Anda di halaman 1dari 7

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Kusta telah mempengaruhi manusia selama ribuan tahun dan tetap menjadi masalah
kesehatan yang penting di seluruh dunia, terbukti hampir 250.000 kasus baru terdeteksi setiap
tahunnya. Penyakit ini adalah penyakit menular kronis, yang disebabkan oleh Mycobacterium
leprae (M.leprae), yang menyerang terutama pada kulit dan saraf perifer (Suzuki et al, 2012)
Masalah yang ditimbulkan dari penyakit kusta juga bukan hanya dari segi medis tetapi
meluas sampai masalah sosial, ekonomi, budaya, keamanan dan ketahanan nasional. Pada
umumnya penyakit kusta terdapat di negara-negara yang sedang berkembang karena
keterbatasan kemampuan suatu negara dalam memberikan pelayanan yang memadai dalam
bidang kesehatan, pendidikan, kesejahteraan sosial dan ekonomi pada masyarakat (Rismawati,
2013).
Menurut data World Health Organization (2016) melaporkan kasus kusta sebesar 210.758
dan prevalensi sebesar 174.608 di 136 negara atau pada tahun 2015. Dilaporkan sebanyak 28 dari
Afrika, 23 dari Amerika, 11 dari Asia Tenggara, 20 dari Mediterania Timur, 28 dari Eropa dan
26 dari kawasan Pasifik Barat. Penderita kusta terbanyak terdapat di negara India yaitu sebesar
127.326 kasus, kemudian diikuti oleh negara Brazil sebesar 26.395 kasus dan Indonesia sebesar
17.202 kasus. (Kaluku, Ratag & Kawatu, 2017)
Kusta merupakan masalah kesehatan yang serius dan membutuhkan perhatian serta
penanganan khusus di Indonesia dan kusta juga dapat menimbulkan masalah yang sangat
kompleks. (Muharry, 2014)
Kementrian kesehatan RI melaporkan bahwa jumlah kumulatif kasus kusta pada tahun
2013 di Indonesia adalah 16.856 kasus. Diantaranya adalah kusta tipe multibasiler. Provinsi
dengan kasus kusta tertinggi adalah Jawa Timur 4.132 kasus, disusul oleh Jawa Barat 2.180
kasus dan Jawa Tengah 1.765 kasus. (Pusdatin, 2013)
Meskipun secara nasional Indonesia sudah mencapai eliminasi kusta pada bulan Juni
2000, namun sampai saat ini jumlah penderita kusta di Indonesia masih cukup tinggi. Masih
tingginya tipe Multibasiler ini menunjukkan masalah epidemiologi dan implikasi klinis yang
serius, karena penderita multibasiler merupakan sumber penularan kusta dan mempunyai risiko
terjadinya reaksi yang lebih tinggi serta timbulnya kecacatan akibat kerusakan saraf (Rismawati,
2013)
Masalah kesehatan sangat kompleks dan saling berkaitan dengan masalah-masalah di luar
kesehatan itu sendiri. Demikian pula untuk mengatasi masalah kesehatan masyarakat tidak hanya
dilihat dari segi kesehatan itu sendiri tapi harus dari seluruh segi yang ada pengaruhnya terhadap
kesehatan tersebut. (Sajida, 2012)
Penyebaran kusta di Indonesia disebabkan oleh beberapa faktor salah satunya berkaitan
dengan Perilaku kebersihan yang berhubungan dengan kebersihan kulit, kebersihan tangan dan
kuku, kebersihan genetalia, kebersihan pakaian, kebersihan handuk, kebesihan tempat tidur dan
sprei yang tidak memenuhi syarat kesehatan merupakan salah satu faktor risiko penularan
berbagai jenis penyakit khususnya penyakit kusta. (Sajida, 2012)
Banyak penelitian yang dilakukan untuk melihat pengaruh kebersihan perorangan pada
penularan penyakit kusta. Beberapa penelitian menunjukan bahwa tingkat kebersihan perorangan
yang buruk memiliki risiko yang lebih tinggi untuk terjadinya penularan kusta. Penelitian yang
selama ini dilakukan dimaksudkan untuk memberi manfaat untuk dapat meningkatkan kualitas
kebersihan perorangan sehingga dapat mengurangi penularan kusta di tengah masyarakat.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan kebersihan perorangan dengan tingkat
penularan penyakit kusta pada narakontak di lingkungan yang mengalami penyakit kusta (Sajida,
2012)

Kusta dalam Pandangan Islam


Kusta merupakan penyakit yang telah muncul sejak zaman Rasullulah, S.A.W hal ini dibuktikan
dengan adanya hadist-hadist yang membahas tentang kusta dan bahkan penyakit ini juga
disebutkan dalam al-Quran yaitu pada surah Al-Maidah ayat 110 yang menjelaskan tentang
mu'jizat Nabi Isa, Allah berfirman:

َ ‫ئ ْاْل َ ْك َمهَ َو ْاْلَب َْر‬


‫ص بِ ِإ ْذنِي‬ ُ ‫َوتُب ِْر‬
"Dan (ingatlah), waktu kamu menyembuhkan orang yang buta sejak dalam kandungan ibu dan
orang yang berpenyakit sopak (kusta) dengan seizin-Ku"

Sementara dalam sebuah hadist disebutkan bahwa :

َ ‫س ِم هللاِ ِثقَةً ِباهللِ َوتَ َو َّك ْل‬


ِ‫ع َلى هللا‬ ْ َ‫س ْو َل هللا أ َ َخذَ ِب َي ِد َمجْ ذُ ْو ٍم فَأ َ ْد َخلَهُ َم َعهُ ِف ْي اْلق‬
ْ ‫ص َع ِة ث ُ َّم قَا َل ُك ْل ِبا‬ ُ ‫أَنَّ َر‬

"Sesungguhnya Rasulullah saw. memegang tangan seorang penderita kusta, kemudian


memasukannya bersama tangan Beliau ke dalam piring. Kemudian Beliau mengatakan:
"makanlah dengan nama Allah, dengan percaya serta tawakal kepada-Nya". HR. Turmudzi

Hadist diatas menggambarkan tentang sikap toleransi nabi Muhammad terhadap penderita kusta
dimana ia tidak mengucilkan atau menjauhkan namun menunjukan sikap membangkitkan
kembali semangat dan kepercayaan diri penderita kusta. Dari perilaku Nabi yang secara tersirat
memberikan suntikan moral bagi penderita kusta diharapkan dengan terangkatnya moral
penderita, bisa membantu mereka dengan berbagai macam pengobatan serta merekapun punya
kemauan untuk sembuh serta berobat.

Dalam sebuah hikayat islam diceritakan juga bahwa suatu ketika Nabi Yunus pernah bertanya
kepada Malaikat Jibril, "Hai Jibril, tunjukkan padaku sosok manusia yang paling taat beribadah
di dunia ini !". Jibril menjawab seraya berisyarat dengan menunjukkan pada sosok laki laki yang
tangan, kaki serta pandangan matanya hilang akibat penyakit kusta (al-judzam). Meskipun dalam
keadaan demikian, ia tidak bosan bosan berucap: "Ya Tuhanku, Engkau telah memberikan
tangan, kaki dan kedua mata ini sebagai karunia dari-Mu. Dan kini telah Engkau hilangkan
semuanya, juga atas kehendakmu, namun masih Kau beri aku pengharapan kepada-Mu".

Ada banyak hal yang dapat dipelajari dari hikayat di atas salah satunya adalah mengajarkan para
penderita kusta bahwa sakit yang mereka alami pada hakikatnya adalah ujian dari Allah, S.W.T
yang tidak akan membuat mereka semakin lemah. Penyakit kusta justru menjadi salah satu jalan
untuk mendekatkan diri kepada pencipta, sebab Allah tidak mungkin menurunkan suatu penyakit
tanpa ada obatnya dan Allah tidak akan menguji seorang hamba diluar batas kemampuannya. Hal
ini penting untuk di edukasi ke masyarakat terutama kepada penderita kusta agar bisa menjalani
kehidupannya dengan semangat dan tanpa rasa malu bahkan menarik diri dari kehidupan sosial.

Sejak kemunculan penyakit kusta, islam telah menjelaskan tentang upaya-upaya pencegahan
kusta yang disebutkan dalam beberapa hadist. Yang pada intinya pencegahan tersebut dilakukan
dengan menjaga pola makan dan kebersihan diri serta lingkungan. Upaya pencegahan tersebut
antara lain adalah :

1) Konsumsi Garam Yang Cukup

Hal paling sepele dan paling dini yang diajarkan Islam dalam mencegah terjadinya kusta adalah
mengkonsumsi garam. Dalam pesan Nabi kepada Sayidina Ali disebutkan:

‫س ْب ِع ْينَ نَ ْوعًا ِم ْن أَ ْن َواعِ ا ْلبَالَ ِء ِم ْنهَا‬


َ ‫اختَت َ َم بِ ِه ع ُْوفِ َي ِم ِن اثْنَي ِْن َو‬ ِ ْ ‫اختِ ْم بِ ِه فَ ِإنَّ َم ِن ا ْفتَت َ َح َطعَا َمهُ بِا‬
ْ ‫لم ْلحِ َو‬ ِ ْ ‫ا ْفتَحْ َطعَا َمكَ بِا‬
ْ ‫لم ْلحِ َو‬
ُ ‫اْل ُجذَا ُم َواْلبَ َر‬
‫ص‬

"Mulailah makananmu dengan garam dan akhirilah (juga) dengan garam, maka kamu akan
dijauhkan dari tujuhpuluh macam dari beberapa macam cobaan. Dan termasuk diantaranya
kusta dan lepra"

Rasionalisasi dari sabda Nabi di atas adalah dimungkinkan karena garam sebagai salah satu
pendukung utama makanan pokok, mempunyai beberapa kandungan zat yang sangat berguna
untuk membentuk kekebalan tubuh maupun menetralisir proses tertentu di dalam tubuh yang
bermanfaat dalam pencegahan penyakit termasuk kusta.

4) Merawat Organ Dan Jaringan Saraf Sekitar Mulut


Sebagian organ tubuh kita merupakan titik pangkal saraf yang menjadi sumber penyakit kusta.
Mulut adalah organ yang paling banyak diulas sebagai bagian tubuh yang mempunyai akses
saraf yang berperan merangsang terjadinya kusta. Disebutkan keterangan dalam berbagai
referensi baik dari hadis maupun dari keterangan ulama :

‫ال تخللوا بعود الريحان وال الرمان فإنهما يحركان عرق الجذام‬

"Janganlah kamu menyela-nyelai (gigimu) dengan kayu tumbuhan raihan (tumbuhan berbau
harum) atau kayu pohon delima karena keduanya akan menggerakkan urat (saraf) dari kusta.
HR. Haytsamy

Dari keterangan tersebut Ibn Qudamah memberikan kriteria alat yang digunakan untuk ber-siwak
(gosok gigi), yakni halus lembut sekaligus mampu membersihkan gigi. Keterangan lain
menyebutkan :

‫قطع الظفر باْلسنان مكروه يورث البرص‬

" Memotong kuku dengan beberapa gigi adalah makruh dan akan mengakibatkan kusta"

(Zulkifli.2003)

1.2. Rumusan Masalah


Kusta merupakan masalah kesehatan yang membutuhkan perhatian khusus di seluruh
dunia khususnya Indonesia, selain merupakan penyakit dengan tingkat prevalensi kejadian yang
tinggi dan sampai saat ini penyebaran kusta masih didominasi oleh beberapa faktor penyebab
yang salah satunya kurangnya kualitas kebersihan perorangan di tengah masyarakat. Oleh sebab
itu, hal ini dapat mengakibatkan meningkatnya angka penularan penyakit kusta di tengah
masyarakat. Melihat keadaan tersebut dibutuhkan suatu instrumen yang memberikan gambaran
mengenai hubungan kebersihan perorangan dengan tingkat penularan penyakit kusta di Jakarta
Pusat.
1.3. Pertanyaan Penelitian
1. Bagaimana hubungan kebersihan perorangan dengan tingkat kejadian penyakit kusta
di Jakarta Pusat?

1.4. Tujuan Penelitian


1.4.1. Tujuan Umum
Mengetahui hubungan kebersihan perorangan dengan tingkat kejadian penyakit
kusta.
1.4.2. Tujuan Khusus
1. Mengetahui hubungan kebersihan perorangan dengan tingkat kejadian penyakit
kusta di Jakarta Pusat.
2. Mengetahui hubungan perilaku kebersihan dengan tingkat kejadian penyakit kusta
di Jakarta Pusat.
3. Mengetahui hubungan kebiasaan perorangan dengan tingkat kejadian penyakit
kusta di Jakarta Pusat.

1.5. Manfaat Penelitian


Beberapa manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini antara lain adalah:
1.5.1. Manfaat Bagi Peneliti
Penelitian diharapkan dapat menjadi pengalaman dan pengetahuan tentang hubungan
kebersihan perorangan dengan tingkat penularan penyakit kusta khususnya di Jakarta
Pusat.

1.5.2. Manfaat Bagi Institusi


1. Penelitian dapat menjadi bahan pustaka dan literatur bagi Fakultas Kedokteran
Universitas Yarsi.
2. Penelitian dapat menjadi pedoman untuk mempelajari hubungan kebersihan
perorangan dengan tingkat penularan penyakit kusta bagi Fakultas Kedokteran
Universitas Yarsi.
1.5.3. Manfaat Bagi Masyarakat
Penelitian diharapkan dapat mengurangi tingkat kejadian kusta akibat kebersihan
perorangan yang buruk.

Anda mungkin juga menyukai