Anda di halaman 1dari 8

ADAPTASI PATERNAL

Sebagian pria menganggap kehamilan sebagai bukti kejantanannya


dan tidak berfikir sama sekali tentang tanggung jawabnya terhadap ibu
dan anak. Akan tetapi, bagi kebanyakan pria kehamilan dapat
merupakan kesempatan ia dengan sungguh-sungguh mempersiapkan
diri menjadi seorang ayah.

Respon emosi pria terhadap peran seorang ayah, kekawatirannya dan


kebutuhannya akan informasi berubah-ubah sepanjang masa hamil. May
(1982c) menguraikan tiga tahap yang menandai tiga tugas
pengembangan yang dialami ayah yang menantikan bayinya :

a. Fase pengumuman

Dapat berlangsung beberapa jam sampai beberapa


minggu. Tugas perkembangannya ialah menerima fakta
biologis akan kehamilan. Reaksi pria terhadap kepastian
akan kehamilan meliputi rasa suka cita atau rasa terkejut,
tergantung apakah kehamilan itu diinginkan atau tidak
diinginkan.

b. Fase moratorium

Merupakan periode penyesuaian terhadap kenyataan


hamil. Tugas perkembangan pada fase ini adalah
menerima kehamilan. Tahap ini dapat relative singkat atau
berlangsung terus sampai trimester terakhir.

c. Fase Pemusatan

Dimulai pada masa trimester terakhir dan ditandai


dengan keterlibatan aktif sang ayah, baik dalam
kehamilan maupun dalam hubungan denagn anaknya.
Tugas perkembangannya ialah bernegosiasi dengan
pasangannya tentang peran yang ia lakukan selama masa
bersalin dan mempersiapkan diri menjadi orang tua.

2.1 Menerima Kehamilan

2.1.1 Kesiapan Menyambut Kehamilan


May (1982c) menemukan bahwa kesiapan ayah
untuk menyambut suatu kehamilan dicerminkan
dalam tiga aspek:

a. Keuangan yang relative cukup

Penyesuaian dalam keuangan harus dilakukan


untuk menyesuaikan diri terhadap penurunan
pendapatan dan peningkatan pengeluaran
karena kehadiran seorang anggota keluarga
baru.

b. Hubungan yang stabil dengan pasangan

Pasangan yang memiliki hubungan yang stabil


sebelum kehamilan terjadi cenderung menjadi
lebih dekat karena akan berperan sebagai
orang tua (Laderman, 1984).

c. Kepuasan dalam hubungan memiliki anak

Kehamilan pasangannya akan mengakhiri


periode tanpa anak kehidupan seorang pria.
Banyak pria memandang status memiliki anak
dan menjadi ayah sebagai bagian dari rencana
kehidupan mereka. Pasangan yang
merencanakan kehamilan lebih mudah
menerima kehamilan (Laderman, 1984).

2.1.2 Respons Emosi

Pria menunjukkan berbagai respons emosi


terhadap kehamilan pertama pasangannya. Dalam
studi yang dilakukan oleh May, ditemukan tiga
gaya kas:

a. Gaya Pengamat

Sikap menjauhi kehamilan. Ayah yang bahagia


menyambut kehamilan menunjukkan sikap
mendukung pasangannya dan ingin menjadi
ayah yang baik. Akan tetapi, karena nilai
budaya dan merasa malu, mereka menjauhkan
diri dari aktifitas, seperti mengikuti kelas
prenatal, membuat keputusan tentang
menyusui dan memilih perawatan professional.

b. Gaya Ekspresif

Respons emosi yang kuat terhadap kehamilan


dan keinginan untuk menjadi pasangan secara
penuh dalam rencana mereka. Suami
menunjukkan kesadaran akan kebutuhan istri
mereka untuk memperoleh dukungan dan
menyadari saat-saat mereka tidak mampu
memberi dukungan yang istri mereka perlukan.

c. Gaya instrumental

Diperlihatkan oleh pria yang menekankan


bahwa tugasnya harus diselesaikan dan
memandang dirinya sebagai pengurus atau
menejer kehamilan. Mereka merasa
bertanggung jawab akan hasil akhir kehamilan
dan melindungi serta mendukung istrinya.

2.2 Identifikasi Peran Ayah

Setiap ayah mempunyai sikap yang mempengaruhi


prilakunya terhadap suatu kehamilan. Dengan sikap tersebut,
ia menyesuaikan diri terhadap kehamilan dan peran sebagai
orang tua. Sama seperti ibu calon ayah juga memerlukan
dukungan saat ia mempersiapkan diri untuk peran barunya.

Empat jenis dukungan yang diperlukan untuk mempersiapkan


diri menjadi ayah, seperti yang digambarkan oleh House
(1981), memberi pedoman yang dapat digunakan perawat
yang memberi asuhan pada calon ayah antara lain:

1) Dukungan emosi
Sumber utama dukungan pria ialah pasangannya.
Dukungan ini harus dimodifikasi, sehingga
memungkinkan untuk mengasuh bayi dan
memberikan asuhan tambahan terhadap kebutuhan
istrinya. Oleh karena itu para ayah perlu mencari
dukungan dari keluarga dan teman-temannya.

2) Dukungan instrumental

Ayah perlu mengetahui bahwa ia dapat bergantung kepada


keluarga atau teman-temannya, jika memerlukan
bantuan.

3) Dukungan informasi

Ayah perlu mengetahui siapa saja yang dapat


memberikan nasehat tentang cara menyelesaikan
persoalan yang tiba-tiba muncul.

4) Dukungan penilaian

Ayah perlu menemukan orang lain yang dapat


memberikan criteria yang dapat digunakan untuk
mengukur keterampilannya

2.3 Hubungan dengan pasangan.

Menurut literature psikoanalisis, beberapa aspek prilaku pria


menunjukkan adanya persaingan. Persaingan langsung
dengan janin dapat tampak jelas, terutama selama aktivitas
seksual. Pria mungkin merasakan dukungan istrinya, yang
sebenarnya merupakan dukungan utama bagi sang suami
berkurang (Jordan,1990).

2.4 Hubungan ayah-anak

Ikatan ayah-anak dapat sama kuat dengan hubungan ibu-


anak, dan ayah dapat semampu ibu dalam mengasuh bayi.
Perilaku ayah terhadap anak tidak secara nyata berbeda dari
perilaku ibu, kecuali dalam hal bermain dengan bayi.
Dalam banyak hal pria mempersiapkan diri untuyk
menjadi ayah dengan cara sama yang dilakukan wanita
dalam mempersiapkan diri untuk menjadi ayah denagn cara
sama yang dilakukan wanita dalam mempersiapkan diri untuk
menjadi ibu, misalnya membaca, membayangkan, dan
melamunkan bayinya. Pria menyesuaikan segala kegiatan
yang dahulu yang biasa dilakukan dengan tanggungjawabnya
yang baru, sehingga memungkinkannya menyediakan waktu
untuk keluarga barunya.

2.5 Antisipasi persalinan

Hari-hari dan minggu-minggu menjelang tanggal lahir


yang diperkirakan ditandai oleh tindakan antisipasi dan rasa
cemas.

Perhatian utama ayah ialah membawa ibu kefasilitas


medis tepet waktu untuk bersalin dan tidak menunjukkan
sikap acuh. Banyak ayah ingin mengetahui saat persalinan
dan menentukan saat yang tepat untuk pergi ke rumah sakit
atau memanggil pemberi jasa pelayanan kesehatan.

III. ADAPTASI KAKEK-NENEK

Kakek nenek adalah penghubung utama generasi (Horn, Manion,


1985). Calon kakek nenek dapat merupakan sumber krisis maturasi bagi
calon orangtua. Kehamilan tidak dapat disangkal lagi, merupakan bukti
bahwa individu kini berusia cukup untuk memiliki seorang anak yang
akan melahirkan cucunya.

Kebanyakan kakek-nenek sangat gembira menantikan kehadiran


cucunya. Hal ini membangkitkan kembali perasaan mereka saat mereka
masih muda, rasa suka cita menantikan kelahiran dan menjadi orangtua
baru sewaktu anak-anak masih bayi. Kakek-nenek berperan sebagai
sumber yang potensial untuk keluarga. Dukungan mereka yang
menguatkan keluarga dengan memperluas lingkup pendukung dan
asuhan (Barranti, 1985).

Supaya benar-benar berpusat pada keluarga, perawatan maternitas


harus melibatkan kakenk-nenek dalam proses perawatan keluarga
pasangan usia subur, untuk memantapkan penyesuaian diri terhadap
peran kakek-nenek dalam system keluarga, dan meningkatkan
komunikasi antar generasi (Maloni, Mclndoe, Rubenstein, 1987).

IV. ADAPTASI SAUDARA KANDUNG

Berbagai berita kehadiran seorang adik baru dapat merupakan krisis


utama bagi seorang anak. Beberapa factor yang mempengaruhi respons
seseorang anak antara lain umur, sikap orangtua, peran ayah, lama
waktu berpisah dengan ibu, peraturan kunjungan di rumah sakit, dan
bagaimana anak itu dipersiapkan untuk suatu perubahan (Spero, 1993;
Fortier,dkk,1991).

Respon seudara kandung terhadap kehamilan berbeda-beda,


bergantung pada usia dan kebutuhan mereka. Anak usia setahun
mungkin tidak banyak menyadari proses ini, tetapi anak usia dua tahun
memperhatikan perubahan pada penampilan ibunya. Pada usia tiga atau
empat tahun, anak-anak ingin diceritakan asal muasal mereka dan
menerimanya sebagai hal yang sama dengan kehamilan ibu saat ini.
Anak usia sekolah menunjukkan minat klinis terhadap kehamilan ibunya.
Remaja awal dan pertengahan, yang pikirannya dipenuhi pengenalan
akan identitas seksual mereka, mungkin mengalami kesulitan untuk
menerima bukti nyata aktivitas seksual orangtua mereka. Remaja lanjut
tampak tidak begitu peduli.

V. MENJADI ORANGTUA SETELAH USIA 35 TAHUN

Ada dua kelompok orangtua usia lanjut dalam populasi wanita yang
memiliki anak pada periode lanjut masa usia subur mereka. Kelompok
pertama terdiri dari orangtua yang memiliki banyak anak atau memiliki
anak pada usia menopause.

Kelompok kedua yaitu mereka yang merupakan pendatang baru dalam


perawatan maternitas, mereka dalah wanita yang dengan sengaja
menunda kelahiran anaknya sampai usia 30-an atau awal 40-an.

5.1 Wanita Multipara

Wanita multipara adalah mereka yang tidak pernah menggunakan


kontrasepsi karena pilihan pribadi atau kurang p-engetahuan
tentang kontrasepsi atau justru mereka yang telah
menggunakan kontrasepsi dengan berhasil pada masa usia
subur mereka.

Menjelang akhir menopause, menstruasi teratur wanita pada


kelompok terakhir telah berhenti, mereka berhenti
menggunakan kontrasepsi dan akibatnya menjadi hamil.

Wanita multipara usia lanjud seringkali meras penggeseran


tempat, berfikir kehamilan mengasingkannya dari teman
sebayanya dan usia lanjud menghalanginya berhubungan
dengan ibu-ibu muda (Hogan, 1979). Sedang orang tua lain
menantikan anak yang tidak disangkanya sebagai bukti
berlanjutnya peran mereka sebagai ibu dan ayah. Adalah
penting untuk melibatkan keluarga dalam persiapan kelahiran.

5.2 Wanita Nulipara

Jumlah wanita yang untuk pertama kali hamil pada usia


antara 35 dan 40 tahun meningkat sebesar 40%. Kelahiran anak
pada kelompok usia ini meningkat sebesar 37% sejak tahun
1985. Alasan yang melandasinya ialah pendidikan tinggi,
prioritas, karier dan sarana kontrasepsi yang baik.

Wanita kelompok ini memilih menjadi orang tua ketimbang


memilih gaya hidup bebas anak. Mereka seringkali sudah
mencapai kesuksesan dalam kerier dan memilih gaya hidup
bersama pasangan yang memungkinkan mereka memiliki waktu
untuk memperhatikan diri mereka sendiri, memiliki rumah
tangga dengan akumulasi harta, dan bebas bepergian

Robinson, dkk, (1987) mengatakan bahwa wanita usia lanjut


tidak terlalu kawatir akan kehamilan dan dapat menyesuaikan
diri dengan lebuh baik dengan memasuki trimester ketiga
kehamilannya. Akan tetapi, pada kenyataannya perawatan anak
terbukti sulit bagi mereka. Ibi yang terbiasa dengan stimulasi
dan kontak dengan sesama orang dewasa merasa sulit
menerima diri mereka terisolasi denagn bayinya. Mereka juga
harus melibat anak ke dalam system keluarga yang telah
terbentuk dan bernegosiasi untuk suatu peran baru (peran orang
tua, peran saudara kandung, peran kakek nenek) untuk anggota
keluarganya.

Anda mungkin juga menyukai