Mengetahui,
Pembimbing, Penulis,
B. STRUKTUR APENDIKS
1. Anatomi Apendiks
Apendiks merupakan suatu organ yang berbentuk tabung seperti jari tangan
dan panjangnya kira-kira 10 cm (kisaran 3-15 cm), dan berpangkal di sekum.
Apendiks pada orang dewasa memiliki ukuran yang lebih panjang dibandingkan
anak-anak. Diameter luarnya dapat pada umumnya berukuran 0,3-0,8 cm,
sedangkan diameter lumennya berukuran 1-2 mm. Bagian distal mengalami reduksi
pada orang dewasa. Lumennya sempit di bagian proximal dan melebar di bagian
distal. Namun demikian, pada bayi appendiks berbentuk kerucut, lebar pada
pangkalnya dan menyempit ke arah ujungnya. Keadaan ini mungkin menjadi
penyebab rendahnya insiden apendisitis pada usia itu. Pangkal dari apendiks
terletak pada posteromedial caecum. Apendiks terletak dikuadran kanan bawah
abdomen. Tepatnya di ileosecum dan pangkalnya merupakan pertemuan ketiga
taenia coli (taenia libera, taenia colica, dan taenia omentum). Dari
topografianatomi, letak pangkal appendiks berada pada titik Mc Burney, yaitu titik
pada garis antara umbilicus dan SIAS kanan yang berjarak 1/3 dari SIAS kanan.4
dan tunika muskularis. Sama seperti mukosa pada usus besar (sekum/ kolon). Pada
lamina propria terlihat penuh diisi oleh jaringan limfatis yang terdiri atas aggregasi
limfosit, scattered limfosit (limfosit yang tersebar-sebar) dan folikel limfoid sehingga
terlihat seolah-olah mengelilingi mukosa secara utuh, pada beberapa tempat terlihat
jaringan limfatis ini menembus muskularis mukosa dan masuk ke dalam submukosa.
Pada tunika submukosa terdiri atas anyaman penyambung padat dengan sedikit
jaringan limfatis, tunika muskularis terdiri dari lapisan dalam yang serat ototnya
berjalan sirkuler dan bagian luar berjalan longitudinal, pada apendiks tidak dijumpai
tenia koli.5
Lumen di luar tunika mukosa, lamina propria, tunika submukosa, tunika
muskularis, dan tunika adventisia, tidak ditemukan adanya glandula digestive atau
duktus sekretorius untuk produksi dari enzim pencernaan dan fungsi pencernaan.5
Gambar 3. Histologi Appendiks vermiformis5
3. Fisiologi Apendiks
Apendiks muncul dari midgut, yang merupakan bagian dari saluran
pencernaan duodenum hingga ke dua pertiga proksimal dari kolon transversum.
Midgut menerima suplai darahnya dari arteri mesenterika superior. Divertikulum
cecal muncul pada minggu ke-6 dan merupakan prekursor dari cecum dan apendix
vermiform. Dengan seiring perkembangan usus besar, sekum dan apendiks turun ke
perut kanan bawah di mana ekor apendiks kemudian dapat mengambil posisi
variabel. Selama minggu ke-14 dan 15, mukosa mengembangkan jaringan limfoid,
meminjamkan fungsi yang diusulkan dalam imunitas.6
Apendiks menerima darah dari cabang arteri posterior sekum, sedangkan vena
pada apendiks mengalir menuju sistem portal. Hal ini menjelaskan terjadinya
inflamasi hepar pada appendisitis. Saluran limfe pada appendiks mengalir ke nodus
mesoapendiks dan kemudian ke nodus perikolik kanan dan nodus ileosekal.6
Apendiks menghasilkan lendir 1-2 ml perhari. Lendir itu normalnya
dicurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya mengalir ke dalam sekum. Hambatan
aliran lendir di muara apendiks tampaknya berperan pada patogenesis apendisitis.
Imunoglobulin sekretoar yang dihasilkan oleh GALT (gut associated lymphoid tissue
) yang terdapat di sepanjang saluran cerna, termasuk apendiks, ialah Ig A.
Imunoglobulin itu sangat efektif sebagai pelindung terhadap infeksi. Namun
demikian, pengangkatan appendiks tidak mempengaruhi sistem imun tubuh karena
jumlah jaringan limfe disini kecil sekali jika dibandingkan dengan jumlahnya
disaluran cerna dan diseluruh tubuh.1
4. Embriologi Apendiks
Apendiks berasal dari sekum dan menjadi matur pada trimester kedua
kehamilan seorang ibu. Sekum mulai berkembang pada minggu kelima janin, tumbuh
sebagau divertikulum dari sekum dengan panjang 5-6 cm. Pada saat sekum mulai
muncul, tumbuh sebagai divertikulum dari distal primitive intestinal loop sebelum
berdiferensiasi menjadi usus besar dan usu kecil. Distal primitive intestinal loop
merupakan bagian dari usus tengah/midgut. Perkembangan dari usus tengah memilki
karakteristik berupa elongasi cepat dari usus dan mesenteriumnya, menghasilkan
pembentukan gelung usus primer/primary intestinal loop. Bagian apeks dari gelung
usus primer terhubung dengan kantung kuning telur melalui duktus vitellinus. Bagian
kranial dari gelung usus ini kemudian berkembang menjadi bagian distal dari
duodenum, jejenum dan ileum, sementara bagian kaudal menjadi bagian bawah dari
ileum, sekum, apendiks, kolon ascendens dan 2/3 bagian proksimal dari kolon
tranversal.6
C. EPIDEMIOLOGI
Apendisitis paling sering terjadi antara usia 5 tahun sampai 45 tahun dengan
usia rata-rata 28 tahun. Insidensinya sekitar 233/100.000 orang. Laki-laki memiliki
kecenderungan sedikit lebih tinggi untuk mengembangkan apendisitis akut
dibandingkan dengan perempuan, dengan kejadian seumur hidup 8,6% untuk pria dan
6,7% untuk wanita. Ada sekitar 300.000 kunjungan rumah sakit setiap tahun di
Amerika Serikat untuk masalah terkait usus buntu. Jumlah ini meningkat pada negara
berkembang. Pola makan, genetik dan jenis kelamin juga diperkirakan memiliki
kaitan yang erat dengan kejadian apendisitis.2
Kasus apendisitis juga dapat dijumpai pada neonatus dan pasien dengan umur yang
lebih tua. Apendisitis yang sering terjadi pada kedua golongan umur ini adalah
apendisitis dengan perforasi. Neonatal apendisitis pada umumnya disebebkan oleh
adanya neonatal necrotizing enterocoloitis, kistik fibrosis, Hirschprung disease atau
bakteremia.2
E. GAMBARAN KLINIS
Gejala apendisitis akut dapat dibedakan ke dalam dua tipe, yaitu gejala
tipikal dan gejala atipikal. Gejala tipikal meliputi nyeri samar- samar dan
tumpul yang bermula pada umbilikus atau periumbilikus sebelum terlokalisir
pada fossa iliaca kanan (sebelah kanan bawah abdomen). Nyeri biasanya
berhubungan dengan penurunan nafsu makan (74-78% kasus), demam, mual
(61-92% kasus), dan muntah (50% kasus) yang dapat berlangsung atau tidak.
Ketika muntah berlangsung, beberapa saat kemudian selalu diikuti oleh sakit
perut yang hebat. Pada saat muntah mendahului terjadinya nyeri ini
menunjukkan bahwa terjadi obstruksi pada usus.
Gejala atipikal muncul dalam 2-12 jam dimana nyeri berpindah ke perut
kanan bawah ke titik Mc Burney, nyeri dirasakan lebih tajam dan lebih jelas
letaknya sehingga merupakan nyeri somatik setempat, yang bersifat menetap
dan diperberat bila berjalan atau batuk. Tidak semua orang yang menderita
apendisitis mengalami semua gejala tersebut.
Variasi letak Appendix vermiformis, umur pasien, serta beratnya
inflamasi membuat gejala dari apendisitis tidak konsisten. 4 Bila letak
apendiks retrosekal retroperitoneal, karena letaknya terlindung oleh sekum,
tanda nyeri perut kanan bawah tidak begitu jelas dan tidak ada tanda
rangsangan peritoneal. Rasa nyeri lebih ke arah perut sisi kanan atau nyeri
timbul pada saat berjalan karena kontraksi m.psoas mayor yang menegang
dari dorsal.
Apendiks yang terletak di rongga pelvis, bila meradang dapat
menimbulkan gejala dan tanda rangsangan sigmoid atau rectum sehingga
peristaltik meningkat, pengosongan rektum akan menjadi lebih cepat dan
berulang-ulang. Jika apendiks tadi menempel ke kandung kemih, dapat
terjadi peningkatan frekuensi kencing, karena rangsangan dindingnya.
Gejala apendisitis akut pada anak tidak spesifik. Gejala awalnya sering
hanya rewel dan tidak mau makan. Anak sering tidak bisa melukiskan rasa
nyerinya. Dalam beberapa jam kemudian akan timbul muntah-muntah dan
anak menjadi lemah dan letargik. Karena gejala yang tidak khas tadi, sering
apendisitis diketahui setelah terjadi perforasi. Pada bayi 80-90% apendisitis
baru diketahui setelah terjadi perforasi.
F. DIAGNOSIS
TOTAL 10
Skor dari 5 atau 6 kompatibel dengan diagnosis apendisitis akut. Sebuah nilai
7 atau 8 menunjukkan usus buntu kemungkinan, dan skor 9 atau 10
menunjukkan apendisitis akut sangat mungkin.3
b. Skor Kalesaran
Dari skor kalesaran ini dapat menentukan tindakan selanjutnya dalam
penanganan kasus appendisitis
c. Skor Labeda
Dari sistem skor ini yang diuji berdasarkan jenis kelamin secara
prospektif. Variable jenis kelamin ternyata turut mempengaruhi
akurasi diagnostik
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Meskipun pemeriksaan dilakukan dengan cermat dan teliti, diagnosis klinis
apendisitis akut masih mungkin salah sekitar 15-20% kasus. Untuk menurunkan
dilakukan observasi penderita di rumah sakit dengan pengamatan setiap 1-2 jam.
Kesulitan untuk mendiagnosis apendistis akut ini dapat pula dipermudah dengan
melakukan beberapa pemeriksaan penunjang, antara lain terdiri atas pemeriksaan
labolatorium (pemeriksaan darah rutin, urinalisis, C-Reactive Protein) dan
pemeriksaan radiologi.1,4
a. Pemeriksaan Laboratorium
1) Pemeriksaan Darah Rutin
Pemeriksaan darah rutin biasanya digunakan untuk melihat ada tidaknya
infeksi, seperti peningkatan jumlah leukosit. Akan terjadi leukositosis ringan (10.000-
20.000/ml) pada 80-85% pada pasien dewasa, yang disertai dengan peningkatan
jumlah netrofil lebih dari 75% berlangsung pada 78% pasien, terlebih pada kasus
b. Pemeriksaan Radiologi
1) Foto Polos Abdomen
Ginjal-ureter-kandung kemih (KUB) tampilan radiografi biasanya digunakan
untuk memvisualisasikan sebuah appendicolith pada pasien dengan gejala yang
konsisten dengan usus buntu. Temuan ini sangat sugestif dari usus buntu, tapi
appendicoliths juga terjadi pada kurang dari 10% kasus. Konsensus dalam literatur
adalah bahwa radiografi polos tidak sensitif, spesifik, dan tidak hemat biaya.4
penting dalam mengevaluasi pasien apendisitis dengan gejala yang tidak khas
terutama mereka yang tidak jelas anamnesis dan pemeriksaan fisis (CT-Scan
abdomen jarang digunakan pada wanita yang hamil maupun anak-anak mengingat
USG abdomen untuk mendiagnosis apendisitis pada orang dewasa dan anak remaja.
Keuntungan lainnya CT-Scan tidak invasive, dan mempunyai potensi untuk
mengevaluasi kelainan akut abdominal lainnya. Kerugiannya antara lain pasien akan
terpapar oleh radiasi, berpotensi untuk menimbulkan reaksi anafilaktik pada
pemakaian kontras intravena, waktunya lebih lama jika digunakan kontras melalui
mulut, dan pasien akan merasa tidak nyaman jika digunakan kontras melalui rektum.
CT-Scan abdomen merupakan metode yang dapat digunakan untuk membedakan
periappendiks flegmon dengan abses.
3) USG Abdomen
Apendiks diidentifikasi sebagai struktur tubular yang tidak menunjukkan
aktivitas peristaltik. Kriteria yang paling banyak digunakan untuk mendiagnoda
apendisitis pada USG adalah: a) Apendisitis tanpa kompresi dengan penampang
diameter lebih besar dari 6 mm, b) Adanya apendicolith, yang didefinisikan sebagai
deposit kalsifikasi pada apendiks yang dapat menyebabkan obstruksi lumen, c)
Adanya cairan di daerah periapendiceal mendukung adanya perforasi apendiks.
Beberapa penulis melaporkan akurasi yang tinggi dari USG untuk mendiagnosis
apendisitis akut pada semua anak dengan nyeri perut yang dicurigai apendisitis. Para
penulis melaporkan bahwa akurasi USG dalam mendiagnosis apendisitis berkisar
antara 89% sampai 94% dan berkisar dari 89% sampai 98%. USG sebagai alat
diagnostik untuk apendisitis akut memiliki tiga kelemahan yaitu ketergantungan
kepada operator yang berpengalaman, kesulitan untuk memvisualisasi apendiks yang
tidak meradang pada pasien yang tidak ada gejala yang khas. Karakteristik pasien
seperti tumpang tindih antara udara dan 18 feses, pasien obesitas, nyeri perut yang
berlebihan tidak memungkinkan untuk dilakukan kompresi yang memadai dan anak
yang non kooperatif juga berkontribusi terhadap kesalahan diagnosis. USG dapat
menunda terapi definitif dan tidak bisa dijadikan alat bantu diagnostik jika dikerjakan
oleh operator yang kurang pengalaman.8
Gambar 13. (A) Gambaran Sonogram Transabdominal potongan
Transversal. (B) Gambaran Sonogram Transabdominal potongan Sagital.
H. DIAGNOSIS BANDING
1. Kehamilan ektopik terganggu
Gejala klinis mirip dengan apendisitis akut. Hampir selalu ada riwayat
terlambat haid dengan keluhanyang tidak menentu. Jika ada ruptur tuba atau abortus
kehamilan di luar rahim dengan pendarahan, akan timbul nyeri yang mendadak dius
di daerah pelvis dan mungkin terjadi syok hipovolemik. Pada pemeriksaan vagina, di
dapatkan neri penonjolan dan penonjolan rongga Douglas dan pada kuldosentesis di
dapatkan darah.1
2. Infeksi panggul
Salpingitis akut kanan sering di kacaukan dengan apendisitis akut. Suhu
biasanya lebih tinggi dan nyeri perut bagian bawah lebih difus. Infeksi panggul pada
wanita biasanya disertai keputihan dan infeksi urin. Pada colok vagina, akan timbul
nyeri hebat di panggul jika uterus diayunkan. Pada gadis dapat dilakukan colok dubur
jika perlu untuk diagnose banding.1
3. Ureterolithiasis kanan
Adanya riwayat kolik dari pinggang kanan ke perut yang menjalar dari inguinal
kanan merupakan gambaran khas. Eritrosituria sering ditemukan. Foto polos perut
atau BNO IVP dapat memastikan penyakit ini. Pielonefritis sering disertai dengan
demam tinggi, menggigil, nyeri kostovertebral disebelah kanan, dan piuria.1
4. Gastroenteritis
Pada gastroenteritis rasa mual, muntah, dan diare berlebihan merupakan gejala
yang palin menonjol dan khas mendahului mulainya nyeri yang berbatas kurang tegas
atau lebih berifat kram dibandingkan nyeri yang terlihat pada apendisitis.1,10
I. KOMPLIKASI
Appendicectomy merupakan salah satu prosedur tindakan dengan tingkat
kegagalan yang rendah pada appendisitis yang di sertai perforasi, meliputi 0,8 per
1000 kasus. Tingkat mordibitas dan mortalitas kasus appendisitis berbeda beda sesuai
tingkat keparahan dan akan meningkat sampai 5,1 per 1000 kasus yang di sertai
dengan perforasi.sedangkan rata-rata kasus appendisitis dengan perforasi meliputi
16% sampai 30% , dan akan meningkat sesuai dengan umur. Untuk anak anak
kasusnya akan meningkat apabila tidak terdiagnosis dengan baik.
Tingkat mortalitas dan mordinitas juga akan meningkat apabila di temukan
perforasi yang tidak di tangani dengan baik yang dimana meliputi 20 sampai
25% .bahkan tindakan pengangkatan appendisitis normal juga dapat meningkatkan
derajat komplikasi.
Infeksi Luka pada Appendisitis
Tingkat infeksi pada pasien yang pernah mengalami appendisitis meningkat
tergantung dari infeksi saat mengalami operasi dan juga dari pengobatan dengan
menggunakan antibiotik yang tidak tepat.adapun tingkat infeksi bervariasi di mulai
dengan 5% perkasus dengan appendisitis simple sampai 20% yang di sertai dengan
gangrene dan perforasi.
Abses Intraabdominal
Abses intraabdominal dan abses pelvic biasanya terjadi apabila ada kontaminasi
dengan peritoneal cavity. Adapaun gejalanya yaitu demam yang naik turun dan dapat
di diagnosis dengan menggunakan CT Scan serta USG. Abses dapat di tangani
dengan percutaneus drain( mengeluarkan abses) dengan bantuan foto
radiologi.sedangkan untuk abses pelvic harus dengan drainase terbuka pada pelvic.
Penggunaaan antibiotik yang tepat juga menunjukkan menurunnya angka infeksi pada
kasus abses intra abdominal.
J. PENATALAKSANAAN
Penanganan pada pasien appendisitis bervariasi sesuai dengan tingkat
keparahan penyakitnya.umumnya pasien terlebih dahulu mendapatkan cairan
resusitasi sebelum pembedahan,tapi pada pasien yang mengalami appendisitis non
perforasi pemberian cairan resusitasi biasanya cuman di berikan selama 1 sampai 2
jam.
Pasien yang mengalami appendisitis akut yang tidak mengalami perforasi
sebaiknya langsung di berikan operasi appendictomy.sudah terdapat beberapa
penelitian terhadap peran pemberian antibiotik sendiri yang di berikan pada pasien
appendisitis.eriksson dan Granson melakukan percobaan acak terhadap pemberian
antibiotik vs pembedahan pada pasien denngan appendisitis menunjukkan
keberhasilan dengan penggunaan obat pada terapi mencapai 95%,tetapi menunjukkan
adanya insiden rekurentsi mencapai 35% sertai follow up singkat.antibiotik sendiri
telah di gunakan pada penderita appendisitis dengan kondisi tertentu seperti pada
pelaut dan turis yang melakukan perjalan dengan kapal selam.dan di karenakan
tingkat rekurensi yang tinggi maka,standart penanganan appendisits yaitu melalui
tindakan operasi,terdapat beberapa sumber yang mengatakan bahwa pemberian
antibiotik prophylactic harus di berikan sebelum operasi appendictomy di
lakukan.tapi pada appendisits akut.penggunaan single dose antibiotik sudah cukup di
lakukan di karenakan banyak sekali pilihan obat yang dapat di berikan untuk
melawan bakteri anaerob dan bakteri gram negatif.adapun pilihannya berupa
cefoxitin dan cefotetan untuk prophylaxis.dahulu prosedur pengangkatan appendiks
pada pasien yang ternyata normal adalah hal yang di terima jika terdapat adanya
pembengkakan pada appendiks yang sudah mencapai 20%.tetapi hal ini berbeda
apabila pasien adalah seorang wanita di sebabkan karena kemiripan dengan penyakit
tuba fallopi dan kelainan ovarium.7
Antibiotik sebagai terapi definif
Dahulu terapi penanganan pada penderita appendisitis adalah dengan
pendekatan pembedahan.hal ini berdasarkan asumsi bahwa seiring berjalannya waktu
appendiks yang normal akan mengalami perforasi,seriring dengan meningkatnya
faktor mordibitas dan mortalitas.akibatnya penanganan pembedahan pada appendiks
yang normal adalah hal yang lumrah untuk menghindari terjadinya peforasi.7
Pembedahan
Ada dua cara pendekatan pada terapi appendisitis yang tidak mengalami
perforasi.yaitu melalui pembedahan terbuka biasanya berupa pembedahan transversal
di bagian bawah qudrant kanan bawah (Davis-Rockey) atau dengan meng insisi
secara Oblique (McArthur-Mcburney) dengan pembatas otot yang berada di sekitar
garis pembedahan tersebut atau bisa pula pembedahan searah garis meridian,tapi yang
terakhir sangat jarang sekali di lakukan.adapun area pembedahan berada di sekitaran
garis midclavivular.pada kasus dimana diagnosis sulit di tegakkan.pembedahan pada
garis tengah periumbilical dapat di lakukan.setelah rongga peritoneum terlihat,maka
seketika itu pula appendiks akan terlihat dengan sendirinya dengan cara melakukan
sedikit manipulasi pada appendiks dan caecum.sangat tidak di anjurkan saat
pembedahan irisan terlalu luas.irisan sepanjang 1 sampai 2 cm sudah cukup
memenuhi prosedur pembedahan.saat appendiks sudah terlihat,maka pengangkatan
mesoappendiks dapat di lakukan dengan cara menjepitnya dengan clamp dan di
lakukan pengikatan pada bagian tersebut.ada beberapa teknik saat kita ingin
membuang appendiks.beberapa ahli bedah melakukan ligasi pada bagian dasar dari
appendiks lalu di lakukan insisi.sedanngkan yang lain membuat simpul atau Ikatan Z
pada bagian appendiks lalu membuang appendiks tersebut,setelah itu menarik dasar
dari appendiks tersebut kembali ke dalam caecum.kedua tindakan tersebut adalah hal
yang umum untuk di lakukan.setelah appendiks telah di buat maka caecum di
masukkan kembali ke rongga abdomen dan peritoneum lalu di tutup.bekas biasanya
akan tertutup sendiri pada kebanyakan pasien yang mengalami appendisitis non
perforasi di sebabkan karena resiko infeksi yang hanya kurang dari 5%.7
Appendisitis telah menjadi penyakit yang memerlukan penganganan
pembedahan secara langsung dan appendiktomy telah lama menjadi gold standart
pada terapi appendisitis.tetapi di karenakan untuk mendiagnosis appendisits umunya
hanya melalui gejala klinis serta sejarah penyakit dan pemeriksaan fisik maka dapat
menyebab terjadinya false positif saat operasi dan tertundanya penanganan dan di
perparah denngan tingkat mordibitas serta keparah kondisinya.7
Laparoscopy
Data tentang keberhasilan laparascopy pada pasien penderita appendisitis
tercatat pertama kali pada tahun 1983.beberapa tahun lebih awal di bandingkan
pendekatan pertama kali laparascopy pada cholecystectomy .hanya saja keberhasilan
laparascopy pada pasien appendisitis baru terkenal saat laparascopy pada
cholecystetomy berhasil.hal ini di sebabkan karena hasil pembedahan appendectomy
sudah lebih minim secara invasif.pembedahan laparascopy di lakukan di bawah
anastesi umum.penggunaan nasogastric tube dan kateter urin di lakukan untuk
menghindari pneumoperitoneum.laparascopy umumnya menggunakan 3 buah port
atau gerbang masuk alat laparascopy.4 buah port baru di gunakan saat saat letak
appendiks berada di bagian retrocecal.operator bedah berdiri di sebelah kiri
pasien,sedangkan seorang asisten di butuhkan untuk mengontrol camera .lalu trocar
di masuk di bagian umbilical (10 mm) lalu trocar ke dua di letakkan di bawah
suprapubic.7
Gambar 14. (A) Diagram Ruang Operasi. (B) Tempat masuknya alat
laparoscopy.
Beberapa ahli bedah meletakkan trocar kedua di bagian kiri quadrant kanan
bawah.untuk trocar suprapubic berukuran antara 10 sampai 12 mm tergantung dari
jepitan yang di gunkan.sedangkan peletakan dari trocar ke tiga (5 mm) bervariasi dan
biasanya berada di antara di bagian kiri bawah diagram,epigastrium atau kanan atas
quadrant.peletekan trokar tergantung dari posisi appendiks dan pilihan operator bedah
sendiri.adapun tahapannya ,abdomen terlebih dahulu di inspeksi untuk melihat ada
tidaknya kelainan yang lain.dan cara untuk mengindentifikasi appendiks yaitu dengan
memperhatikan bagian anterior dari taeniae sampai ke dasarnya.pemotongan
appendiks dari dasarnya oleh ahli bedah menyebabkan tercipta celah antara
mesenterium dan dasar appendiks.saat terjadi inflamasi pada mesoappendiks biasanya
mesoappendiks di pisahkan untuk mencegah terjadinya inflamasi pada di sekitar
mesenterium dengan menggunakan klip serta elecrocauter,scalper atau staples.untuk
mencegah appendiks berbalik arah.appendiks di potong dengan menggunakan trocar
atau tas pengambilan.dasar appendiks yang telah di potong mesti di evaluasi untuk
menjaga hemostasis.setelah itu quadrant kanan bawah mesti segera di irigasi ,lalu
trocar di cabut tegak lurus.7
Natural Orifice Transluminal Endoscopic Surgery
Natural Orifice Transluminal Endoscopic Surgery (NOTES) adalah prosedur
pembedahan terbaru dengan menggunakan endoskopi yang fleksibel untuk melihat
dalam rongga abdominal. Pada prosedur ini akses yang digunakan untuk masuk
kedalam rongga abdomen melewati celah organ yang normal, yang dimana dicapai
dengan membuat lubang pada bagian luar abdomen. Adapun keuntungannya yaitu
dengan berkurangnya rasa nyeri setelah operasi, singkatnya waktu penyembuhan
serta berkurangnya terjadinya insiden infeksi pada luka dan juga hernia pada dinding
abdominal dan juga tidak adanya luka setelah operasi. Kasus awal pembuangan
appendiks yang normal sudah banyak sekali dilaporkan. Masih banyak tindakan yang
harus dipastikan jika NOTES akan dilakukan dibandingkan dengan keuntungan yang
didapatkan dari prosedur laparoskopi.7
K. PROGNOSIS
Dengan diagnosis yang akurat serta pembedahan, tingkat mortalitas dan
morbiditas penyakit ini sangat kecil. Keterlambatan diagnosis akan meningkatkan
morbiditas dan mortalitas bila terjadi komplikasi yaitu peritonitis. Serangan berulang
dapat terjadi bila apendiks tidak diangkat. Persentase mortalitas pada kasus tanpa
komplikasi adalah 0,1%, sedangkan pada kasus dengan komplikasi angka
mortalitasnya meningkat yaitu 5 % dari semua kasus. Waktu penyembuhan
bergantung pada usia, kondisi pasien prabedah, keadaan gizi, komplikasi dan
berbagai kondisi lainnya (konsumsi alkohol), tetapi biasanya penyembuhannya
berlangsung antara 10-28 hari. Untuk anak-anak yang usianya lebih muda (sekitar 10
tahun) penyembuhan berlangsung kira-kira 3 minggu. Pengurangan mortalitas lebih
lanjut harus dicapai dengan intervensi bedah lebih dini.1,4,10
KESIMPULAN
In; R. Sjamsuhidajat, Wing de Jong, editors. Buku Ajar Ilmu Bedah. 3 th ed.
Jakarta. Buku Kedokteran EGC; 2010. h. 755-762
2. Joseph Nicholas, Garrett James. Radiography of Acute Appendicitis. Nicholas
Joseph, James Garrett, editors. [online]. Available from:
URL:http://www.ceessentials.net/article17.html. Last up date July 22, 2007
3. Emergency Diagnostic Radiology, Alvarado Score for Acute Appendicitis.
[online]. 2009; Available from: URL:
http://emergencyradiology.wordpress.com/2009/02/05/alvarado-score-for-
acute-appendicitis/
4. Craig Sandy. Appendicitis, acute. William Lober, MD, Francisco Talavera,
PharmD, PhD, Eugene Hardin, MD, John Halamka, MD, Jonathan Adler,
MD, editors. ;Available from: URL:
http://www.emedicine.com/emerg/topic41.htm. Last up date July 22, 2007.
5. Andy Petroianu (2012). Acute Appendicitis – Propedeutics and Diagnosis,
Inflammatory Diseases - Immunopathology, Clinical and Pharmacological
Bases. [online]. Dr Mahin Khatami (Ed.); Available from: URL:
http://www.intechopen.com/books/inflammatory-diseases-immunopathology-
clinicaland-pharmacological-bases/acute-appendicitis-propedeutics-and-
diagnosis.
6. Handoko Wiyono, Melisa. Aplikasi Skor Alvarado pada Penatalaksanaan
Appendisitis Akut. Bagian Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas
Kristen Krida Wacana. [online]. Last update Mei-Agust 2011.[cited 2016
April 13]; Available from: URL:
http://download.portalgaruda.org/article.php?
article=199380&val=6570&title=Aplikasi%20Alvorado%20pada
%20Penatalaksnaan%20Appendisitis%20Akut
7. Ali Akbar Salari (2012). Perforated Appendicitis, Current Concepts in
Colonic Disorders, Dr. Godfrey Lule (Ed.)[online]; Available from: URL:
http://www.intechopen.com/books/current-concepts-incolonic-disorders/
perforated-appendicitis
8. Agustin. Kolerasi Appendisitis Akut pada Anak dengan Pemeriksaan
Leukosit, Neutrofil, C-Reaktif Protein, dan USG Abdomen. Makassar :
Bagian Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin. [online]. 19
April 2013 hal 14-18. Available from: URL:
http://repository.unhas.ac.id:4001/digilib/files/disk1/102/--agustinus-5080-1-
agustinus.pdf
9. Hawkkey C.J, Jaime Bosch, Joel E. Richter, Guadalupe Gracia-Tsao, Francis
K.L. Chan, editors. Textbook of Clinical Gastroenterology and Hepatology.
2nd ed.2011. p 505-509.
10. Sabiston C. David. Kelainan Bedah Apendiks Vermiformis dan Divertikulum
Meckel. Donald C. McIlrath, M.D. Buku Ajar Bedah (Essential of surgery).