Di susun oleh:
Mira Miyanti
MOU Gusti
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Surgery (FESS), merupakan suatu prosedur invasif minimal, saat ini populer sebagai
teknik operasi terkini dalam penatalaksanan sinusitis kronik, polip hidung, tumor
hidung dan sinus paranasal, dan kelainan lainnya. Teknik bedah ini pertama kali
dengan sebutan Functional Endoscopic Sinus Surgery. Tujuan utama BSEF adalah
memulihkan aliran mukosilier disuatu daerah di dinding lateral rongga hidung yang
disebut komplek osteo meatal (KOM). Gangguan drainase sinus dapat menimbulkan
rasa nyeri wajah, nyeri kepala, gangguan penghidu, serta bisa menimbulkan
Eropa. Berbeda dengan metode tradisional untuk melakukan operasi sinus yang
intranasal dan ditargetkan hanya bidang sinus yang fungsional dalam drainase
tersebut.
Data dari DEPKES RI tahun 2003 menyebutkan bahwa penyakit hidung dan
sinus berada pada ururtan ke-25 dari 50 pola penyakit peringkat utama atau sekitar
atas indikasi Rhinosinusitis bilateral di Instalasi Bedah Sentral RSUP dr. Sardjito”.
2
B. RUMUSAN MASALAH
Bertitik tolak pada latar belakang masalah diatas, maka penulis merumuskan
masalah bagaimana “Asuhan keperawatan pada Tn.S dengan tindakan FESS atas
C. RUANG LINGKUP
Penulis membatasi Asuhan Keperawatan Pasien Pre Operatif, Intra Operatif dan
Post Operatif pada lingkup kerja Instalasi Bedah Sentral RSUP dr. Sardjito
D. TUJUAN
1. Tujuan Umum
dengan tindakan FESS atas indikasi Rhinosinusitis bilateral di Instalasi Bedah Sentral
2. Tujuan Khusus
3
f. Menentukan pelaksanaan rencana tindakan keperawatan
E. METODE PENULISAN
1. Wawancara
2. Mengumpulkan data melalui komunikasi secara lisan langsung dengan klien (auto
3. Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi: Untuk mengetahui keadaan fisik atau psikologi klien dengan cara
melihat.
b. Palpasi : Untuk mengetahui kelainan yang ada dengan cara meraba atau
menekan.
c. Perkusi : Untuk mengetahui apa yang ada dibawah jaringan dengan cara
mengetuk
4. Studi Literature
5. Studi Dokumentasi
4
F. MANFAAT
1. Bagi Penulis
Sebagai pedoman agar pasien mampu memahami keadaan penyakit dan proses
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. SINUSITIS
1. Pengertian
paranasal. Umumnya disertai atau dipicu oleh rhinitis sehingga sering disebut
merupakan infeksi virus, yang selanjutnya dapat diikuti oleh infeksi bakteri.
mengenai semua sinus paranasal disebut pansinusitis. Yang paling sering terkena
ialah sinus etmoid dan maksila, sedangkan sinus frontal lebih jarang dan sinus
sphenoid lebih jarang lagi. Sinus maksila disebut juga antrum Highmore, letaknya
dekat akar gigi rahang atas, maka infeksi gigi mudah menyebar ke sinus, disebut
orbita dan intracranial, serta menyebabkan peningkatan serangan asma yang sulit
diobati.
merupakan sinus paranasal yang terbesar, letak ostiumnya lebih tinggi dari dasar,
sehingga aliran secret (drenase) dari sinus maksila hanya tergantung dari gerakan
silia, dasar sinus maksila adalah dasar akar gigi (prosesus alveolaris), sehingga
6
infeksi gigi dapat mengakibatkan sinusitis maksila, ostium sinus maksila terletak di
tersumbat.
7
2. Jenis-jenis sinusitis
a. Sinusitis akut
Suatu proses infeksi di dalam sinus yang berlansung selama 3 minggu. Macam-
macam sinusitis akut, yaitu sinusitis maksila akut, sinusitis emtmoidal akut, sinus
b. Sinusitis kronis
Suatu proses infeksi di dalam sinus yang berlansung selama 3-8 minggu tetapi
3. Etiologi
a. Infeksi virus
Sinusitis akut bisa terjadi setelah adanya infeksi virus pada saluran
Parainfluenza virus).
b. Bakteri
8
pneumoniae, Haemophilus influenzae). Jika sistem pertahanan tubuh
menurun atau drainase dari sinus tersumbat akibat pilek atau infeksi virus
biak dan menyusup ke dalam sinus, sehingga terjadi infeksi sinus akut.
c. Jamur
f. Tonsilitis yg kronik
b. Alergi
9
4. Manifestasi Klinis
Gejala : Demam, pusing, ingus kental di hidung, hidung tersumbat,m nyeri tekan,
Gejala : Sekret kental di hidung dan nasofaring, nyeri di antara dua mata, dan
pusing.
Gejala : Demam,sakit kepala yang hebat pada siang hari, tetapi berkurang setelah
Gejala : Nyeri di bola mata, sakit kepala, dan terdapat sekret di nasofaring
e. Sinusitis Kronis
Gejala : Flu yang sering kambuh, ingus kental dan kadang-kadang berbau,selalu
5. Patofisiologi
10
Kesehatan sinus dipengaruhi oleh patensi ostium-ostium sinus dan lancarnya
pernafasan.
Organ-organ yang membentuk KOM letaknya berdekatan dan bila terjadi edema,
mukosa yang berhadapan akan saling bertemu sehingga silia tidak dapat
Bila kondisi ini menetap, secret yang terkumpul dalam sinus merupakan media
baik untuk tumbuhnya dan multiplikasi bakteri. Secret menjadi purulen. Keadaan
ini disebut sebagai rinosinusitis akut bacterial dan memerlukan terapi antibiotic.
Jika terapi tidak berhasil (misalnya karena ada factor predisposisi), inflamasi
membengkak dan ini merupakan rantai siklus yang terus berputar sampai
pembentukan polip dan kista. Pada keadaan ini mungkin diperlukan tindakan
operasi.
11
Klasifikasi dan mikrobiologi: Consensus international tahun 1995 membagi
rinosinusitis hanya akut dengan batas sampai 8 minggu dan kronik jika lebih dari
8 minggu.
Consensus tahun 2004 membagi menjadi akut dengan batas sampai 4 minggu,
subakut antara 4 minggu sampai 3 bulan dan kronik jika lebih dari 3 bulan.
sinusitis akut yang tidak terobati secara adekuat. Pada sinusitis kronik adanya
Menurut berbagai penelitian, bacteri utama yang ditemukan pada sinusitis akut
(20%).
Pada sinusitis kronik, factor predisposisi lebih berperan, tetapi umumnya bakteri
yang ada lebih condong ka rarah bakteri negative gram dan anaerob.
6. Pemeriksaan Penunjang
pemeriksaan penunjang.
12
dini. Tanda khas ialah adanya pus di meatus medius (pada sinusistis maksila dan
etmoid anterior dan frontal) atau di meatus superior (pada sinusitis etmoid
Pada rinosinusitis akut, mukosa edema dan hiperemis. Pada anak sering ada
Pemerikasaan pembantu yang penting adalh foto polos atau CT scan. Foto polos
posisi Waters, PA dan lateral, umumnya hanya mampu menilai kondisi sinus-
sinus besar seperti sinus maksila dan frontal. Kelainan akan terlihat
perselubungan, batas udara, cairan (air fluid level) atau penebalan mukosa.
manila anatomi hidung dan sinus, adanya penyakit dalam hidung dan sinus
sinus.
Pada pemeriksaan transiluminasi sinus yang sakit akan menjadi suram atau
kegunaannya.
dari meatus medius/superior, untuk mendapat antibiotic yang tepat guna. Lebih
baik lagi bila diambil secret yang keluar dari pungsi sinus maksila.
13
Sinuskopi dilakukan dengan pungsi menembus dinding medial sinus maksila
melalui meatus inferior, dengan alat endoskop bisa dilihat kondisi sinus maksila
7. Penatalaksanaan
a. Mempercepat penyembuhan
b. Mencegah komplikasi
jenis sefalosporin generasi ke-2. Pada sinusitis antibiotic diberikan selama 10-14
hari meskipun gejala klinik sudah hilang. Pada sinusitis kronik diberikan antibiotic
Selain dekongestan oral dan topical, terapi lain dapat diberikan jika
14
rongga hidung dengan NaCl atau pemanasan (diatermi). Antihistamin tidak rutin
kental. Bila ada alergi berat sebaiknya diberikan antihistamin generasi ke-2.
Irigasi sinus maksila atau Proetz displacement therapy juga merupakan terapi
operasi terkini untuk sinusitis kronik yang memerlukan operasi. Tindakan ini telah
hasil yang lebih memuaskan dan tindakan ringan dan tidak radikal. Indikasinya
berupa: sinusitis kronik yang tidak membaik setelah terapi adekuat; sinusitis
kronik disertai kista atau kelainan yang irreversible; polip ekstensif, adanya
8. Komplikasi
Komplikasi berat biasanya terjadi pada sinusitis akut atau pada sinusitis kronik
Kelainan orbita disebabkan oleh sinus paranasal yang berdekatan dengan mata
(orbita). Yang paling sering adalah sinusitis etmoid, kemudian sinusitis frontal dan
Kelainan yang dapat timbul ialah edema palpebra, selulitis orbita, asbes
15
kavernosus. Kelainan Intrakranial. Dapat berupa meningitis, abses ekstradural
abses suberiostal. Paling sering timbul akibat sinusitis frontal dan biasanya
ditemukan pada anak-anak. Pada osteomielitis sinus maksila dapat timbul fistula
Kelainan paru, seperti bronchitis kronik dan bronkiektasis. Adanya kelainan sinus
paranasal disertai dengan kelainan paru ini disebut sinobronkitis. Selain itu dapat
sinusitisnya disembuhkan.
FESS adalah singkatan dari Functional Endoscopic Sinus Surgery, atau Bedah
Endoskopi Sinus Fungsional, adalah bedah sinus yang dilakukan dengan penggunaan
(aerasi) dan drainase sinus dengan prinsip mempertahankan fungsi sinus secara
fisiologis.
dan akurat organ sinus paranasal sehingga bekerja lebih akurat, jelas dan dapat
mengangkat kelainan sinus saja tanpa merusak jaringan yang sehat dan masih perlu
16
Dengan menggunakan metode operasi FESS ini, maka kategori operasi
tergolong minimal invasif, yaitu operasi yang seminimal mungkin merusak jaringan
sehat untuk eradikasi penyakitnya dan mempertahankan fungsi organ yang dioperasi
seminimal mungkin.
waktu rawat yang lebih singkat, bahkan hanya perlu rawat 3 hari saja. “Perdarahan
yang terjadi sangat minimal, rasa nyeri juga lebih ringan, dan pasien masih dapat
17
Ostium maxilary atas setelah menjalani operasi FESS
1. Pengertian
perioperatif adalah suatu istilah gabungan yang mencakup tiga fase pengalaman
pembedahan, yaitu pra operasi, intra operasi, dan pasca operasi. Masing-masing
fase dimulai pada waktu tertentu dan berakhir pada waktu tertentu pula dengan
rentang perilaku dan dan aktivitas keperawatan yang luas yang dilakukan oleh
dukungan dari tim kesehatan lain yangb berkompeten dalam perawatan pasien
sehingga kepuasan pasien dapat tercapi sebagai suatu bentuk pelayanan prima
2. PRE OPERATIF
Perawatan pre operatif merupakan tahap pertama dari perawatan perioperatif yang
dimulai sejak pasien diterima masuk di ruang terima pasien dan berakhir ketika
psikologi baik pasien maupun keluarga dan persiapan fisiologi (khusus pasien).
Persiapan Psikologi
Terkadang pasien dan keluarga yang akan menjalani operasi emosinya tidak stabil.
18
2. Keadaan sosial ekonomi dari keluarga.
Penyuluhan merupakan fungsi penting dari perawat pada fase pra bedah dan dapat
mengurangi cemas pasien. Hal-hal dibawah ini penyuluhan yang dapat diberikan
5. Ruang pemulihan.
c. Antisipasi pengobatan.
e. Latihan kaki
f. Mobilitas
g. Membantu kenyamanan
Persiapan Fisiologi
1. Diet
8 jam menjelang operasi pasien tidak diperbolehkan makan, 4 jam sebelum operasi
19
ringan diperbolehkan. Bahaya yang sering terjadi akibat makan/minum sebelum
2. Persiapan perut
pencernaan dilakukan 2 kali yaitu pada waktu sore dan pagi hari menjelang operasi.
b. Memungkinkan visualisasi yang lebih baik pada daerah yang akan dioperasi.
c. Mencegah konstipasi.
d. Mencegah infeksi.
e. Persiapan kulit
Daerah yang akan dioperasi harus bebas dari rambut. Pencukuran dilakukan
pada waktu malam menjelang operasi. Rambut pubis dicukur bila perlu saja,
lemak dan kotoran harus terbebas dari daerah kulit yang akan dioperasi. Luas
f. Hasil pemeriksaan
Izin tertulis dari pasien / keluarga harus tersedia. Persetujuan bisa didapat dari
keluarga dekat yaitu suami / istri, anak tertua, orang tua dan keluarga terdekat.
20
Pada kasus gawat darurat ahli bedah mempunyai wewenang untuk
melaksanakan operasi tanpa surat izin tertulis dari pasien atau keluarga, setelah
1) Data subyektif
c. Status Fisiologi
2) Data objektif
c. Perilaku : gerakan tangan yang hebat, gelisah, mundur dari aktifitas yang
sibuk (cemas).
e. Gejala vital.
21
j. Ekstremitas : kekuatan otot (terutama) kaki, karakteristik nadi perifer sebelum
a. Takut
b. Cemas
c. Resiko infeksi
d. Resiko injury
e. Kurang pengetahuan
1. INTRA OPERATIF
b) Pengaturan Posisi
adalah:
d. Sakit yang mungkin dirasakan oleh pasien bila ada pergerakan (arthritis).
22
b. Sedapat mungkin jaga privasi pasien, buka area yang akan dibedah dan
c. Amankan pasien diatas meja operasi dengan lilitan sabuk yang baik yang
biasanya dililitkan diatas lutut. Saraf, otot dan tulang dilindungi untuk
e. Hindari tekanan pada dada atau bagain tubuh tertentu, karena tekanan dapat
f. Jangan ijinkan ekstremitas pasien terayun diluar meja operasi karena hal ini
i. Untuk posisi litotomi, naikkan dan turunkan kedua ekstremitas bawah secara
i) Perawatan Drainase
23
Masalah keperawatan yang lazim muncul
Diagnosa keperawatan yang mungkin sering muncul pada pasien selama pelaksanaan
1. Cemas
2. Resiko perlukaan/injury
4. Resiko infeksi
2. PASCA OPERATIF
1. Pengkajian awal
a. Status respirasi
• Kedalaman pernafasan
• Bunyi nafas
b. Status sirkulatori
• Nadi
• Tekanan darah
• Suhu
• Warna kulit
d. Balutan
• Keadaan drain
24
e. Kenyamanan
• Terdapat nyeri
• Mual
• Muntah
f. Keselamatan
g. Perawatan
h. Nyeri
• Waktu
• Tempat
• Kualitas
2. Data subjektif
memperlihatkan data mula dan nyeri tanpa memfokuskan pada daerah yang spesifik,
dimana tidak ada keluhan. Penginderaan rasa nyeri sering kali meningkat pada waktu
ini akibat pemindahan dari brankard ke tempat tidur. Sangat penting untuk mengetahui
25
lokasi, bentuk serangan dan perubahan intensitas rasa nyeri, dan bukan menyangka
Mual jarang timbul setelah pasca anaesthesi baru. Sangat besar kemungkinan terjadi
mual bila perut mengalami manipulasi yang ekstensif pada waktu prosedur bedah atau
3. Data objektif
a. Sistem Respiratori
b. Status sirkulatori
c. Tingkat Kesadaran
d. Balutan
e. Posisi tubuh
4. Pengkajian Psikososial
Yang perlu diperhatikan : umur, prosedur pembedahan, efek samping dari prosedur
pembedahan dan pengobatan, body image dan pola/gaya hidup. Juga tanda fisik yang
5. Pemeriksaan Laboratorium
b. Pemeriksaann urine sekitar setiap 4 jam untuk klien dengan resiko dehidrasi dan
insufisisensi ginjal.
26
6. Masalah Keperawatan Yang Lazim Muncul
a. Diagnosa Umum
Diagnosa Tambahan
sekret.
2) Resiko retensi urine berhubungan dengan anaesthesi, bedah pelvis, dan kurang
gerak.
pembedahan.
elektrolit.
27
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
1. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. S
Umur : 30 Tahun
Pekerjaan : PNS
Suku : Jawa
No. RM : 01581703
Riwayat Penyakit Sekarang : sejak 3 tahun yang lalu pasien sering pilek dan batuk
berulang kemudian periksa ke dokter THT dan kemudian disarankan untuk operasi
FESS
B. AKTIVITAS/ISTIRAHAT
Aktivitas waktu senggang : Jika ada waktu senggang klien berkumpul dengan keluarga
28
Keluhan bosan : Tidak ada keluhan
Berhubungan dengan :-
C. SIRKULASI
warna jernih.
D. INTEGRITAS EGO
29
Masalah keuangan : Didiskusikan dengan keluarga
Status hubungan : Hubungan dengan keluarga, masyarakat dan tenaga medis baik
Agama : Islam
E. ELIMINASI
Pola umum BAB : Pasien BAB 2 x sehari, dengan konsistensi lunak, warna kuning
Pola umum berkemih : BAK dengan frekuensi 4 – 5 x sehari warna kuning jernih
Bilamana :-
30
Retensi : Tidak ada
F. MAKANAN/CAIRAN
Makanan yang biasa dikonsumsi (jenis) : Nasi putih, sayur, dan lauk
Terakhir kali makan : Semalam jam 22.00, dipuasakan pukul 24.00 untuk
persiapan operasi
Berhubungan dengan :-
Diatasi dengan :-
Gigi Atas : Lengkap, bersih, tidak ada gigi palsu, terdapat plak sedikit
Gigi Bawah : Lengkap, bersih, tidak ada gigi palsu, terdapat plak sedikit
G. HYGIENE
31
Kegiatan sehari-hari : Kemandirian : Aktivitas seperti biasanya mandi, makan/minum,
H. NEUROSENSORIS
32
Katarak : Tidak ada
I. NYERI/KENYAMANAN
J. RESPIRASI
Batuk/sputum : Ada
Asma : Ada
33
Penggunaan alat bantu pernafasan : Tidak ada Oksigen :-
K. KEAMANAN
Penyebab :-
Tranfusi darah :-
Reaksi :-
Protease :-
L. SEKSUALITAS
Pria
Rabas penis :-
Vasektomi :-
34
Periksa mandiri : Dada :- Testis : -
Prokstostomi terakhir :-
M. INTERAKSI SOSIAL
Masalah/stress :-
Peran dalam struktur keluarga : Seorang suami dan kepala rumah tangga
Perilaku koping : Pasien berperan sebagai kepala rumah tangga dan menjalankan
N. BELAJAR MENGAJAR
Bahasa yang paling sering digunakan : Bahasa Jawa dan Bahasa Indonesia
Pendidikan terakhir : S1
Ketidakmampuan belajar :-
35
Keyakinan tentang kesehatan/pelaksanaan : Klien yakin bahwa tindakan pembedahan
Obat jalanan :-
36
Penyakit/hospitalisasi/pembedahan sebelumnya : Tidak ada
Transportasi : Tidak
Pengobatan/terapi IV : Ya
Perwatan luka : Ya
TBC : Tidak
Ambulasi : Tidak
Terapi : Ya
Persediaan : Tidak
1. Data Umum
Kesadaran : Composmentis
37
Tanda-tanda Vital :
Respirasi : 20 x/menit
Suhu : 36,8 °C
Mata : Simetris, konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik, tatap mata tidak
fokus
b. Leher
Inspeksi : Pembesaran kelenjar tiroid tidak ada, keterbatasan gerak tidak ada
c. Toraks/Dada
Inspeksi : Simetris, retraksi dinding dada tidak ada, penggunaan alat bantu
Auskultasi : Vesikuler
38
Perkusi : Sonor
d. Abdomen
Perkusi : Tympani.
e. Ekstremitas atas/bawah
Atas : Simetris, kuku merah jambu, pendek, bersih, tidak ada keterbatasan
gerak
Bawah : Simetris, kuku merah jambu, pendek, bersih, tidak ada keterbatasan
gerak
Q. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Gol. Darah O -
39
GDS 87 mg/dl 70-140 mg/dl
Non reaktif
R. PERSIAPAN OPERASI
3. Periksa kelengkapan status, hasil EKG dan rontgen, hasil pemeriksaan laboratorium,
4. Pasien dimasukkan ke dalam ruang induksi untuk premedikasi jam 09.00 WIB
5. Pasien terpasang infus dengan cairan infuse RL 20 tetes/menit pada lengan kiri
6. Pasien dipindahkan ke dalam ruang operasi (meja opersai) jam 09.15 WIB
8. Pasien dilakukan tindakan general anestesi oleh tim anestesi jam 09.20 WIB
S. DATA FOKUS
Data Subyektif : Pasien mengatakan cemas karena akan dilakukan tindakan operasi
FESS
Data Obyektif
Kesadaran : Composmentis
40
Ekstremitas atas : Teraba dingin
S = 36,8 ˚C
N = 84 x/menit
R = 20 x/menit
2. ANALISA DATA
Pre Operasi
DO : KU : Cukup
Kesadaran : CM
TD = 120/90 mmHg
S = 36,8 ˚C
N = 84 x/menit
R = 20 x/menit
Intra Operasi
41
No Sign and Symptom Etiologi Problem
DO : (prosedur
Post Operasi
anestesi
KU : lemah
posisi supinasi
3. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Pre Operasi
b. Intra Operasi
42
1) Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif (prosedur pembedahan)
c. Post Operasi
4. INTERVENSI
Pre Operasi
No.
NOC NIC Rasional
Dx
1 Setelah dilakukan
43
tentang penyakit, penyakit, dengan cara e. Mengetahui penyebab
untuk menentukan
penatalaksanaannya
44
Intra Operasi
1) Persiapan Perawat
a. Scrubbing nurse
Mempersiapkan instrument, bahan dan melakukan kegiatan yang bersifat steril dalam
instrument.
b. Circulating nurse
a) Meja operasi
e) Meja anestesi
h) Tiang infus
i) Lampu operasi
j) Gunting plester
k) Tabung suction
45
l) Mesin kouter
b. Alat Steril
a) Bengkok : 1 buah
g) Elevator : 1 buah
p) Bayonet : 1 buah
b) Betadin 10 % : ± 100 ml
d) Aqua : 1 flabot
46
e) Pehacain : 4 ampul
f) Ephineprin : 2 ampul
d. Ruangan
3) Persiapan Pasien
3) Pasien dipasang bed side monitor (TD = 120/90 mmHg, S = 36,8 ˚C, N = 84 x/menit,
R = 20 x/menit, saturasi O2 = 95 %)
4) Operator, asisten dan perawat instrument mencuci tangan secara steril lalu
4) Prosedur Operasi
1) Perawat scrub melakukan cuci tangan secara frubringer selama 3-5 menit
berdasarkan urut-urutan
6) Melakukan Skin preparasi memakai alcohol 70% 2 X dan bethadin 10% 2X pada area
yang dioperasi mulai dari titik tengah melebar seperti lingkaran obat nyamuk.
47
7) Membantu memasang draping dari bagian atas, kemudian tengah memakai duk besar
berlubang.
9) Memberikan alat suction selang besar kepada asisten operator, dan memberikan
tounge spatel kemudian tampon tang beserta pack urofaring kepada operator.
10) Memberikan speculum hidung dan tampon tang kepada operator untuk memasang
tampon hidung yang sebelumnya telah dibasahi dengan pehacain dan ephineprin =
2:1
12) Memberikan spuit 3 cc yang telah diisi pehacain 2 ampul kepada operator untuk
melakukan infiltrasi
13) Berika circle mess kepada operator untuk mengiris mukosa arahnya ke meatus
inferior
17) Memberikan forcep atau osteum circle untuk melebarkan sampai terlihat ostium media
20) Kemudian pasang tampon permanen yang telah diberi betadine dan kemicetin salep
21) Memberikan tounge spatel dan tampon tang kepada operator untuk mengambil pack
urofaring
48
24) Membereskan alat
Gambar Instrumen
49
Monitor endoskopi
No.
NOC NIC Rasional
Dx
50
selama 1x60 menit infeksi infeksi
51
h. Tutup sekitar area
steril
i. Lakukan pembedahan
j. Ekspose insisi
k. Hentikan perdarahan
l. Monitor TTV
m.Desinfeksi area
pembedahan
o. Pindahkan ke RR
Post Operasi
No.
NOC NIC Radiologi
Dx
52
Pasien tidak d. Pastikan selang infus, muntah/aspirasi
e. Mengetahui kesadaran
pasien
Pre Operasi
No. Tgl/
Implementasi Evaluasi Paraf
Dx jam
53
klien mengungkapkan Kesadaran : CM
mendukung
Intra Operasi
No Tgl/
Dx
54
d. Memonitor status hemodinamik berarti
A : Masalah teratasi
P : Lanjutkan intervensi
di ruang pemulihan
(Recovery Room)
Post Operasi
Dx Jam
sadar angkat/kesemutan.
tidur Kesadaran = CM
55
e. Temani pasien sampai pasien Posisi supinasi
R : 20 x/menit
SaO2 : 95%
A : Masalah teratasi
P : Lanjutkan intervensi
sadar penuh
1. Status Sirkulasi
R : 20 x/menit, SaO2 : 95 %
Posisi supinasi, tidak tampak adanya sianosis, perfusi perifer baik, akral hangat
2. Status Respirasi
R : 20 x/menit
SaO2 : 95 %
Nafas teratur (regular), Tidak ada ronchi, tidak ada wheezing, Terpasang O2 3 liter/menit
3. Status Neurologis
4. Keadaan Umum
56
b. Terpasang infuse RL 20 tetes/menit pada lengan kiri
c. Aldered Skor
Aktifitas
1) Gerakan ke 4 anggota gerak atas 2 ν
perintah 1 ν ν
2) Gerakan ke 2 anggota gerak atas 0 Ν
perintah
3) Tidak ada respon
Respirasi
1) Bisa bernafas dalam dann batuk 2 ν ν
2) Dispnea, hiperventilasi 1 ν ν
3) Apnea 0
Sirkulasi
1) Perubahan < 20% dari pre operasi 2 Ν ν ν ν
2) Perubahan 20-50% dari pre operasi 1
3) Perubahan >50% dari pre operasi 0
Kesadaran
1) Sadar penuh 2 ν
2) Dapat dibangunkan 1 Ν ν ν
3) Tidak ada respon 0
Warna kulit
1) Merah 2 ν ν ν ν
2) Pucat 1
3) Sianosis 0
Jumlah 6 7 8 10
57
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
tindakan FESS indikasi rhinositis kronis di Instalasi Bedah Sentral RSUP dr. Sardjito. Maka
dalam bab ini penulis mencoba untuk menyimpulkan beberapa hal yang telah diuraikan
1. Kesimpulan
a. Pengkajian
Data-data yang di dapat pada saat pengkajian kasus berbeda dengan data
b. Diagnosa Keperawatan
yaitu :
58
Sedangkan dengan kasus yang muncul ada diagnosa yaitu
1) Pre Operasi
2) Intra Opersai
3) Post Operasi
c. Perencanaan
dengan kondisi klien dan sarana prasarana yang ada diruangan untuk menunjang
tindakan keperawatan.
d. Implementasi
samaklien, keluarga, perawat rungan, dan tim kesehatan yang ada di rumah sakit.
e. Evaluasi
B. SARAN
59
c. Hendaknya pihak rumah sakit melakukan penyuluhan klien yang di rawat di rumah
sakit
yang mudah dimengerti dan dipahami oleh klien dan menghindari istilah medis, lihat
kesiapan dan respon klien dalam menerima penjelasan materi, gunakan alat yang
60