Anda di halaman 1dari 33

SISTEM INDRA

(PENGLIHATAN DAN PENDENGARAN)

Indra tertentu yg dapat menerima stimulus atau rangsangan dari lingkungan luar atau dari badan
sendiri. Indra mampu mengubah rangsangan menjadi impuls. Impuls merupakan sinyal listrik yang
sampai ke otak untuk membawa berita sehingga dihasilkan interpretasi tertentu oleh setiap organ indra.
A. PENGLIHATAN
Indra penglihatan terdiri dari jaringan dan struktur luar yang mengelilingi mata, struktur
eksternal dan internal mata, media bias, dan jalur visual. Struktur luarnya yaitu alis, kelopak mata,
bulu mata, sistem lakrimal, konjungtiva, kornea, sklera, dan otot ekstraokuler. Struktur internal yaitu
iris, lensa, badan siliaris, koroid, dan retina. Cahaya yang dipantulkan dari suatu objek di bidang
penglihatan melewati struktur transparan mata dan kemudian dibiaskan sehingga gambar yang jelas
dapat jatuh ke retina. Dari retina, rangsangan visual berjalan melalui jalur visual ke korteks oksipital,
di mana rangsangan tersebut akan dipersepsikan sebagai gambar.
1. Struktur Mata
a. Bola Mata
Bola mata berbentuk bulat pipih dan mempunyai diameter 24 – 25 mm, 5/6
bagiannya terbenam dalam rongga mata dan hanya 1/6 bagian yang tampak dari luar. Bola
mata ini dapat bergerak ke kiri, ke kanan, dan ke bawah. Gerakan ini dilakukan oleh otot
mata.
Bola mata ini terdiri dari dua lengkung lingkaran :
1) Lengkung lingkaran bagian depan yang disebut kornea, bersifat transparan (bening) dan
tembus cahaya.
2) Lengkung lingkaran bagian belakang yang disebut jaringan pengikat atau padat tidak
tembus cahaya dan berfungsi untuk penyokong bola mata yang disebut dengan sclera.
Gambar 1. Struktur Bola Mata
Bagian-bagian mata yaitu:
1) Selaput tanduk (kornea) yaitu selaput bening di bagian depan bola mata yang berguna
untuk melewatkan cahaya yang masuk dari luar.
2) Selaput pelangi (iris) adalah bagian mata yang mengandung zat warna (hitam, cokelat,
hijau, atau biru).
3) Anak mata (pupil) yaitu lubang pada bagian tengah iris yang berguna dalam mengatur
besar kecilnya cahaya yang masuk.
4) Lensa mata, dapat menjadi cembung atau pipih berguna dalam mengatur pembentukan
bayangan.
5) Selaput keras (sklera) yaitu bagian terluar dari bola mata yang berguna untuk melindungi
bagian dalam bola mata.
6) Selaput koroid yaitu bagian tengah bola mata yang berupa selaput tipis, di dalamnya
terdapat banyak saluran darah. Berwarna cokelat karena banyak mengandung zat warna
(pigmen).
7) Selaput jala (retina) yaitu bagian terdalam dari bola mata, berguna untuk menangkap
bayangan.
8) Bintik kuning yaitu daerah yang sangat mudah menerima cahaya yang masuk
b. Dinding Bola Mata
Bola mata terdiri dari tiga lapisan. Lapisan luar yang keras terdiri dari sklera dan
kornea transparan. Lapisan tengah terdiri dari saluran uveal (iris, koroid, dan badan siliaris),
dan lapisan paling dalam adalah retina. Rongga anterior dibagi menjadi ruang anterior dan
posterior. Bilik anterior terletak di antara iris dan permukaan posterior kornea, dan bilik
posterior terletak di antara permukaan anterior lensa dan permukaan posterior iris. Rongga
posterior terletak di ruang besar di belakang lensa dan di depan retina.
1) Tunica Vibrosa (lapisan Bagian luar)
Merupakan suatu jaringan pengikat, terdiri dari 2 bagian yaitu :
a) Bagian depan disebut Cornea yang tembus cahaya
b) Bagian belakang disebut sclera yang tidak tembus cahaya.
Keduanya merupakan pelindung bola mata serta membentuk bola mata.
2) Tunica Vasculosa ( Lapisan bahagian tengah).
Lapisan ini banyak mengandung pembuluh darah. Bagian belakang disebut koroid
yang banyak mengandung pigmen. Ke arah depan koroid melanjutkan diri sebagai iris
dan korpus siliare yang mengandung otot polos dinamakan muskulus ciliaris. Kedua
ujung iris yang membatasi lubang dinamakan pupil yang berfungsi sebagai diafragma
untuk mengatur banyaknya cahaya yang masuk ke dalam bola mata..
3) Tunica nervosa (Lapisan bahagian dalam)
Merupakan lapisan yang terpenting terdiri dari jaringan saraf. Didalamnya ada
reseptor penglihatan yaitu: sel batang (bacili) yang berfungsi melihat senja/gelap dan sel
kerucut (conii) berfungsi untuk melihat terang/warna. Keduanya terletak dalam suatu
lapisan yang dinamakan Retina. Lapisan retina terbentang dari bagian depan tepat pada
corpus ciliares yang dinamakan ota serata dan ke arah belakang akan keluar dari bola
mata melalui papila nervopici sebagai nervus opticus.
Pada bagian retina ini ada dua yang terpenting, yaitu :
a) Bintik kuning (vovea centralis)
Bagian ini merupakan yang paling peka terhadap kemampuan melihat atau
kemampuan menerima reaksi penglihatan paling cepat.
b) Bintik buta (blind spot)
Disebut demikian karena bagian ini tidak mengandung reseptor penglihatan baik sel
batang maupun sel kerucut sehingga tidak berfungsi untuk melihat.
c. Cairan Bola Mata
Bola mata selalu mempunyai bentuk yang bulat karena di dalam bola mata berisi
cairan yang selalu konstan atau tetap volumenya yaitu 7 cc.
Ada 2 macam cairan, yaitu :
1) Cairan yang terletak di depan lensa
Cairan ini jernih dan encer seperti air disebut juga dengan “humor aqueus” yang
produksinya selalu konstan. Bila produksi dari sekresi ini terganggu maka humor aqueus
akan tertimbun dalam bola mata mengakibatkan tekanan intra okuler meninggi. Humor
aqueus diproduksi oleh corvus coliare, dibuang melalui “Cannal of schleman”.
2) Cairan yang terletak di belakang lensa
Cairan yang disebut corpus vitreum ini jernih tapi konsistensinya atau kepekatannya
seperti agar-agar. Cahaya yang melewati corpus vitreum s dapat dihalangi oleh zat
nontransparan di dalam corpus vitreum. Efek pada penglihatan bervariasi, tergantung
pada jumlah, jenis, dan lokasi zat yang menghalangi cahaya.
d. Saraf penglihatan
Nervus opticus dari mata kanan dan mata kiri setelah keluar dari bola mata akan
saling bersilangan pada suatu tempat yang dinamakan “Chiasma Opticus”. Persilangannya
bersifat parsial Crossing, hanya nervus opticus bagian tengah yang saling menyilang,
sedangkan nervus opticus bagian tepi tidak menyilang.
Dari Chiasma Opticus, saraf optikus (saraf penglihatan) melanjutkan diri sebagai
traktus opticus. Secara anatomi fisiologi, traktus opticus berbeda dengan nervus opticus.
Nervus opticus unsur-unsur sarafnya hanya berasal dari satu bola mata bila ini mengalami
kerusakan, maka hanya satu bola mata yang mengalami kerusakan. Sedangkan tractus
opticus unsur unsur sarafnya berasal dari kedua bola mata. Bila ini mengalami gangguan
maka kedua bola mata akan mengalami kerusakan.
Traktus opticus akan berganti saraf pada cospus geniculatum (CGL), dari CGL akan
keluar suatu saraf yang menyebar berbentuk kipas yang dinamakan “Radiatio Optical
Gratiolet (ROG)”. ROG akan berakhir di otak pada cortex cerebri occipitalis Area Broadman
17,18,19 pada fissura calcarina. Apabila rangsang penglihatan sampai pada pusat ini maka
kita akan sadar dengan apa yang kita lihat.
e. Organ tambahan pada mata
1) Alis mata, adalah rambut kasar yang terdapat di atas mata secara melintang dan tersusun
rapi, alis mata ini berfungsi untuk memperindah dan melindungi mata dari keringat.
2) Kelopak mata, adalah bagian mata yang dapat digerakkan untuk membuka dan menutup
mata. Kelopak mata ini ada bagian atas dan bagian bawah. Kelopak mata bagian atas
mempunyai otot yang disebut levator palpebrae yang dapat menarik mata untuk terbuka,
sedangkan kelopak mata bawah mempunyai otot orbikularis okuli untuk menutup mata.
3) Bulu mata, ialah bulu yang terletak pada ujung kelopak mata yang berfungsi untuk
memperindah mata.
4) Aparatus lakrimalis, adalah saluran yang mengalirkan air mata menuju konjuktiva
kelopak mata atas. Air mata ini berfungsi untuk membasahi dan membersihkan bola
mata, kedipan matapun dapat membantu penyebaran air mata. Sebagian air mata akan
menguap dan sebagian lagi masuk ke dalam punkta lakrimalis di kelopak mata atas dan
bawah di sudut dalam mata. Air mata ini mengalir ke saluranis lakrimalis dan bermuara
di rongga hidung, maka apabila seseorang sedang menangis akan mengeluarkan cairan
dari hidung
2. Gangguan pada Mata
a. Kelainan Fisiologis
Kelainan itu terjadi pada usia 40 tahun ke atas dan dinamakan “Presbyopia”, yaitu lensa mata
mulai kaku tidak bias berakomodasi sehingga tidak dapat melihat dekat. Hal ini disebabkan
oleh lensa kehilangan elastisitasnya karena bertambahnya usia.
b. Kelainan Patologis
Kelainan ini tidak selalu terjadi pada setiap orang. Adapun kelainannya adalah : Myopia,
Hipermetropia, Astigmatis.
1) Myopia
Pada kasus ini sinar sejajar yang berasal dari tempat yang tak terhingga, oleh lensa
dibiaskan langsung jatuh di depan retina, sehingga bayangan menjadi kabur.
Penyebabnya adalah sumbu mata lebih panjang dari mata normal, sedangkan indeks bias
dari lensa mata normal, sehingga bayangannya jatuh pada retina. (Myopia Axis/sumbu).
Bila indeks bias dari lensa mata lebih kuat, sedangkan sumbu mata normal, sehingga
bayangan benda difokuskan di depan retina (Myopia indeks bias). Koreksi untuk myopia
digunakan lensa negatif (-)
2) Hypermetropia
Pada keadaan ini sinar sejajar yang diterima dibiaskan oleh lensa ke belakang retina,
sehingga bayangannya akan kabur. Penyebabnya adalah sumbu mata lebih pendek dari
mata normal padahal indeks bias dari lensa mata normal bayangannya jatuh pada retina
(hipermetropia axis). Jika indeks bias dari lensa mata terlalu lemah, sedangkan sumbu
mata normal, maka bayangan benda jatuh di belakang retina (hypermetropia indeks bias).
Koreksi untuk hypermetropia digunakan lensa positif (+)
3) Astigmatisme
Yaitu tidak sesuainya lengkung vertikal dengan lengkung horizontal bola mata.
Fisiologisnya terdapat pada semua orang namun hal ini tidak mengganggu penglihatan.
Koreksi untuk orang astigmatisme adalah menggunakan lensa silindris.
3. Pengkajian
a. Pengakajian Fokus
Adapun langkah-langkah pemeriksaan focus yang harus dilakukan yaitu:
1) Data Subjektif
Tanyakan kepada pasien salah satu data berikut, dan catat hasilnya
a) Apakah ada perubahan penglihatan (missal, kabur)
b) Apakah ada mata merah, gatal dan rasa tidak nyaman
c) Apakah ada pengeluaran air mata berlebihan
2) Data Objektif / Pemeriksaan Fisik
Perhatikan
a) Perubahan warna atau drainase pada mata
b) Warna dan vaskularisasi pada kongjungtiva
c) Kejelasan lensa
d) Ptosis pada kelopak mata
Periksa
a) Ketajaman penglihatan dengan menggunakan kartu Snellen
b) Pergerakan ekstraokuler
c) Penglihatan perifer
d) Kesimetrisan, ukuran, reflex cahaya dan akomodasi pada pupil
b. Riwayat Kesehatan
1) Persepsi Kesehatan – Manajemen Kesehatan
a) Perubahan penglihatan dan pengaruhnya pada aktivitas sehari- hari
b) Penggunaan alat bantu (missal kaca mata)
c) Penggunaan lensa kontak dan perawatannya
d) Penggunaan obat tetes mata
e) Alergi yang menyebabkan gangguan pada mata
f) riwayat keluarga katarak, glaukoma, atau degenerasi makula
2) Nutrisi-Metabolik
a) Komsumsi suplemen nutrisi
b) Pengaruh penglihatan terhadap kemampuan menyiapkan makanan
3) Eliminasi
Berusaha keras untuk buang air atau buang air besar
4) Aktivitas-Latihan
a) Pembatasan aktivitas akibat gangguan pada mata
b) Melakukan aktivitas yang berpotensi menyebabkan cedera mata
5) Istirahat-Tidur
a) Jumlah tidur mempengaruhi penglihatab
b) Gangguan pada mata mempengaruhi pola tidur
6) Kognitif-Perseptual
a) Masalah mata memengaruhi kemampuan untuk membaca
b) Mengalami sakit mata. Mata terasa gatal, terbakar, atau ada sensasi benda asing
7) Persepsi Diri – Konsep Diri
Masalah mata memengaruhi perasaan tentang diri sendiri
8) Hubungan Peran
a) Masalah di tempat kerja atau rumah karena masalah mata
b) Membuat perubahan dalam kegiatan sosial karena mata
9) Seksualitas-Reproduksi
a) Masalah mata menyebabkan perubahan dalam kehidupan seks
b) Untuk wanita: kehamilan dan peggunaan pil KB
Untuk pria: Penggunaan obat disfungsi ereksi
Masalah penglihatan dengan penggunaannya tersebut
10) Koping-Toleransi Stres
a) Kemampuan mengatasi masalah mata
b) Mengetahui efek dari masalah mata pada kehidupan sehari-hari
11) Nilai-Keyakinan
Konflik tentang pengobatan mata
c. Pemeriksaan Diagnostik
1) Refraktometri
Dilakukan untuk mengukur kelainan refraksi. Beberapa lensa dipasang pada roda yang
berputar. Pasien duduk melihat melalui lubang di grafik Snellen, dan lensa diganti. Pasien
memilih lensa yang membuat ketajaman paling tajam. Pemeriksaan komprehensif
membutuhkan pelebaran mata untuk memvisualisasikan retina dan saraf optik. Prosedur
tidak menimbulkan rasa sakit.
2) Ultrasonografi
a) A-scan diaplikasikan pada kornea pasien yang telah dibius. Digunakan terutama
untuk pengukuran panjang aksial untuk menghitung kekuatan lensa intraokular yang
ditanamkan setelah ekstraksi katarak.
b) B-scan diterapkan pada pasien dengan mata tertutup. Digunakan lebih sering
daripada A-scan untuk diagnosis kondisi patologis mata seperti benda asing atau
tumor intraokular, kekeruhan vitreous, ablasi retina. Prosedur tidak menimbulkan
rasa sakit (kornea dibius).
3) Fluorescein Angiography
Fluorescein (pewarna nonradioaktif, non-yodium) disuntikkan secara IV ke dalam vena
antekubiti atau vena perifer lainnya, diikuti dengan foto serial (periode lebih dari 10
menit) retina melalui pupil yang melebar. Memberikan informasi diagnostik tentang
aliran darah melalui pigmen epitel dan pembuluh retinal. Sering digunakan pada pasien
diabetes untuk secara akurat menemukan area retinopati diabetik sebelum kerusakan laser
neovaskularisasi. Jika terjadi ekstravasasi, fluorescein bersifat toksik bagi jaringan.
Meskipun reaksi alergi sistemik jarang terjadi, pahami peralatan dan prosedur darurat.
Beri tahu pasien bahwa pewarna terkadang dapat menyebabkan mual atau muntah
sementara. Perubahan warna kuning-oranye sementara pada urin dan kulit normal.
4) Amler grid test
Tes dilakukan sendiri dengan menggunakan kartu genggam yang dicetak dengan kisi-kisi
garis (mirip dengan kertas grafik). Pasien terpaku pada titik tengah dan mencatat setiap
kelainan dari garis kisi, seperti area bergelombang, hilang, atau terdistorsi. Digunakan
untuk memantau masalah makula. Pengujian rutin diperlukan untuk mengidentifikasi
setiap perubahan dalam fungsi makula

B. PENDENGARAN
Sistem pendengaran terdiri dari sistem pendengaran perifer dan sistem pendengaran pusat.
Sistem periferal mencakup struktur telinga itu sendiri: telinga luar, tengah, dan dalam. Sistem ini
berkaitan dengan penerimaan dan persepsi suara. Fungsi telinga bagian dalam adalah pendengaran
dan keseimbangan. Sistem pusat mengintegrasikan dan memberi makna pada apa yang didengar.
Sistem ini mencakup saraf vestibulocochlear (CN VIII) dan korteks pendengaran otak. Otak dan
jalurnya mengirimkan dan memproses suara dan sensasi yang menjaga keseimbangan seseorang.
Peran bagian luar dan tengah telinga adalah untuk mengalirkan dan memperkuat gelombang
suara dari lingkungan. Bagian dari konduksi suara ini disebut konduksi udara. Masalah di kedua
bagian telinga ini dapat menyebabkan gangguan pendengaran konduktif, yang mengakibatkan
penurunan intensitas suara dan / atau distorsi suara.
Gangguan keseimbangan dapat merusak koordinasi, keseimbangan, dan orientasi. Kerusakan
atau kelainan pada telinga bagian dalam atau sepanjang jalur saraf menyebabkan gangguan
pendengaran sensorineural. Selain menyebabkan distorsi atau samar suara, gangguan pendengaran
sensorineural dapat mempengaruhi kemampuan untuk memahami ucapan atau menyebabkan
gangguan pendengaran total. Gangguan dalam jalur pendengaran otak menyebabkan gangguan
pendengaran sentral. Jenis gangguan pendengaran ini menyebabkan kesulitan dalam memahami arti
kata yang didengar
Telinga merupakan alat untuk menerima getaran yang berasal dari benda yang bergetar, dan
memberikan kesan suara. Getarannya dapat berasal dari udara dan dapat pula berasal dari benda padat
atau benda cair, serta antara benda yang bergetar dengan telinga harus ada medium yaitu udara.
1. Struktur Telinga
a. Telinga luar
Telinga luar terdiri dari daun telinga (pinna), saluran pendengaran eksternal, dan
membran timpani. Daun telinga terdiri dari tulang rawan dan jaringan ikat yang dilapisi
dengan epitel, yang juga melapisi saluran pendengaran eksternal. Saluran pendengaran
eksternal adalah tabung yang agak berbentuk S dengan panjang sekitar 1 inci (2,5 cm) pada
orang dewasa. Lapisan saluran mengandung rambut halus (silia), kelenjar sebaceous
(minyak), dan kelenjar ceruminous (lilin). Minyak dan lilin melumasi saluran telinga,
menjaganya bebas dari kotoran, dan membunuh bakteri.
Fungsi telinga luar dan saluran ekternal adalah mengumpulkan dan mengirimkan
gelombang suara ke membran timpani (gendang telinga). Membran timpani tampak
mengkilat, tembus cahaya, dan berwarna abu-abu mutiara ini terdiri dari sel epitel, jaringan
ikat, dan selaput lendir. Ini berfungsi sebagai partisi dan instrumen transmisi suara antara
saluran pendengaran eksternal dan telinga tengah.
b. Telinga Tengah
Rongga telinga tengah merupakan ruang udara yang terletak di tulang temporal.
Selaput lendir melapisi telinga tengah dari faring hidung melalui tabung eustachius
(pendengaran). Tabung eustachius berfungsi untuk menyamakan tekanan udara atmosfer
antara telinga tengah dan tenggorokan serta memungkinkan membran timpani bergerak
bebas. Ini terbuka saat menguap dan menelan. Penyumbatan tabung ini bisa terjadi akibat
alergi, infeksi nasofaring, atau kelenjar gondok yang membesar.
Telinga tengah berisi tiga tulang terkecil di tubuh: malleus, incus, dan stapes
(ossicles). Getaran membrane timpani menyebabkan ossicles bergerak dan mengirimkan
gelombang suara ke jendela oval. Bagian atas telinga tengah disebut epitympanum yang
berhubungan dengan sel udara di dalam tulang mastoid. Mastoid adalah bagian posterior
tulang temporal. Saraf wajah (CN VII) melintasi di atas jendela oval telinga tengah. Lapisan
tipis dan bertulang pada saraf wajah dapat rusak akibat infeksi telinga kronis, patah tulang
tengkorak, atau trauma selama operasi telinga.
c. Telinga Dalam
Telinga bagian dalam terdiri dari labirin bertulang (labirin) yang mengelilingi
membran. Cairan perilimfatik terletak di antara tulang dan selaput. Cairan di dalam membran
disebut endolimfatik. Telinga bagian dalam berisi organ fungsional untuk pendengaran dan
keseimbangan. Organ reseptor untuk pendengaran adalah koklea, yang merupakan struktur
yang melingkar. Koklea berisi organ Corti, yang sel-sel rambut kecilnya merespons
rangsangan dari bagian-bagian tertentu dari membran basilar sesuai dengan nada. Stimulus
ini diubah menjadi impuls elektrokimia dan kemudian dikirimkan oleh bagian akustik saraf
vestibulocochlear (CN VIII) ke lobus temporal otak untuk memproses dan menafsirkan suara.
Tiga saluran setengah lingkaran dan ruang depan membentuk organ keseimbangan.
Struktur ini terdiri dari labirin membran, yang ditempatkan di dalam labirin bertulang.
Labirin membran diisi dengan cairan endolimfatik, dan labirin tulang diisi dengan cairan
perilimfatik. Stimulus saraf dikomunikasikan oleh bagian vestibular dari CN VIII.

Gambar 2. Struktur Telinga


2. Transmisi Suara
Gelombang suara dihantarkan melalui udara (konduksi udara) dan diterima oleh daun
telinga dan saluran pendengaran. Gelombang suara menyebabkan membrane timpani bergetar.
Area pusat membrane timpani terhubung ke maleus, yang akan ikut bergetar. Maleus
mentransmisikan getaran ke incus dan kemudian stapes. Saat stapes bergerak maju mundur, ia
mendorong membran jendela oval masuk dan keluar. Gerakan jendela oval menghasilkan
gelombang di perilymph.
Setelah suara ditransmisikan ke media cair di telinga bagian dalam, getaran tersebut
ditangkap oleh sel-sel rambut sensorik kecil dari koklea, yang memulai impuls saraf. Impuls ini
dibawa oleh serabut saraf ke cabang utama bagian akustik CN VIII dan kemudian ke otak.
Tulang tengkorak juga dapat mengirimkan suara langsung ke telinga bagian dalam
(konduksi tulang). Hal ini dapat dibuktikan dengan menempatkan batang garpu tala getar pada
tengkorak.
3. Gangguan pada Telinga
a. Secara Klinis
1) Tuli Konduktif/tuli Perifer
Penderita tuli terhadap suara dengan frekuensi rendah oleh karena itu konduksi disebut
juga tuli bas. Pada orang normal kehilangan pendengaran sebesar 15 desibel masih
dianggap normal. Apabila kerusakan terletak pada membrane tympani maka seseorang
akan kehilangan pendengaran (hearing lost) sebesar 20 desibel. Bila kerusakan pada
tulang-tulang pendengaran maka hearing lost sebesar 65 desibel. Bila kehilangan di atas
65 desibel merupakan tuli konduksi yang berat. Pada penderita tuli konduksi hantaran
suara melalui udara terganggu, sedangkan suara melalui tulang normal.
2) Tuli Persepsi/tuli Central
Tuli sentral yaitu bila kerusakan dimulai dari organ corti. Umumnya penderita akan
kehilangan pendengaran terhadap suara dengan frekuensi tinggi, karena itu disebut juga
tuli Discont. Tuli sentral disebabkan karena lebih banyak trauma suarat/acustic. Sebelum
seseorang mengalami ketulisan central akan didapatkan dulu gejala-gejala pendengaran
yaitu :
a) Tunitus
Adalah orang yang mendengra bunyi berdengung terus walau tidak ada suara. Hal ini
disebakan karena sel-sel rambut pada organ corti rusak, sehingga ia terus menerus
bergetar tanpa ada rangsang suara.
b) Rangsanga pada Nervus Vestibularis
Penderita akan mengeluh pusing atau vertigo, mual, muntah dan niztagmus (mata
bergerak-gerak). Selanjutnya penderita akan menderita gangguan dengan frekuensi
tinggi. Gangguan gejala-gejala ini disebut dengan sindroma meniere. Ini disebabkan
adanya peningkatan tekanan Hydrostatic dari cairan endolympe yang terdapat di
dalam ductus cochlearis sehingga dinding ductus cochlearis akan menonjol keluar.
Karena itu sindroma Meniere disebut juga Endolymphe Hydrops
b. Secara Fisiologis
1) Tuli konduksi/hantaran
Segala bentuk ketulian yang disebabkan oleh ganguan hantaran udara melalui telinga luar
sampai organ corti. Disebabkan karena : Sumbatan telinga luar, Kerusakan membrane
tympani, Kerusakan tulang pendengaran, Sumbatan pada tuba eustachii, sehingga terjadi
perb edaan tekanan antara cavum tympani dengan udara luar.
2) Tuli persepsi/tuli penerimaan
Segala bentuk ketulian yang disebabkan oleh karena kerusakan reseptor penerimaan
organ corti sampai nervus ke VIII (Nervus Cochlearis)
3) Tuli Central
Segala bentuk ketulian yang disebabkan oleh kerusakan batang otak/medula oblongata
sampai pada cortex cerebri lobus temperalis (pusat pendengaran).
4. Pengkajian
a. Pengkajian Fokus
Adapun langkah-langkah pemeriksaan focus yang harus dilakukan yaitu:
1) Data Subjektif
Tanyakan kepada pasien salah satu data berikut, dan catat hasilnya
a) Apakah ada perubahan pendengaran
b) Apakah ada nyeri
c) Apakah ada drainase berlebih
2) Data Objektif/ Pemeriksaan Fisik
Perhatikan
a) Kesejajaran dan posisi telinga di kepala
b) Ukuran, bentuk, kesimetrisan, warna, dan keutuhan kulit
c) Meatus pendengaran eksternal untuk keluarnya cairan atau lesi
Periksa
a) Kemapuan mendengar berdasarkan kemampuan menanggapi percakapan,
menanggapi bisikan, atau mendengar jam yang berdetak
b. Riwayat Kesehatan
Ajukan pertanyaan yang terkait dengan masalah kesehatan kepada pasien
1) Persepsi Kesehatan – Manajemen Kesehatan
Pendengaran
a) Apakah pendengaran Anda berubah? Jika ya, bagaimana perubahan ini
mempengaruhi kehidupan sehari-hari Anda?
b) Apakah Anda menggunakan alat untuk meningkatkan pendengaran Anda (misalnya,
alat bantu dengar, pengatur volume khusus, headphone untuk televisi atau stereo)?
c) Bagaimana Anda melindungi pendengaran Anda?
d) Apakah Anda memiliki alergi yang menyebabkan masalah telinga?
Keseimbangan
a) Kapan pusing atau sensasi berputar pertama kali terjadi?
b) Apakah sensasi ini muncul saat Anda pertama kali berdiri, saat berbaring, atau
keduanya?
c) Apakah Anda pernah jatuh karena pusing?
d) Bisakah Anda mengemudi atau berjalan sendiri? Jika tidak, jelaskan.
e) Adakah saat-saat ketika gejala Anda memburuk?
Tinnitus
a) Berapa lama Anda mengalami telinga berdenging? Apakah sudah berubah? Jelaskan
deringannya (misalnya, berdengung, berdering, menderu). Apakah Anda juga merasa
kenyang atau tertekan?
b) Kapan hal itu paling mengganggu Anda?
c) Hal-hal apa yang telah Anda coba yang membantu atau tidak membantu?
d) Obat apa yang Anda pakai?
2) Nutrisi-Metabolik
a) Apakah ada perbedaan gejala dengan perubahan pola makan?
b) Apakah masalah telinga Anda menyebabkan mual yang mengganggu asupan
makanan Anda?
c) Apakah mengunyah atau menelan menyebabkan ketidaknyamanan telinga?
3) Eliminasi
Apakah mengejan saat buang air besar menyebabkan sakit telinga?
4) Aktivitas-Latihan
Apakah Anda memerlukan bantuan untuk aktivitas tertentu (misalnya, mengangkat,
membungkuk, menaiki tangga, mengemudi, berbicara) karena gejalanya?
5) Istirahat-Tidur
Apakah tidur Anda terganggu oleh suara bising atau telinga berdenging atau sensasi
berputar?
6) Kognitif-Perseptual
a) Apakah Anda mengalami sakit telinga? Apa yang meredakan nyeri? Apa yang
membuatnya lebih buruk? Apakah nyeri memengaruhi pendengaran atau
keseimbangan Anda?
b) Pernahkah Anda melihat adanya masalah dalam berkomunikasi atau memahami apa
yang dikatakan orang?
7) Persepsi Diri – Konsep Diri
Apakah perubahan dalam pendengaran memengaruhi perasaan Anda tentang diri sendiri
atau perasaan mandiri?
8) Hubungan Peran
a) Apa pengaruh masalah telinga Anda pada pekerjaan, keluarga, atau kehidupan sosial
Anda?
b) Apakah Anda dapat mengenali efek dari masalah telinga Anda pada kehidupan
Anda?
9) Seksualitas-Reproduksi
Apakah masalah telinga Anda menyebabkan perubahan dalam kehidupan seks Anda?
10) Koping-Toleransi Stres
a) Apakah Anda menganggap masalah telinga Anda sebagai sumber stres?
b) Bagaimana Anda mengatasinya saat Anda mengalami gejala?
11) Nilai-Keyakinan
Apakah Anda memiliki konflik antara apa yang penyedia layanan kesehatan ingin Anda
lakukan dan apa yang menurut Anda harus dilakukan?
c. Pemerikasaan Diagnostik
Pendengaran
1) Pure-tone audiometry
Suara dihadirkan melalui earphone di ruang kedap suara. Pasien merespon secara
nonverbal saat suara terdengar. Tanggapan direkam pada audiogram. Tujuannya adalah
untuk menentukan rentang pendengaran pasien dalam bentuk desibel (dB) dan Hertz (Hz)
untuk mendiagnosis gangguan pendengaran konduktif dan sensorineural.
2) One- and two-syllable word lists
Kata-kata disajikan dan dicatat pada tingkat kenyamanan pendengaran untuk menentukan
persentase yang benar dan pemahaman kata.
3) Auditory evoked potential (AEP)
Prosedurnya mirip dengan elektroensefalogram. Elektroda dipasang ke pasien di ruangan
yang gelap. Elektroda biasanya ditempatkan di puncak tulang mastoid, atau daun telinga
dan dahi. Komputer digunakan untuk mengisolasi pendengaran dari aktivitas listrik otak
lainnya.
4) Elektrokokleografi
Tes berguna untuk pasien yang tidak kooperatif atau pasien yang tidak dapat memberikan
informasi yang berguna. Tes mencatat aktivitas listrik di koklea dan saraf pendengaran.
Perawat biasanya tidak berpartisipasi dalam pemeriksaan. Respon batang otak auditorius
(ABR) Studi mengukur puncak listrik di sepanjang jalur pendengaran telinga bagian
dalam ke otak dan memberikan informasi diagnostik yang berkaitan dengan neuroma
akustik, masalah batang otak, dan stroke.
5) Tympanometry (impedance audiometry)
Berguna dalam diagnosis efusi telinga tengah. Sebuah probe ditempatkan dengan pas di
saluran telinga luar, dan tekanan positif dan negatif kemudian diterapkan. Kepatuhan
telinga tengah kemudian diperhatikan sebagai respons terhadap tekanan.
Keseimbangan
1) Caloric test stimulus
Endolimfe saluran setengah lingkaran dirangsang oleh irigasi larutan dingin (68 ° F [20 °
C]) atau hangat (97 ° F [36 ° C]) ke telinga. Pasien duduk atau dalam posisi terlentang.
Pengamatan jenis nistagmus, mual dan muntah, jatuh, atau vertigo sangat membantu
dalam mendiagnosis penyakit labirin. Penurunan fungsi ditandai dengan menurunnya
respon dan menandakan adanya penyakit pada sistem vestibular. Telinga lainnya diuji
serupa dan hasilnya dibandingkan.
2) Electronystagmography (ENG)
Elektroda ditempatkan di dekat mata pasien, dan gerakan mata (nystagmus) dicatat pada
grafik selama gerakan mata tertentu dan saat telinga diirigasi. Digunakan untuk
mendiagnosis penyakit pada sistem vestibular.
3) Posturography
Tes keseimbangan yang dapat memisahkan satu saluran setengah lingkaran dari saluran
lainnya untuk menentukan lokasi lesi. Tes dilakukan di perangkat seperti kotak di mana
lantai bergerak sebagai respons terhadap koreksi keseimbangan oleh pasien.
4) Rotary chair testing
Mengevaluasi sistem vestibular perifer. Pasien duduk di kursi yang digerakkan oleh
motor di bawah kendali komputer. Tes biasanya dilakukan dalam gelap.
Katarak

A. Defenisi
Katarak adalah kekeruhan di dalam lensa mata yang menyebabkan gangguan proses
masuknya cahaya ke mata sehingga terjadi penurunan kemampuan pemglihatan sampai kebutaan.
Katarak dapat terjadi di salah satu atau kedua mata.
B. Etiologi
Katarak dapat disebabkan karena terganggunya mekanisme kontrol keseimbangan air dan
elektrolit, karena denaturasi protein lensa atau gabungan keduanya. Sekitar 90% kasus katarak
berkaitan dengan usia. Namun, ada beberapa penyebab lain yaitu
1. Kongenital seperti rubella maternal,
2. Trauma seperti pukulan keras, tusukan benda tajam, panas yang tinggi, dan trauma kimia
3. Radiasi atau paparan sinar ultraviolet (UV),
4. Penggunaan obat-obatan tertentu seperti kortikosteroid sistemik atau kortikosteroid topikal
jangka panjang
5. Infeksi atau peradangan mata .
6. Kelainan sistemik (Misal Diabetes Mellitus)
7. Riwayat Keluarga
8. Kebiasaan merokok dan konsumsi alcohol
9. Defesiensi vitamin E
10. Polusi asap yang mengandung timbal
C. Klasifikasi
1. Katarak Kongenital
Katarak kongenital salah satunya dapat terjadi akibat infeksi saat hamil, Katarak
kongenital terjadi akibat terbentuknya serat lensa yang keruh.
Sepertiga kasus katarak kongenital adalah diturunkan, sepertiga berkaitan dengan
penyakit sistemik, dan sisanya idiopatik. Separuh katarak kongenital disertai anomali mata
lainnya, seperti PHPV (Primary Hyperplastic Posterior Vitreous), aniridia, koloboma,
mikroftalmos, dan buftalmos (pada glaukoma infantile)
2. Katarak Senilis
Katarak senilis merupakan bentuk katarak paling sering ditemukan dan diderita oleh
usia lebih dari 50 tahun. Keadaan ini biasanya mengenai kedua mata, akan tetapi dapat terjadi
pada salah satu mata terlebih dahulu.
Seiring berjalannya usia, lensa mengalami kekeruhan, penebalan, serta penurunan
daya akomodasi, kondisi ini dinamakan katarak senilis. Katarak senilis merupakan 90% dari
semua jenis katarak. Berdasarkan lokasi kekeruhannya katarak senilis terdiri dari tiga jenis
yaitu:
a. Katarak nuklearis
Progresifitas maturasi dari katarak nuklear akan mengakibatkan lensa menjadi
tidak elastis dan mengeras yang berhubungan dengan penurunan daya akomodasi dan
merefraksikan cahaya. Perubahan bentuk lensa ini akan dimulai dari bagian sentral ke
perifer. Terjadinya perubahan warna pada katarak nuklear, akibat adanya deposit pigmen
Katarak nuklearis ditandai dengan kekeruhan sentral dan perubahan warna lensa
menjadi kuning atau cokelat secara progresif perlahan-lahan yang mengakibatkan
turunnya ketajama penglihatan. Katarak jenis ini biasanya terjadi bilateral, namun dapat
juga asimetris. Perubahan warna mengakibatkan penderita sulit untuk membedakan corak
warna. Katarak nuklearis secara khas lebih mengganggu penglihatan jauh daripada
penglihatan dekat.
b. Katarak kortikal
Katarak kortikal berhubungan dengan proses oksidasi dan presipitasi protein
pada sel-sel serat lensa. Katarak jenis ini biasanya bilateral, asimetris, dan menimbulkan
gejala silau jika melihat ke arah sumber cahaya. Tahap penurunan penglihatan bervariasi
dari lambat hingga cepat.
Proses katarak kortikal terjadi akibat penurunan jumlah protein yang diikuti
dengan penurunan asam amino dan kalium, sehingga kadar natrium pada lensa akan
meningkat. Keadaan ini akan menyebabkan lensa menjadi hidrasi sehingga terjadi
koagulasi protein.
c. Katarak subkapsuler
Katarak ini dapat terjadi di subkapsuler anterior dan posterior. Gejalanya adalah
silau, penglihatan buruk pada tempat terang, dan penglihatan dekat lebih terganggu
daripada penglihatan jauh.
D. Manifestasi Klinis
Penderita katarak mungkin mengeluhkan adanya penurunan penglihatan, persepsi warna
yang tidak normal, dan silau. Silau disebabkan oleh hamburan cahaya yang disebabkan oleh
kekeruhan lensa, dan bisa menjadi lebih buruk pada malam hari saat pupil membesar. Penurunan
penglihatan terjadi secara bertahap, tetapi laju perkembangan katarak bervariasi pada setiap
orang. Ciri khasnya adalah seperti melihat dari balik air terjun atau kabut putih, penglihatan
ganda, silau, dan penglihatan semakin kabur, walau sudah berganti-ganti ukuran kacamata
E. Pemeriksaan Diagnostik
Diagnosis didasarkan pada penurunan ketajaman penglihatan atau keluhan lain dari
disfungsi penglihatan. Berikut pemeriksaan diagnostik yang dapat membantu dalam evaluasi
katarak.
1. Riwayat dan pemeriksaan fisik
2. Pengukuran ketajaman visual
3. Ophthalmoscopy (langsung dan tidak langsung)
4. Mikroskopi slit lamp
5. Tes silau, uji ketajaman potensial pada pasien tertentu
6. Keratometri dan USG A-scan (jika direncanakan pembedahan)
7. Tes lain (misalnya, perimetri bidang visual) untuk menentukan penyebab kehilangan
penglihatan
F. Penatalaksanaan
Tatalaksana definitif untuk katarak saat ini adalah tindakan bedah. Beberapa penelitian
seperti penggunaan vitamin C dan E dapat memperlambat pertumbuhan katarak, namun belum
efektif untuk menghilangkan katarak.
Beberapa jenis tindakan operasi katarak yang dapat dilakukan, yaitu Intracapsular
cataract extraction (ICCE), Exctracapsular cataract extraction (ECCE), Manual small incision
cataract surgery (SICS) dan teknik fakoemulsifikasi
G. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Kaji ketajaman penglihatan dekat. Jika pasien akan menjalani operasi, perhatikan
terutama ketajaman penglihatan pada mata pasien yang belum dioperasi. Gunakan informasi
tersebut untuk menentukan seberapa terganggu pasien secara visual saat mata yang dioperasi
sedang dalam proses penyembuhan. Selain itu, kaji dampak psikososial dari ketidakmampuan
visual pasien dan tingkat pengetahuan tentang proses penyakit dan pilihan terapeutik. Pasca
operasi, kaji tingkat kenyamanan dan kemampuan pasien untuk mengikuti rejimen pasca
operasi.
a. Aktivitas/Istrahat
Gejala
Perubahan aktivitas biasanya/hobi sehubungan dengan gangguan penglihatan
b. Neurosensori
Gejala
1) Gangguan penglihatan (kabur/tak jelas), sinar terang menyebabkan silau dengan
kehilangan bertahap penglihatan perifer, kesulitan memfokuskan kerja dengan
dekat/merasa di ruang gelap.
2) Perubahan pengobatan tidak memperbaiki penglihatan.
Tanda
1) Tampak kecoklatan /putih susu pada pupil.
2) Peningkatan air mata.
c. Nyeri/kenyamanan
Gejala
Ketidaknyamanan ringan/mata berair
d. Pembelajaran/ Pengajaran
Gejala
1) Riwayat keluarga diabetes, gangguan sistem vaskuler.
2) Riwayat stres, alergi, gangguan vasomotor (contoh: peningkatan tekanan vena),
ketidakseimbangan endokrin, diabetes.
3) Terpajan pada radiasi, steroid/toksisitas fenotiazin.
2. Diagnosis Keperawatan
a. Pre operasi
1) Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan gangguan penglihatan
2) Risiko cidera dibuktikan dengan gangguan penglihatan
3) Kecemasan berhubungan dengan kurang terpapar informasi terkait rencana operasi
b. Post operasi
1) Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik (prosedur operasi)
2) Resiko infeksi dibuktikan dengan efek prosedur invasif
3. Intervensi
a. Pre operasi
a) Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan gangguan penglihatan
Setelah dilakukan intervensi maka fungsi sensori membaik dengan kriteria hasil
a) Ketajaman penglihatan meningkat
Intervensi
a) Periksa kemampuan penglihatan
b) Monitor dampak gangguan peglihatan (missal resiko cedera, kegelisahan,
depresi, gangguan melakukan aktivitas sehari-hari)
c) Fasilitasi peningkatan stimulasi indra lainnya
d) Sediakan pencahayaan yang cukup
e) Sediakan alat bantu
f) Jelaskan lingkungan pada pasien
b) Risiko cidera dibuktikan dengan gangguan penglihatan
Setelah dilakukan intervensi maka tingkat cedera menurun dengan kriteria hasil
a) Kejadian cedera menurun
b) Luka atau lecet menurun
Intervensi
a) Monitor kebutuhan keselamatan (missal kondisi fisik, fungsi kognitif dan riwayat
perilaku)
b) Identifikasi area lingkungan yang berpotensi menyebabkan cedera
c) Sosialisasikan dengan lingkungan ruang rawat
d) Pastikan barang-barang pribadi mudah dijangkau
e) Hilangkan bahaya keselamatan lingkungan
f) Modifikasi lingkungan untuk meminimalkan bahaya dan risiko
g) Sediakan alat bantu keamanan lingkungan (missal pegangan tangan)
c) Kecemasan berhubungan dengan kurang terpapar informasi terkait rencana operasi
Setelah dilakukan intervensi maka tingkat ansietas menurun dengan kriteria hasil
a) Verbalisasi akibat khawatir terhadap kondisi yang dihadapi menurun
b) Perilaku gelisah menurun
c) Perilaku tegang menurun
d) Konsentrasi membaik
e) Pola tidur membaik
Intervensi
a) Monitor tanda-tanda ansietas (verbal dan nonverbal)
b) Temani pasien untuk mengurangi kecemasan
c) Jelaskan prosedur, waktu dan lamanya tindakan operasi
d) Berikan terapi relaksasi
e) Informasikan secara factual mengenai diagnosis, pengobatan dan prognosis
f) Anjurkan mengungkapkan perasaan
b. Post operasi
1) Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik (prosedur operasi)
Setelah dilakukan intervensi maka tingkat nyeri menurun dengan kriteria hasil
a) Keluhan nyeri menurun
b) Meringis menurun
c) Sikap protektif menurun
Intervensi
a) Identifikasi karakteristik nyeri (P, Q, R, S, T)
b) Identifikasi respon nyeri non verbal
c) Kontrol lingkungan yang dapat memperberat nyeri
d) Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi nyeri (missal kompres
hangat/dingin)
e) Jelaskan strategi meredakan nyeri
f) Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi nyeri
g) Kolaborasi pemberian analgetik jika perlu
2) Resiko infeksi dibuktikan dengan efek prosedur invasive
Setelah dilakukan intervensi maka tingkat infeksi menurun dengan kriteria hasil
a) Demam menurun
b) Kemerahan menurun
c) Nyeri menurun
d) Bengkak menurun
e) Kadar sel darah putih membaik
Intervensi
a) Monitor tanda dan gejala infeksi local dan sitemik
b) Berikan perawatan kulit pada area yang edema
c) Lakukan perawatan luka dengan teknik aseptik
d) Jelaskan tanda dan gejala infeksi
e) Ajarkan cara memeriksa kondisi luka operasi
f) Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi dan cairan
4. Evaluasi
Sebelum operasi, tujuan keseluruhan adalah bahwa pasien dengan katarak akan
a. Membuat keputusan yang terinformasi mengenai pilihan terapeutik
b. Mengalami kecemasan minimal.
Tujuan keseluruhan pasca operasi adalah agar pasien dengan katarak akan
a. Memahami dan mematuhi terapi pasca operasi
b. Mempertahankan tingkat kenyamanan fisik dan emosional yang dapat diterima,
c. Tetap bebas dari infeksi dan komplikasi lainnya.
Hasil yang diharapkan secara keseluruhan adalah pasien setelah operasi katarak akan
a. Memiliki penglihatan yang lebih baik
b. Lebih mampu merawat diri sendiri
c. Rasa sakit berkurang atau tidak ada
d. Optimis tentang hasil yang diharapkan
Glaukoma
A. Defenisi
Glaukoma adalah kumpulan gejala yang ditandai dengan peningkatan Tekanan Intra Okuler
(TIO), atrofi saraf optik, dan kehilangan bidang penglihatan perifer.
Glaucoma adalah penyakit mata dimana terjadi kerusakan saraf optik yang diikuti ganggauna
lapangan pandang yang khas. Kondisi ini diakibatkan oleh tekanan bola mata yang meninggi yang
biasanya disebabkan oleh hambatan pengeluaran cairan bola mata (humour aquos). Penyebab lain
kerusakan saraf optic antara lain gangguan suplai darahke saraf optic dan kelemahan/masalah saraf
optiknya sendiri.
B. Etiologi
Keseimbangan yang tepat antara laju produksi air (disebut aliran masuk) dan laju reabsorpsi
air (disebut aliran keluar) sangat penting untuk menjaga TIO dalam batas normal. Tempat terjadinya
aliran keluar disebut sudut karena merupakan sudut di mana iris bertemu dengan kornea Ketika laju
aliran masuk lebih besar dari laju aliran keluar, TIO dapat naik di atas batas normal. Jika TIO tetap
tinggi, kehilangan penglihatan permanen dapat terjadi.
Glaukoma sudut terbuka primer (Primary open-angle glaucoma (POAG) adalah jenis
glaukoma yang paling umum. Dalam POAG, aliran aqueous humor menurun di trabecular meshwork.
Saluran drainase menjadi tersumbat, yang menyebabkan kerusakan pada saraf optik bisa terjadi.
Glaukoma sudut tertutup primer (Primary angle-closure glaucoma (PACG) disebabkan oleh
penurunan aliran aqueous humor yang dihasilkan dari penutupan sudut. Biasanya hal ini disebabkan
oleh lensa yang menonjol ke depan akibat proses penuaan. Penutupan sudut juga dapat terjadi sebagai
akibat dari pelebaran pupil pada pasien dengan sudut anatomis yang sempit. Serangan akut dapat
dipicu oleh situasi di mana pupil tetap melebar sebagian cukup lama untuk menyebabkan peningkatan
TIO yang akut dan signifikan.
C. Manifestasi Klinis
POAG berkembang perlahan dan tanpa gejala nyeri atau tekanan. Pasien biasanya tidak
menyadari hilangnya lapang pandang secara bertahap sampai penglihatan perifer sangat terganggu.
Akhirnya pasien dengan glaukoma yang tidak diobati memiliki “tunnel vision”(penglihatan
terowongan) di mana hanya bidang tengah kecil yang dapat dilihat, dan semua penglihatan perifer
tidak ada.
Glaukoma akut sudut tertutup menimbulkan gejala yang pasti, termasuk rasa sakit yang tiba-
tiba dan menyiksa di dalam atau di sekitar mata. Ini sering kali disertai mual dan muntah. Gejala
visual termasuk melihat lingkaran cahaya berwarna di sekitar lampu, penglihatan kabur, dan mata
kemerahan.
Manifestasi glaukoma sudut tertutup subakut atau kronis muncul lebih bertahap. Pasien yang
pernah mengalami episode glaukoma sudut tertutup subakut sebelumnya dapat melaporkan riwayat
penglihatan kabur, melihat lingkaran cahaya berwarna di sekitar lampu, mata kemerahan, dan nyeri
mata atau alis.
D. Pemeriksaan Diagnostik
1) Riwayat kesehatan dan pemeriksaan fisik
2) Pengukuran ketajaman visual
Pengukuran penglihatan perifer dan pusat memberikan informasi diagnostik lainnya. Sementara
ketajaman sentral mungkin tetap normal bahkan dengan adanya kehilangan lapang pandang
perifer yang parah. Pada glaukoma sudut tertutup akut, ketajaman visual sentral berkurang jika
pasien mengalami edema kornea, dan lapang pandang bisa sangat menurun
3) Tonometri
TIO biasanya meningkat pada glaukoma (normalnya 10 sampai 21 mm Hg). Pada pasien dengan
tekanan tinggi, dokter mata biasanya mengulangi pengukuran dari waktu ke waktu untuk
memverifikasi ketinggian. Pada glaukoma sudut terbuka, TIO biasanya antara 22 dan 32 mm Hg.
Pada glaukoma sudut tertutup akut, TIO mungkin melebihi 50 mm Hg.
4) Ophthalmoscopy (langsung dan tidak langsung)
Saat glaukoma berkembang, bekam cakram optik mungkin menjadi salah satu tanda pertama
glaukoma sudut terbuka kronis. Diskus optikus menjadi lebih lebar, lebih dalam, dan lebih pucat
(abu-abu muda atau putih), yang terlihat dengan oftalmoskopi langsung atau tidak langsung.
5) Mikroskopi slit lamp
Pada glaukoma sudut terbuka, mikroskop slit lamp menunjukkan sudut normal. Pada glaukoma
sudut tertutup, pemeriksa dapat mencatat sudut bilik anterior yang sangat sempit atau datar,
kornea edematosa, pupil tetap dan berdilatasi sedang, dan injeksi siliaris (hiperemia pembuluh
darah siliaris menghasilkan warna merah).
6) Gonioscopy
Gonioskopi merupakan pemeriksaan dengan alat yang menggunakan lensa khusus untuk melihat
aliran keluarnya humor aquos. Fungsi dari gonioskopi secara diagnostik dapat membantu
mengidentifikasi sudut yang abnormal dan menilai lebar sudut kamera okuli anterior
7) Perimetri lapang pandang
Gangguan lapangan pandang pada glaukoma dapat mengenai 30 derajat lapangan pandang bagian
central. Perimetri lapang pandang dapat mengungkapkan perubahan halus pada retina perifer pada
awal proses penyakit, jauh sebelum skotoma yang sebenarnya berkembang
E. Penatalaksanaan
1. Glaukoma Sudut Terbuka Kronis
a. Terapi Obat
1) Penghambat β-Adrenergik
2) Agonis α-Adrenergik
3) Agen kolinergik (miotik)
4) Penghambat anhidrase karbonat
b. Terapi Bedah
1) Argon laser trabeculoplasty (ALT)
2) Trabeculectomy dengan atau tanpa implan filtering
2. Glaukoma Penutupan Sudut Akut
a. Terapi Obat
1) Agen kolinergik topikal
2) Agen hiperosmotik
b. Terapi Bedah
1) Laser peripheral iridotomy
2) Bedah Iridektomi
F. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Karena glaukoma adalah kondisi kronis yang membutuhkan penatalaksanaan jangka
panjang, maka perlu dikaji kemampuan pasien untuk memahami dan mematuhi alasan dan
rejimen terapi yang diresepkan. Selain itu, nilai reaksi psikologis pasien terhadap diagnosis
gangguan kronis yang berpotensi mengancam penglihatan.
a. Aktivitas / Istirahat
Perubahan aktivitas biasanya/ hobi sehubungan dengan gangguan penglihatan.
b. Makanan / Cairan
Mual, muntah (glaukoma akut)
c. Neurosensori
1) Gangguan penglihatan (kabur/tidak jelas), sinar terang menyebabkan silau dengan
kehilangan bertahap penglihatan perifer, kesulitan memfokuskan kerja dengan
dekat/merasa di ruang gelap (katarak).
2) Penglihatan berawan/kabur, tampak lingkaran cahaya/pelangi sekitar sinar, kehilangan
penglihatan perifer, fotofobia (glaukoma akut).
3) Perubahan kacamata/pengobatan tidak memperbaiki penglihatan.
4) Papil menyempit dan merah/mata keras dengan kornea berawan.
5) Peningkatan produksi air mata.
d. Nyeri / Kenyamanan
1) Ketidaknyamanan ringan/mata berair (glaukoma kronis)
2) Nyeri tiba-tiba/berat menetap atau tekanan pada dan sekitar mata, sakit kepala (glaukoma
akut).
e. Penyuluhan/ Pembelajaran
1) Riwayat keluarga glaukoma, DM, gangguan sistem vaskuler.
2) Riwayat stres, alergi, gangguan vasomotor (contoh: peningkatan tekanan vena),
ketidakseimbangan endokrin.
3) Terpajan pada radiasi, steroid/toksisitas fenotiazin.
2. Diagnosis Keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis (proses penyakit)
b. Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan gangguan penglihatan
c. Kecemasan berhubungan dengan krisis situasional terkait kondisi diagnosis penyakit
d. Ketidakpatuhan berhubungan dengan efek samping program pengobatan
e. Risiko cedera terkait defisit ketajaman visual 
3. Intervensi
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis (proses penyakit)
Setelah dilakukan intervensi maka tingkat nyeri menurun dengan kriteria hasil
1) Keluhan nyeri menurun
2) Meringis menurun
3) Perilaku proteksi menurun
Intervensi
1) Identifikasi karakteristik nyeri (P, Q, R, S, T)
2) Identifikasi respon nyeri non verbal
3) Kontrol lingkungan yang dapat memperberat nyeri
4) Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi nyeri (missal kompres hangat/dingin)
5) Jelaskan strategi meredakan nyeri
6) Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi nyeri
7) Kolaborasi pemberian analgetik jika perlu
b. Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan gangguan penglihatan
Setelah dilakukan intervensi maka fungsi sensori membaik dengan kriteria hasil
1) Ketajaman penglihatan meningkat
Intervensi
1) Periksa kemampuan penglihatan
2) Monitor dampak gangguan peglihatan (missal resiko cedera, kegelisahan, depresi,
gangguan melakukan aktivitas sehari-hari)
3) Fasilitasi peningkatan stimulasi indra lainnya
4) Sediakan pencahyaan yang cukup
5) Sediakan alat bantu
6) Jelaskan lingkungan pada pasien
c. Kecemasan berhubungan dengan krisis situasional terkait kondisi diagnosis penyakit
Setelah dilakukan intervensi maka tingkat ansietas menurun dengan kriteria hasil
1) Verbalisasi akibat khawatir terhadap kondisi yang dihadapi menurun
2) Perilaku gelisah menurun
3) Perilaku tegang menurun
4) Konsentrasi membaik
5) Pola tidur membaik
Intervensi
1) Monitor tanda-tanda ansietas (verbal dan nonverbal)
2) Temani pasien untuk mengurangi kecemasan
3) Jelaskan prosedur yang dijalani
4) Berikan terapi relaksasi
5) Informasikan secara faktual mengenai diagnosis, pengobatan dan prognosis
6) Anjurkan mengungkapkan perasaan
d. Ketidakpatuhan berhubungan dengan efek samping program pengobatan
Setelah dilakukan intervensi maka tingkat kepatuhan meningkat dengan kriteria hasil
1) Verbalisasi kemauan mengikuti program perawatan/ pengobatan meningkat
2) Verbalisasi mengikuti anjuran meningkat
3) Perilaku mengikuti program perawatan/ pengobatan membaik
4) Perilaku menjalankan anjuran membaik
Intervensi
1) Identifikasi kepatuhan menjalani program pengobatan
2) Beri komitmen menjalani program pengobatan dengan baik
3) Dokumentasikan aktivitas selama menjalani pengobatan
4) Diskusikan hal-hal yang dapat mendukung atau menghambat berjalannya program
pengobatan
5) Informasikan manfaat yang akan diperoleh jika teratur menjalani program pengobatan
6) Anjurkan keluarga untuk mendampingi dan merawat pasien selama program pengobatan
e. Risiko cedera terkait defisit ketajaman visual 
Setelah dilakukan intervensi maka tingkat cedera menurun dengan kriteria hasil
1) Kejadian cedera menurun
2) Luka atau lecet menurun
Intervensi
1) Monitor kebutuhan keselamatan (missal kondisi fisik, fungsi kognitif dan riwayat
perilaku)
2) Identifikasi area lingkungan yang berpotensi menyebabkan cedera
3) Sosialisasikan dengan lingkungan ruang rawat
4) Pastikan barang-barang pribadi mudah dijangkau
5) Hilangkan bahaya keselamatan lingkungan
6) Modifikasi lingkungan untuk meminimalkan bahaya dan risiko
7) Sediakan alat bantu keamanan lingkungan (missal pegangan tangan)
4. Evaluasi
Hasil yang diharapkan secara keseluruhan adalah bahwa pasien dengan glaukoma akan
a. Tidak kehilangan penglihatan lebih lanjut
b. Mengikuti terapi yang disarankan
c. Berfungsi dengan aman di lingkungan sendiri
d. Meredakan nyeri yang terkait dengan penyakit dan operasi
Otitis Media Akut
A. Defenisi
Otitis media adalah suatu peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah yaitu
membrane timpani, ossicles, dan saluran telinga tengah. Otitis media akut didefinisikan bila proses
peradangan pada telinga tengah terjadi secara cepat dan singkat (dalam waktu kurang dari 3 minggu)
dan disertai dengan gejala lokal dan sistemik
B. Etiologi
Otitis media akut bisa disebabkan oleh bakteri dan virus. Bakteri yang paling sering
ditemukan adalah Streptococcus pneumaniae, diikuti oleh Haemophilus influenza, Moraxella
catarrhalis, Streptococcusgrup A, dan Staphylococcus aureus. Beberapa mikroorganisme lain yang
jarang ditemukan adalah Mycoplasma pneumaniae, Chlamydia pneumaniae, dan Clamydia
tracomatis.
Virus yang sering sebagai penyebab OMA adalah respiratory syncytial virus. Selain itu bisa
disebabkan virus parainfluenza (tipe 1, 2, dan 3), influenza A dan B, rinovirus, adenovirus,
enterovirus, dan koronavirus. Penyebab yang jarang yaitu sitomegalovirus dan herpes simpleks.
Infeksi bisa disebabkan oleh virus sendiri atau kombinasi dengan bakteri lain
Pembengkakan saluran pendengaran karena pilek atau alergi dapat menjebak bakteri, dan
menyebabkan infeksi telinga tengah. Tekanan dari proses peradangan menekan membrane timpani,
menyebabkannya menjadi merah, menggembung, dan nyeri. Otitis media akut biasanya merupakan
penyakit masa kanak-kanak karena pada anak-anak, saluran pendengaran yang biasanya mengalirkan
cairan dan lendir dari telinga tengah lebih pendek dan sempit serta posisinya lebih datar dibandingkan
pada orang dewasa.
C. Manifestasi Klinis
Gejala dapat diawali dengan infeksi saluran nafas yang kemudian disertai keluhan nyeri
telinga, demam, malaise dan gangguan pendengaran.
D. Pemeriksaan Diagnostik
Diagnosis OMA harus memenuhi tiga hal berikut:
1. Penyakitnya muncul mendadak (akut)
2. Ditemukannya tanda efusi di telinga tengah. Efusi dibuktikan dengan adanya salah satu di antara
tanda berikut: menggembungnya gendang telinga, terbatas/tidak adanya gerakan gendang telinga,
adanya bayangan cairan di belakang gendang telinga, cairan yang keluar dari telinga;
3. Adanya tanda/gejala peradangan telinga tengah, yang dibuktikan dengan adanya salah satu di
antara tanda berikut: kemerahan pada gendang telinga, nyeri telinga yang mengganggu tidur dan
aktivitas normal.
Diagnosis dapat ditegakkan dengan cara
1. Anamnese Riwayat Kesehatan dan pemeriksaan fisik
Gejala yang timbul bervariasi bergantung pada stadium dan usia pasien. Pada anak –anak
umumnya keluhan berupa rasa nyeri di telinga dan demam. Biasanya ada riwayat infeksi saluran
pernafasan atas sebelumnya. Pada remaja atau orang dewasa biasanya selain nyeri terdapat
gangguan pendengaran dan telinga terasa penuh. Pada bayi gejala khas adalah panas yang tinggi,
anak gelisah dan sukar tidur, diare, kejang-kejang dan sering memegang telinga yang sakit
2. Pemeriksaan otoskopi
Dengan otoskop dapat dilihat adanya gendang telinga yang menggembung, perubahan warna
gendang telinga menjadi kemerahan atau agak kuning dan suram, serta cairan di liang telinga
3. Timpanometri
Memeriksa secara objektif mobilitas membran timpani dan rantai tulang pendengaran.
Timpanometri merupakan konfirmasi penting terdapatnya cairan di telinga tengah. Timpanometri
juga dapat mengukur tekanan telinga tengah dan dengan mudah menilai patensi tabung
miringotomi dengan mengukur peningkatan volume liang telinga luar. Timpanometri punya
sensitivitas dan spesifisitas 70-90% untuk deteksi cairan telinga tengah, tetapi tergantung
kerjasama pasien.
4. Kultur dan sensitivitas drainase telinga tengah
Timpanosintesis, diikuti aspirasi dan kultur cairan dari telinga tengah, bermanfaat pada anak yang
terapi dengan berbagai antibiotika, atau pada imunodefisiensi. Timpanosintesis merupakan
standar emas untuk menunjukkan adanya cairan di telinga tengah dan untuk mengidentifikasi
patogen yang spesifik.
E. Penatalaksanaan
Terapi kolaboratif melibatkan penggunaan antibiotik jika ada infeksi dan Intervensi bedah
umumnya dilakukan untuk pasien yang tidak menanggapi perawatan medis. Beberapa terapi bedah
yang digunakan untuk penatalaksanaan OMA termasuk timpanosintesis, miringotomi, dan
adenoidektomi.
Timpanosintesis adalah pengambilan cairan dari telinga tengah dengan menggunakan jarum
untuk pemeriksaan mikrobiologi. Miringotomi adalah tindakan insisi pada membran timpani untuk
drainase cairan dari telinga tengah.Pada miringotomi dilakukan pembedahan kecil di kuadran
posterior-inferior membran timpani. Miringotomi melibatkan sayatan di timpani untuk melepaskan
tekanan yang meningkat dan eksudat dari telinga tengah. Prosedur ini sering diikuti dengan
pemasangan tabung timpanostomi untuk ventilasi ruang telinga tengah. Tabung timpanostomi dapat
dipasang untuk penggunaan jangka pendek atau jangka panjang.
F. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Anamnese
1) Identitas Pasien
2) Riwayat kelainan nyeri
3) Riwayat infeksi saluran napas atas yang berulang
4) Riwayat alergi.
b. Pengkajian fisik
1) Nyeri telinga
2) Perasaan penuh dan penurunan pendengaran
3) Suhu tubuh Meningkat,
4) Malaise
5) Nausea Vomiting
6) Vertigo,
7) Otore
8) Pemeriksaan dengan otoskop tentang stadium.
c. Pengkajian psikososial
1) Nyeri otore berpengaruh pada interaksi,
2) Aktifitas terbatas
3) Takut menghadapi tindakan pembedahan
d. Pemeriksaan penunjang untuk melihat dampak dari adanya otitis media
1) Tes Audiometri : pendengaran menurun,
2) X ray : terhadap kondisi patologi
2. Diagnosis Keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis (inflamasi)
b. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan gangguan pendengaran
c. Kecemasan berhubungan dengan krisis situasional terkait kondisi diagnosis penyakit,
tindakan pembedahan
3. Intervensi
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis (inflamasi)
Setelah dilakukan intervensi maka tingkat nyeri menurun dengan kriteria hasil
1) Keluhan nyeri menurun
2) Meringis menurun
3) Perilaku proteksi menurun
Intervensi
1) Identifikasi karakteristik nyeri (P, Q, R, S, T)
2) Identifikasi respon nyeri non verbal
3) Kontrol lingkungan yang dapat memperberat nyeri
4) Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi nyeri (missal kompres hangat/dingin)
5) Jelaskan strategi meredakan nyeri
6) Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi nyeri
7) Kolaborasi pemberian analgetik jika perlu
b. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan gangguan pendengaran
Setelah dilakukan intervensi maka fungsi sensori membaik dengan kriteria hasil
1) Ketajaman pendengaran meningkat
Intervensi
1) Periksa kemapuan pendengaran
2) Periksa akumulasi serumen berlebihan
3) Lakukan irigasi telinga, jika perlu
4) Pertahankan kebersihan telinga
5) Ajarkan cara membersihkan serumen denga tepat
c. Kecemasan berhubungan dengan krisis situasional terkait kondisi diagnosis penyakit
Setelah dilakukan intervensi maka tingkat ansietas menurun dengan kriteria hasil
1) Verbalisasi akibat khawatir terhadap kondisi yang dihadapi menurun
2) Perilaku gelisah menurun
3) Perilaku tegang menurun
4) Konsentrasi membaik
5) Pola tidur membaik
Intervensi
1) Monitor tanda-tanda ansietas (verbal dan nonverbal)
2) Temani pasien untuk mengurangi kecemasan
3) Jelaskan prosedur, waktu dan lamanya tindakan yang akan dilakukan (missal operasi)
4) Berikan terapi relaksasi
5) Informasikan secara faktual mengenai diagnosis, pengobatan dan prognosis
6) Anjurkan mengungkapkan perasaan
Daftar Pustaka

Astari, P. (2018). Katarak: Klasifikasi, Tatalaksana, dan Komplikasi Operasi. Cermin Dunia Kedokteran,
748-753.

Iswari, M. (2018). Anatomi, Fisiologi dan Genetika. Retrieved Februari 12, 2021, from
repository.unp.ac,id: http://repository.unp.ac.id/20541/1/BUKU%20Anatomi%2C%20Fisiologi
%20dan%20Genetika%20edit.pdf

Kemenkes RI. (2015). Situasi dan Analisis Glaukoma. Jakarta: Pusat Data dan Informasi Kemenkes RI.

Kemenkes RI. (2017). Modul Deteksi Dini Katarak. Jakarta: Direktur Jenderal Pencegahan dan
Pengendalian Penyakit Kemenkes RI.

Lewis, S. L., Dirksen, S. R., Heitkemper, M. M., & Bucher, L. (2014). Medical-surgical nursing :
Assessment and management of clinical problems (Ninth edition). Canada: Elsevier.

Munilson, J., Edward, Y., & Yolazenia. (2017). Penatalaksanaan Otitis Media Akut. Retrieved Februari
12, 2021, from repository.unand.ac.id: http://repository.unand.ac.id/18807/1/Penatalaksanaan
%20otitis%20media%20akut_repositori.pdf

PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Defenisi dan Indikator Diagnostik Edisi 1
Cetakan III (Revisi). Jakarta: DPP PPNI.

PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Defenisi dan Tindakan Keperawatan Edisi 1
Cetakan II. Jakarta: DPP PPNI.

PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Defenisi dan Kriteria Hasil Keperawatan Edisi 1
Cetakan II. Jakarta: DPP PPNI.

Anda mungkin juga menyukai