besar ditransmisi secara vertikal dari ibu ke bayinya pada saat proses kehamilan,
persalinan, dan melalui ASI. Transmisi secara horizontal melalui transfusi produk darah
atau penularan lain seperti kekerasan seksual pada anak jarang.
Infeksi HIV pada anak berkembang lebih pesat dibandingkan pada dewasa dan sebagian
anak yang tidak mendapat terapi mengalami kematian pada dua tahun pertama
kehidupan. Pada tahun 2004, sekitar 640000 anak berusia kurang dari 15 tahun
mengalami infeksi baru HIV. Selain itu, karena sebagian besar ibu yang terinfeksi HIV
meninggal karena AIDS, 13 juta anak menjadi yatim piatu dan sekitar 19 juta akan
mengalaminya pada tahun 2010.
Diagnosis
Anamnesis
(Anamnesis risiko ibu dan ayah dapat dilewatkan sampai pada konsultasi pasca tes HIV)
a. Ibu atau ayah memiliki risiko untuk terinfeksi HIV (riwayat narkoba suntik,
promiskuitas, pasangan dari penderita HIV, pernah mengalami operasi atau prosedur
transfusi produk darah)
b. Riwayat morbiditas yang khas maupun yang sering ditemukan pada penderita HIV.
--Riwayat kelahiran, ASI, pengobatan ibu, dan kondisi neonatal
Pemeriksaan fisis
Gejala klinis yang dapat dijadikan dasar untuk pemeriksaan laboratorium HIV:
a. Demam berulang/berkepanjangan
b. Berat badan turun secara progresif
c. Diare persisten
d. Kandidosis oral
e. Otitis media kronik
f. Gagal tumbuh
g. Limfadenopati generalisata
h. Kelainan kulit
i. Pembengkakan parotis
Infeksi oportunistik yang dapat dijadikan dasar untuk pemeriksaan laboratorium HIV:
a. Tuberkulosis
b. Herpes zoster generalisata
c. Pneumonia, P. jiroveci
d. Pneumonia berat
Pemeriksaan penunjang
Diagnosis HIV
a. Umur pasien <18 bulan:
1) Bila tersedia dan mampu, lakukan pemeriksaan PCR RNA (DNA) sebagai
pemeriksaan yang paling akurat untuk anak usia kurang dari 18 bulan.
Diagnosis infeksi HIV dapat ditegakkan bila dua hasil tes virologi terhadap
dua sampel darah berbeda menunjukkan hasil positif.
2) Bila status ayah dan ibu tidak diketahui, dapat dilakukan pemeriksaan antibodi
antiHIV, sebaiknya dengan ELISA dan menggunakan 3 reagens yang berbeda,
diikuti dengan pemeriksaan konfirmasi (immunoblot atau imunoflouresens).
Jika hasil negatif, maka kemungkinan besar bayi tidak terinfeksi HIV,
sedangkan bila hasil positif maka belum tentu bayi terinfeksi karena antibodi
maternal dapat terdeteksi hingga usia 18 bulan.
3) Pada bayi yang masih mendapat ASI, interpretasi tes HIV menjadi tidak
akurat. Periode jendela yang dipakai untuk dapat mengintepretasi dengan tepat
adalah 6 minggu setelah ASI dihentikan. Tes HIV tetap dapat dilakukan tanpa
harus menyetop pemberian ASI.
b. Bila anak >18 bulan, cukup dengan pemeriksaan antibodi HIV saja.
1) Pemeriksaan konfirmasi infeksi HIV: Westernblot atau PCR RNA/DNA.
2) Tentukan status imunosupresi dengan pemeriksaan hitung mutlak dan
persentase CD4+.
c. Lakukan pemeriksaan darah tepi lengkap, SGOT/SGPT, dan pemeriksaan lain
sesuai indikasi.
d. Lakukan pemeriksaan infeksi oportunistik yang sering terjadi bersamaan dengan
infeksi HIV (tuberkulosis, hepatitis B, dan C).
Tata laksana
Tata laksana awal adalah memberi konseling pada orangtua mengenai infeksi
HIV, evaluasi dan tata laksana infeksi oportunistik, pemberian nutrisi yang cukup,
pengawasan tumbuh kembang, dan imunisasi.
a. Pencegahan infeksi oportunistik
1) Pneumonia Pneumocystis carinii
Pemberian kotrimoksasol 4-6 mg/kg/hari satu kali sehari, diberikan setiap
hari. Yang terindikasi untuk mendapatkan kotrimoksasol profilaksis adalah
bayi terpapar umur <12 bulan yang statusnya belum diketahui, umur 1-5 tahun
bila CD4 kurang dari 500 (<15%), umur 6-11tahun bila CD4 <200 (<15%),
dan yang pernah didiagnosis terkena PCP. Obat pengganti adalah Dapson 2
mg/kg/hari (maksimal 100 mg/hari).
2) Tuberkulosis
Secara aktif mencari kemungkinan kontak erat dengan penderita TB aktif dan
melakukan uji tuberkulin bila terdapat kecurigaan. Pemberian profilaksis INH
masih diperdebatkan untuk negara endemis TB. Infeksi yang bisa dicegah
dengan imunisasi.
Rekomendasi rejimen inisial (first line) untuk kasus yang belum pernah mendapat
ARV sebelumnya.
Anak usia 3 tahun :
Zidovudine (AZT)+Lamivudine (3TC)+Nevirapine (NVP) ATAU-Stavudine (D4T)+Lamivudine (3TC)+Nevirapine (NVP) -Anak usia 3tahun dan berat badan 10 kg
Zidovudine (AZT)+Lamivudine (3TC)+NVP atau Efavirenz (EFV) -Stavudine (D4T)+Lamivudine (3TC)+NVP atau Efavirenz (EFV)
Pemantauan
Setelah pemberian ARV, pasien diharapkan datang setiap 1-2 minggu untuk
pemantauan gejala klinis, penyesuaian dosis, pemantauan efek samping, kepatuhan
minum obat, dan kondisi lain. Setelah 8 minggu, dilakukan pemantauan yang sama tetapi
dilakukan 1 bulan sekali. Pemeriksaan laboratorium yang diulang adalah darah tepi,
SGOT/SGPT, CD4 setiap 3 bulan, dapat lebih cepat bila dijumpai kondisi yang
mengindikasikan untuk dilakukan.
Indikasi rawat
a. Gizi buruk
b. Infeksi berat/sepsis
c. Pneumonia
d. Diare kronis dengan dehidrasi
Prognosis
Dengan pemberian antiretroviral, angka morbiditas dan mortalitas akan menurun.