Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Sinar x merupakan salah satu jenis radiasi pengion yang banyak
digunakan dalam dunia kedokteran. Sifat sinar-x yang mampu menembus
objek bermanfaat untuk mengetahui kelainan fisik dan fungsi suatu organ
yang tidak dapat dilihat dari luar. Kemampuan sinar-x menembus objek dapat
dipengaruhi oleh kerapatan jaringan, ketebalan objek serta nomor atom objek
yang difoto.
Untuk organ yang memiliki ketebalan jaringan dan kerapatan jaringan
yang hampir sama, dalam pemeriksaan dengan sinar-x akan sulit dibedakan,
seperti pemeriksaan organ-organ gastrointestinal. Maka dari itu untuk
mendapatkan gambaran yang baik dengan informasi diagnostik yang optimal
dapat dilakukan pemeriksaan dengan menggunakan media kontras.
Pemeriksaan saluran gastrointestinal dapat dilakukan dengan
memasukkan media kontras secara antegrade maupun retrograde. Untuk
saluran gastrointestinal bagian atas dapat dilakukan pemeriksaan OMD
(oesofagus maag duodenum).
Pemeriksaan Oesofagus Maag Duodenum adalah suatu pemeriksaan
saluran pencernaan pada bagian atas yang menggunakan media kontras
positif, contohnya barium swallow, barium meal. Kadang-kadang digunakan
juga media kontras negatif yaitu udara, sehingga dapat diketahui secara jelas
anatomi, fisiologi dan kelainan patologi dari organ-organ yang diperiksa.
Untuk itu penulis akan membahas tentang teknik pemeriksaan OMD
yang dilakukan di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta dalam pembuatan laporan
PKL II yang berjudul “Teknik Pemeriksaan OMD dengan Klinis Dispepsia Di
RSUP Dr Sardjito Yogyakarta”.

1
B. RUMUSAN MASALAH
Untuk mempermudah pemahaman dan penulisan tentang pemeriksaan
OMD maka rumusan masalah yang penulis kemukakan adalah :
Bagaimana prosedur pemeriksaan OMD dengan klinis dispepsia di instalasi
radiologi RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta ?

C. TUJUAN PENULISAN
Penulisan laporan ini bertujuan untuk :
1. Mengetahui teknik pemeriksaan OMD dengan klinis dispepsia di RSUP
Dr. Sardjito Yogyakarta.
2. Memenuhi tugas PKL II

D. SISTEMATIKA PENULISAN
BAB I PENDAHULUAN berisi tentang latar belakang masalah, rumusan
masalah, tujuan penulisan, dan sistematika penulisan.
BAB II DASAR TEORI berisi tentang anatomi dan fisiologi oesofagus
maag duodenum, patologi, prosedur pemeriksaan oesofagus maag
duodenum
BAB III PROFIL KASUS DAN PEMBAHASAN berisi tentang Profil kasus,
Pelaksanaan Pemeriksaan, hasil
BAB IV PENUTUP berisi kesimpulan dan saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

2
BAB II
DASAR TEORI

A. Anatomi dan Fisiologi Oesofagus Maag Duodenum


1. Oesofagus
Oesofagus merupakan saluran yang menghubungkan tekak dengan
lambung, panjangnya + 25 cm, mulai dari faring sampai pintu masuk
kardiak di bawah lambung. Terletak di belakang trakea dan di depan
tulang punggung setelah melalui toraks menembus diafragma masuk ke
dalam abdomen menyambung dengan lambung (Syaifuddin, 1997 : 77)
Fungsi utama oesofagus adalah untuk menghantarkan makanan dari
faring ke lambung dengan gerakan peristaltik.
2. Maag (lambung)
Merupakan bagian dari saluran yang dapat mengembang paling
banyak terutama di daerah epigaster, lambung terdiri dari bagian atas
fundus uteri berhubungan dengan oesofagus melalui orifisium pilorik,
terletak dibawah diafragma di depan pankreas dan limpa, menempel di
sebelah kiri fundus uteri.
Fungsi lambung adalah untuk menampung makanan,
menghancurkan, dan menghaluskan makanan oleh peristaltik lambung dan
getah lambung (Syaifuddin, 1997 : 77)
3. Duodenum
Panjangnya + 25 cm berbentuk seperti sepatu kuda melengkung ke
kiri pada lengkungan ini terdapat pankreas. Dan bagian kanan duodenum
terdapat selaput lendir yang membukit yang disebut papila vateri.
Pada papila vateri ini bermuara saluran empedu (duktus koledokus)
dan saluran pankreas (duktus pankreatikus).
Empedu dibuat di hati untuk dikeluarkan ke duodenum melalui
duktus koledokus yang fungsinya mengemulsikan lemak dengan bantuan
lipase.

3
Dinding duodenum mempunyai lapiasan mukosa yang banyak
mengandung kelenjar, kelenjar ini disebut kelenjar-kelenjar brunner yang
berfungsi untuk memproduksi getah intestinum.
B. Patologi
 Oesofagus
1. Achalasia
Disebut juga dengan cardiospasmus, yaitu sindroma yang terdiri atas
dyspagia (kesukaran menelan), rasa nyeri, dan muntah-muntah.
Disebabkan oleh ketidakseimbangan saraf-saraf otonom, sehingga
otot-otot sirkuler bagian bawah oesofagus tidak dapat mengendur
2. Hernia hiatus
Terjadi karena oesofagus terlalu pendek sehingga bagian lambung ke
atas diafragma yang menyebabkan selalu merasa sangat kenyang
setelah makan.
3. Radang (esofagitis)
Disebabkan oleh zat korosif, uremi, tuberkulosis, lues dan
actinomycosis
 Maag (lambung)
1. Gastritis
Disebabkan oleh makanan atau minuman yang dapat menyebabkan
iritasi pada selaput lendir lambung, dan juga dapat disebabkan infeksi
akut.
2. Tukak lambung (ulkus)
Terjadi perforasi dan perdarahan pada lambung, biasanya terjadi rasa
nyeri pada daerah epigastrium
 Duodenum
Terjadi dilatasi atau pelebaran setempat (lokal) dapat terjadi secara
kongenital atau didapat (aquired).

4
1. Kongenital (primer)
Disebabkan kelemahan setempat pada dinding duodenum dan
ditemukan pada tempat-tempat pembuluh darah masuk ke dalam
dinding, terutama dinding duodenum bagian kedua.
2. Divertikulum yang didapat (acquired)
Biasanya pada duodenum bagian pertama dan biasanya sekitar bekas
tukak peptik. Bila banyak disebut divertikulosis
C. Prosedur pemeriksaan radiografi oesofagus maag duodenum (OMD)
a. Definisi pemeriksaan OMD
Teknik radiografi OMD adalah teknik pemeriksaan secara
radiologi saluran pencernaan atas dari organ oesofagus maag duodenum
menggunakan media kontras barium swallow dan barium meal, kemudian
diamati dengan fluoroskopi (Bryan, 1979)
b. Tujuan pemeriksaan OMD
Teknik radiografi OMD bertujuan untuk melihat kelainan-kelainan
pada organ esofagus, maag, dan duodenum.
c. Persiapan pemeriksaan OMD yaitu :
1. Persiapan pasien
Persiapan pasien sebelum pemeriksaan yaitu :
a. Pasien diberi penjelasan tentang pemeriksaan yang akan dilakukan
b. Pasien puasa selama 5 jam sebelum dilakukan pemeriksaan
c. Pasien tidak diperbolehkan mengkonsumsi obat-obatan yang
mengandung substansi radioopaque seperti steroid, pil kontrasepsi
(Bryan, 1979)
2. Persiapan alat dan bahan
Persiapan alat :
a. Pesawat sinar x
b. Kaset ukuran 24 x 30 cm, 35 x 35 cm
c. Film ukuran 24x 30 cm, 35 x 35 cm
d. Gelas
e. Sendok

5
f. Tissue
g. Bengkok
h. Baju pasien
i. Marker R atau L
j. Pencucian film terdiri dari developer, fixer, rinsing (Balinger,
1999)
Persiapan bahan :
a. Media kontras barium sulfat (BaSO4)
Kontras media adalah suatu bahan yang dapat digunakan
dalam pemeriksaan radiologi yang bertujuan untuk memberikan
perbedaan densitas organ disekitarnya. Kontras media dibagi
menjadi dua macam yaitu kontras media positif dan kontras media
negatif. Kontras media positif adalah kontras media yang memiliki
nomor atom tinggi, contohnya barium sedangkan kontras media
negatif yaitu kontras media yang memiliki nomor atom rendah,
contohnya udara (Ballinger, 1999).
Pemeriksaan OMD dengan menggunakan media kontras
dibagi menjadi 5 macam yaitu :
1. Barium swallow adalah pemeriksaan radiologis oesofagus
dengan cara menelan media kontras
2. Barium meal adalah pemeriksaan radiologis lambung dan
duodenum dengan cara meminum media kontras
3. Barium follow through adalah pemeriksaan radiologis usus
halus dengan meminum media kontras yang merupakan
kelanjutan dari pemeriksaan barium meal yang memerlukan
waktu beberapa jam untuk dapat sampai ke proses pencernaan
makanan
b. Cara pemberian media kontras
Kontras positif yang biasanya digunakan dalam
pemeriksaan radiologis saluran pencernaan adalah BaSo4. Bahan
ini merupakan sutu garam berwarna putih, mempunyai berat atom

6
yang besar dan tidak larut dalam air. Bahan diaduk dengan air
dalam perbandingan tertentu, sehingga menjadi suspensi (bukan
larutan). Suspensi tersebut harus diminum oleh pasien dalam
pemeriksaan oesofagus maag duodenum (Kartoleksono, 1999).
Apabila persiapan pasien sudah dianggap baik, maka untuk
pemeriksaan oesofagus, pasien diberi suspensi barium kurang lebih
2-3 sendok makan. Kontras barium dikulum di dalam mulut setelah
itu pasien diinstruksikan untuk menelan. Pembuatan radiograf
dilakukan setelah kurang lebih 1-5 detik setelah barium diminum.
Sedangkan untuk lembung dan duodenum setelah pasien diberi
suspensi barium kurang lebih 200 ml, atau kurang lebih satu gelas
kemudian pasien disuruh berbaring di atas meja pemeriksaan dan
diminta untuk memutar badan ke kiri dan ke kanan sebanyak 2-3
kali (berguling-guling) dengan maksud agar suspensi barium sulfat
dapat melapisi dinding lambung dan duodenum secara merata,
setelah itu segera dilakukan pengambilan radiograf. Radiograf
diambil setelah kurang lebih 3-5 menit post media kontras
(Kertoleksono, 1999)
d. Teknik pemeriksaan OMD
Teknik pemeriksaan OMD yang pertama kali dilakukan adalah
pasien datang ke radiologi kemudian pasien diminta untuk ganti baju,
setelah itu kita mempersiapkan media kontras yang akan dipakai yaitu
membuat campuran antara barium dan air. Pemeriksaan oesofagus dapat
menggunakan 2 perbandingan yaitu dengan perbandingan 1 : 1 posisi
pasien dalam keadaan berdiri (Clark K.C, 1973) atau perbandingan 1 : 4
posisi pasien dalam keadaan tiduran (Bontrager, 1991). Pada pemeriksaan
maag duodenum perbandingan campuran yang digunakan adalah 1 : 4
(Bontrager, 1999)

7
e. Proyeksi pemeriksaan OMD
1. Proyeksi radiografi plain abdomen (AP supine)
Pemeriksaan OMD sebelumnya dilakukan plain foto terlebih dahulu
untuk mengetahui persiapan dari pasien, proyeksi yang digunakan
adalah AP supine.
Posisi pasien : pasien dalam posisi supine di atas meja
pemeriksaan dengan kedua tangan di samping
tubuh.
Posisi objek : MSP tubuh pada pertengahan meja pemeriksaan,
usahakan tidak terjadi rotasi pada tubuh
Pengaturan sinar : CR : tegak lurus kaset
CP : V. lumbal 2
FFD 100 cm
Menggunakan grid
Kaset ukuran : 35 x 35 cm
Eksposi : ekspirasi dan tahan napas
Kriteria evaluasi : tampak abdomen bila bersih maka pemeriksaan
dilanjutkan (Bontrager, 2001).
2. Proyeksi radiografi pemeriksaan oesofagus
Terdapat beberapa proyeksi yang digunakan pada pemeriksaan
oesofagus yaitu :
a. Proyeksi AP atau PA
Proyeksi ini dapat memperlihatkan kelainan yaitu striktur, benda
asing, anomaly anatmi dan neoplasma oesofagus.
Posisi pasien : pasien pada posisi terlentang pada meja
pemeriksaan atau dalam posisi berdiri
Posisi objek : MSP tubuh pada pertengahan meja
pemeriksaan. Usahakan tidak terjadi rotasi
pada shoulder dan hip. Batas atas kaset 5 cm
di atas shoulder sebagai pusat sinar pada
kaset.

8
Pengaturan sinar : CR : tegak lurus kaset
CP : thorakal 5-6 yatiu 1 inchi inferior
dari sternal angle atau kira-kira 3
inchi inferior dari jugular notch
FFD : 100 cm atau 183 cm jika pasien
berdiri
Menggunakan grid
Kaset ukuran : 35 x 35 cm
Eksposi : ekspirasi dan tahan napas
Kriteria evaluasi :
1. Tampak oesofagus terisi barium
2. Tidak adanya rotasi pada pasien
3. Tampak oesofagus dalam radiograf
4. Tampak oesofagus superposisi dengan vertebra thorakal
(Bontrager, 2001).
b. Proyeksi posisi RAO dan LAO
Proyeksi ini dapat memperlihatkan kelainan yaitu striktur, benda
asing, anomaly anatomi dan neoplasma oesofagus.
Posisi pasien : pasien tidur miring pada salah satu sisi atau
dalam posisi berdiri atau tiduran
Posisi objek : pasien dari posisi PA dirotasikan sebesar 35o-
40o dengan sebelah kanan atau kiri anterior
tubuh jauh dari kaset. Tempatkan lengan kiri
atau kanan di samping tubuh elbow kanan
ditekuk untuk memegang segelas barium.
Knee sebelah kiriatau kanan ditekuk untuk
fiksasi. Pertengahan thorak sejajar pada
kaset. Batas atas kaset 5 cm di atas shoulder
sebagai pusat sinar pada kaset.
Pengaturan sinar : CR : tegak lurus kaset

9
CP : thorakal 5-6 yaitu 2-3 inchi inferior
menuju jugular notch
FFD : 100 cm atau 180 cm jika pasien
berdiri
Menggunakan grid
Kaset ukuran : 35 x 35 cm
Eksposi : ekspirasi tahan napas
Kriteria evaluasi :
1. Tampak oesofagus diantara kolumna vertebra dan jantung
2. Tampak oesofagus diantara kolumna vertebra dan jantung
dengan adanya rotasi yang cukup dari tubuh pasien
3. Oesofagus terisi barium
4. Otot bawah tidak superposisi dengan oesofagus (Bontrager,
2001)
c. Proyeksi lateral
Proyeksi ini dapat memperlihatkan kelainan yaitu striktur, benda
asing, anomaly anatomi dan neoplasma oesofagus
Posisi pasien : pasien miring pada salah satu sisi atau dalam
posisi berdiri.
Posisi objek : tempatkan kedua lengan di dekat kepala,
elbow ditekuk dan saling superposisi. Mid
coronal plane pada pertengahan meja
pemeriksaan. Tempatkan shoulder dan hip
pada posisi true lateral. Batas atas kaset 5 cm
di atas shoulder sebagai pusat sinar pada
kaset
Pengaturan sinar : CR : tegak lurus kaset
CP : thorakal 5-6 yaitu 2-3 inchi inferior
dari jugular notch
FFD : 100 cm atau 180 cm jika pasien
berdiri

10
Menggunakan grid
Kaset ukuran : 35 x 35 cm
Eksposi : ekspirasi dan tahan napas
Kriteria evaluasi :
1. Tampak oesofagus diantara kolumna vertebra dan jantung
2. Tampak kosta posterior saling superposisi
3. Tampak kedua lengan tidak superposisi dengan oesofagus
4. oesofagus terisi barium (Bontrager, 2001)
3. Proyeksi radiografi pemeriksaan lambung duodenum
Beberapa proyeksi yang digunakan pada pemeriksaan lambung
duodenum, yaitu :
a. Proyeksi PA
Proyeksi ini dapat memperlihatkan kelainan yaitu polip,
divertikula, bezoar, dan tanda-tanda gastritis dan pylorus dari
lambung.
Posisi pasien : pasien pada posisi prone, kedua tangan di
samping kepala. Kepala diganjal dengan
bantal untuk kenyamanan pasien
Posisi objek : MSP tubuh pada pertengahan meja
pemeriksaan, usahakan tidak terjadi rotasi
pada tubuh
Pengaturan sinar : CR : tegak lurus kaset
CP : 1 inchi lateral ke arah lumbal 2
FFD : 100 cm
Menggunakan grid
Kaset ukuran : 24 x 30 cm
Eksposi : ekspirasi dan tahan napas
Kriteria evaluasi :
1. Tampak lambung dan duodenum
2. Badan dan pylorus dari lambung berisi barium
3. Struktur lambung tampak dalam radiograf (Bontrager, 2001)

11
b. Proyeksi RAO
Proyeksi ini dapat memperlihatkan polip dan ulkus dari pylorus,
duodenal bulb dan C-loop duodenum
Posisi pasien : pasien tidur miring pada salah satu sisi
kemudian dirotasikan ke arah RAO. Ganjal
kepala pasien dengan bantal untuk
kenyamanan pasien
Posisi objek : pasien dirotasikan sebesar 400-700 dari posisi
prone dengan sebelah kanan anterior tubuh
jauh dari kaset. Lengan kanan di bawah dan
elbow kiri ditekuk dekat kepala pasien. Knee
ditekuk untuk fiksasi
Pengaturan sinar : CR : tegak lurus kaset
CP : lumbal 2 yaitu 1-2 inchi di atas
batas lateral costae bawah
FFD : 100 cm
Menggunakan grid
Kaset ukuran : 24 x 30 cm
Eksposi : ekspirasi dan tahan napas
Kriteria evaluasi :
1. Tampak lambung dan duodenum dalam radiograf
2. Tampak bulbus duodenum
3. Tampak lipatan lambung (Bontrager, 2001)
c. Proyeksi LPO
Dengan menggunakan double kontras udara mengisi pylorus dan
duodenal bulb, kemungkinan dapat memperlihatkan kelainan
gastritis dan ulkus.
Posisi pasien : pasien miring pada salah satu sisi kemudian
tubuh dirotasikan ke arah LPO, ganjal kepala
dengan bantal untuk kenyamanan pasien

12
Posisi objek : pasien dari posisi supine dirotasikan sebesar
300-600 dengan sebelah posterior jauh dari
kaset. Knee sebelah kanan ditekuk untuk
fiksasi. Kedua tangan diletakkan menyilang
di depan dada untuk imobilisasi.
Pengaturan sinar : CR : tegak lurus kaset
CP : kira-kira di antara xipoid tip dan
batas lateral costae bawah setinggi
lumbal 1
FFD : 100 cm
Menggunakan grid
Kaset ukuran : 24 x 30 cm
Kriteria evaluasi :
1. Tampak lambung dan duodenum
2. Tidak ada obstruksi antara bulbus duodenum ditunjukkan
dengan tidak adanya superposisi pylorus pada lambung.
3. Fundus terisi oleh barium (Bontrager, 2001)
d. Proyeksi lateral kanan
Proyeksi ini dapat memperlihatkan ruang retrogastrik (ruang di
belakang lambung) divertikula, tumor, ulkus gastric, dan trauma
lambung
Posisi pasien : pasien tidur miring ke arah lateral kanan.
Letakkan kedua tangan di dekat kepala.
Ganjal kepala dengan bantal untuk
kenyamanan pasien
Posisi objek : shoulder dan hip pada posisi true lateral dan
batas bawah kaset pada iliac crest
Pengaturan sinar : CR : tegak lurus kaset
CP : lumbal 1 yaitu pada batas lateral
costae bawah dan 1-1,5 inchi
anterior menuju mid coronal plane

13
FFD : 100 cm
Kaset ukuran : 24 x 30 cm
Kriteria evaluasi :
1. Tampak lambung dan duodenum
2. Tampak retrogastric space
3. Tampak pylorus dan duodenum dalam radiograf
4. Tampak bulbus duodenal (Bontrager, 2001)
e. Posisi AP
Proyeksi ini digunakan untuk mengetahui kemungkinan adanya
hiatal hernia ditunjukan dengan posisi trendelenburg.
Posisi pasien : pasien pada posisi supine, kedua tangan di
samping tubuh, ganjal kepala pasien dengan
bantal untuk kenyamanan pasien
Posisi objek : MSP tubuh pada pertengahan meja
pemeriksaan. Usahakan tidak terjadi rotasi
pada tubuh. Kaset harus ditempatkan kira-
kira pada iliac crest
Pengaturan sinar : CR : tegak lurus kaset
CP : diantara xipoid tip dan batas bawah
costae setinggi lumbal 1
FFD : 100cm
Menggunakan grid
Kaset ukuran : 30 x 40 cm
Eksposi : ekspirasi dan tahan napas
Kriteria evaluasi :
1. Tampak lambung dan duodenum
2. Diafragma dan daerah paru-paru bawah menunjukkan
kemungkinan adanya hiatal hernia
3. Fundus pada lambung terisi oleh barium
4. Tampak bulbus duodenal (Bontrager, 2001)

14
BAB III
PROFIL KASUS DAN PEMBAHASAN

A. Profil kasus
Pada hari senin tanggal 25 Juli 2005 pasien bernama Ny. NL, umur 52
tahun dari poli Tulip mendaftarkan ke instalasi Radiologi RSUP Dr. Sardjito
Yogyakarta untuk pemeriksaan OMD dengan Suspect dispepsia.
Pada hari kamis, tanggal 28 Juli 2005 penderita datang ke instalasi
Radiologi RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta untuk dilakukan pemeriksaan OMD
dengan menggunakan sinar-X pada pasien tersebut
B. Pelaksanaan Pemeriksaan
1. Persiapan Penderita
Persiapan yang dilakukan untuk pemeriksaan OMD adalah sebagai
berikut :
a. Satu hari sebelum pemeriksaan pasien hanya boleh makan-makanan
yang tidak rendah serat seperti bubur kecap. Dua belas jam sebelum
pemeriksaan penderita diberi obat urus-urus, selanjutnya penderita
puasa sampai dilaksanakan pemeriksaan OMD.
b. Selama dalam persiapan pemeriksaan penderita dianjurkan untuk tidak
merokok dan tidak banyak berbicara.
2. Persiapan Alat dan Bahan
Persiapan alat :
a. Pesawat sinar x yang dilengkapi dengan fluoroskopi
b. Dry film (sebagai alat pencetak gambar radiograf tanpa
menggunakan larutan prosesing)
c. Gelas
d. Sendok
e. Tissue
f. Bengkok
g. Baju pasien

15
Persiapan bahan :
Media kontras barium sulfat (BaSO4)
Apabila persiapan pasien sudah dianggap baik, maka untuk
pemeriksaan oesofagus, pasien diberi suspensi barium kurang lebih 2-3
sendok makan. Kontras barium dikulum di dalam mulut setelah itu pasien
diinstruksikan untuk menelan. Pembuatan radiograf dilakukan setelah
kurang lebih 1-5 detik setelah barium diminum. Sedangkan untuk
lambung dan duodenum setelah pasien diberi suspensi barium kurang
lebih 200 ml, atau kurang lebih satu gelas kemudian pasien disuruh
berbaring di atas meja pemeriksaan dan diminta untuk memutar badan ke
kiri dan ke kanan sebanyak 2-3 kali (berguling-guling) dengan maksud
agar suspensi barium sulfat dapat melapisi dinding lambung dan
duodenum secara merata, setelah itu segera dilakukan pengambilan
radiograf. Radiograf diambil setelah kurang lebih 3-5 menit post media
kontras
3. Teknik Pemeriksaan
Teknik pemeriksaan OMD yang pertama kali dilakukan adalah
pasien datang ke radiologi kemudian pasien diminta untuk ganti baju,
setelah itu kita mempersiapkan media kontras yang akan dipakai yaitu
membuat campuran antara barium dan air. Pemeriksaan oesofagus
menggunakan perbandingan 1 : 1, sedangkan pada pemeriksaan maag
duodenum perbandingan campuran yang digunakan adalah 1 : 4
1. Proyeksi radiografi pemeriksaan oesofagus
a. Proyeksi AP
Posisi pasien : pasien pada posisi terlentang pada meja
pemeriksaan atau dalam posisi berdiri
Posisi objek : MSP tubuh pada pertengahan meja
pemeriksaan. Usahakan tidak terjadi rotasi
pada shoulder dan hip. Batas atas kaset 5 cm
di atas shoulder sebagai pusat sinar pada
kaset.

16
Pengaturan sinar : CR : tegak lurus kaset
CP : thorakal 5-6 yatiu 1 inchi inferior
dari sternal angle atau kira-kira 3
inchi inferior dari jugular notch
FFD : 100 cm atau 183 cm jika pasien
berdiri
Menggunakan fluoroskopi dan dry film

Gambar radiografi Proyeksi AP

b. Proyeksi oblik
Posisi pasien : pasien tidur miring pada salah satu sisi atau
dalam posisi berdiri atau tiduran
Posisi objek : pasien dari posisi PA dirotasikan sebesar 35o-
40o dengan sebelah kanan atau kiri anterior
tubuh jauh dari kaset. Tempatkan lengan kiri
atau kanan di samping tubuh elbow kanan
atau kiri ditekuk untuk memegang segelas
barium. Knee sebelah kiri atau kanan ditekuk
untuk fiksasi. Pertengahan thorak sejajar
pada kaset. Batas atas kaset 5 cm di atas
shoulder sebagai pusat sinar pada kaset.
Pengaturan sinar : CR : tegak lurus kaset

17
CP : thorakal 5-6 yaitu 2-3 inchi inferior
menuju jugular notch
FFD : 100 cm atau 180 cm jika pasien
berdiri
Menggunakan fluoroskopi dan dry film

Gambar radiograf proyeksi oblik

2. Proyeksi radiografi pemeriksaan lambung duodenum


a. Proyeksi radiografi plain abdomen (AP supine)
Pemeriksaan OMD sebelumnya dilakukan plain foto
terlebih dahulu untuk mengetahui persiapan dari pasien, proyeksi
yang digunakan adalah AP supine.
Posisi pasien : pasien dalam posisi supine di atas meja
pemeriksaan dengan kedua tangan di
samping tubuh.
Posisi objek : MSP tubuh pada pertengahan meja
pemeriksaan, usahakan tidak terjadi rotasi
pada tubuh
Pengaturan sinar : CR : tegak lurus kaset
CP : V. lumbal 2
FFD : 100 cm
Menggunakan fluoroskopi dan dry film

18
Gambar radiograf proyeksi radiografi plain abdomen (AP supine)

b. Proyeksi PA
Posisi pasien : pasien pada posisi prone, kedua tangan di
samping kepala. Kepala diganjal dengan
bantal untuk kenyamanan pasien
Posisi objek : MSP tubuh pada pertengahan meja
pemeriksaan, usahakan tidak terjadi rotasi
pada tubuh
Pengaturan sinar : CR : tegak lurus kaset
CP : 1 inchi lateral ke arah lumbal 2
FFD : 100 cm
Menggunakan fluoroskopi dan dry film

Gambar radiograf proyeksi PA

19
C. Hasil
a. Foto Polos
Trachea tak tampak penyempitan, pelebaran maupun deviasi. Tak tampak
distensi gaster. Tak tampak gambaran perselubungan semiopaque di
proyeksi oesofagus, gaster, maupun duodenum
b. Dilakukan pemeriksaan OMD :
- Double kontras memakai BaSO4 suspensi 2:1 sebanyak 30
cc dengan diberi asam sitrat peroral, tampak kontras mengisi gaster,
passage kontras lancar sampai duodenum. Peristaltik gaster normal.
Ukuran gaster dalam batas normal. Tampak penebalan lipatan mucosa
gaster. Tak tampak barium flex di mukosa gaster. Tak tampak filling
maupun additional defek.
- Kemudian dilakukan pemeriksaan gaster single kontras
dengan minum BaSO4 suspensi perbandingan 1 : 4 sebanyak 200 cc,
posisi erect. Passage kontras lancarsampai duodeni. Peristaltik normal.
Gaster J Shape. Gaster tak tampak filling maupun additional defek.
Tampak incisura gastrica berada di bawah bulbus duodenum
- Pada duodenum, tampak kontras mengisi bulbus duodeni,
duodeni pars descendens, transversal dan ascendens. Passage kontras
lancar sampai jejenum. Peristaltik normal. Posisi, letak, dan bentuk
duodenum normal. Ukuran duodenum normal. Gambaran C-Loop
baik. Mukosa duodenum licin. Tak tampak filling maupun additional
defek.
- Pemeriksaan oesofagus : penderita minum kontras BaSO4
suspensi pekat perbandingan 1: 1 sebanyak 15 cc, tampak kontras
mengisi lumen oesofagus. Passage kontras lancar sampai gaster.
Peristaltik oesofagus normal. Posisi, letak dan bentuk oesofagus
normal. Kaliber lumen oesofagus normal. Mukosa licin. Tak tampak
filling maupun additional defek. Oesofagogastric-junction tak tampak
kelainan
Kesan

20
1. Gastritis dengan hipotoni
2. Oesofagus dan duodenum tak tampak kelainan

21
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Teknik pemeriksaan OMD yang dilakukan di instalasi radiologi RSUP Dr.
Sardjito Yogyakarta merupakan teknik pemeriksaan secara radiologi
saluran pencernaan atas dengan menggunakan fluoroskopi sebagai alat
untuk melihat jalannya media kontras baik single kontras maupun double
kontras
2. Proyeksi radiografi yang dilakukan di instalasi radiologi RSUP Dr.
Sardjito Yogyakarta sesuai dengan keinginan dari dokter radiologi.
3. Media kontras yang digunakan dalam pemeriksaan adalah barium sulfat
(BaSO4)
4. Double kontras memakai BaSO4 suspensi 2:1 sebanyak 30 cc dengan
diberi asam sitrat peroral sedangkan untuk pemeriksaan gaster diberikan
single kontras dengan minum BaSO4 suspensi perbandingan 1 : 4
sebanyak 200 cc, posisi erect
5. Pemeriksaan oesofagus : penderita minum kontras BaSO4 suspensi pekat
perbandingan 1: 1 sebanyak 15 cc

B. Saran
1. Pada pemeriksaan oesofagus hendaknya pasien mengikuti instruksi sesuai
dengan yang diinstruksikan oleh dokter radiologi agar radiograf yang
dihasilkan optimal sehingga dapat menegakkan diagnosa.
2. Persiapan pasien sebelum dilakukan pemeriksaan perlu diperhatikan
karena merupakan sebagai tahap untuk menentukan tindakan selanjutnya.
3. Menggunakan fluoroskopi seoptimal mungkin sehingga dosis yang
diterima pasien dapat ditekan

22
DAFTAR PUSTAKA

Ballinger, Philip W. 1995. Merrill’s of Atlas Radiographic Positioning and


Radiologic Procedures, Eight Edition Vol. II. Missouri : Mosby, Inc.
Bontrager, Kenneth L. 2001. Textbook of Radiographic Positioning and Related
Anatomy. Missouri : Mosby, Inc.
Kartoleksono. 1990. Radiologi Diagnostik. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. Jakarta.
Sutisna Himawan, dr. Patologi. Bagian Patologi Anatomi Fakultas Kedoktera
Universitas Indonesia. Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo : Jakarta
Drs. H. Syaifudin, B. Ac. 1997. Anatomi Fisiologi Untuk Siswa Perawat. Edisi 2.
Penerbit Buku Kedokteran : Jakarta.

23
LAMPIRAN

24
LAMPIRAN

25

Anda mungkin juga menyukai