
endometriosis
sering
menyebabkan
peradangan peritoneum loka atau generalisata
(peritonitis). Pada penyembuhan dapat terjadi
perlekatan antara segmen usus atau dinding
abdomen dan tempat operasi.
4
Hernia :
Protrusi
usus melalui area yang lemah dalam usus
atau dinding dan otot abdomen atau
defek di dinding rongga peritoneum yang
memungkinkan terbentukkan tonjolan
peritoneum mirip kantong yang dilapisi serosa
5
Tumor :
Tumor yang ada dalam dinding usus meluas kelumen usus atau tumor diluar usus
menyebabkan tekanan pada dinding usus.
Faktor Predisposisi
Penyakit ini merupakan penyakit bawaan yang disebabakan disfungsi umum
kelenjar eksokrin pancreas. Keadaan ini menyebabakan berkurangnya enzim pancreas
yang mengalir ke lumen usus halus sehingga issi usus halus menjadi kental dan
menyumbat lumen usus. Gambaran radiologist yang ditemukan ialah pelebaran usus
dan tampak bayangan udra yang granular diantara mekonium yang kental tersebut.
Distensi
Proliferasi bakteri yang berlangsung cepat
Kehilangan H2O dan elektrolit
Tekanan intralumen
Volume ECF
epasan bakteri dan toksin dari usus yang nekrotik ke dalam peritoneum dan sirkulasi sistemik
Peritonitis septikemia
Syok Hipovolemik
Obstruksi sederhana
Obstruksi usus halus merupakan obstruksi saluran cerna tinggi, artinya disertai
dengan pengeluaran banyak cairan dan elektrolit baik di dalam lumen usus bagian
oral dari obstruksi, maupun oleh muntah. Gejala penyumbatan usus meliputi nyeri
kram pada perut, disertai kembung. Pada obstruksi usus halus proksimal akan
timbul gejala muntah yang banyak, yang jarang menjadi muntah fekal walaupun
obstruksi berlangsung lama. Nyeri bisa berat dan menetap. Nyeri abdomen sering
dirasakan sebagai perasaan tidak enak di perut bagian atas. Semakin distal
sumbatan, maka muntah yang dihasilkan semakin fekulen.1,2,10
Tanda vital normal pada tahap awal, namun akan berlanjut dengan dehidrasi akibat
kehilangan cairan dan elektrolit. Suhu tubuh bisa normal sampai demam. Distensi
abdomen dapat dapat minimal atau tidak ada pada obstruksi proksimal dan semakin
jelas pada sumbatan di daerah distal. Bising usus yang meningkat dan metallic
sound dapat didengar sesuai dengan timbulnya nyeri pada obstruksi di daerah
distal.10
1 Obstruksi disertai proses strangulasi
Gejalanya seperti obstruksi sederhana tetapi lebih nyata dan disertai dengan
nyeri hebat. Hal yang perlu diperhatikan adalah adanya skar bekas operasi atau
hernia. Bila dijumpai tanda-tanda strangulasi berupa nyeri iskemik dimana
nyeri yang sangat hebat, menetap dan tidak menyurut, maka dilakukan
tindakan operasi segera untuk mencegah terjadinya nekrosis usus.
2
Terdapat 4 tanda kardinal gejala ileus obstruktif (Winslet, 2002; Sabiston, 1995)
1. Nyeri abdomen
2. Muntah
3. Distensi
4. Kegagalan buang air besar atau gas (konstipasi).
Gejala ileus obstruktif tersebut bervariasi tergantung kepada (Winslet, 2002;
Sabiston, 1995):
1. Lokasi obstruksi
2. Lamanya obstruksi
3. Penyebabnya
4. Ada atau tidaknya iskemia usus
Gejala selanjutnya yang bisa muncul termasuk dehidrasi, oliguria, syok
hypovolemik, pireksia, septikemia, penurunan respirasi dan peritonitis. Terhadap
setiap penyakit yang dicurigai ileus obstruktif, semua kemungkinan hernia harus
diperiksa (Winslet, 2002).
Nyeri abdomen biasanya agak tetap pada mulanya dan kemudian menjadi bersifat
kolik. Ia sekunder terhadap kontraksi peristaltik kuat pada dinding usus melawan
obstruksi. Frekuensi episode tergantung atas tingkat obstruksi, yang muncul
setiap 4 sampai 5 menit dalam ileus obstruktif usus halus, setiap 15 sampai 20
menit pada ileus obstruktif usus besar. Nyeri dari ileus obstruktif usus halus demikian
biasanya terlokalisasi supraumbilikus di dalam abdomen, sedangkan yang dari
ileus obstruktif usus besar biasanya tampil dengan nyeri intaumbilikus. Dengan
berlalunya waktu, usus berdilatasi, motilitas menurun, sehingga gelombang
peristaltik menjadi jarang, sampai akhirnya berhenti. Pada saat ini nyeri mereda
dan diganti oleh pegal generalisata menetap di keseluruhan abdomen. Jika nyeri
abdomen menjadi terlokalisasi baik, parah, menetap dan tanpa remisi, maka ileus
obstruksi strangulata harus dicurigai (Sabiston, 1995). Muntah refleks ditemukan
segera setelah mulainya ileus obstruksi yang memuntahkan apapun makanan dan
cairan yang terkandung, yang juga diikuti oleh cairan duodenum, yang
kebanyakan cairan empedu (Harrisons, 2001). Setelah ia mereda, maka muntah
tergantung atas tingkat ileus obstruktif. Jika ileus obstruktif usus halus, maka muntah
terlihat dini dalam perjalanan dan terdiri dari cairan jernih hijau atau kuning. Usus
didekompresi dengan regurgitasi, sehingga tak terlihat distensi. Jika ileus obstruktif
usus besar, maka muntah timbul lambat dan setelah muncul distensi. Muntahannya
kental dan berbau busuk (fekulen) sebagai hasil pertumbuhan bakteri berlebihan
sekunder terhadap stagnasi. Karena panjang usus yang terisi dengan isi demikian,
maka muntah tidak mendekompresi total usus di atas obstruksi (Sabiston, 1995).
Distensi pada ileus obstruktif derajatnya tergantung kepada lokasi obsruksi dan makin
membesar bila semakin ke distal lokasinya. Gerkakan peristaltik terkadang dapat
dilihat. Gejala ini terlambat pada ileus obstruktif usus besar dan bisa minimal atau
absen pada keadaan oklusi pembuluh darah mesenterikus (Sabiston, 1995).
Konstipasi dapat dibedakan menjadi dua, yaitu konstipasi absolut ( dimana feses
dan gas tidak bisa keluar) dan relatif (dimana hanya gas yang bisa keluar) (Winslet,
2002). Kegagalan mengerluarkan gas dan feses per rektum juga suatu gambaran
khas ileus obstruktif. Tetapi setelah timbul obstruksi, usus distal terhadap titik
ini harus mengeluarkan isinya sebelum terlihat obstipasi. Sehingga dalam ileus
obstruktif usus halus, usus dalam panjang bermakna dibiarkan tanpa terancam di
usus besar. Lewatnya isi usus dalam bagian usus besar ini memerlukan waktu,
sehingga mungkin tidak ada obstipasi, selama beberapa hari. Sebaliknya, jika ileus
obstruktif usus besar, maka obstipasi akan terlihat lebih dini. Dalam ileus
obstuksi sebagian, diare merupakan gejala yang ditampilkan pengganti obstipasi
(Sabiston, 1995).
Dehidarasi umumnya terjadi pada ileus obstruktif usus halus yang
disebabkan muntah yang berulang-ulang dan pengendapan cairan. Hal ini
menyebabkan kulit kering dan lidah kering, pengisian aliran vena yang jelek dan
mata gantung dengan oliguria. Nilai BUN dan hematokrit meningkat memberikan
gambaran polisitemia sekunder (Winslet, 2002).
Hipokalemia bukan merupakan gejala yang sering pada ileus obstruktif
sederhana. Peningkatan nilai potasium, amilase atau laktat dehidrogenase di
dalam serum dapat sebagai pertanda strangulasi, begitu juga leukositosis atau
leukopenia (Winslet, 2002). Pireksia di dalam ileus obstruktif dapat digunaklan
sebagai petanda (Winslet, 2002) :
1. Mulainya terjadi iskemia
2. Perforasi usus
3. Inflamasi yang berhubungan denga penyakit obsruksi
Hipotermi menandakan terjadinya syok septikemia. Nyeri tekan abdomen yang
terlokalisir menandakan iskemia yang mengancam atau sudah terjadi. Perkembangan
peritonitis menandakan infark atau perforasi (Winslet, 2002).
Sangat penting untuk membedakan antara ileus obstruktif dengan strangulasi
dengan tanpa strangulasi, karena termasuk operasi emergensi. Penegakan
diagnosa hanya tergantung gejala kilnis. Sebagai catatan perlu diperhatikan
(Winslet, 2002):
1.
2.
3.
4.
(Harrisons, 2001)
3.7 Diagnosis
Anamnesis
Pada anamnesis ileus obstruktif usus halus biasanya sering dapat ditemukan
penyebabnya, misalnya berupa adhesi dalam perut karena pernah dioperasi
sebelumnya atau terdapat hernia (Sjamsuhudajat & Jong, 2004; Sabara, 2007).
Pada ileus obstruksi usus halus kolik dirasakan di sekitar umbilkus, sedangkan
pada ileus obstruksi usus besar kolik dirasakan di sekitar suprapubik. Muntah pada
ileus obstruksi usus halus berwarna kehijaun dan pada ileus obstruktif usus besar
onset muntah lama (Anonym, 2007)
Pemeriksaan Fisik
1
Inspeksi
Dapat ditemukan tanda-tanda generalisata dehidrasi, yang mencakup
kehilangan turgor kulit maupun mulut dan lidah kering. Pada abdomen harus
dilihat adanya distensi, parut abdomen, hernia dan massa abdomen. Terkadang
dapat dilihat gerakan peristaltik usus (Gambar 2.4) yang bisa bekorelasi
dengan mulainya nyeri kolik yang disertai mual dan muntah. Penderita
tampak gelisah dan menggeliat sewaktu serangan kolik (Sabiston, 1995;
Sabara, 2007)
Palpasi
Pada palpasi bertujuan mencari adanya tanda iritasi peritoneum
apapun atau nyeri tekan, yang mencakup defance musculair involunter atau
rebound dan pembengkakan atau massa yang abnormal (Sabiston, 1995;
Sabara, 2007).
Auskultasi
Pada ileus obstruktif pada auskultasi terdengar kehadiran episodik
gemerincing logam bernada tinggi dan gelora (rush) diantara masa tenang.
Tetapi setelah beberapa hari dalam perjalanan penyakit dan usus di atas telah
berdilatasi, maka aktivitas peristaltik (sehingga juga bising usus) bisa tidak
ada atau menurun parah. Tidak adanya nyeri usus bisa juga ditemukan
dalam ileus paralitikus atau ileus obstruksi strangulata (Sabiston, 1995).
Bagian akhir yang diharuskan dari pemeriksaan adalah pemeriksaan
rektum dan pelvis. Ia bisa membangkitkan penemuan massa atau tumor serta
tidak adanya feses di dalam kubah rektum menggambarkan ileus obstruktif
usus halus. Jika darah makroskopik atau feses postif banyak ditemukan di
dalam rektum, maka sangat mungkin bahwa ileus obstruktif didasarkan atas
lesi intrinsik di dalam usus (Sabiston, 1995). Apabila isi rektum
menyemprot; penyakit Hirdchprung (Anonym, 2007).
Radiologi
Pemeriksaan sinar-X bisa sangat bermanfaat dalam mengkonfirmasi
diagnosis ileus obstruktif serta foto abdomen tegak dan berbaring harus
yang pertama dibuat. Adanya gelung usus terdistensi dengan batas udara-cairan
dalam pola tangga pada film tegak sangat menggambarkan ileus obstruksi
sebagai diagnosis. Dalam ileus obstruktif usus besar dengan katup
ileocaecalis kompeten, maka distensi gas dalam kolon merupakan satu-satunya
gambaran penting (Sabiston, 1995). Penggunaan kontras dikontraindikasikan
adanya perforasi-peritonitis. Barium enema diindikasikan untuk invaginasi,
dan endoskopi disarankan pada kecurigaan volvulus (Anoym, 2007).
Laboratorium
Leukositosis, dengan pergeseran ke kiri, biasanya terjadi bila terdapat
Diagnosis Banding
Ileus dapat disebabkan oleh adanya proses dalam intraabdominal dan
retroperitoneal, termasuk iskemik usus, kolik ureter, fraktur pelvis dan setelah operasi
abdomen. Jika terjadi ileus paralitik, nyeri biasanya tidak terlalu berat dan lebih
konstan.
Diagnosis Banding
Ileus obstruksi harus dibedakan dengan:
1 Carcinoid gastrointestinal
2 Penyakit Crohn
3 Intussuscepsi pada anak
4 Divertikulum Meckel
5 Ileus meconium
6 Volvulus
7 Infark Myocardial Akut
8 Malignansi, Tumor Ovarium
9 TBC Usus
10 Ileus paralitik
LO.3.8. Tatalaksana
Non-Farmako
Pre medikasi operasi dan tindakan operasi
Bila telah diputuskan untuk tindakan operasi, ada 3 hal yang perlu:
a Berapa lama obstruksinya sudah berlangsung.
b Bagaimana keadaan/fungsi organ vital lainnya, baik sebagai akibat obstruksinya
maupun kondisi sebelum sakit.
c Apakah ada risiko strangulasi.
Kewaspadaan akan resiko strangulasi sangat penting. Pada obstruksi ileus yang ditolong
dengan cara operatif pada saat yang tepat, angka kematiannya adalah 1% pada 24 jam pertama,
sedangkan pada strangulasi angka kematian tersebut 31%. Pada umumnya dikenal 4 macam
(cara) tindakan bedah yang dikerjakan pada obstruksi ileus.
a Koreksi sederhana (simple correction). Hal ini merupakan tindakan bedah sederhana
untuk membebaskan usus dari jepitan, misalnya pada hernia incarcerata non-strangulasi,
jepitan oleh streng/adhesi atau pada volvulus ringan.
b Tindakan operatif by-pass. Membuat saluran usus baru yang melewati bagian usus
yang tersumbat, misalnya pada tumor intralurninal, Crohn disease, dan sebagainya.
c Membuat fistula entero-cutaneus pada bagian proximal dari tempat obstruksi, misalnya
pada Ca stadium lanjut.
d Melakukan reseksi usus yang tersumbat dan membuat anastomosis ujung-ujung usus
untuk mempertahankan kontinuitas lumen usus, misalnya pada carcinomacolon,
invaginasi strangulata, dan sebagainya.
Pada beberapa obstruksi ileus, kadang-kadang dilakukan tindakan operatif bertahap, baik
oleh karena penyakitnya sendiri maupun karena keadaan penderitanya, misalnya pada Ca
sigmoid obstruktif, mula-mula dilakukan kolostomi saja, kemudian hari dilakukan reseksi
usus dan anastomosis.
Persiapan-persiapan sebelum operasi:
1 Pemasangan pipa nasogastrik. Tujuannya adalah untuk mencegah muntah,
mengurangi aspirasi dan jangan sampai usus terus menerus meregang akibat
tertelannya udara (mencegah distensi abdomen).
2 Resusitasi cairan dan elektrolit. Bertujuan untuk mengganti cairan dan elektrolit yang
hilang dan memperbaiki keadaan umum pasien.
3 Pemberian antibiotik, terutama jika terdapat strangulasi.
Operasi:
Operasi dapat dilakukan bila sudah tercapai rehidrasi dan organ-organ vital berfungsi
secara memuaskan. Kalau obstruksi disebabkan karena hernia skrotalis, maka daerah tersebut
harus disayat. Kalau tidak terpaksa harus dilakukan penyayatan abdomen secara luas. Perincian
operatif tergantung dari penyebab obstruksi tersebut. Perlengketan dilepaskan atau bagian yang
mengalami obstruksi dibuang. Usus yang mengalami strangulasi dipotong.
Tergantung dari etiologi masing-masing :
Adhesi: pada operasi, perlengketan dilepaskan dan pita dipotong agar pasase usus pulih
kembali.
Hernia inkarserata: dapat dilakukan Herniotomi untuk membebaskan usus dari jepitan.
Neoplasma: operasi berupa pengangkatan tumor. Pada tumor jinak pasase usus harus
dipulihkan kembali, sedangkan pada tumor ganas sedapat mungkin dilakukan reseksi
radikal.
Askariasis: jika terdapat obstruksi lengkap, atau jika pengobatan konservatif tidak
berhasil dapat dilakukan operasi dengan jalan enterotomi untuk mengeluarkan cacing,
tapi apabila usus sudah robek, atau mengalami ganggren dilakukan reseksi bagian usus
yang bersangkutan.
Carsinoma Colon: operasi dengan jalan reseksi luas pada lesi dan limfatik regionalnya.
Apabila obstruksi mekanik jelas terjadi, maka diperlukan persiapan Colostomi atau
Sekostomi.
Divertikel: reseksi bagian colon yang mengandung divertikel dapat dikerjakansecara
elektif setelah divertikulitis menyembuh. Dapat dianjurkan untuk menempatkan
colostomy serendah mungkin, lebih disukai dalam colon desendens, atau colon
sigmoideum. Untuk memungkinkan evaluasi melalui colostomy dan mencegah
peradangan lebih lanjut pada tempat abses. Reseksi sigmoid biasanya dilakukan dengan
cara Hartman dengan colostomy sementara. Cara ini, dipilih untuk menghindari resiko
tinggi gangguan penyembuhan luka anastomosis yang dibuat primer dilingkungan
radang. Prosedur Hartman jauh lebih aman karena anastomosis baru dikerjakan setelah
rongga perut dan lapangan bedah bebas kontaminasi dan radang.
Volvulus: pada volvulus sekum dilakukan tindakan operatif yaitu melepaskan volvulus
yang terpelintir dengan melakukan dekompresi dengan sekostomi temporer, yang juga
berefek fiksasi terhadap sekum dengan cara adhesi.Jika sekum dapat hidup dan tidak
terdistensi tegang, maka detorsi dan fiksasi sekum di qudran bawah bisa dicapai.Pada
volvulus sigmoid jika tidak terdapat strangulasi, dapat dilakukan reposisi sigmoidoskopi.
Cara ini sering meniadakan volvulus dini yang diikuti oleh keluarnya flatus. Reposisi
sigmoidodkopi yang berhasil pada volvulus dapat dicapai sekitar 80% pasien. Jika
strangulasi ditemukan saat laparatomi, maka reseksi gelung sigmoideum yang
gangrenous yangdisertai dengan colostomi double barrel atau coloctomi ujung bersama
penutup tunggal rectum (kantong Hartman) harus dilakukan.
Intusussepsi: sebelum dilakukan tindakan operasi, dilakukan terlebih dahulu dengan
reduksi barium enema, jika tidak ada tanda obstruksi lanjut atau perforasi usus halus.Bila
reduksi dengan enema tidak dapat dilaksanakan maka dilakukan operasi berupa eksplorai
abdomen melalui suatu insisi transversal pada quadran kanan bawah. Intusussepsi
tersebut kemudian direduksi dengan kompressi retrograde dari intusussepsi secara hatihati. Reseksi usus diindikasikan bila usus tersebut tidak dapat direduksi atau usus tersebut
ganggren.Intervensi bedah untuk obstruksi usus pasca bedah harus direncanakan bila
pasien mempunyai bukti obstruksi gelung tertutup atau lengkap atau untuk kecurigaan
volvulus dengan gangren usus. Varian obstruksi usus pasca bedah yang lebih parah ini
bisa karena herniasi interna melalui cacat mesentrium atau karena perlekatan padat,
keadaan yang tak mungkin beresolusi spontan. Pada pasien demikian, tanpa peritonitis
dengan demam, nyeri tekan lepas dan leukositosis sering tampil.
Pasca Bedah:
Suatu problematik yang sulit pada keadaan pasca bedah adalah distensi usus yang masih
ada. Pada tindakan operatif dekompressi usus, gas dan cairan yang terkumpul dalam lumen usus
tidak boleh dibersihkan sama sekali oleh karena catatan tersebut mengandung banyak bahanbahan digestif yang sangat diperlukan. Pasca bedah tidak dapat diharapkan fisiologi usus
kembali normal, walaupun terdengar bising usus. Hal tersebut bukan berarti peristaltik usus telah
berfungsi dengan efisien, sementara ekskresi meninggi dan absorpsi sama sekali belum baik.
Sering didapati penderita dalam keadaan masih distensi dan disertai diare pasca bedah.
Tindakan dekompressi usus dan koreksi air dan elektrolit serta menjaga keseimbangan asam basa
darah dalam batas normal tetap dilaksanakan pada pasca bedahnya. Pada obstruksi yang lanjut,
apalagi bila telah terjadi strangulasi, monitoring pasca bedah yang teliti diperlukan sampai
selama 6 7 hari pasca bedah. Bahaya lain pada masa pasca bedah adalah toksinemia dan sepsis.
Gambaran kliniknya biasanya mulai nampak pada hari ke 4-5 pasca bedah. Pemberian
antibiotika dengan spektrum luas dan disesuaikan dengan hasil kultur kuman sangatlah penting.
Farmako
OBAT ANTIEMETIK
Antagonis reseptor H1
Antagonis reseptor muskarinik
Antagonis reseptor dopamin
Antagonis reseptor serotonin
Cannabinoid
Steroid
Antagonis reseptor H1
Hyoscine
Untuk mual-muntah krn gangguan labirin dan rangsangan lokal di lambung
Tidak dapat digunakan utk mual muntah krn rangsangan pada CTZ
Puncak antiemetik : 1-2 jam
ES : drowsiness, mulut kering, penglihatan kabur, retensi urin
Metoklopramid
- Bekerja di CTZ
Domperidone
- Antagonis reseptor D2
- Antiemetik untuk vomitting postoperatif dan akibat kemoterapi kanker
- ES : diare
Phenothiazine
- Neuroleptik : chlorpromazine, prochlorperazine, trifluoperazine dpt sebagai
antiemetic
- Triethylperazine hny sbg antiemetic
- Dapat digunakan utk vomitting krn rangsangan pada CTZ
- Tidak efektif utk muntah krn rangsangan di lambung
- Cara kerja antagonis reseptor D2 di CTZ, menghambat reseptor histamin dan
muskarinik
- Pemberian p.o., rektal, atau parenteral
Antagonis serotonin
Cannabinoid
Nabilone derivat cannabinol sintetik menurunkan muntah krn rangsangan pada CTZ
Pemberian : p.o, absorpsi baik
T1/2 120 menit, ekskresi via urine dan feses
ES : jarang, a. l. drowsiness, dizziness, mulut kering, perubahanmood, hipotensi postural,
halusinasi, dan reaksi psikotik
Steroid
Dosis tinggi, dpt digunakan sendiri atau kombinasi dgn obat lain
Glukokortikoid deksametason dan metilprednisolon
Mekanisme kerja blm diketahui
Sinergisme dg ondansetron
MOTILITAS GIT
1. Meningkatkan Pergerakan :
Pencahar
Tanpa Efek Pencahar
PENCAHAR
Bulk Laxative Meningkatkan Volume Residu Padat Yg Tidak Diabsorpsi
Osmotic Laxative Meningkatkan Jumlah Air
Faecal Softener Mengubah Konsistensi Faeces
Stimulant Purgative Meningkatkan Motilitas Dan Sekresi
Bulk Laxative
Osmotic Laxative
Faecal Softener
Docusate sodium
Menghasilkan feses yg lebih lumak
Efek stimulan laksatif lemah
Stimulant Purgative
METOKLOPRAMID
CISAPRIDE
Peritonitis septikemia
Syok hipovolemia
Perforasi usus
ganguan elektrolit
pnemonia aspirasi dari proses muntah
sepsis
nekrosis usus
perfusi usus
2.10 Step
sign
Gambar
ledder
(Nobie, 2009)
BNO 3 posisi : pemeriksaan radiografi pada daerah abdomen khususnya untuk melihat kelainan
yang ada di tractus digestivus. Posisi AP untuk melihat ada atau tidaknya penebalan / distensi
pada kolon yang disebabkan massa atau gas, posisi setengah duduk untuk menampakan udara
bebas di bawh diaphragm dan LLD untuk memperlihatkan air fluid level atau udara bebas
BNO 3 POSISI
1. ABDOMEN AP
Posisi Pasien : Pasien supine diatas meja pemeriksaan, MSP tubuh berada di pertengahan
meja. kedua tangan diatur lurus disamping tubuh dan kedua kaki diatur lurus.
Posisi Objek : aturlah kaset agar batas atas kaset pada diafragma, batas bawah pada
simfisis pubis dan crista iliaca berada dipertengahan. Pelvis TIDAK mengalami rotasi
(terlihat dari kedua SIAS berjarak sama dikedua sisinya)
CR : vertikal tegak lurus ke kaset, pusat sinar diatur sejajar dengan crista iliaca
FFD : 100 cm
Lakukan eksposi saat pasien tahan nafas setelah ekspirasi penuh (aba-abanya : buang
nafas.. tahan!!! atau tahan nafas!!! lalu ekspos.
Posisi Objek : kaset berada dibelakang tubuh pasien, aturlah kaset dengan batas atas
procxypoid dan batas bawahnya simfisis pubis, pelvis dan shoulder TIDAK mengalami
rotasi.
CR : horisontal tegak lurus ke kaset, pusat sinar diatur sejajar dengan crista iliaca
(umbilikus)
FFD : 100 cm
Lakukan eksposi saat pasien tahan nafas setelah ekspirasi penuh (aba-abanya : buang
nafas.. tahan!!! atau tahan nafas!!! lalu ekspos.)
3. ABDOMEN LLD
Posisi Pasien : Pasien tidur miring ke sisi kiri, kedua genue ditekuk (difleksikan), kedua
tangan diletakkan ditas kepala
Posisi Objek : aturlah kaset agar batas atas kaset pada diafragma, batas bawah pada
simfisis pubis dan crista iliaca berada dipertengahan. kaset berada dibelakang punggung.
CR : horizontal sejajar kaset, pusat sinar diatur sejajar dengan crista iliaca.
FFD : 100 cm
Lakukan eksposi saat pasien tahan nafas setelah ekspirasi penuh (aba-abanya : buang
nafas.. tahan!!! atau tahan nafas!!! lalu ekspos.)
PEMERIKSAAN LAIN
COLOK DUBUR
Umumnya dilakukan dengan sikap litotomi, dapat ditunjang dengan alat anoskop atau
sigmoidoskop. Posisi yang nyaman untuk pasien adalah posisi Sims, yaitu pasien tidur terlentang
pada sisi kiri dengan kedua lutut ditekuk. Buli-buli harus dikosongkan dahulu agar tidak terdapat
penilaian yang keliru.
1 Inspeksi pada daerah perianal dan sakrokoksigeal. Dapat dijumpai:
Lesi anal, dan perianal, seperti prolapse hemoroid, yang biasanya dijumpai pada
arah pukul 4,7,11 dan berwarna livid.
Prolaps rectum, dengan lipatan mukosa melingkar konsentris dan berwarna merah
Fisura ani, yang berupa lesi di anal-kanal yang nyeri bila ditekan biasanya
dijumpai arah pukul 6 dan disertai dengan skin tag
Kondoloma akuminata atau kondiloma lata
2 Memasukan jari telunjuk bersarung tangan yang telah dilumuri pelumas dengan lembut
melalui anus
Pada laki-laki dapat digunakan titik acuan berupa kelenjar prostat disebelah
ventral
Pada perempuan titik acuan serviks uteri disebelah ventral
Penilaian terhadap:
Tonus sfingter ani: jari telunjuk terjepit menunjukan kontraksi sfingter ani
Reflex bulbokavernosus: memencet glans penis
Ampula rectum: menganga seperti pada peritonitis atau kolaps seperti pada
ileus obstruktif
Mukosa dinding rectum: dinilai dengan melingkar memutar jari telunjuk
menurut arah jarum jam dan melawan arah jarum jam. Hemoroid interna tidak
teraba, polip rektuk teraba licin lunak dan mungkin bertangkai, karsinoma
teraba keras berbenjol dan tidak teratur
pertimbangan yang dalam kondisi tertentu bisa mencapai tingkat dharurat maka
tidak ada alasan yang rajih menolak operasi medis.
Syariat
Islam tidak melarang operasi medis secara mutlak dan tidak
membolehkan secara mutlak, syariat meletakkan larangan pada tempatnya dan
pembolehan pada tempatnya, masing-masing diberi hak dan kadarnya. Jika operasi
medis memenuhi syarat-syarat yang diletakkan syariat maka dibolehkan karena dalam
kondisi ini target yang diharapkan yaitu kesembuhan dengan izin Allah bisa diwujudkan,
sebaliknya jika tim medis berpandangan bahwa operasi tidak bermanfaat, tidak
mewujudkan sasarannya atau justru menambah penderitaan penderita maka dalam
kondisi ini syariat melarangnya.
Inilah syarat-syarat dibolehkannya operasi medis yang diletakkan oleh fuqaha
Islam dalam buku-buku mereka, syarat-syarat ini diambil dari dasar-dasar kaidah syariat.
1) Hendaknya operasi medis disyariatkan.
2) Hendaknya penderita membutuhkannya.
3) Hendaknya penderita mengizinkan.
4) Hendaknya tim medis menguasai.
5) Hendaknya peluang keberhasilan lebih besar.
6) Hendaknya tidak ada cara lain yang lebih minim mudharatnya.
7) Hendaknya operasi medis berakibat baik.
8) Hendaknya operasi tidak berakibat lebih buruk daripada penyakit penderita
Perlakuan operasi menurut syariat hukumnya mubah yang bertujuan untuk
kemaslatan hidup disamping memberikan dorongan hidup dan lepas dari najis,dampak
negatif pada tubuh dan ancaman kematian serta merubah sunnatullah.
Firman Allah, Dan barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka
seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya. (Al-Maidah: 32).
Colok dubur dalam islam
Semua harus dilandasi dengan takwa dan rasa takut kepada Allah, Allah Taala
menyebutkan dalam firman-Nya surat al-Anam ayat 119:
DAFTAR PUSTAKA
Anonym. Mechanical Intestinal Obstruction. http://www.Merck.com .(diakses 18 Mei 2016)
Anonymous.
Ileus.
[Online].2016
Mei
from:URL:http://medlinux.blogspot.com/2007/09/ileus.html.
[6
screens].
Available
Biley & Loves . Short Practice of Surgery Ed: 26th by Norman S. Williams , Christopher JK
Bulstrode (Editor), P. Ronan O'Connell(Editor)
Ganiswara, SG, Setiabudy, R, Suyatna, FD, dkk, (2006), Farmakologi Dan Terapi, Edisi 5, Gaya
Baru, Jakarta
http://www.fk.uwks.ac.id/elib/.../TRAKTUS%20GASTROINTESTINAL (diakses 17 Mei 2016)
http://ilmubedah.info/ileus-obstruksi-definisi-etiologi-gambaran-klinik-diagnosis-terapiprognosis (diakses 18 Mei 2016)
http://www.infokedokteran.com (diakses 17 Mei 2016)
http://www.suara-islam.com/index.php (diakses 17 Mei 2016)
http://www.mdguidelines.com/intestinal-obstruction (diakses 16 Mei 2016)
Price, SA ., Wilson, LM . 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Vol 1. Ed. 6.
Jakarta : EGC.
Robbins. 2007. Buku Ajar Patologi vol.2 . Ed. 7. Jakarta : EGC. 648-649
Sjamsuhidajat r, De Jong W. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta : EGC,2003.
Sofwan, Achmad. 2014. Tractus Digestivus. Fakultas Kedokteran YARSI