Anda di halaman 1dari 35

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

1. Anatomi Orbita

Tulang orbita adalah Orbit adalah ruang yang terbentuk piramid

yang bersisi empat yang merupakan tempat bola mata. Basis orbit

menghadap anterolateral sedangkan apeks menghadap posteromedial.

Orbita memiliki dinding medial, yang dibentuk oleh apparatus nasal dan

os etmoidalis, serta dinding lateral. Pada bagian superior, orbit

berbatasan dengan sinus frontalis, sedangkan pada inferior sinus

maksilaris.Volume orbit pada orang dewasa adalah sekitar 30 ml,

dimana hanya seperenam yang ditempati oleh bola mata.(Eva dan

Whitcher . 2007).

Menurut Eva dan Whitcher bola mata terdiri atas tiga lapis, yaitu :

a. Lapisan terluar berupa lapisan berserat : sklera dan kornea

b. Lapisan tengah terdiri da ri lapisan vaskuler, choroid, ciliary body

dan iris.

c. Lapisan dalam terdiri atas nervous dan retina.

Menurut Eva dan Whitcher mata sebagai indera ke enam

memiliki struktur sebagai berikut :

a. Sklera (bagian putih mata) : merupakan lapisan luar mata yang

berwarna putih dan relatif kuat. Sklera mempunyai beberapa serat

elastik yang menyebar, selain itu sklera mempunyai sedikit suplai

darah. Bagian anterior sklera akan berkelanjutan pada kornea mata.

b. Konjungtiva : selaput tipis yang melapisi bagian dalam kelopak mata

dan bagian luar sklera.

7
8

c. Kornea : struktur transparan yang menyerupai kubah, merupakan

pembungkus dari iris, pupil dan bilik anterior serta membantu

memfokuskan cahaya. Kornea berbentuk sedikit lebih cembung

dibanding sklera. Pada kornea tidak mepunyai penyuplai darah.

d. Pupil : bintik tengah yang berwarna hitam, yang merupakan celah

dalam iris yang digunakan oleh cahaya untuk masuk mencapai

retina.

e. Iris : jaringan berwarna yang berbentuk cincin, menggantung di

belakang kornea dan di depan lensa mata; berfungsi mengatur

jumlah cahaya yang masuk ke mata dengan cara mengubah ukuran

pupil.

f. Lensa : struktur cembung ganda yang tergantung diantara humor

aqueus dan vitreus; berfungsi membantu memfokuskan cahaya ke

retina.

g. Retina : lapisan saraf pada mata. Retina merupakan lapisan

jaringan peka cahaya yang terletak di bagian belakang bola mata;

berfungsi mengirimkan pesan visual melalui saraf optikus ke otak.

h. Choroid : merupakan suatu selaput vaskuler, berwarna coklat.

Sebagian besar choroid berisi suatu sel jaringan kapiler dan pigmen

yang tebal dan padat. Secara anterior choroid akan berkelanjutan

dengan ciliary body.

i. Ciliary body : merupakan suatu struktur melingkar yang berada

dibalik simpangan kornea mata dan sklera. Terdiri dari serat otot

dan pada lapisan dalam adalah jaringan ikat yang berfungsi untuk

menahan lensa dari mata, dapat merubah muka cembung lensa

untuk fokus pada sinar yang akan diteruskan pada retina.


9

j. Saraf optikus : kumpulan jutaan serat saraf yang membawa pesan

visual dari retina ke otak.

k. Aqueous humor : cairan jernih dan encer yang mengalir di antara

lensa dan kornea (mengisi segmen anterior mata), serta merupakan

sumber makanan bagi lensa dan kornea; dihasilkan oleh prosesus

siliaris. Cairan ini berasal dari badan siliari dan diserap kembali ke

dalam aliran darah pada sudut antara iris dan kornea melalui vena

halus yang dikenal sebagai saluran schlemm.

l. Vitreous humor : gel transparan yang terdapat di belakang lensa

dan didepan retina (mengisi segmen posterior mata). Berfungsi

untuk memberikan bentuk dan kekokohan pada mata, serta

mempertahankan hubungan antara retina dengan selaput choroid

dan sklerotik.

Cahaya yang masuk melalui kornea diteruskan ke pupil.

Iris mengatur jumlah cahaya yang masuk dengan cara membuka dan

menutup. Jika lingkungan di sekitar gelap, maka cahaya yang masuk

akan lebih banyak, dan sebaliknya. Ukuran pupil dikontrol oleh otot

sfingter pupil, yang membuka dan menutup iris. Lensa terdapat di

belakang iris. Retina mengandung saraf-saraf cahaya dan pembuluh

darah. Bagian retina yang paling sensitif adalah makula, yang memiliki

ratusan ujung saraf. Banyaknya ujung saraf ini menyebabkan gambaran

visual yang tajam.

Saraf optikus menghubungkan retina dengan cara membelah

jalurnya. Bola mata terbagi menjadi dua bagian, masing-masing terisi

oleh cairan :
10

a. Segmen anterior : mulai dari kornea sampai lensa, berisi humor

aqueus yang merupakan sumber energi bagi struktur mata di

dalamnya.

b. Segmen posterior : mulai dari tepi lensa bagian belakang sampai ke

retina. Segmen ini berisi humor vitreus. Cairan tersebut membantu

menjaga bentuk bola mata.

c. Bilik anterior (kamera okuli anterior) : mulai dari kornea sampai iris

d. Bilik posteror (kamera okuli posterior) : mulai dari iris sampai lensa.

Dalam keadaan normal, tumor aqueus dihasilkan di bilik

posterior, lalu melewati pupil masuk ke bilik anterior kemudian keluar

dari bola mata melalui saluran yang terletak ujung iris. Baik bilik anterior

maupun bilik posterior diisi dengan aqueus humor.

18
17
2 1 16
3
4 5 15
6 14
13
7 12
11
8
10
9
Gambar 2.1. Anatomi bola mata (Eva, Whitcher . 2007)

Keterangan Gambar:
1. Suspensor Ligament 7. Ciliary bodi 13. Blind spot
2. Kornea 8. Konjungtiva 14. Hyaloid canal
3. Iris 9. Muskulus Ocular 15. Fovea
4. Pupil 10. Vitreous humor 16. Retina
5. Aqueous Humor 11. Optic nerve 17. Choroid
6. Lensa 12. Retina vessels 18. Sclera
11

7
6
1
5

2 4

3
Gambar 2.2. Anatomi crossectional orbita potongan Axial (Eva ,
Whitcher . 2007)
Keterangan :
1. Sinus ethmoid
2. Medial rectus muscle
3. Optic nerve
4. Lateral rectus muscle
5. Posterior chamber dari mata (Retrobulbar)
6. Lens
7. Anterior chamber dari mata

2. Patologi Tumor Orbita

a. Definisi Tumor Orbita

Tumor orbita mata adalah pertumbuhan jaringan tubuh yang

abnormal dimana proses apoptosis terganggu, sehingga proliferasi

menjadi tidak terkontrol ( Sidharto, 2013 ). Tumor mata

meningkatkan volume intraokuler dan mempengaruhi masa. Tumor

yang menyerang rongga orbita (tempat bola mata) sehingga

merusak jaringan lunak mata seperti otot mata, syaraf mata, dan

kelenjar air mata ( Eva, Whitcher, 2012 ).

b. Etiologi tumor orbita

Gejala tumor orbita sulit diketahui karena tumbuh dibelakang

bola mata. Umumnya diketahui setelah terjadi penonjolan pada

mata, gangguan pergerakan mata, atau terasa sakit. Penyebab

utama tumor mata adalah genetik. Selain itu sinar matahari


12

terutama sinar ultraviolet dan infeksi virus Papiloma. Tumor mata

juga bisa akibat penjalaran dari organ tubuh lain, seperti dari paru,

ginjal, payudara, otak, sinus, leukemia dan getah bening.

Sebaliknya, sel tumor mata yang terbawa aliran darah sering

mencapai organ vital lain seperti paru, hati atau otak yang

menyebabkan kanker di daerah tersebut. Penderita tumor mata,

kecuali Retinoblastoma umumnya berusia 24 – 85 tahun. Sebagian

besar tumor orbita pada anak-anak bersifat jinak dan karena

perkembangan abnormal. Tumor ganas pada anak-anak jarang,

tetapi bila ada akan menyebabkan pertumbuhan tumor yang cepat

dan prognosisnya jelek.

c. Gejala – gejala tumor orbita

Gejala-gejala tumor orbita antara lain :

1) Nyeri orbital : jelas pada tumor ganas yang tumbuh cepat,

namun juga merupakan gambaran khas “pseudotumor” jinak

dan fistula carotid cavernosa.

2) Proptosis : pergeseran bola mata kedepan adalah gambaran

yang sering dijumpai, berjalan bertahap dan tak nyeri dalam

beberapa bulan atau tahun (tumor jinak) atau cepat (lesi ganas)

3) Pembengkakan kelopak : mungkin jelas pada pseudotumor,

eksoftalmos endokrin atau fistula carotid-cavernosa.

4) Palpasi : bisa menunjukkan massa yang menyebabkan distorsi

kelopak atau bola mata, terutama dengan tumor kelenjar

lacrimal atau dengan mucosel.

5) Pulsasi : menunjukkan lesi vaskuler; fistula carotid-cavernosa

atau malformasi arteriovenosa, dengan adanya bruit.


13

6) Gerak mata : sering terbatas oleh sebab mekanis, namun bila

nyata mungkin akibat oftalmoplegia endokrin atau dari lesi saraf

III,IV, dan VI pada fisura orbita ( misalnya sindroma Tolosa

Hunt ) atau sinus Cavernosus.

7) Ketajaman penglihatan : mungkin terganggu akibat terkenanya

saraf optik atau retina, atau tak langsung akibat kerusakan

vaskuler.

d. Prognosis tumor orbita

Prognosis dari penderita tumor orbita sangat bervariasi

pada setiap pasien tergantung dari stadium tumor pada saat

ditemukan, respon tumor terhadap pengobatan, keadaan genetik

dan kondisi kesehatan masing-masing pasien yang berbeda. Pasien

dengan retinoblastoma intraokular tidak progresif mempunyai angka

kesembuhan yang cukup tinggi. Pasien dengan retinoblastoma

ekstraokular mempunyai prognosis yang sangat buruk untuk

bertahan hidup. Secara umum, semakin dini penemuan tumor dan

semakin dini dilakukannya terapi tumor, semakin besar

kemungkinan kita mencegah perluasan tumor melalui saraf optikus

dan jaringan orbita. Retinoblastoma dapat berakibat fatal bila tidak

mendapatkan pengobatan yang tepat (Vaughan, 2000).

3. Fisiologi tumor orbita

Sel yang menyebabkan retinoblastoma, sebagai contoh, dapat

dimulai ketika retinoblas ( yang berkembang ketika bayi masih berada

dalam rahim ) menjadi tidak terkendali dan terus membelah. Ini

merupakan kelainan atau mutasi gen RB1 (retinoblas), yang menjadi

bagian dari kromosom 13. Penyebab terjadinya retinoblastoma adalah


14

mutasi gen. Suatu alel di dalam satu lokus di dalam pita kromosom

13q14 mengontrol tumor tersebut, baik dalam bentuk herediter maupun

non herediter (Harbour, 2001)

Diagnosis retinoblastoma pada 90% kasus ditegakkan sebelum

anak berusia tiga tahun. Meskipun jarang, retinoblastoma dapat muncul

pada segala usia. Tiga puluh persen kasus retinoblastoma bersifat

herediter dan menyerang pada kedua mata (Vaughan, 2000).

4. Dasar-Dasar MRI

a. Pengertian MRI

Magnetic Resonance Imaging (MRI) adalah teknik

pencitraan yang digunakan terutama dalam pemeriksaan medis

untuk menghasilkan gambar berkualitas tinggi dari bagian dalam

tubuh manusia. MRI didasarkan pada prinsip-prinsip teknik

resonansi magnetik (Westbrook dan Kaut, 2011).

MRI menggunakan medan magnet yang kuat untuk

menyesuaikan magnetisasi atom hidrogen di dalam tubuh. Radio

frequency (RF) bidang dipakai untuk mengubah alignment

magnetisasi ini, sehingga menghasilkan medan magnet berputar

(spin) yang dapat dideteksi dengan koil penerima (Westbrook dan

Kaut, 2011).

b. Instrumen Dasar MRI

Instrumen dasar MRI secara garis besar terdiri dari magnet

utama, koil gradient, koil radiofrekuensi, dan sistem komputer.

1) Magnet utama

Magnet utama pada MRI terdiri dari tiga tipe. Akan tetapi

secara garis besar ada dua tipe magnet utama, yaitu magnet
15

permanen dan elektromagnet. Elektomagnet digolongkan

menjadi dua, yaitu magnet resistif dan magnet superkonduktor.

2) Magnet Permanen

Bahan yang umum digunakan adalah campuran antara

alumunium, nikel, dan kobalt atau disebut juga alnico. Magnet

permanen tidak memerlukan listrik (Westbrook dan Kaut 2011).

Magnet permanen memiliki kekuatan yang sangat

rendah antara 0.064 T - 0.3 T dan didesain dengan model

terbuka untuk kenyamanan pasien. Keuntungan dari magnet ini

adalah tidak memerlukan konsumsi listrik yang tinggi serta

biaya perawatan murah (Reimer, 2006).

3) Magnet Resistif

Pada magnet resistif, medan magnet dibangkitkan

dengan memberikan arus listrik pada kumparan. Kekuatan

medan magnet tergantung pada kuat arus yang mengaliri

kumparan. Kuat medan magnet yang mampu dihasilkan

mencapai 0,3 Tesla (Westbrook dan Kaut, 2011).

Kelebihan magnet resistif adalah bobotnya yang ringan

dan memungkinkan dibuat dengan desain terbuka, sehingga

menghindarkan pasien dari klaustropobia. Akan tetapi magnet

ini membutuhkan tenaga listrik yang besar untuk

membangkitkan kemagnetannya (Reimer, 2006).

4) Magnet Superkonduktor

Magnet superkonduktor dibuat dengan mengalirkan

listrik pada kumparan kawat, seperti pada magnet resistif.

Kumparan kawat dibuat dari bahan Niobium Titanium yang


16

didinginkan 9,50K sehingga kehilangan semua resistansinya.

Kumparan dikelilingi helium cair dengan titik didih 4,20 K. Kuat

medan magnet yang dihasilkan berkisar antara 0,5-4 Tesla.

Selain kekuatan medan magnet yang tinggi, keunggulan

dari magnet superkonduktor adalah homogenitas magnet yang

tinggi serta konsumsi listrik yang rendah. Selain itu, Signal to

Noise Ratio (SNR) yang dihasilkan juga tinggi dan scan time

yang singkat.

Namun kelemahan dari magnet superkonduktor adalah

harga dan biaya perawatannya mahal (Westbrook dan Kaut,

2011).

5) Koil Gradien

Koil gradien berfungsi untuk menghasilkan perubahan

kuat medan magnet secara linear. Di dalam magnet bore,

terdapat sebuah silinder yang memiliki shim tray atau shim coil,

yang berfungsi menyangga koil gradien X, Y, Z. Ketika dialiri

arus listrik, koil tersebut akan membentuk gradien magnet

dengan arah tertentu sesuai koil yang dialiri. Gradien digunakan

untuk pemilihan slice,phase enchoding, dan frequency

encoding (Westbrook dan Kaut, 2011).

6) Koil Radiofrekuensi

Fungsi utama dari koil radiofrekuensi adalah untuk

mengeksitasi magnetisasi dan untuk menerima sinyal dari

magnetisasi yang tereksitasi. Kedua fungsi ini dapat dilakukan

dengan menggunakan koil receiver (penerima) dan transmitter

(pemancar) yang berbeda. Namun sebagai alternatif, koil yang


17

sama dapat digunakan sebagai receiver dan transmitter

sekaligus. Pemilihan koil radiofrekuensi ini bervariasi sesuai

dengan obyek yang ingin diperiksa (Kartawiguna, 2002).

7) Sistem Komputer

Sistem komputer berfungsi mengubah MR signal

menjadi format yang dapat dipahami melalui serangkaian

proses matematika yang disebut Fourier Transformations.

Sistem komputer juga berperan mengkoordinasikan semua

proses dan memungkinkan proses interface dengan operator

(Westbrook dan Kaut, 2011).

5. Dasar Fisika MRI

a. Dasar pencitraan MRI (Inti Atom Hidrogen)

Atom terdiri dari inti atom (nukleus), dan elektron bermuatan

negatif yang mengitarinya. Inti atom terdiri dari proton yang

bermuatan positif dan neutron yang tidak bermuatan. Atom memiliki

tiga tipe pergerakan, yaitu elektron yang berputar mengelilingi

sumbunya, inti atom yang berputar mengelilingi sumbunya, dan

elektron yang berputar mengelilingi inti atom. Prinsip MRI berasal

dari pergerakan (spinning) inti atom tertentu yang ada dalam

jaringan, yang disebut dengan MR active nuclei (Westbrook dan

Kaut, 2011).

MR active nuclei dicirikan dengan kecenderungannya

mensejajarkan sumbu rotasinya dengan medan magnet eksternal.

Kesejajaran dapat diukur sebagai total magnetic moment dan

dinyatakan sebagai sebuah jumlah vektor.


18

Gambar 2.5 Gambar diatas menunjukkan gerakan spin acak


dan gerakan spin proton atom hidrogen (Kartawiguna, 2002).

Tiap inti atom memiliki total magnetic moment yang berbeda

dan memberikan sensitifitas yang berbeda terhadap resonansi

magnetik. Inti atom hidrogen digunakan dalam MRI karena

jumlahnya yang besar dalam tubuh dan karena memiliki proton

tunggal sehingga dapat memberikan total magnetic moment yang

besar. Di dalam pengaruh medan magnet eksternal yang kuat,

magnetic moment yang semula acak akan menjadi searah (paralel)

dan berlawanan arah (antiparalel) terhadap medan magnet

eksternal. Jumlah atom yang paralel lebih besar dari jumlah inti

atom yang antiparalel dan selisihnya disebut dengan Nett

Magnetization Vector (NMV) (Westbrook dan Kaut, 2011).

Gambar 2.6 Gambar diatas menunjukkan NMV


mengitari Bo pada sebuah lintasan yang
disebut presesi (Liney, 2005).
19

b. Presesi dan Frekuensi Larmor

Setiap inti atom hidrogen penyusun NMV berputar pada

sumbunya. Pengaruh medan magnet eksternal menghasilkan

putaran tambahan NMV di sekitar Bo. Spin kedua ini disebut

presesi. NMV mengitari Bo pada sebuah lintasan yang disebut

precesional path dengan frekuensi dalam satuan MHz (Westbrook

dan Kaut, 2011).

Frekuensi presesi sering disebut dengan frekuensi Larmor.

Rasio giromagnetik hidrogen adalah sebuah ketetapan, yaitu 42, 57

MHz/T. Frekuensi Larmor berbanding lurus dengan kuat medan

magnet eksternal. Semakin kuat medan magnet eksternal, semakin

besar nilai frekuensi Larmor (Westbrook dan Kaut, 2011).

c. Resonansi

Resonansi adalah fenomena apabila sebuah obyek dikenai

gelombang dengan frekuensi yang sama atau mendekati frekuensi

presesi alami obyek tersebut. Pada MRI, untuk meresonansi atom

hidrogen, diberikan sebuah gelombang radiofrekuensi (RF) dengan

frekuensi mendekati frekuensi Larmor NMV hidrogen. Resonansi

menyebabkan NMV bergerak menjauhi sumbu Bo

sehinggamembentuk sudut yang disebut flip angle. Besar flip angle

biasanya 900 tergantung pada besarnya energi yang berasal dari

RF (Westbrook dan Kaut, 2011).


20

Gambar 2.7 gambar diatas menunjukkan analogi


resonansi garputala (Kartawiguna, 2002).

Dua garpu tala dengan frekuensi alami sama ditempatkan

berdekatan. Salah satu garpu tala dipukul, sehingga menghasilkan

getaran. Garpu tala yang lain akan ikut bergetar dan menghasilkan

nada dengan frekuensi sama. Ini dinamakan resonansi. Pada MRI,

tubuh pasien diletakkan dalam suatu medan magnet yang kuat.

Spin proton akan berpresesi menghasilkan vektor magnetisasi.

Vektor magnetisasi dianalogikan dengan garpu tala. Untuk

membuat garpu tala menghasilkan nada, garpu tala dipukul. Pada

sistem MRI, dipukul menganalogikan vektor magnetisasi dipukul

dengan memberikan pulsa energi RF (Kartawiguna, 2002).

d. Sinyal MR

NMV berputar pada bidang transversal akibat resonansi.

Sesuai dengan hukum Farraday, apabila pada medan magnet yang

berputar ditempatkan sebuah koil atau kumparan akan dihasilkan

sebuah tegangan induksi pada koil tersebut. Tegangan yang timbul

akibat induksi tersebut dinamakan sinyal MR (Westbrook dan Kaut,

2011).
21

Gambar 2.8 Gambar Sinyal FID (Kartawiguna, 2002).

Sinyal MR ini disebut free induction delay (FID), karena pada

akhirpulsa RF, magnetisasi transverse akan berpresesi secara

bebas, menginduksi sinyal.

e. Fenomena T1 dan T2

Ketika pulsa RF dimatikan, NMV pada bidang transversal

akan kembali ke bidang longitudinal akibat pengaruh Bo.

Kembalinya NMV akan disertai pelepasan energi yang berasal dari

RF, yang disebut relaksasi. Jumlah magnetisasi pada bidang

longitudinal akan bertambah secara bertahap, dan dinamakan

recovery. Jumlah magnetisasi pada bidang transversal akan

berkurang secara bertahap, yang disebut dengan decay. Penurunan

magnetisasi transversal juga akan mengurangi tegangan induksi

pada koil, sehingga disebut free induction decay (Westbrook dan

Kaut, 2011).
22

Gambar 2.9 Gambaran T1 Recovery(Liney, 2005).

Recovery magnetisasi longitudinal disebabkan proses yang

disebut T1 recovery dan decay magnetisasi transversal disebabkan

proses yang disebut T2 decay. T1 recovery disebabkan inti atom

memberikan energinya pada lingkungan atau lattice, sehingga

disebut spin lattice relaxation. Laju recovery merupakan sebuah

proses eksponensial. T1 adalah waktu yang diperlukan agar

recovery magnetisasi longitudinal mencapai 63%. T2 decay

disebabkan interaksi antar medan magnet, atau sering disebut spin-

spin interaction. Laju decay adalah sebuah proses eksponensial. T2

adalah waktu yang diperlukan agar magnetisasi transversal hilang

sebesar 63% (Westbrook dan Kaut, 2011).


23

Gambar 2.10 Gambaran T2 decay (Liney, 2005).

f. Time Repetition dan Time Echo

Sebuah pulsa sekuens terdiri dari berbagai komponen.

Komponen terpenting adalah Time Repetition (TR) dan Time Echo

(TE). TR adalah waktu antara sebuah aplikasi RF dengan aplikasi

RF berikutnya. TR menentukan jumlah recovery yang terjadi,

sehingga mengontrol T1 recovery. TE adalah waktu dari aplikasi RF

sampai puncak sinyal. TE menentukan jumlah decay yang masih

tersisa, sehingga mengontrol T2 decay (Westbrook dan Kaut,

2011).

g. Pembobotan

Untuk menampilkan pembobotan T1, T2 atau proton density,

nilai TE dan TR harus diatur secara spesifik.

1) Pembobotan T1

Pembobotan T1 adalah pembobotan yang menekankan

perbedaan T1 lemak dan air untuk membentuk kontras gambar.

Karena TR mengontrol recovery, TR harus dibuat pendek agar

lemak dan air tidak sampai mencapai recovery penuh. T1WI


24

dicirikan dengan gambaran lemak yang tampak hyperintense,

dan air yang hypointense. T1WI berlaku sebagai sekuens

anatomis karena memiliki echo time yang pendek dan SNR

yang tinggi sehingga sangat cocok untuk menggambarkan

anatomi secara detail. Pembobotan T1 pada citra MRI lumbal

akan memberikan gambaran lemak dan bone marrow yang

tampak terang, serta gambaran celebrospinal fluid (CSF) dan

nukleus pulposus yang tampak gelap (Westbrook dan Kaut,

2011).

2) Pembobotan T2

Pembobotan T2 adalah pembobotan yang menekankan

perbedaan T2 lemak dan air untuk mendapatkan kontras

gambar. Karena TE mengontrol decay, TE harus dibuat

panjang agar lemak dan air mempunyai cukup waktu untuk

decay. Pembobotan T2 dicirikan dengan gambaran otot yang

gelap dan cairan yang terang. Secara tradisional disebut

sebagai sekuens patologis, karena mampu menampilkan

kelainan yang pada umumnya ditandai dengan peningkatan

vaskularisasi sehingga memiliki kandungan air yang lebih

tinggi. Pembobotan T2 pada citra MRI lumbal akan memberikan

gambaran lemak dan bone marrow yang tampak gelap, serta

gambaran celebrospinal fluid (CSF) dan nukleus pulposus yang

tampak terang (Westbrook dan Kaut, 2011).

3) Proton density

Proton density adalah pembobotan dengan

menekankan jumlah proton per satuan volume. Untuk


25

mendapatkan pembobotan proton density, faktor-faktor

pembentuk T1 dan T2 harus dihilangkan. TR harus dibuat

panjang untuk menghilangkan efek T1 dan TE harus dibuat

pendek untuk menghilangkan efek T2 (Westbrook dan Kaut

2011).

Image kontras pembobotan Proton Density sebagian

besar dipengaruhi oleh perbedaan proton density pada masing-

masing jaringan. Jaringan dengan proton density rendah akan

tampak gelap (sinyal rendah) karena jumlah komponen proton

dari magnetization transversal dan sebaliknya. Cortical bone

dan udara selalu tampak hitam pada image MR terlepas dari

pembobotan karena mereka memiliki proton density rendah dan

sinyal kembali sedikit. Pembobotan proton density selalu dapat

menampakkan anatomi dan beberapa patologis.

h. Pulsa sekuens

Urutan pulsa (pulse sequence) adalah urutan pulsa RF yang

dipancarkan selama pemeriksaan MRI, dengan parameter TR, TE,

dan TI serta parameter lain yang menyertainya. Beberapa urutan

pulsa yang biasa digunakan adalah sebagai berikut :

1) Spin Echo

Gambar 2.11 Pulsa Spin Echo (Reimer, 2006).


26

Spin echo konvensional adalah sekuens yang paling

banyak digunakan pada pemeriksaan MRI. Pada spin echo

konvensional, segera setelah pulsa RF 900 diberikan, sebuah

FID segera terbentuk. Dengan menggunakan kekuatan radio

frekuensi yang sesuai, akan terjadi transfer NMV bersudut

900kemudian diikuti dengan rephasing pulse bersudut 1800.

Spin echo menggunakan eksitasi pulsa 900yang diikuti

oleh satu atau lebih rephasing pulsa 1800, untuk menghasilkan

spin echo. Jika hanya menggunakan satu echo gambaran T1

weighted image dapat diperoleh dengan menggunakan TR

pendek dan TE pendek. Sedangkan untuk menghasilkan proton

density dan T2 weighted image, diaplikasikan dua spin echo

dengan dua pulsa RF 1800rephasing, echo pertama dengan

short TE dan long TR, untuk menghasilkan proton density, echo

kedua dengan long TR dan long TE menghasilkan T2. Pada

spin echo raw image data darimasing-masing echo di simpan

pada K-space dan banyaknya pulsa 1800 rephasing yang

diaplikasikan sesuai dengan banyak echo yang dihasilkan per

TR.

Perpaduan antara TR dan TE dengan nilai-nilai T1 dan

T2 yang dimiliki oleh jaringan inilah yang menyebabkan

terjadinya pembobotan (weighting). Jika digunakan TE panjang,

maka perbedaan waktu T2 pada jaringan akan menjadi tampak.

Jaringan dengan T2 yang panjang misalnya air akan

membutuhkan waktu yang lebih panjang untuk meluruh

mengalami decay sehingga sinyalnya akan tampak lebih terang


27

pada citra dibandingkan sinyal dari jaringan dengan T2 yang

pendek (lemak). Dengan cara yang sama, TR mengontrol

kontras T1, maka jaringan dengan T1 panjang (air) akan

membutuhkan waktu yang lebih panjang untuk kembali ke nilai

magnetisasi semula. Oleh karena itu dengan T1 panjang akan

membuat jaringan tampak lebih gelap dibandingkan jaringan

dengan T1 pendek (lemak). Secara ringkas, pembobotan T2

membutuhkan TE dan TR panjang, pembobotan T1

membutuhkan TE dan TR pendek, sedangkan pada proton

density membutuhkan TE pendek dan TR yang panjang.

2) Fast Spin Echo

Fast spin echo adalah spin echo tapi dengan waktu

scanning yang dipersingkat. Waktu scanning dipersingkat

dengan melakukan lebih dari satu phase enchode per TR yang

dikenal dengan echo train length yakni aplikasi beberapa RF

pulse per TR dan pada masing-masing rephasing atau

refocusing dihasilkan satu echo sehingga dapat melakukan

phase enchode yang lain.

Gambar 2.12 Pulsa Fast Spin Echo (Liney, 2005)


28

3) Echo Planar Imaging ( EPI )

Gambar 2.13 Pulsa Echo Planar Imaging (Reimer, 2006).

Sekuen echo planar imaging (EPI) melakukan pengisian

K space dalam satu repetisi dengan menggunakan TR yang

sangat panjang. Echo dapat dihasilkan dengan multiple pulsa

1800disebut dengan spin echo EPI (SE-EPI) atau dengan

menggunakan gradient disebut dengan gradient echo EPI

(GEEPI). Jika seluruh baris pada K space terisi dalam satu kali

repetisi maka ini dikenal dengan nama single shot EPI (SS-

EPI). SS-EPI dapat menghasilkan gambar jauh lebih cepat

dibandingkan SS-FSE karena penggunaan TR yang lebih

panjang atau dengan penggunaan gradient echo dibanding

pada spin echo dan karena itu dapat mengisi K space dalam

hitungan detik. Tetapi sekuen SS-EPI sering terjadi artefact

seperti chemical shift, distorsi dan blurring. Karena hal ini maka

sekuen EPI lebih sering dilakukan dengan mode multi-shot

dimana dengan menggunakan metode ini maka seperempat

atau setengah K space diisi setiap periode TR. EPI dan versi

fast dari sekuen GRE saat ini merupakan mode akuisisi yang

paling cepat pada MRI, sehingga dengan teknik ini


29

pemeriksaan MRI real-time, dinamik dan fungsional MRI dapat

dilakukan (Reimer, 2006).

2. Parameter –parameter yang menentukan kualitas citra MRI

a. Signal to Noise Ratio (SNR)

SNR adalah perbandingan antara besarnya amplitudo

sinyal dengan besarnya amplitudo noise dalam gambar MRI. Noise

bisa disebabkan oleh sistem komponen MRI dan juga dari pasien.

Semakin besar sinyal yang dihasilkan akan semakin meningkatkan

SNR (Westbrook dan Kaut, 2011). SNR dipengaruhi oleh:

1) Densitas proton daerah yang diperiksa, dimana semakin tinggi

densitas proton, semakin tinggi nilai SNR-nya.

2) Tebal irisan, dimana semakin besar ukuran ketebalan irisan

atau potongan akan menghasilkan voxel yang besar, maka

semakin tinggi pula nilai SNR.

3) TR, TE dan Flip Angle. TR yang panjang dapat meningkatkan

SNR dan TR yang pendek akan mengurangi nilai SNR, TE

yang panjang dapat mengurangi SNR dan TE yang pendek

dapat meningkatkan SNR, sedangkan flip angle yang rendah

menghasilkan SNR yang kecil.

4) NEX, dimana jika NEX bertambah maka jumlah data yang

tersimpan pada K-Space juga bertambah. Hubungan lebih rinci

yaitu NEX digandakan maka hanya meningkatkan SNR

sebesar 1.4.

5) Recieve Bandwidth, semakin kecil bandwith maka noise akan

berkurang.
30

6) Penggunaan koil yang dipasang sedekat mungkin dengan

obyek.

b. Contrast to Noise Ratio adalah perbedaan SNR antara organ yang

saling berdekatan. CNR yang baik dapat menunjukkan perbedaan

daerah patologis dan daerah sehat (Westbrook dan Kaut,

2011).Untuk meningkatkan CNR dapat dilakukan dengan cara :

1) Menggunakan kontras media.

2) Menggunakan T2 weighting.

3) Memilih magnetization transfer.

4) Menghilangkan gambaran jaringan normal dengan spectral pre-

saturation, atau menggunakan STIR (Short Tau Inversion

Recovery) atau FLAIR (Fluid Attenuated Inversion Recovery)

untuk menekan jaringan tertentu.

c. Spatial Resolution

Spatial resolution adalah kemampuan untuk membedakan

antara dua titik secara terpisah dan jelas. Ini dikontrol oleh ukuran

voxel. Semakin kecil ukuran voxel, resolusi akan semakin baik

(Westbrook dan Kaut,2011).Spatial resolution dapat ditingkatkan

dengan :

1) Slice thickness yang tipis

2) Matrix yang halus atau kecil

3) FOV (Field ofView) yang kecil

d. Scan time

Waktu scanning dipengaruhi oleh TR (time repetition),

jumlah phase encoding, dan NEX(Westbrook dan Kaut, 2011).

Untuk mengurangi scan time dilakukan dengan cara:


31

1) TR dibuat sependek mungkin

2) Matrix yang kasar

3) NEX sekecil mungkin.

3. Teknik Penekanan Lemak ( Fat Suppression )

Lemak terlihat cerah pada pembobotan T1, T2 dan Proton density.

Hasil peningkatan kontras dalam peningkatan sinyal pada daerah

patologis (inflamatoric, neoplastic, hyperperfused), pada Edema terlihat

cerah pada pembobotan T2. Untuk mendeteksi nilai patologis, maka

gambaran lemak yang terlihat cerah harus ditekan.

Ada dua prinsip untuk penekanan lemak yaitu: relaksasi Invers

Recovery (STIR) dan pergeseran nilai kimia (Dixon, Chemical (Spectral)

Presaturation, Water Excitation). Serta teknik Hybrid yaitu kombinasi

dari teknik pergeseran nilai kimia dan relaksasi invers recovery ( STIR )

yaitu Spectral Presaturation Inversion Recovery ( SPIR ) dan Spectral

Presaturation Adiabatic Inversion Recovery ( SPAIR ) ( Wilhelm Horger,

2011 )

a. STIR (Short Tau Invers Recovery)

T1 Memiliki waktu relaksasi lebih pendek dari jaringan tubuh

lainya. Sebelum scan 180°inversi pulsa diterapkan, yang membalik

semua spin di - Z. Ini diikuti dengan relaksasi T1. Setelah TI waktu

Lemak, Proton lemak dalam orientasi melintang. Jika 90° eksitasi

pulsa dipancarkan saat proton lemak tidak bisa memberikan

kontribusi pada sinyal resonansi. Proses ini disebut “zero passing”

citra STIR memiliki kontras T1 terbalik (tidak kontras T2),

TI= T1fat ×ln 2 = (260ms)×0.693 = 180ms pada 1.5T


32

Prinsipnya lemak tertekan, nilai optimal juga akan tergantung

pada pengaturan parameter lainya (misal TR), TI di 1,5T dipilih

150ms. TI lemak meningkat dengan kekuatan medan magnet. Jika

nilai TI dipilih < 150 ms, sinyal lemak lebih diterima, mengurangi

penekanan lemak, tetapi meningkatkan Signal Noise Ratio ( SNR )

Keuntungan utama dari STIR adalah ketidakpekaan

sempurna untuk B0 Inhomogenitas. Selain itu tidak bergantung pada

pergeseran kimia. Menjadikan teknik ini tidak tergantung pada

menekan lemak pada di daerah dengan sinyal dan lapangan

inhomogenity, seperti bahu dan kaki.

Salah satu kelemahan utama adalah bahwa hal ini tidak

dapat digunakan setelah injeksi kontras gadolonium untuk

mempersingkat waktu T1 dari semua jaringan, yang kemudian

dapat memiliki “Zero Passing” waktu yang sama sebagai lemak.

Kerugian lainya adalah mengurangi SNR dibandingkan dengan

sequen spektral saturasi spin echo. ( Wilhelm Horger, 2011).

Gambar 2.11. Teknik STIR (Wilhelm Horger, 2011)

b. Dixon

Pada tahun 1984 WT. Dixon mengusulkan teknik baru untuk

saturasi lemak di MRI (Dixon 1984), teknik ini membuat pengguna

frekuensi terjadi pergeseran kimia antara proton lemak dan proton


33

air, dengan empat image kontras yang disediakan yaitu : fat image,

water image, in-phase, opposed-phase.

Karena TR panjang diperlukan untuk memperoleh data scan,

waktu scan relatif lama, yang sebagian dapat dikompensasi oleh

citra paralel.

Dixon cocok untuk magnet bidang rendah (Low Tesla) dapat

mewakili sebuah alternatif untuk spektral teknik spektral Fat sat di

bidang magnet tinggi (High Tesla). ( Wilhelm Horger, 2011)

Keuntungan dari teknik Dixon yaitu sensitif untuk

inhomogeneities B0 dan B1 kontras didapatkan dalam satu

pengukuran.

Kerugian dari teknik Dixon yaitu meningkatnya nilai TR

karena data opposed phase harus diperoleh. Ini dapat

dikompensasikan dengan menggunakan teknik akuisisi paralel

terpadu. (Wilhelm Horger, 2011).

Pada tahun 1980-an beberapa peneliti mulai menyadari

bahwa efek pembatalan fase ini adalah dapat digunakan secara

klinis untuk mengidentifikasi dan bahkan mengukur kandungan

lemak dari jaringan seperti hati. Salah satu penggunaan terutama

prinsip umumnya adalah untuk membantu dalam diferensiasi

adenoma adrenal (yang biasanya mengandung lemak) dari

karsinoma dan metastasis. Diagnosis berbagai lesi lainnya

abdominal, termasuk angiomyolipomas, karsinoma sel jernih ginjal,

dan infiltrasi lemak fokus hati dapat dibantu oleh IP-OOP

pencitraan.
34

Teknik digambarkan di bawah, melibatkan memperoleh

sepasang gambar GRE di TR yang sama tetapi dengan dua nilai TE

yang berbeda, satu IP dan OOP kedua. Lesi yang sinyal intensitas

menurun secara signifikan pada gambar OOP cenderung

mengandung lemak mikroskopis. Dengan demikian, IP / OOP

pemindaian sekarang menjadi bagian standar dari yang paling

pencitraan perut protokol di seluruh dunia. Salah satu kelemahan

metode ini yaitu nilai time echo ( TE ) yang digunakan cukup pendek

sehingga tidak bisa diaplikasikan pada T2 kontras. ( Ian Cameroon,

2009 )

c. Chemical ( Spectral ) Presaturation

Untuk pergeseran proton lemak dan proton air, terjadi

perbedaan frekuensi adalah 3,4 ppm. Fat saturasi spektral

menggunakan perbedaan frekuensi pulsa sempit yang dipancarkan

pada lemak, beralih pada proton lemak dari arah sumbu Z.

Karena frekuensi offset sebanding dengan kekuatan medan

magnet, dan dapat berkurang pada MRI medan magnet rendah .(66

Hz pada 0.4 T)

Dua mode intensitas saturasi lemak bisa dipilih (kuat/lemah)

mendefinisikan berapa banyak sinyal proton lemak yang

berkontribusi pada citra.

Saturasi lemak spektral tidak mempengaruhi kontras pada

jaringan dan karena itu sering digunakan. Hal ini tergantung pada

homogenitas Bo dan B1 lapangan. Persiapan pulsa tambahan

meningkatkan waktu scan.


35

Oleh karena itu untuk mencapai kualitas citra yang cukup

dalam teknik penekanan lemak ini tidak bisa diterapkan pada

bidang magnet Low Tesla. ( Wilhelm Horger, 2011)

Gambar 2.12. Chemical (Spektral) Presaturation


(Wilhelm Horger, 2011)

d. Water Excitation

Teknik ini didasarkan juga pada pergeseran kimia, Sebuah

binomial (atau komposit) eksitasi, pulsa yang digunakan, yang

mencapai eksitasi minimum proton lemak dan eksitasi maksimum,

air proton. Dengan demikian, proton lemak tidak akan memberikan

kontribusi pada sinyal magnet ( MR )

Gambar 2.13. Water Excitation (Wilhelm Horger, 2011)

e. Teknik Hybrid Spair dan Spir

Teknik Hybrid untuk penekanan lemak adalah kombinasi

dari presaturation kimia teknik dan STIR. Spectral Presaturation

with Inversion Recovery ( SPIR ) adalah teknik menggunakan

spektrum, selektif inversi pulsa untuk flip spin lemak dengan 110 °.

Setelah waktu inversi diperlukan (TI), eksitasi pulsa konvensional

diterapkan.
36

Teknik penekanan lemak ini menggunakan dua eksitasi

selektif sinyal lemak dan T1 relaksasi. Teknik ini juga tidak

menyebabkan melekat pada T1 weighted karena air yang berputar

tidak terpengaruh oleh penekanan lemak. SPIR juga memiliki

intensitas pixel secara inheren lebih tinggi dari STIR pada jaringan

yang tidak mengandung lemak. Kerugian penggunaan teknik SPIR

adalah sensitif terhadap pulsa radio frekwensi ( RF ) spasial non

uniformity ( sudut flip berubah ) serta memerlukan waktu yang

relatif lama jika dibandingkan dengan akuisisi yang sama tanpa

penekanan lemak.( Ian Cameroon, 2009 )

Spair (Spectral Presaturation Adiabatic Inversion Recovery)

teknik menggunakan spektrum selektif inversi pulsa untuk flip spin

lemak dengan 180 °. Selain itu, Spair menggunakan pulsa

adiabatik untuk, berurusan dengan nonuniformity spasial RF (B1

heterogenitas). Setelah waktu inversi diperlukan (TI),

menggunakan eksitasi pulsa konvensional.

Gambar 2.14. Teknik Spair (Wilhelm Horger, 2011)


37

Bagan Fat Suppression

Bagan Fat Suppression ( C.Tsiotsios,dkk, 2016 )

4. Teknik dan Prosedur Pemeriksaan MRI Orbita

a. Indikasi Pemeriksaan ( Westbrook, 2014 )

1) Penonjolan bola mata kedepan ( Proptosis )

2) Gangguan visual

3) Evaluasi lesi massa okular

b. Peralatan Pemeriksaan ( Westbrook, 2014 )

1) Coil kecil untuk daerah orbita

2) Pasien diimobilisasi dengan strap dan bantalan yang tersedia

3) Pasien dikenakan pelindung telinga (ear plug)

c. Posisi pasien ( Westbrook, 2014 )

1) Pasien berbaring supine diatas meja pemeriksaan dengan

kepala dahulu masuk gantry.

2) Kepala diatur di dalam coil sehingga garis interpupilary pararel

dengan meja pemeriksaan dengan kepala diatur lurus.

3) Pasien diposisikan sehingga longitudinal alignment light berada

di mid line dan horizontal alignment light melalui nasion.

4) Center point atau titik bidik pada glabella atau nasion.

5) Kepala pasien diimobilisasi dengan strap dan bantalan yang

tersedia.
38

6) Untuk pasien wanita dilarang mengenakan perhiasan dan make

up di wajah dan mata karena akan menyebabkan katarak.

d. Protokol MRI Orbita ( Westbrook, 2014 )

1) Sagittal SE/FSE T1

Localizer sagittal : Medium slice / gaps dikedua sisi

alignment light melalui seluruh kepala. Dari daerah foramen

magnum sampai ke atas kepala

Gambar 2.15 : Gambaran T1 W SE irisan sagittal


( Westbrook, 2014)
2) Axial / oblique SE / FSE T1 atau T2

Localizer Axial / Oblique: irisan tipis / gap untuk axial

atau oblique ke nervous opticum dari batas bawah orbita.

Memperlihatkan bola mata dan nervous opticum dengan jelas.


39

Gambar 2.16 : Gambaran T2 SE / FSE irisan Axial / oblique


( Westbrook, 2014 )

3) Coronal SE / FSE T2 atau STIR

Localizer coronal seperti irisan axial/oblique T1, kecuali

irisan yang menentukan potongan dari batas posterior bola

mata ke posterior ciasma. Gunakan sekuen tambahan yaitu fat

suppression / penekanan lemak.

e. Hasil gambaran MRI Tumor Orbita

Gambar 2.17 : T1W axial view mass bagian kiri


( Bickle,Ian, 2012 )
40

Pada MRI Orbita diatas dijelaskan bahwa adanya

massa Isointense dengan sekuen T1W irisan axial.

Gambar 2.18 : T2W coronal view pseudocapsule bagian kiri


( Bickle,Ian, 2012 )

Pada MRI Orbita diatas menunjukkan gambaran Hyper-

intense pada T2W dengan gambaran pseudocapsule yang tipis

dengan intensitas rendah

B. Pertanyaan Penelitian

1. Bagaimanakah persiapan pemeriksaan MRI Orbita pada kasus tumor di

Instalasi Radiologi Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Saiful Anwar

Malang?

2. Bagaimanakah persiapan pemeriksaan MRI Orbita pada kasus tumor

untuk pasien bayi atau anak – anak di Instalasi Radiologi Rumah Sakit

Umum Daerah Dr. Saiful Anwar Malang?

3. Hal – hal apa saja yang perlu dipersiapkan terkait dengan tindakan

anestesi pada pasien bayi atau anak-anak?

4. Bagaimanakah teknik pemeriksaan untuk pemeriksaan MRI Orbita di

Instalasi Radiologi Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Saiful Anwar

Malang?
41

5. Mengapa pada teknik pemeriksaan MRI Orbita pada kasus tumor

menggunakan teknik penekanan lemak (Fat Suppression) SPIR di

Instalasi Radiologi Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Saiful Anwar

Malang?

6. Mengapa pemeriksaan MRI orbita selalu disertai pemeriksaan MRI

kepala di Instalasi Radiologi Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Saiful

Anwar Malang ?

7. Mengapa pemeriksaan MRI Orbita pada kasus tumor menggunakan

bahan media kontras di Instalasi Radiologi Rumah Sakit Umum Daerah

Dr. Saiful Anwar Malang ?

Anda mungkin juga menyukai