Anda di halaman 1dari 33

LEMBAR PENGESAHAN

Yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa:

Nama : Siti Hadriyanti Yapi

Stambuk : 111 2017 2086

Judul Referat : Appendicitis

Telah menyelesaikan tugas kepaniteraan klinik pada Bagian Ilmu Penyakit


Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Muslim Indonesia.

Makassar, 22 April 2019

Mengetahui,

Pembimbing, Penulis,

dr. Muh. Abduh, Sp.B Siti Hadriyanti Yapi


A. DEFINISI APPENDISITIS
Apendisitis adalah peradangan pada apendiks vermiformis. Ini adalah organ
berlubang yang terletak di ujung sekum, biasanya di kuadran kanan bawah perut.
Appendisitis merupakan penyebab utama operasi perut darurat.1,2,3

B. STRUKTUR APENDIKS
1. Anatomi Apendiks
Apendiks merupakan suatu organ yang berbentuk tabung seperti jari tangan
dan panjangnya kira-kira 10 cm (kisaran 3-15 cm), dan berpangkal di sekum.
Apendiks pada orang dewasa memiliki ukuran yang lebih panjang dibandingkan
anak-anak. Diameter luarnya dapat pada umumnya berukuran 0,3-0,8 cm,
sedangkan diameter lumennya berukuran 1-2 mm. Bagian distal mengalami reduksi
pada orang dewasa. Lumennya sempit di bagian proximal dan melebar di bagian
distal. Namun demikian, pada bayi appendiks berbentuk kerucut, lebar pada
pangkalnya dan menyempit ke arah ujungnya. Keadaan ini mungkin menjadi
penyebab rendahnya insiden apendisitis pada usia itu. Pangkal dari apendiks
terletak pada posteromedial caecum. Apendiks terletak dikuadran kanan bawah
abdomen. Tepatnya di ileosecum dan pangkalnya merupakan pertemuan ketiga
taenia coli (taenia libera, taenia colica, dan taenia omentum). Dari
topografianatomi, letak pangkal appendiks berada pada titik Mc Burney, yaitu titik
pada garis antara umbilicus dan SIAS kanan yang berjarak 1/3 dari SIAS kanan.4

Gambar 1. Anatomi Appendiks vermiformis4


Apendiks vermiformis disanga oleh mesoapendiks (mesenteriolum) yang
bergabung dengan mesenterium usus halus pada daerah ileum terminale.
Mesenteriolum berisi a. Apendikularis (cabang a.ileocolica). Orificiumnya terletak
2,5 cm dari katup ileocecal. Mesoapendiknya merupakan jaringan lemak yang
mempunyai pembuluh apendical dan terkadang juga memiliki limfonodi kecil. Pada
65% kasus, apendiks terletak intraperitoneal. Kedudukan itu memungkinkan apendiks
bergerak dan ruang geraknya bergantung pada panjang mesoapendiks
penggantungnya. Pada kasus selebihnya, apendiks terletak retroperitoneal, yaitu
dibelakang sekum, dibelakang kolon ascendens atau di tepi lateral kolon ascendens.
Gejala klinis appendisitis ditentukan oleh letak apendiks.4

Gambar 2. Letak Appendiks


vermiformis4
Apendiks dipersarafi oleh
parasimpatis dan simpatis. Persarafan
parasimpatis berasal dari cabang
nervus vagus yang mengikuti arteri mesenterika superior dan arteri appendikularis,
sedangkan persarafan simpatis berasal dari nervus thorakalis X. Olehkarena itu,
nyeri viseral pada appendisitis bermula di sekitar umbilikus. Pendarahan appendiks
berasal dari arteri Apendikularis cabang dari a.Ileocecalis,cabang dari a.
Mesenterica superior. A. Apendikularis merupakan arteri tanpa kolateral. Jika arteri
ini tersumbat, misalnya karena trombosis pada infeksi, apendiks akan mengalami
gangren.4
Banyak ahli anatomis yang berkeyakinan bahwa apendiks merupakan struktur
rudimenter (belum sempurna) pada usus besar dan tidak mempunyai fungsi pada
manusia. Ahli anatomi lainnya cenderung tidak setuju sebab Apendix vermiformis
pada bayi dan anak-anak terbentuk baik dan mempunyai gambaran histologikal yang
dibangun dengan baik sebagai organ lymphoid. Hal ini diyakini bahwa Apendix
vermiformis mempunyai peranan penting dalam fungsi immune yang sampai
sekarang belum ditemukan. Yang jelas bahwa Apendix vermiformis tidak
memperlihatkan fungsi digestive pada manusia.5,6
2. Histologi Apendiks
Secara histologi, lapisan dari Apendix vermiformis sesuai dengan lapisan yang
pada usus besar dimana terdiri atas tunika mukosa, lamina propria, tunika submukosa,

dan tunika muskularis. Sama seperti mukosa pada usus besar (sekum/ kolon). Pada
lamina propria terlihat penuh diisi oleh jaringan limfatis yang terdiri atas aggregasi
limfosit, scattered limfosit (limfosit yang tersebar-sebar) dan folikel limfoid sehingga
terlihat seolah-olah mengelilingi mukosa secara utuh, pada beberapa tempat terlihat

jaringan limfatis ini menembus muskularis mukosa dan masuk ke dalam submukosa.
Pada tunika submukosa terdiri atas anyaman penyambung padat dengan sedikit
jaringan limfatis, tunika muskularis terdiri dari lapisan dalam yang serat ototnya
berjalan sirkuler dan bagian luar berjalan longitudinal, pada apendiks tidak dijumpai
tenia koli.5
Lumen di luar tunika mukosa, lamina propria, tunika submukosa, tunika

muskularis, dan tunika adventisia, tidak ditemukan adanya glandula digestive atau

duktus sekretorius untuk produksi dari enzim pencernaan dan fungsi pencernaan.5
Gambar 3. Histologi Appendiks vermiformis5
3. Fisiologi Apendiks
Apendiks muncul dari midgut, yang merupakan bagian dari saluran
pencernaan duodenum hingga ke dua pertiga proksimal dari kolon transversum.
Midgut menerima suplai darahnya dari arteri mesenterika superior. Divertikulum
cecal muncul pada minggu ke-6 dan merupakan prekursor dari cecum dan apendix
vermiform. Dengan seiring perkembangan usus besar, sekum dan apendiks turun ke
perut kanan bawah di mana ekor apendiks kemudian dapat mengambil posisi
variabel. Selama minggu ke-14 dan 15, mukosa mengembangkan jaringan limfoid,
meminjamkan fungsi yang diusulkan dalam imunitas.6
Apendiks menerima darah dari cabang arteri posterior sekum, sedangkan vena
pada apendiks mengalir menuju sistem portal. Hal ini menjelaskan terjadinya
inflamasi hepar pada appendisitis. Saluran limfe pada appendiks mengalir ke nodus
mesoapendiks dan kemudian ke nodus perikolik kanan dan nodus ileosekal.6
Apendiks menghasilkan lendir 1-2 ml perhari. Lendir itu normalnya
dicurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya mengalir ke dalam sekum. Hambatan
aliran lendir di muara apendiks tampaknya berperan pada patogenesis apendisitis.
Imunoglobulin sekretoar yang dihasilkan oleh GALT (gut associated lymphoid tissue
) yang terdapat di sepanjang saluran cerna, termasuk apendiks, ialah Ig A.
Imunoglobulin itu sangat efektif sebagai pelindung terhadap infeksi. Namun
demikian, pengangkatan appendiks tidak mempengaruhi sistem imun tubuh karena
jumlah jaringan limfe disini kecil sekali jika dibandingkan dengan jumlahnya
disaluran cerna dan diseluruh tubuh.1
4. Embriologi Apendiks
Apendiks berasal dari sekum dan menjadi matur pada trimester kedua
kehamilan seorang ibu. Sekum mulai berkembang pada minggu kelima janin, tumbuh
sebagau divertikulum dari sekum dengan panjang 5-6 cm. Pada saat sekum mulai
muncul, tumbuh sebagai divertikulum dari distal primitive intestinal loop sebelum
berdiferensiasi menjadi usus besar dan usu kecil. Distal primitive intestinal loop
merupakan bagian dari usus tengah/midgut. Perkembangan dari usus tengah memilki
karakteristik berupa elongasi cepat dari usus dan mesenteriumnya, menghasilkan
pembentukan gelung usus primer/primary intestinal loop. Bagian apeks dari gelung
usus primer terhubung dengan kantung kuning telur melalui duktus vitellinus. Bagian
kranial dari gelung usus ini kemudian berkembang menjadi bagian distal dari
duodenum, jejenum dan ileum, sementara bagian kaudal menjadi bagian bawah dari
ileum, sekum, apendiks, kolon ascendens dan 2/3 bagian proksimal dari kolon
tranversal.6

Gambar 4. Rotasi Gelung Usus Primer6


Gelung usus primer kemudian akan mengalami pertambahan panjang yang
cepat terutama di bagian kranial. Pertumbuhan yang cepat dan membersarnya hati
yang terjadi serentak menyebabkan rongga perut untuk sementara menjadi terlampai
kecil untuk menampung semua usus dan gelung usus akan masuk ke rongga selom
ekstraembrional di dalam tali pusat selama perkembangan minggi keenam (hernia
umbilikalis fisiologis). Pada minggu kesepuluh, gelung usus yang mengalami
herniasi, kembali ke dalam rongga abdomen. Faktor yang mempengaruhi kembalinya
gelung usus ke dalam rongga abdomen diperkirakan adalah menghilangnya
mesonefros, berkurangnya pertumbuhan hati dan bertambah luasnya rongga
abdomen. Bagian proksimal dari jejenum merupakan bagian pertama yang masuk
kembali ke rongga abdomen dan terletak semakin ke kanan. Tunas sekum, yang
tampak pada minggu keenam sebagai pelebaran kecil berbentuk kerucut dari bagian
kaudal gelung usus primer, merupakan bagian yang terakhir masuk ke rongga
abdomen, terletak pada kuadran kanan bagian atas, di bawah bagian kanan dari
hepar.6

Gambar 5. Urutan Tahap Perkembangan Sekum dan Apendiks6


Bagian tunas sekum kemudian bergerak turun menuju ke dalam fossa iliaka
kanan dan membentuk kolon asendens dan fleksura hepatika pada bagian kanan dari
rongga abdomen. Selama proses ini, bagian ujung distal dari tunas sekum membentuk
divertikulum sempit, yaitu apendiks primitif. Apendiks berkembang saat
perkembangan kolon asendens, sehinga posisi akhir dari apendiks pada umumnya
terletak posterior dari sekum atau kolon, yaitu retrosekalis/retrolika.6
Gambaran sel epitel apendiks terlihat bersih karena jumlah glikogen
intrasitoplasmik yang banyak. Sel endokrin tumbuh di jaringan ikat subepitel pada
minggu kesembilan ketika membran basal epitel belum terbentuk sepenuhnya dan
lapisan muskularis mukosa belum berkembang. Stem cell limfoid kemudian
bermigrasi ke jaringan mesenkim apendiks dan limfosit matur muncul ketika panjang
janin telah mencapai 100 mm dan limfoid beragregasi pada minggu ketujuhbelas.
Bagian apeks dari folikel limfoid sampai ke epitel saat fetus telah mencapai 150 mm
dan sel limfoid menginvasi epitel. Sel makrofag muncul setelah limfosit dan struktur
neural primitif mulai berkembang pada trimester pertama.6

C. EPIDEMIOLOGI
Apendisitis paling sering terjadi antara usia 5 tahun sampai 45 tahun dengan
usia rata-rata 28 tahun. Insidensinya sekitar 233/100.000 orang. Laki-laki memiliki
kecenderungan sedikit lebih tinggi untuk mengembangkan apendisitis akut
dibandingkan dengan perempuan, dengan kejadian seumur hidup 8,6% untuk pria dan
6,7% untuk wanita. Ada sekitar 300.000 kunjungan rumah sakit setiap tahun di
Amerika Serikat untuk masalah terkait usus buntu. Jumlah ini meningkat pada negara
berkembang. Pola makan, genetik dan jenis kelamin juga diperkirakan memiliki
kaitan yang erat dengan kejadian apendisitis.2
Kasus apendisitis juga dapat dijumpai pada neonatus dan pasien dengan umur yang
lebih tua. Apendisitis yang sering terjadi pada kedua golongan umur ini adalah
apendisitis dengan perforasi. Neonatal apendisitis pada umumnya disebebkan oleh
adanya neonatal necrotizing enterocoloitis, kistik fibrosis, Hirschprung disease atau
bakteremia.2

D. ETIOLOGI DAN PATOFISIOLOGI


Beberapa penelitian menunjukkan bahwa faktor yang paling berperan dalam
etiologi terjadinya apendisitis akut adalah obstruksi lumen apendiks. Percobaan pada
binatang dan manusia menunjukkan bahwa total obstruksi pada pangkal lumen
apendiks dapat menyebabkan apendisitis. Pada keadaan klinis, factor obstruksi
ditemukan dalam 60 - 70 % kasus. Sekitar 60% obstruksi disebabkan oleh hiperplasi
kelenjar limfe submukosa, 35% disebabkan oleh fekalit, dan 5% disebabkan oleh
factor obstruksi yang lain.

Beberapa penelitian klinis berpendapat bahwa parasit seperti Entamoeba


histolytica, Trichuristrichiura, dan Enterobiusvermicularis dapat menyebabkan erosi
membrane mukosa apendiks dan perdarahan.Pada awalnya Entamoeba histolytica
berkembang di kripteglandula intestinal. Selama infasi pada lapisan mukosa, parasit
ini memproduksi enzim yang dapat menyebabkan nekrosis mukosa sebagai pencetus
terjadinya ulkus.Keadaan obstruksi berakibat terjadinya proses inflamasi. Beberapa
keadaan yang mengikuti setelah terjadinya obstruksi adalah akumulasi dan
peningkatantekanan dari cairan intraluminal, kongesti dinding apendiks, obstruksi
vena dan arteri, yang akhirnya menimbulkan keadaan hipoksia sehingga
mengakibatkan invasi bakteri.6

Kabarnya, Appendisitis disebabkan oleh obstruksi lumen appendix dari


berbagai penyebab. Independen dari etiologi, obstruksi diyakini menyebabkan
peningkatan tekanan dalam lumen. Seperti peningkatan suatu yang berhubungan
dengan sekresi cairan dan lendir secara terus menerus dari mukosa dan stagnasi bahan
ini. Pada saat yang sama, bakteri usus dalam appendiks berkembang biak, yang
mengarah ke perekrutan sel darah putih dan pembentukan nanah dan selanjutnya
peningkatan tekanan intraluminal yang tinggi.
Jika obstruksi appendix berlanjut, tekanan intralumen meningkat akhirnya di
atas bahwa dari pembuluh darah appendix, yang mengarah ke obstruksi aliran vena.
Sebagai akibatnya, dinding appendix mengalami iskemia, yang mengakibatkan
hilangnya integritas epitel dan memungkinkan invasi bakteri dari dinding appendix.
Dalam beberapa jam, kondisi lokal ini dapat memperburuk karena trombosis
arteri apendikularis dan vena, menyebabkan perforasi dan gangren appendiks. Karena
proses ini terus berlanjut, abses periappendicular atau peritonitis dapat terjadi.4

E. GAMBARAN KLINIS
Gejala apendisitis akut dapat dibedakan ke dalam dua tipe, yaitu gejala
tipikal dan gejala atipikal. Gejala tipikal meliputi nyeri samar- samar dan
tumpul yang bermula pada umbilikus atau periumbilikus sebelum terlokalisir
pada fossa iliaca kanan (sebelah kanan bawah abdomen). Nyeri biasanya
berhubungan dengan penurunan nafsu makan (74-78% kasus), demam, mual
(61-92% kasus), dan muntah (50% kasus) yang dapat berlangsung atau tidak.
Ketika muntah berlangsung, beberapa saat kemudian selalu diikuti oleh sakit
perut yang hebat. Pada saat muntah mendahului terjadinya nyeri ini
menunjukkan bahwa terjadi obstruksi pada usus.
Gejala atipikal muncul dalam 2-12 jam dimana nyeri berpindah ke perut
kanan bawah ke titik Mc Burney, nyeri dirasakan lebih tajam dan lebih jelas
letaknya sehingga merupakan nyeri somatik setempat, yang bersifat menetap
dan diperberat bila berjalan atau batuk. Tidak semua orang yang menderita
apendisitis mengalami semua gejala tersebut.
Variasi letak  Appendix vermiformis, umur pasien, serta beratnya
inflamasi membuat gejala dari apendisitis tidak konsisten. 4 Bila letak
apendiks retrosekal retroperitoneal, karena letaknya terlindung oleh sekum,
tanda nyeri perut kanan bawah tidak begitu jelas dan tidak ada tanda
rangsangan peritoneal. Rasa nyeri lebih ke arah perut sisi kanan atau nyeri
timbul pada saat berjalan karena kontraksi m.psoas mayor yang menegang
dari dorsal.
Apendiks yang terletak di rongga pelvis, bila meradang dapat
menimbulkan gejala dan tanda rangsangan sigmoid atau rectum sehingga
peristaltik meningkat, pengosongan rektum akan menjadi lebih cepat dan 
berulang-ulang. Jika apendiks tadi menempel ke kandung kemih, dapat
terjadi peningkatan frekuensi kencing, karena rangsangan dindingnya.
Gejala apendisitis akut pada anak tidak spesifik. Gejala awalnya sering
hanya rewel dan tidak mau makan. Anak sering tidak bisa melukiskan rasa
nyerinya. Dalam beberapa jam kemudian akan timbul muntah-muntah dan
anak menjadi lemah dan letargik. Karena gejala yang tidak khas tadi, sering
apendisitis diketahui setelah terjadi perforasi. Pada bayi 80-90% apendisitis
baru diketahui setelah terjadi perforasi.
F. DIAGNOSIS

Diagnosis apendisitis ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan


fisis, dan pemeriksaan penunjang lainnya.
1.  Anamnesis

Anamnesis sangat penting dalam menegakkan diagnosis suatu


penyakit. Hampir 80% diagnosis penyakit dapat ditegakkan melalui
anamnesis. Dalam kasus apendisitis, seorang dokter akan mengajukan
banyak  pertanyaan antara lain: Keluhan utama ? Dialami sejak kapan ?
Lokasinya ? Pola nyeri ? Berat ringannya gejala ? Kondisi medik
lainnya ? Riwayat penyakit dalam keluarga ? Riwayat pengobatan ?
Riwayat penyakit sebelumnya ? Riwayat penggunaan alkohol,
merokok ?

Pada umumnya pada kasus apendisitis, pasien datang dengan


keluhan utama nyeri perut kanan bawah dengan sifat nyeri samar-
samar dan tumpul yang bermula pada umbilikus atau periumbilikus
sebelum terlokalisir pada fossa iliaca kanan (sebelah kanan bawah
abdomen) yang diikuti oleh anoreksia, nausea, dan muntah. Pada kasus
apendisitis akut yang umumnya berlangsung lebih dari 1-2 hari, yang
dalam 2-12 jam dimana nyeri berpindah ke perut kanan bawah ke titik
Mc Burney, nyeri dirasakan lebih tajam dan lebih jelas letaknya
sehingga merupakan nyeri somatik setempat, yang bersifat menetap
dan diperberat bila berjalan atau batuk. Sementara pada kasus
apendisitis kronis terdapat riwayat nyeri perut kanan bawah lebih dari
dua minggu.

Sangat penting untuk menanyakan riwayat penyakit


sebelumnya, riwayat penyakit dalam keluarga, riwayat
pengobatan maupun riwayat penggunaan alkohol maupun merokok,
disebabkan banyak gangguan lain yang juga memberikan gambaran
klinis akut abdomen yang harus dibedakan dengan apendisitis akut.
2.   Pemeriksaan Fisis
Sebelum melakukan pemeriksaan fisis, seorang dokter
maupun seorang perawat sebelumnya melakukan pemeriksaan
terhadap status vitalis pasien meliputi tekanan darah, nadi, suhu,
dan pernafasan. Ditemukan bahwa   pasien tampak kesakitan,
membungkuk, dan memegang perut kanan bawah. Demam
biasanya ringan, dengan suhu 37.5 – 38.5oC. Bila suhu lebih
tinggi, mungkin sudah terjadi perforasi. Bisa terdapat perbedaan
suhu aksiler dan suhu rektal sampai 1 oC.1 Pemeriksaan fisis
dilakukan dari kepala hingga kaki ( Head to Toe) meliputi
inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi.2
a. Inspeksi

Pemeriksaan pada perut sangat membantu untuk


mempersempit diagnosis. Lokasi nyeri sangat penting.2 Pada
inspeksi perut tidak ditemukan adanya gambaran yang
spesifik. Kembung sering terlihat pada penderita dengan
komplikasi perforasi. Penonjolan perut kanan bawah bisa
dilihat pada massa atau abses periapendikuler.1
b.   Palpasi

Pada palpasi didapatkan nyeri yang terbatas pada regio


iliaka kanan bisa disertai nyeri lepas (ditemukan pada 96%
pasien), tapi ini tidak spesifik. 
 Nyeri tekan perut kiri bawah ditemukan hanya pada
pasien dengan situs inversus atau anatomi apendiks yang
panjang sampai pada kuadran perut kiri bawah, hal ini jarang.
Defans muskuler menunjukkan adanya rangsangan
peritoneum parietal. Nyeri tekan perut kanan bawah ini
merupakan kunci diagnosis. Pada penekanan perut kiri bawah
akan dirasakan nyeri di perut kanan bawah yang disebut
rovsing sign. Pada apendisitis retrosekal atau retroileal
diperlukan palpasi dalam untuk menentukan adanya nyeri.
Dapat pula ditemukan nyeri perut kanan bawah apabila
tekanan di perut kiri bawah dilepaskan yang disebut
sebagai blumberg sign.
Tanda-tanda dari apendisitis akut kebanyakan sangat jelas, tetapi
terjadi kurang dari 10% pasien dengan apendisitis akut, dan
ketidakhadirannya tidak harus mencegah untuk melakukan pemeriksa
agar mendapatkan diagnosis yang lebih akurat:
a. Nyeri Rebound Blumberg- nyeri terjadi pada saat pengangkata tekanan
yang diberikan pada abdomen dibandingkan pada saat tekanan
diberikan.

Gambar 7 Blumberg Sign


b. Rovsing sign - tekanan tangan ke sisi kiri bawah perut dan nyeri yang
terasa di sisi kanan bawah perut setelah ditekan di sisi kiri
menunjukkan adanya tanda Rovsing ini.
Gambar 8. Rovsing Sign
c. Psoas sign (nyeri kuadran kanan bawah dengan ekstensi pinggul
kanan). Otot psoas kanan berjalan di atas panggul dekat apendiks.
Meregangkan otot ini akan menyebabkan sakit perut jika apendiks
yang meradang. Pasien menerapkan perlawanan terhadap lutut kanan,
pasien diperintahkan mencoba untuk mengangkat paha kanan sambil
berbaring.

Gambar 9. Psoas Sign


d. Obturator sign (nyeri
kuadran kanan
bawah dengan fleksi
dan rotasi internal
pinggul kanan). Otot
obturator yang tepat juga berjalan dekat apendiks, pasien diminta
untuk berbaring dengan kaki ditekuk tepat di lutut. Lutut kiri ditekuk
dan kanan digerakkan obturator bergerak dan akan menyebabkan sakit
perut jika apendiks meradang. Tanda tergantung pada lokasi apendiks
dalam kaitannya dengan otot-otot ini dan gelardari peradangan usus
buntu.

Gambar 10 Obturator Sign

Temuan pada per rektal dan pemeriksaan vagina mungkin normal,


meskipun nyeri ke kanan mungkin ada terutama di appendiks pelvis.nyeri
pada pemeriksaan rektal mungkin sugestif tetapi tidak diagnostik sebagai
apendisitis. Namun, kegunaan pemeriksaan dubur pada pasien dengan
apendisitis akut telah dipertanyakan pemeriksaan dubur berulang, terutama
pada anak-anak, yang menjadi beban dan menawarkan sedikit nilai
diagnostik. Pada pasien dengan tanda dan gejala yang konsisten dengan
presentasi klasik apendisitis akut, pemeriksaan rektal menawarkan sedikit ke
arah arah diagnostik yang akurat. Pemeriksaan rektal harus disediakan bagi
orang-orang yang dicurigai mengalami patologi panggul atau rahim atau
pada presentasi atipikal yang menyarankan appendicitis panggul atau
retrocaecal appendicitis.5
c.   Perkusi

Didapatkan nyeri ketok pada perut kanan bawah, ini


menandakan terjadi proses inflamasi pada apendiks.
d. Auskultasi

Peristaltik usus sering normal, peristaltik dapat hilang


karena ileus paralitik dapat hilang pada peritonitis generalisata
akibat apendisitis perforata.
3. Clinical Diagnostic Score
Diagnostik pemeriksaan melalui sistem skoring. Clinical diagnostic score
untuk appendisitis banyak, adapun diantaranta Alvarado score, kalesaran score
dan labeda score.
a. Skor Alvarado
Skor Alvarado adalah sistem skoring klinis digunakan dalam diagnosis
apendisitis. Skor ini memiliki 6 item klinis dan 2 pengukuran laboratorium
dengan total 10 poin.4

Tabel Skor Alvarado Skor


Gejala Klinis
         Nyeri abdominal pindah ke fossa iliaka kanan 1
         Nafsu makan menurun 1
         Mual dan atau muntah 1
Tanda Klinis
         Nyeri lepas 1
         Nyeri tekan regio iliaka kanan 2
         Demam (suhu > 37,5⁰ C) 1
Pemeriksaan Laboratoris
         Leukositosis (leukosit > 10.000/ml) 2
         Shift to the left  (neutrofil > 75%) 1

TOTAL 10
Skor dari 5 atau 6 kompatibel dengan diagnosis apendisitis akut. Sebuah nilai
7 atau 8 menunjukkan usus buntu kemungkinan, dan skor 9 atau 10
menunjukkan apendisitis akut sangat mungkin.3
b. Skor Kalesaran
Dari skor kalesaran ini dapat menentukan tindakan selanjutnya dalam
penanganan kasus appendisitis

c. Skor Labeda
Dari sistem skor ini yang diuji berdasarkan jenis kelamin secara
prospektif. Variable jenis kelamin ternyata turut mempengaruhi
akurasi diagnostik
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Meskipun pemeriksaan dilakukan dengan cermat dan teliti, diagnosis klinis

apendisitis akut masih mungkin salah sekitar 15-20% kasus. Untuk menurunkan

angka kesalahan diagnosis apendisitis akut bila diagnosis meragukan, sebaiknya

dilakukan observasi penderita di rumah sakit dengan pengamatan setiap 1-2 jam.
Kesulitan untuk mendiagnosis apendistis akut ini dapat pula dipermudah dengan
melakukan beberapa pemeriksaan penunjang, antara lain terdiri atas pemeriksaan
labolatorium (pemeriksaan darah rutin, urinalisis, C-Reactive Protein) dan

pemeriksaan radiologi.1,4
a. Pemeriksaan Laboratorium
1) Pemeriksaan Darah Rutin
Pemeriksaan darah rutin biasanya digunakan untuk melihat ada tidaknya

infeksi, seperti peningkatan jumlah leukosit. Akan terjadi leukositosis ringan (10.000-

20.000/ml) pada 80-85% pada pasien dewasa, yang disertai dengan peningkatan
jumlah netrofil lebih dari 75% berlangsung pada 78% pasien, terlebih pada kasus

dengan komplikasi. Demam ditemukan pada 4% pasien dengan apendisitis akut


dimana jumlah sel darah putihnya kurang dari 10.000/ml dan netrofil kurang dari
75%.
2) Urinalisis
Urinalisis adalah pengujian sampel urin yang digunakan untuk menyingkirkan
infeksi saluran kemih atau batu ginjal. Urinalisis mungkin berguna dalam
membedakan appendicitis dari kondisi saluran kemih. piuria ringan dapat terjadi pada
pasien dengan usus buntu karena hubungan usus buntu dengan ureter kanan. piuria
parah adalah temuan yang lebih umum pada infeksi saluran kemih (ISK). Proteinuria
dan hematuria menyarankan penyakit genitourinaria atau gangguan
hemocoagulative.4
3) C-Reactive Protein
Akurasi CRP cukup tinggi pada appendisitis, yaitu 80 - 90% dan lebih dari
90%. Nilai normal CRP 10 mg/l (> 1mg/dl). Peningkatan kadar CRP lebih dari 1
mg/dl menunjukkan sensitivitas 89,5%, spesifitas 100% dan akurasi 90,9% untuk
diagnose apendisitis akut. Pada dasarnya inflamasi merupakan reaksi lokal dari
jaringan hidup terhadap suatu jejas. Fungsi inflamasi di sini adalah memobilisasi
semua bentuk pertahanan tubuh dan membawa mereka pada tempat yang terkena
jejas dengan cara mempersiapkan berbagai bentuk fagosit (lekosit polimorfonuklear,
makrofag) pada tempat tersebut, pembentukan berbagai macam antibodi pada daerah
inflamasi, menetralisir dan mencairkan iritan, membatasi perluasan inflamasi dengan
pembentukan fibrin dan terbentuknya dinding jaringan granulasi. Disamping terjadi
leukositosis maka dalam tubuh juga akan terjadi suatu reaksi imunologis ( reaksi
antigen-antibodi ), baik secara humoral yang fungsinya dilakukan oleh
immunoglobulin dan secara selluler yang dilakukan sel limfosit, yang terdiri dari sel
limfosit T dan B. Kedua limfosit berasal dari limfoid stem sel yang bermigrasi ke
kelenjar timus kemudian diproses dan berdiferensiasi membentuk T limfosit
sedangkan satunya ke sumsum tulang diproses dan berdeferensiasi membentuk
limfosit B.8

b. Pemeriksaan Radiologi
1) Foto Polos Abdomen
Ginjal-ureter-kandung kemih (KUB) tampilan radiografi biasanya digunakan
untuk memvisualisasikan sebuah appendicolith pada pasien dengan gejala yang
konsisten dengan usus buntu. Temuan ini sangat sugestif dari usus buntu, tapi
appendicoliths juga terjadi pada kurang dari 10% kasus. Konsensus dalam literatur
adalah bahwa radiografi polos tidak sensitif, spesifik, dan tidak hemat biaya.4

Gambar 11. Gambaran Foto Polos Abdomen menunjukkan adanya distensi


caecum dengan gambaran fecal loading.
2) CT-Scan Abdomen
CT-Scan abdomen merupakan Gold Standar bagi pemeriksaan radiologi yang

penting dalam mengevaluasi pasien apendisitis dengan gejala yang tidak khas
terutama mereka yang tidak jelas anamnesis dan pemeriksaan fisis (CT-Scan
abdomen jarang digunakan pada wanita yang hamil maupun anak-anak mengingat

efek radiasi yang ditimbulkan).1,4

Gambar 12. CT scan menunjukkan pembesaran appendiks yang disertai


penebalan dinding dari appendiks, dan tidak terisi oleh kontras dan terlihat
berdekatan dengan otot psoas.

Keuntungan dari CT-Scan abdomen meliputi sensitifitas dan akurasi yang


tinggi dibandingkan dengan tehnik pemeriksaan radiologi lainnya (sensitifitas dan
spesifitas CT-Scan abdomen hampir sama yaitu mencapai 95% = sensitivitas: 94%,
spesifitas: 95%), dalam hal ini CT-Scan abdomen lebih akurat dibandingkan dengan

USG abdomen untuk mendiagnosis apendisitis pada orang dewasa dan anak remaja.
Keuntungan lainnya CT-Scan tidak invasive, dan mempunyai potensi untuk
mengevaluasi kelainan akut abdominal lainnya. Kerugiannya antara lain pasien akan
terpapar oleh radiasi, berpotensi untuk menimbulkan reaksi anafilaktik pada
pemakaian kontras intravena, waktunya lebih lama jika digunakan kontras melalui
mulut, dan pasien akan merasa tidak nyaman jika digunakan kontras melalui rektum.
CT-Scan abdomen merupakan metode yang dapat digunakan untuk membedakan
periappendiks flegmon dengan abses.
3) USG Abdomen
Apendiks diidentifikasi sebagai struktur tubular yang tidak menunjukkan
aktivitas peristaltik. Kriteria yang paling banyak digunakan untuk mendiagnoda
apendisitis pada USG adalah: a) Apendisitis tanpa kompresi dengan penampang
diameter lebih besar dari 6 mm, b) Adanya apendicolith, yang didefinisikan sebagai
deposit kalsifikasi pada apendiks yang dapat menyebabkan obstruksi lumen, c)
Adanya cairan di daerah periapendiceal mendukung adanya perforasi apendiks.
Beberapa penulis melaporkan akurasi yang tinggi dari USG untuk mendiagnosis
apendisitis akut pada semua anak dengan nyeri perut yang dicurigai apendisitis. Para
penulis melaporkan bahwa akurasi USG dalam mendiagnosis apendisitis berkisar
antara 89% sampai 94% dan berkisar dari 89% sampai 98%. USG sebagai alat
diagnostik untuk apendisitis akut memiliki tiga kelemahan yaitu ketergantungan
kepada operator yang berpengalaman, kesulitan untuk memvisualisasi apendiks yang
tidak meradang pada pasien yang tidak ada gejala yang khas. Karakteristik pasien
seperti tumpang tindih antara udara dan 18 feses, pasien obesitas, nyeri perut yang
berlebihan tidak memungkinkan untuk dilakukan kompresi yang memadai dan anak
yang non kooperatif juga berkontribusi terhadap kesalahan diagnosis. USG dapat
menunda terapi definitif dan tidak bisa dijadikan alat bantu diagnostik jika dikerjakan
oleh operator yang kurang pengalaman.8
Gambar 13. (A) Gambaran Sonogram Transabdominal potongan
Transversal. (B) Gambaran Sonogram Transabdominal potongan Sagital.

H. DIAGNOSIS BANDING
1. Kehamilan ektopik terganggu
Gejala klinis mirip dengan apendisitis akut. Hampir selalu ada riwayat
terlambat haid dengan keluhanyang tidak menentu. Jika ada ruptur tuba atau abortus
kehamilan di luar rahim dengan pendarahan, akan timbul nyeri yang mendadak dius
di daerah pelvis dan mungkin terjadi syok hipovolemik. Pada pemeriksaan vagina, di
dapatkan neri penonjolan dan penonjolan rongga Douglas dan pada kuldosentesis di
dapatkan darah.1
2. Infeksi panggul
Salpingitis akut kanan sering di kacaukan dengan apendisitis akut. Suhu
biasanya lebih tinggi dan nyeri perut bagian bawah lebih difus. Infeksi panggul pada
wanita biasanya disertai keputihan dan infeksi urin. Pada colok vagina, akan timbul
nyeri hebat di panggul jika uterus diayunkan. Pada gadis dapat dilakukan colok dubur
jika perlu untuk diagnose banding.1
3. Ureterolithiasis kanan
Adanya riwayat kolik dari pinggang kanan ke perut yang menjalar dari inguinal
kanan merupakan gambaran khas. Eritrosituria sering ditemukan. Foto polos perut
atau BNO IVP dapat memastikan penyakit ini. Pielonefritis sering disertai dengan
demam tinggi, menggigil, nyeri kostovertebral disebelah kanan, dan piuria.1
4. Gastroenteritis
Pada gastroenteritis rasa mual, muntah, dan diare berlebihan merupakan gejala
yang palin menonjol dan khas mendahului mulainya nyeri yang berbatas kurang tegas
atau lebih berifat kram dibandingkan nyeri yang terlihat pada apendisitis.1,10

I. KOMPLIKASI
Appendicectomy merupakan salah satu prosedur tindakan dengan tingkat
kegagalan yang rendah pada appendisitis yang di sertai perforasi, meliputi 0,8 per
1000 kasus. Tingkat mordibitas dan mortalitas kasus appendisitis berbeda beda sesuai
tingkat keparahan dan akan meningkat sampai 5,1 per 1000 kasus yang di sertai
dengan perforasi.sedangkan rata-rata kasus appendisitis dengan perforasi meliputi
16% sampai 30% , dan akan meningkat sesuai dengan umur. Untuk anak anak
kasusnya akan meningkat apabila tidak terdiagnosis dengan baik.
Tingkat mortalitas dan mordinitas juga akan meningkat apabila di temukan
perforasi yang tidak di tangani dengan baik yang dimana meliputi 20 sampai
25% .bahkan tindakan pengangkatan appendisitis normal juga dapat meningkatkan
derajat komplikasi.
Infeksi Luka pada Appendisitis
Tingkat infeksi pada pasien yang pernah mengalami appendisitis meningkat
tergantung dari infeksi saat mengalami operasi dan juga dari pengobatan dengan
menggunakan antibiotik yang tidak tepat.adapun tingkat infeksi bervariasi di mulai
dengan 5% perkasus dengan appendisitis simple sampai 20% yang di sertai dengan
gangrene dan perforasi.
Abses Intraabdominal
Abses intraabdominal dan abses pelvic biasanya terjadi apabila ada kontaminasi
dengan peritoneal cavity. Adapaun gejalanya yaitu demam yang naik turun dan dapat
di diagnosis dengan menggunakan CT Scan serta USG. Abses dapat di tangani
dengan percutaneus drain( mengeluarkan abses) dengan bantuan foto
radiologi.sedangkan untuk abses pelvic harus dengan drainase terbuka pada pelvic.
Penggunaaan antibiotik yang tepat juga menunjukkan menurunnya angka infeksi pada
kasus abses intra abdominal.

J. PENATALAKSANAAN
Penanganan pada pasien appendisitis bervariasi sesuai dengan tingkat
keparahan penyakitnya.umumnya pasien terlebih dahulu mendapatkan cairan
resusitasi sebelum pembedahan,tapi pada pasien yang mengalami appendisitis non
perforasi pemberian cairan resusitasi biasanya cuman di berikan selama 1 sampai 2
jam.
Pasien yang mengalami appendisitis akut yang tidak mengalami perforasi
sebaiknya langsung di berikan operasi appendictomy.sudah terdapat beberapa
penelitian terhadap peran pemberian antibiotik sendiri yang di berikan pada pasien
appendisitis.eriksson dan Granson melakukan percobaan acak terhadap pemberian
antibiotik vs pembedahan pada pasien denngan appendisitis menunjukkan
keberhasilan dengan penggunaan obat pada terapi mencapai 95%,tetapi menunjukkan
adanya insiden rekurentsi mencapai 35% sertai follow up singkat.antibiotik sendiri
telah di gunakan pada penderita appendisitis dengan kondisi tertentu seperti pada
pelaut dan turis yang melakukan perjalan dengan kapal selam.dan di karenakan
tingkat rekurensi yang tinggi maka,standart penanganan appendisits yaitu melalui
tindakan operasi,terdapat beberapa sumber yang mengatakan bahwa pemberian
antibiotik prophylactic harus di berikan sebelum operasi appendictomy di
lakukan.tapi pada appendisits akut.penggunaan single dose antibiotik sudah cukup di
lakukan di karenakan banyak sekali pilihan obat yang dapat di berikan untuk
melawan bakteri anaerob dan bakteri gram negatif.adapun pilihannya berupa
cefoxitin dan cefotetan untuk prophylaxis.dahulu prosedur pengangkatan appendiks
pada pasien yang ternyata normal adalah hal yang di terima jika terdapat adanya
pembengkakan pada appendiks yang sudah mencapai 20%.tetapi hal ini berbeda
apabila pasien adalah seorang wanita di sebabkan karena kemiripan dengan penyakit
tuba fallopi dan kelainan ovarium.7
Antibiotik sebagai terapi definif
Dahulu terapi penanganan pada penderita appendisitis adalah dengan
pendekatan pembedahan.hal ini berdasarkan asumsi bahwa seiring berjalannya waktu
appendiks yang normal akan mengalami perforasi,seriring dengan meningkatnya
faktor mordibitas dan mortalitas.akibatnya penanganan pembedahan pada appendiks
yang normal adalah hal yang lumrah untuk menghindari terjadinya peforasi.7
Pembedahan
Ada dua cara pendekatan pada terapi appendisitis yang tidak mengalami
perforasi.yaitu melalui pembedahan terbuka biasanya berupa pembedahan transversal
di bagian bawah qudrant kanan bawah (Davis-Rockey) atau dengan meng insisi
secara Oblique (McArthur-Mcburney) dengan pembatas otot yang berada di sekitar
garis pembedahan tersebut atau bisa pula pembedahan searah garis meridian,tapi yang
terakhir sangat jarang sekali di lakukan.adapun area pembedahan berada di sekitaran
garis midclavivular.pada kasus dimana diagnosis sulit di tegakkan.pembedahan pada
garis tengah periumbilical dapat di lakukan.setelah rongga peritoneum terlihat,maka
seketika itu pula appendiks akan terlihat dengan sendirinya dengan cara melakukan
sedikit manipulasi pada appendiks dan caecum.sangat tidak di anjurkan saat
pembedahan irisan terlalu luas.irisan sepanjang 1 sampai 2 cm sudah cukup
memenuhi prosedur pembedahan.saat appendiks sudah terlihat,maka pengangkatan
mesoappendiks dapat di lakukan dengan cara menjepitnya dengan clamp dan di
lakukan pengikatan pada bagian tersebut.ada beberapa teknik saat kita ingin
membuang appendiks.beberapa ahli bedah melakukan ligasi pada bagian dasar dari
appendiks lalu di lakukan insisi.sedanngkan yang lain membuat simpul atau Ikatan Z
pada bagian appendiks lalu membuang appendiks tersebut,setelah itu menarik dasar
dari appendiks tersebut kembali ke dalam caecum.kedua tindakan tersebut adalah hal
yang umum untuk di lakukan.setelah appendiks telah di buat maka caecum di
masukkan kembali ke rongga abdomen dan peritoneum lalu di tutup.bekas biasanya
akan tertutup sendiri pada kebanyakan pasien yang mengalami appendisitis non
perforasi di sebabkan karena resiko infeksi yang hanya kurang dari 5%.7
Appendisitis telah menjadi penyakit yang memerlukan penganganan
pembedahan secara langsung dan appendiktomy telah lama menjadi gold standart
pada terapi appendisitis.tetapi di karenakan untuk mendiagnosis appendisits umunya
hanya melalui gejala klinis serta sejarah penyakit dan pemeriksaan fisik maka dapat
menyebab terjadinya false positif saat operasi dan tertundanya penanganan dan di
perparah denngan tingkat mordibitas serta keparah kondisinya.7
Laparoscopy
Data tentang keberhasilan laparascopy pada pasien penderita appendisitis
tercatat pertama kali pada tahun 1983.beberapa tahun lebih awal di bandingkan
pendekatan pertama kali laparascopy pada cholecystectomy .hanya saja keberhasilan
laparascopy pada pasien appendisitis baru terkenal saat laparascopy pada
cholecystetomy berhasil.hal ini di sebabkan karena hasil pembedahan appendectomy
sudah lebih minim secara invasif.pembedahan laparascopy di lakukan di bawah
anastesi umum.penggunaan nasogastric tube dan kateter urin di lakukan untuk
menghindari pneumoperitoneum.laparascopy umumnya menggunakan 3 buah port
atau gerbang masuk alat laparascopy.4 buah port baru di gunakan saat saat letak
appendiks berada di bagian retrocecal.operator bedah berdiri di sebelah kiri
pasien,sedangkan seorang asisten di butuhkan untuk mengontrol camera .lalu trocar
di masuk di bagian umbilical (10 mm) lalu trocar ke dua di letakkan di bawah
suprapubic.7
Gambar 14. (A) Diagram Ruang Operasi. (B) Tempat masuknya alat
laparoscopy.

Beberapa ahli bedah meletakkan trocar kedua di bagian kiri quadrant kanan
bawah.untuk trocar suprapubic berukuran antara 10 sampai 12 mm tergantung dari
jepitan yang di gunkan.sedangkan peletakan dari trocar ke tiga (5 mm) bervariasi dan
biasanya berada di antara di bagian kiri bawah diagram,epigastrium atau kanan atas
quadrant.peletekan trokar tergantung dari posisi appendiks dan pilihan operator bedah
sendiri.adapun tahapannya ,abdomen terlebih dahulu di inspeksi untuk melihat ada
tidaknya kelainan yang lain.dan cara untuk mengindentifikasi appendiks yaitu dengan
memperhatikan bagian anterior dari taeniae sampai ke dasarnya.pemotongan
appendiks dari dasarnya oleh ahli bedah menyebabkan tercipta celah antara
mesenterium dan dasar appendiks.saat terjadi inflamasi pada mesoappendiks biasanya
mesoappendiks di pisahkan untuk mencegah terjadinya inflamasi pada di sekitar
mesenterium dengan menggunakan klip serta elecrocauter,scalper atau staples.untuk
mencegah appendiks berbalik arah.appendiks di potong dengan menggunakan trocar
atau tas pengambilan.dasar appendiks yang telah di potong mesti di evaluasi untuk
menjaga hemostasis.setelah itu quadrant kanan bawah mesti segera di irigasi ,lalu
trocar di cabut tegak lurus.7
Natural Orifice Transluminal Endoscopic Surgery
Natural Orifice Transluminal Endoscopic Surgery (NOTES) adalah prosedur
pembedahan terbaru dengan menggunakan endoskopi yang fleksibel untuk melihat
dalam rongga abdominal. Pada prosedur ini akses yang digunakan untuk masuk
kedalam rongga abdomen melewati celah organ yang normal, yang dimana dicapai
dengan membuat lubang pada bagian luar abdomen. Adapun keuntungannya yaitu
dengan berkurangnya rasa nyeri setelah operasi, singkatnya waktu penyembuhan
serta berkurangnya terjadinya insiden infeksi pada luka dan juga hernia pada dinding
abdominal dan juga tidak adanya luka setelah operasi. Kasus awal pembuangan
appendiks yang normal sudah banyak sekali dilaporkan. Masih banyak tindakan yang
harus dipastikan jika NOTES akan dilakukan dibandingkan dengan keuntungan yang
didapatkan dari prosedur laparoskopi.7

K. PROGNOSIS
Dengan diagnosis yang akurat serta pembedahan, tingkat mortalitas dan
morbiditas penyakit ini sangat kecil. Keterlambatan diagnosis akan meningkatkan
morbiditas dan mortalitas bila terjadi komplikasi yaitu peritonitis. Serangan berulang
dapat terjadi bila apendiks tidak diangkat. Persentase mortalitas pada kasus tanpa
komplikasi adalah 0,1%, sedangkan pada kasus dengan komplikasi angka
mortalitasnya meningkat yaitu 5 % dari semua kasus. Waktu penyembuhan
bergantung pada usia, kondisi pasien prabedah, keadaan gizi, komplikasi dan
berbagai kondisi lainnya (konsumsi alkohol), tetapi biasanya penyembuhannya
berlangsung antara 10-28 hari. Untuk anak-anak yang usianya lebih muda (sekitar 10
tahun) penyembuhan berlangsung kira-kira 3 minggu. Pengurangan mortalitas lebih
lanjut harus dicapai dengan intervensi bedah lebih dini.1,4,10
KESIMPULAN

Apendisitis adalah peradangan pada Appendix vermicularis. Appendix


merupakan derivat bagian dari midgut, yang lokasi anatomisnya dapat berbeda tiap
individu. Apendisitis merupakan kasus bedah akut abdomen yang paling sering
ditemukan. Faktor-faktor yang menjadi etiologi dan predisposisi terjadinya
Apendisitis meliputi faktor obstruksi, bakteriologi, dan diet. Obstruksi lumen adalah
penyebab utama pada Apendisitis acuta.
Gejala klinis Apendisitis meliputi nyeri perut, anorexia, mual, muntah, nyeri
berpindah, dan gejala sisa klasik berupa nyeri periumbilikal kemudian
anorexia/mual/muntah kemudian nyeri berpindah ke RLQ kemudian demam yang
tidak terlalu tinggi. Tanda klinis yang dapat dijumpai dan manuver diagnostik pada
kasus Apendisitis adalah Rovsing’s sign, Psoas sign, Obturator sign, Blumberg’s
sign, Wahl’s sign, Baldwin test, Dunphy’s sign, Defence musculare, nyeri pada
daerah cavum Douglas bila ada abscess di rongga abdomen atau Appendix letak
pelvis, nyeri pada pemeriksaan rectal toucher.
Pemeriksaan penunjang dalam diagnosis Apendisitis adalah pemeriksaan
laboratorium, Skor Alvarado, ultrasonografi, dan radiologi. Diagnosis banding
Apendisitis antara lain; Adenitis Mesenterica Acuta, Gastroenteritis akut, penyakit
urogenital pada laki-laki, Diverticulitis Meckel, Intususseption, Chron’s enteritis,
perforasi ulkus peptikum, Epiploic appendagitis, infeksi saluran kencing, batu
urethra, peritonitis primer, Purpura Henoch–Schonlein, Yersiniosis, serta kelainan–
kelainan ginekologi.
Komplikasi yang dapat ditimbulkan oleh Apendisitis adalah perforasi,
peritonitis, Appendicular infiltrat, Appendicular abscess, shock Septic, mesenterial
pyemia dengan Abscess hepar, dan perdarahan GIT. Penatalaksanaan pasien
Apendisitis acuta meliputi; pemberian kristaloid untuk pasien dengan gejala klinis
dehidrasi atau septikemia, puasakan pasien, analgetika harus dengan konsultasi ahli
bedah, pemberian antibiotika i.v. pada pasien yang menjalani laparotomi.
Appendicular infiltrat merupakan komplikasi dari Apendisitis acuta.
Appendicular infiltrat adalah proses radang Appendix yang penyebarannya dapat
dibatasi oleh omentum dan usus-usus dan peritoneum disekitarnya sehingga
membentuk massa (Appendiceal mass) yang lebih sering dijumpai pada pasien
berumur 5 tahun atau lebih karena daya tahan tubuh telah berkembang dengan baik
dan omentum telah cukup panjang dan tebal untuk membungkus proses radang.
Etiologi dan patofisiologi Appendicular infiltrat diawali oleh adanya
Apendisitis acuta. Dimulai dari acute focal Apendisitis  acute suppurative
Apendisitis  gangrenous Apendisitis (tahap pertama dari Apendisitis yang
mengalami komplikasi)  dapat terjadi 3 kemungkinan:
a. perforated Apendisitis, terjadi penyebaran kontaminasi didalam ruang atau
rongga peritoneum akan menimbulkan peritonitis generalisata.
b. terjadi Appendicular infiltrat jika pertahanan tubuh baik (massa lama
kelamaan akan mengecil dan menghilang)
c. Apendisitis kronis, merupakan serangan ulang Apendisitis yang telah sembuh.
Appendicular infiltrat dapat didiagnosis dengan didasari anamnesis adanya
riwayat Apendisitis acuta, pemeriksaan fisik berupa teraba massa yang nyeri tekan di
RLQ. Diagnosis Appendicular infiltrat dapat didiagnosis banding dengan tumor
Caecum, limfoma maligna intra abdomen, Apendisitis tuberkulosa, amoeboma,
Crohn’s disease, dan juga kelainan ginekolog seperti KET, adneksitis ataupun torsi
kista ovarium.
Terapi Appendicular infiltrat yang terbaik adalah terapi non-operatif
(konservatif) yang diikuti dengan Appendectomy elektif (6-8 minggu kemudian),
tetapi apabila massa tetap dan nyeri perut pasien bertambah berarti sudah terjadi
abses dan massa harus segera dibuka dan dilakukan drainase.
DAFTAR PUSTAKA

1. Jong de Wim, Sjamsuhidajat.Usus Halus, Apendiks, Kolon, dan Anorektum.

In; R. Sjamsuhidajat, Wing de Jong, editors. Buku Ajar Ilmu Bedah. 3 th ed.
Jakarta. Buku Kedokteran EGC; 2010. h. 755-762
2. Joseph Nicholas, Garrett James. Radiography of Acute Appendicitis. Nicholas
Joseph, James Garrett, editors. [online]. Available from:
URL:http://www.ceessentials.net/article17.html. Last up date July 22, 2007
3. Emergency Diagnostic Radiology, Alvarado Score for Acute Appendicitis.
[online]. 2009; Available from: URL:
http://emergencyradiology.wordpress.com/2009/02/05/alvarado-score-for-
acute-appendicitis/
4. Craig Sandy. Appendicitis, acute. William Lober, MD, Francisco Talavera,
PharmD, PhD, Eugene Hardin, MD, John Halamka, MD, Jonathan Adler,
MD, editors. ;Available from: URL:
http://www.emedicine.com/emerg/topic41.htm. Last up date July 22, 2007.
5. Andy Petroianu (2012). Acute Appendicitis – Propedeutics and Diagnosis,
Inflammatory Diseases - Immunopathology, Clinical and Pharmacological
Bases. [online]. Dr Mahin Khatami (Ed.); Available from: URL:
http://www.intechopen.com/books/inflammatory-diseases-immunopathology-
clinicaland-pharmacological-bases/acute-appendicitis-propedeutics-and-
diagnosis.
6. Handoko Wiyono, Melisa. Aplikasi Skor Alvarado pada Penatalaksanaan
Appendisitis Akut. Bagian Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas
Kristen Krida Wacana. [online]. Last update Mei-Agust 2011.[cited 2016
April 13]; Available from: URL:
http://download.portalgaruda.org/article.php?
article=199380&val=6570&title=Aplikasi%20Alvorado%20pada
%20Penatalaksnaan%20Appendisitis%20Akut
7. Ali Akbar Salari (2012). Perforated Appendicitis, Current Concepts in
Colonic Disorders, Dr. Godfrey Lule (Ed.)[online]; Available from: URL:
http://www.intechopen.com/books/current-concepts-incolonic-disorders/
perforated-appendicitis
8. Agustin. Kolerasi Appendisitis Akut pada Anak dengan Pemeriksaan
Leukosit, Neutrofil, C-Reaktif Protein, dan USG Abdomen. Makassar :
Bagian Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin. [online]. 19
April 2013 hal 14-18. Available from: URL:
http://repository.unhas.ac.id:4001/digilib/files/disk1/102/--agustinus-5080-1-
agustinus.pdf
9. Hawkkey C.J, Jaime Bosch, Joel E. Richter, Guadalupe Gracia-Tsao, Francis
K.L. Chan, editors. Textbook of Clinical Gastroenterology and Hepatology.
2nd ed.2011. p 505-509.
10. Sabiston C. David. Kelainan Bedah Apendiks Vermiformis dan Divertikulum
Meckel. Donald C. McIlrath, M.D. Buku Ajar Bedah (Essential of surgery).

2th ed. Jakarta. Buku Kedokteran EGC; 2002.h.1-8.


11. Labeda Ibrahim.   Akurasi Diagnosis Apendisitis Akut berdasarkan
Sistem Skor Kalesaran Mei-Oktober 1998. In: dr Ibrahim Labeda, SpB-
KBD, dr. Murni A. Rauf, SpB-KBD, dr.Djumadi Achmad, Sp.PA, dr.
Nadjib Bustan, dan dr. John Pieter, editors. Kumpulan Makalah Ilmiah
Sebagai Peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis I Ilmu Bedah
FK-UH. 1999.

Anda mungkin juga menyukai