Anda di halaman 1dari 32

LAPORAN PENDAHULUAN

MIOMA UTERI DENGAN TINDAKAN TOTAL ABDOMINAL HISTEREKTOMI


BILATERAL SALPINGO OOPHORECTOMY (TAH BSO) DI INSTALASI BEDAH
SENTRAL RSUP dr. SARDJITO YOGYAKARTA

Tugas Mandiri

Stase Keperawatan Medikal Bedah Tahap Profesi

Program Studi Ilmu Keperawatan

Disusun oleh:

DINDA PUTRI DWI PERMATASARI

16/408435/KU/19463

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2018
MIOMA UTERI
1. Definisi
Mioma uteri adalah neoplasma jinak yang berasal dari otot polos
dinding uterus. Beberapa istilah untuk mioma uteri adalah fibromioma,
miofibroma, laiomioma, fibroleiomioma, atau uterin fibroid. Mioma
merupakan tumor uterus yang ditemukan pada 20-25% wanita diatas umur 35
tahun (Nurarif, Amin Huda dan Hardhi Kusuma, 2015).
Dari berbagai pengertian dapat disimpulkan bahwa mioma uteri adalah
suatu pertumbuhan jinak dari otot-otot polos, tumor jinak otot rahim, disertai
jaringan ikat, neoplasma yang berasal dari otot uterus yang merupakan jenis
tumor uterus yang paling sering, dapat bersifat tunggal, ganda, dapat mencapai
ukuran besar, biasanya mioma uteri banyak terdapat pada wanita usia
reproduksi terutama pada usia 35 tahun.

2. Penyebab / Faktor Predisposisi


Walaupun mioma uteri ditemukan terjadi tanpa penyebab yang pasti,
namun dari hasil penelitian Miller dan Lipschlutz dikatakan bahwa mioma
uteri terjadi tergantung pada sel-sel otot imatur yang terdapat pada “Cell Nest”
yang selanjutnya dapat dirangsang terus-menerus oleh hormone estrogen.
Namun demikian, beberapa factor yang dapat menjadi factor pendukung
terjadinya mioma adalah : wanita usia 35-45 tahun, hamil pada usia muda,
genetic, zat-zat karsinogensik, sedangkan yang menjadi factor pencetus dari
terjadinya mioma uteri adalah adanya sel yang imatur.
Sampai saat ini belum diketahui penyebab pasti mioma uteri dan
diduga merupakan penyakit multifactorial. Dipercayai, bahwa mioma
merupakan sebuah tumor monoclonal yang dihasilkan dari mutasi somatic dari
sebuah sel neoplastic tunggal. Sel-sel tumor mempunyai abnormalitas
kromosom, khususnya pada kromosom lengan. Faktor-faktor yang
mempengaruhi pertumbuhan tumor, disamping factor predisposisi genetic,
adalah estrogen, progesterone dan human growth hormone.
a. Estrogen
Mioma uteri dijumpai setelah menarke. Seringkali terdapat
pertumbuhan tumor yang cepat selama kehamilan dan terapi estrogen
eksogen. Mioma uteri akan mengecil pada saat menopause dan
pengangkatan ovarium. Adanya hubungan dengan kelainan lainnya yang
tergantung estrogen seperti endometriosis (50%), perubahan fibrosistik
dari payudara (14,8%), adenomyosis (16,5%) dan hyperplasia
endometrium (9,3%). Mioma uteri banyak ditemukan bersamaan dengan
anovulasi ovarium dan wanita dengan sterilitas. 17B
hidroxydesidrogenase: enzim ini mengubah estradiol (sebuah estrogen
kuat)menjadi estron (estrogen lemah). Aktivitas enzim ini berkurang pada
jaringan miomatous, yang juga mempunyai jumlah reseptor estrogen yang
lebih banyak daripada myometrium normal.
b. Progesteron
Progesteron merupakan antagonis natural dari estrogen.
Progesteron menghambat pertumbuhan tumor dengan dua cara, yaitu :
mengaktifkan 17B hidroxydesidrogenase dan menurunkan jumlah reseptor
estrogen pada tumor.
c. Hormon Pertumbuhan
Level hormone pertumbuhan menurun selama kehamilan, tetapi
hormone yang mempunyai struktur dan aktivitas biologic serupa yaitu
HPL, terlihat pada periode ini, memberi kesan bahwa pertumbuhan yang
cepat dari leiomyoma selama kehamilan mungkin merupakan hasil dari
aksi sinergistik antara HPL dan Estrogen.

Dalam Jeffcoates Principles of Gynecology, ada beberapa factor yang


diduga kuat sebagai factor predisposisi terjadinya mioma uteri, yaitu :
a. Umur
Mioma uteri jarang terjadi pada usia kurang dari 20 tahun,
ditemukan sekitar 10% pada wanita berusia lebih dari 40 tahun. Tumor ini
paling sering memberikan gejala klinis antara 35-45 tahun.
b. Paritas
Lebih sering terjadi pada nulipara atau pada wanita yang relative
infertile, tetapi sampai saat ini belum diketahui apakah infertilitas
menyebabkan mioma uteri atau sebaliknya mioma uteri yang
menyebabkan infertilitas, atau apakah kedua keadaan ini saling
mempengaruhi.
c. Factor ras dan Genetik
Menurut Manuaba, pada wanita ras tertentu, khususnya wanita
berkulit hitam, angka kejadian mioma uteri tinggi. Terlepas dari factor ras,
kejadian tumor ini tinggi pada wanita dengan riwayat keluarga, ada yang
menderita mioma.
Belum diketahui secara pasti, tetapi asalnya disangka dari sel-sel
otot yang belum matang. Disangka bahwa estrogen mempunyai peranan
penting, tetapi dengan teori ini sukar diterangkan apa sebabnya pada
seorang wanita estrogen pada nuli para, factor keturunan juga berperan
mioma uteri terdiri dari otot polos dan jaringan ikat yang tersusun seperti
konde diliputi pseudakapsul.
Menurut Mansjoer, perubahan sekunder pada mioma uteri sebagian
besar bersifat degenerative karena berkurangnya aliran darah ke mioma
uteri. Perubahan sekunder meliputi atrofi, degenerasi hialin, degenerasi
kistik, degenerasi membantu, marah, lemak.
3. Pohon Masalah
Herediter, pola Mioma Uteri
hidup, hormonal

Mioma intramural (dinding Mioma submukosum Mioma subserosum


antara miometrium (tumbuh menjadi polip, (diantara ligamentmluteum)
dilahirkan melalui serviks)

Penurunan imun tubuh Resiko Infeksi Tanda / Gejala

Perdarahan pervaginam Tindakan Pembedahan Pembesaran uterus


(histerektomi)

Hb menurun Resiko kekurangan Penekanan organ


volume cairan sekitar

Tak tertangani Resiko syok


dengan cepat

Perlukaan Kurang informasi mengenai


prognosis penyakit dan
Kerusakan terapi
integritas jaringan Ansietas

Hilangnya uterus ovarium

Estrogen berkurang
Menekan vesika Penekanan Saraf
urinaria dan rektum
Progesteron
kewanitaan menurun

Libido seksual Pola eliminasi Nyeri


menurun

Disfungsi seksual Retensi Urin Konstipasi


4. Klasifikasi
Klasifikasi mioma dapat berdasarkan lokasi dan lapiran uterus yang terkena.
a. Lokasi
Servical (2,6%), umumnya tumbuh kea rah vagina menyebkan
infeksi. Isthmica (7,2%), lebih sering menyebabkan nyeri dan
gangguan traktus urinarius. Corporal (91%), merupakan lokasi paling
lazim, dan seringkali tanpa gejala.
b. Lapisan Uterus
Mioma uteri pada daerah korpus, sesuai dengan lokasinya
dibagi menjadi tiga jenis, yaitu :

Gambar 1. Mioma Uteri


1) Mioma Uteri Subserosa
Lokasi tumor di subserosa korpus uteri dapat hanya sebagai
tonjolan saja, dapat pula sebagai satu massa yang dihubungkan
dengan uterus melalui tangkai. Pertumbuhan ke arah lateral dapat
berada di dalam ligamentumlatum dan disebut sebagai mioma
intraligamenter. Mioma yang cukup besar akan mengisi rongga
peritoneal sebagai suatu massa. Perlengketan dengan usus,
omentum atau mesenterium di sekitarnya menyebabkan system
peredaran darah diambil alih dari tangkai ke omentum. Akibatnya
tangkai makin mengecil dan terputus, sehingga mioma akan
terlepas dari uterus sebagai massa tumor yang bebas dalam rongga
peritoneum. Mioma jenis ini dikenal sebagai jenis parasitic.
2) Mioma Uteri Intramural
Berubah sering tidak memberikan gejala klinis yang berarti
kecuali rasa tidak enak karena adanya massa tumor di daerah perut
sebelah bawah. Kadang kala tumor tumbuh sebagai mioma
subserosa dan kadang-kadang sebagai mioma submukosa. Di
dalam otot rahim dapat besar, padat (jaringan ikat dominan), lunak
(jaringan otot rahim dominan).
3) Mioma Uteri Submukosa
Terletak dibawah endometrium. Dapat pula bertangkai
maupun tidak. Mioma bertangkai dapat menonjol melalui kanalis
servikalis, dan pada keadaan ini mudah terjadi torsi atau infeksi.

4. Manifestasi Klinis
Separuh penderita mioma uteri tidak memperlihatkan gejala.
Umumnya gejala yang temukan bergantung pada lokasi, ukuran, dan
perubahan pada mioma tersebut seperti :
a. Perdarahan abnormal: hipermenore, menoragia, metroragia. Sebabnya:
 Pengaruh ovarium sehingga terjadi hiperplasi endometrium
 Permukaan endometrium yang lebih luas dari biasanya
 Atrofi endometrium di atas mioma submukosum
 Myometrium tidak dapat berkontraksi optimal karena adanya
sarang mioma di antara serabut myometrium sehingga tidak
dapat menjepit pembuluh darah yang melaluinya dengan baik.
b. Nyeri: dapat timbul karena gangguan sirkulasi yang disertai nekrosis
setempat dan peradangan. Pada mioma submukosum yang dilahirkan
setempat dapat menyempitkan canalis servikalis sehingga
menimbulkan dismenore.
c. Gejala penekanan : penekanan pada vesika urinaria menyebabkan
poliuri, oada uretra menyebabkan retensio urine, pada ureter
menyebabkan hidroureter dan hidronefrosis, pada rectum
menyebabkan obstipasi dan tenesmia, pada pembuluh darah dan limfe
menyebabkan edema tungkai dan nyeri panggul.
d. Disfungsia reproduksi
Hubungan antara mioma uteri sebagai penyebab infertilitas
masih belum jelas. Dilaporkan sebesar 27-40% wanita dengan mioma
uteri mengalami infertilitas. Mioma yang terletak di daerah kornu
dapat menyebabkan sumbatan dan gangguan transportasi gamet dan
embrio akibat terjadinya oklusi tuba bilateral. Mioma uteri dapat
menyebabkan gangguan kontraksi ritmik uterus yang sebenarnya
diperlukan untuk motilitas sperma di dalam uterus. Perubahan bentuk
kavum uteri karena adanya mioma dapat menyebabkan disfungsi
reproduksi. Gangguan implantasi embrio dapat terjadi pada keberadaan
mioma akibat perubahan histologi endometrium dimana terjadi atrofi
karena kompresi massa tumor.
Mekanisme gangguan fungsi reproduksi dengan mioma uteri :
 Gangguan transportasi gamet dan embrio
 Pengurangan kemampuan bagi pertumbuhan uterus
 Perubahan aliran darah vaskuler
 Perubahan histologi endometrium
(Nurarif, Amin Huda dan Hardhi Kusuma, 2015)

5. Pemeriksaan Diagnostik / Penunjang


a. Tes laboratorium
Hitung darah lengkap dan apusan darah : leukositosis dapat disebabkan
oleh nekrosis akibat torsi atau degenerasi. Menurunnya kadar
hemoglobin dan hematocrit menunjukkan adanya kehilangan darah
yang kronik.
b. Tes kehamilan terhadap chorioetic gonadotropin
Sering membantu dalam evaluasi suatu pembesaran uterus yang
simetrik menyerupai kehamilan atau terdapat bersama-sama dengan
kehamilan.
c. Ultrasonografi
Apabila keberadaan massa pelvis meragukan, sonografi dapat
membantu.
d. Pielogram intravena
Dapat membantu dalam evaluasi diagnostic.
e. Pap smear serviks
Selalu diindikasikan untuk menyingkap neoplasia serviks sebelum
histerektomi.
f. Histerosal pingogram
Dianjurkan bila klien menginginkan anak lagi dikemudian hari untuk
mengevaluasi distorsi rongga uterus dan kelangsungan tuba falopi.

6. Penatalaksanaan Medis
Penanganan yang dapat dilakukan ada dua macam, yaitu penanganan
secara konservatif dan penanganan secara operatif.
a. Penanganan konservatif sebagai berikut :
1) Observasi dengan pemeriksaan pelvis secara periodic setiap
3-6 bulan
2) Bila anemia, Hb < 8 g% transfusi PRC
3) Pemberian zat besi
b. Penanganan operatif, bila :
1) Ukuran tumor lebih besar dari ukuran uterus 12-14 minggu
2) Pertumbuhan tumor cepat
3) Mioma subserosa bertangkai dan torsi
4) Bila dapat menjadi penyulit pada kehamilan berikutnya
5) Hipermenorea pada mioma submukosa
6) Penekanan pada organ sekitarnya
Jenis operasi yang dilakukan dapat berupa :
 Enukleasi Mioma
Dilakukan pada penderita infertile atau yang masih
menginginkan anak atau mempertahankan uterus demi
kelangsungan fertilitas. Sejauh ini tampaknya aman, efektif, dan
masih menjadi pilihan terbaik. Enukleasi sebaiknya tidak dilakukan
bila ada kemungkinan terjadinya karsinoma endometrium atau
sarcoma uterus, juga dihindari pada masa kehamilan. Tindakan ini
seharusnya dibatasi pada tumor dengan tangkai dan jelas yang
dengan mudak dapat dijepit dan diikat. Bila miomektomi
menyebabkan cacat yang menembus atau sangat berdekatan
dengan endometrium, kehamilan berikutnya harus dilahirkan
dengan section caesaria.
 Histerektomi
Dilakukan bila pasien tidak menginginkan anak lagi, dan
pada penderita yang memiliki leiomyoma yang simptomatik atau
yang sudah bergejala.
 Miomektomi
Miomektomi adalah pengambilan mioma saja tanpa
pengangkatan uterus. Apabila wanita sudah dilakukan miomektomi
kemungkinan dapat hamil sekitar 30-50%. Dan perlu disadari oleh
penderita bahwa setelag dilakukan miomektomi harus dilanjutkan
histerektomi.
Lama perawatan :
1) 1 hari pasca diagnosa keperawatan
2) 7 hari pasca histerektomi/miomektomi
Masa pemulihan :
1) 2 minggu pasca diagnose keperawatan
2) 6 minggu pasca histerektomi/miomektomi
c. Penanganan radioterapi
Tindakan ini bertujuan agar ovarium tidak berfungsi lagi sehingga
penderita mengalami menopause. Radioterapi ini umumnya hanya
dikerjakan kalau terdapat kontrak indikasi untuk tindakan operatif akhir-
akhir ini kontrak indikasi tersebut makin berkurang. Radioterapi
hendaknya hanya dikerjakan apabila tidak ada keganasan pada uterus.
1) Hanya dilakukan pada pasien yang tidak dapat dioperasi (bad risk
patient).
2) Tidak disertai radang pelvis atau penekanan pada rectum
3) Tidak dilakukan pada wanita muda, sebab dapat menyebabkan
menopause. Maksud dari radioterapi adalah untuk menghentikan
perdarahan.
Obat-obatan yang biasa kepada penderita mioma yang mengalami
perdarahan melalui vagina yang tidak normal, antara lain :
 Obat anti-inflamasi yang nonsteroid (Nonsteroid Anti
Infamation=NSAID)
 Vitamin
 Dikerok (kuretase)
 Obat-obatan hormonal (misalnya, pil KB)
 Operasi penyayatan jaringan mioma ataupun mengangkat rahim
keseluruhan
 Pemberian hormone steroid sintetik seperti progestin, malah
kadang-kadang menimbulkan rasa nyeri daerah panggul yang
bertambah. Hormon GnRH agoins (Gonadotropin Releasing
Hormon) bias mengurangi besar ukuran mioma. Akan tetapi,
mioma kembali membesar setelah 6 bulan obat GnRH dihentikan.
 Bila uterus hanya sedikit membesar apalagi tidak ada keluhan,
tidak memerlukan pengobatan khusus.

7. Komplikasi
a. Perdarahan sampai terjadi anemia
b. Torsi tangkai mioma dari :
 Mioma uteri subserosa
 Mioma uteri submukosa
c. Nekrosis dan infeksi, setelah torsi dapat terjadi nekrosis dan infeksi
d. Pengaruh timbal balik mioma dan kehamilan
1) Pengaruh mioma terhadap kehamilan
 Infertilitas
 Abortus
 Persalinan prematuritas dan kelainan letak
 Inersia uteri
 Gangguan jalan persalinan
 Perdarahan post partum
 Retensi plasenta
2) Pengaruh kehamilan terhadap mioma uteri
 Mioma cepat membesar karena rangsangan estrogen
 Kemungkinan torsi mioma uteri bertangkai

A. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian Keperawatan
Dalam hal pemeriksaan, menurut Setiati(2009: 95-96) adalah sebagai berikut:
a. Anamnesis
Timbul benjolan di perut bagian bawah pada waktu yang relatif lama.
kadang- kadang Gangguan haid. Buang air kecil atau air besarpun
terjadi. Nyeri perut terjadi apabila mioma terinfeksi , terpuntir atau
pecah.
b. Pemeriksaan fisik
Palpasi Abdomen digunakan untuk mendapatkan tumor diabdomen
bagian bawah.
c. Pemeriksaan Ginetologi
Dengan pemeriksaan bimanual. Tumor tersebut didpatkan menyatu
dengan rahim atau mengisi dengan kavum Douglasi. Konsistennya
padat , kenyal, bergerak dan permukaan tumor umumnya rata. Gejala
klinisnya adalah adanya rasa penuh pada bagian bawah, tanda massa
yang padat kenyal, terjadi perdarahan abnormal, dan muncul rasa
nyeri, terutama saat menstruasi.
d. Pemeriksaan Luar
Teraba massa tumor pada abdomen bagian bawah serta pergerakan
tumor dapat terbatas atau bebas.

Selain itu, fokus pengkajian mioma uteri terdiri dari :


a. Pengumpulan Data
Merupakan kegiatan dalam menghimpun informasi dari klien sebagai
berikut:
 Mioma biasanya terjadi pada usia reproduktif, paling sering
ditemukan pada usia 35 tahun keatas.
 Makin tua usia maka toleransi terhadap nyeri akan berkurang.
 Orang dewasa mempunyai dan mengetahui cara efektif dalam
menyesuaikan diri terutama terhadap perubahan yang terjadi
pada dirinya akibat tindakan THA_BSO (Total Abdominal
Hyterektomi And Bilateral Salphingo Oopphorectomy).
b. Keluhan utama
Keluhan yang timbul hampir tiap jenis oprasi adalah rasa nyeri karena
terjadi torehan tarikan, manipulasi jaringan organ. Rasa nyeri setelah
bedah biasanya berlangsung 24-48 jam. Adapun yang perlu dikaji pada
rasa nyeri tersebut adalah pengkajian nyeri P, Q, R, S, T.
c. Riwayat reproduksi
1) Haid
 Dikaji tentang riwayat menarche dan haid terakhir, sebab
mioma uteri tidak pernah ditemukan sebelum menarche dan
mengalami atropi pada masa menopause.
2) Hamil dan Persalinan
 Kehamilan mempengaruhi pertumbuhan mioma, dimana
mioma uteri tumbuh cepat pada masa hamil ini dihubungkan
dengan hormone estrogen, pada masa ini dihasilkan dalam
jumlah yang besar.
 Jumlah kehamilan dan anak yang hidup mempengaruhi
psikologi klien dan keluarga terhadap hilangnya organ
kewanitaan.
d. Data Psikologi
Pengangkatan organ reproduksi dapat sangat berpengaruh terhadap
emosional klien dandiperlukan waktu untuk memulai perubahan yang
terjadi. Oragan reproduksi merupakan komponen kewanitaan, wanita
melihat fungsi menstruasi sebagai lambing feminitas sehingga
berhentinya menstruasi biasanya dirasakan sebagai hilangnya perasaan
kewanitaan. Perasaaan seksualitas dalam arti hubungan seksual perlu
ditangani. Beberapa wanita merasa cemas bahwa hubungan seksualitas
terhalangi atau hilangan kepuasan. Pengetahuan klien tentang dampak
yang akan terjadi sangat perlu persiapan psikologi klien.
e. Status Respiratori
Respirasi bisa meningkat atau menurun. Pernafasan yang cepat dapat
terdengar tanpa stetoskop. Bunyi pernafasan akibat lidah jatuh
kebelakang atau terdapat sekret. Suara paru yang kasar merupakan
gejala terdapat sekret pada saluran nafas. Usaha batuk dan bernafas
dalam dilaksanakan segera pada klien yang memakai anestesi general.
f. Tingkat Kesadaran
Tingkat kesadaran dibuktikan melalui pertanyaan sederhana yang
harus dijawab oleh klien atau di suruh untuk melakukan perintah.
Variasi tingkat kesadaran dimulai dari siuman sampai ngantuk, harus
diobservasi dan penurunan tingkat kesadaran merupakan gejala syock.
g. Status Urinari
Retensi urin paling umum terjadi setelah pembedah genekologi, klien
yang hidrasinya baik biasanya kencing setelah 6-8 jam setelah
pembedahan. Jumlah output urin yang sedikit akibat kehilangan cairan
tubuh saat operasi, muntah akibat anestesi.
h. Status Gastrointestinal
Fungsi gastrointestinal biasanya pulih pada 24-74 jam setelah
pembedahan, tergantung pada kekuatan efek narkose pada penekanan
intestinal. Ambulatori dan kompres hangat perlu diberikan untuk
menghilangkan dalam usus.

2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut b.d kerusakan jaringan otot (uterus berkontraksi)
b. Resiko kekurangan volume cairan b.d kehilangan cairan aktif
(perdarahan)
c. Resiko syok b.d ketidakcukupan aliran darah ke jaringan tubuh
(perdarahan pervaginam berulang)
d. Resiko infeksi b.d prosedur invasive
e. Retensi urine b.d penekanan oleh masa jaringan neoplasma pada organ
sekitarnya
f. Kerusakan integritas jaringan
g. Disfungsi seksual
h. Konstipasi b.d penekanan pada rectum (prolaps rectum)
i. Ansietas b.d perubahan dalam status peran, ancaman pada status
kesehatanm konsep diri (kurangnya sumber informasi terkait penyakit)
3. Rencana Asuhan Keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil
No : Diagnosa Keperawatan Intervensi ( NIC )
( NOC )
1. Nyeri akut b.d kerusakan NOC NIC
jaringan otot (uterus  Pain Level Pain management
berkontraksi)  Pain Control  Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi,
 Comfort Level karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, dan faktor presipitasi
 Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
Kriteria Hasil:  Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman
 Mampu mengontrol nyeri nyeri pasien
 Melaporkan bahwa nyeri  Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu
berkurang dengan menggunakan ruangan, pencahayaan, kebisingan
manajemen nyeri  Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologi, non farmakologi,
 Mampu mengenali nyeri (skala, dan inter personal)
intensitas, frekuensi dan tanda  Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi
nyeri)  Ajarkan tentang teknik non farmakologi
 Menyatakan rasa nyaman setelah  Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
nyeri berkurang  Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
 Tingkatkan istirahat
 Kolaborasikan dengan dokter jika ada keluhan dam tindakan nyeri
tidak berhasil

Analgesic administration
 Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas dan derajat nyeri sebelum
pemberian obat
 Cek instruksi dokter tentang jenis obat, dosis dan frekuensi
 Cek riwayat alergi
 Pilih analgesic yang diperlukan atau kombinasi dari analgesic ketika
pemberian lebih dari satu
 Tentukan pilihan analgesic tergantung tipe dan beratnya nyeri
 Tentukan analgesic pilihan, rute pemberian, dan dosis optimal
 Pilih rute pemberian secara IV, Im untuk pengobatan nyeri secara
teratur
 Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesic pertama
kali
 Berikan analgesic tepat waktu terutama saat nyeri hebat
 Evaluasi efektivitas analgesic, tanda dan gejala
2. Resiko kekurangan volume NOC NIC
cairan b.d kehilangan cairan  Fluid balance Fluid management
aktif (perdarahan)  Hydration  Timbang popok/pembalut jika diperlukan
 Nutritional status: food and  Pertahankan catatan intake dan output yang akurat
fluid intake  Monitor status hidrasi (kelembaban membrane mukosa, nadi adekuat,
tekanan darah ortostatik) jika diperlukan
Kriteria Hasil:  Monitor vital sign
 Mempertahankan urine output  Monitor masukan makanan/cairan dan hitung intake kalori harian
sesuai dengan usia dan BB, BJ  Kolaborasikan pemberian cairan IV
urine normal, HT normal
 Monitor status nutrisi
 Tekanan darah, nadi, suhu tubuh
 Berikan cairan IV
dalam batas normal
 Dorong masukan oral
 Tidak ada tanda-tanda dehidrasi,
 Berikan penggantian nesogatrik sesuai output
elastisitas turgor baik,
 Dorong keluarga untuk membantu pasien makan
membrane mukosa lembab,
 Tawarkan snack (jus buah, buah segar)
tidak ada rasa haus yag
berlebihan  Kolaborasi dengan dokter
 Atur kemungkinan transfusi
 Persiapan untuk transfuse

Hypovolemia management
 Monitor status cairan termasuk intake dan output cairan
 Pelihara IV line
 Monitor tingkat Hb dan hematocrit
 Monitor tanda vital
 Monitor respon pasien terhadap penambahan cairan
 Monitor berat badan
 Dorong pasien untuk menambah intake oral
 Pemberian cairan IV monitor adanya tanda dan gejala kelebihan
volume cairan
 Monitor adanya tanda gagal ginjal
3. Resiko syok b.d NOC NIC
ketidakcukupan aliran darah  Syok prevention Syok prevention
ke jaringan tubuh  Syok management  Monitor status sirkulasi BP, warna kulit, suhu kulit, denyut jantung,
(perdarahan pervaginam HR, dan ritme, nadi perifer, dan kapiler refill
berulang) Kriteria Hasil:  Monitor tanda inadekuat oksigenasi
 Monitor suhu dan pernapasan
 Nadi dalam batas yang
 Monitor input dan output
diharapkan
 Pantau nilai labor : HB, HT, AGD, dan elektrolit
 Irama jantung dalam batas
 Monitor hemodinamik invasi yang sesuai
yang diharapkan  Monitor tanda dan gejala asites
 Frekuensi nafas dalam batas  Monitor tanda awal syok
yang diharapkan  Tempatkan pasien pada posisi supine, kaki elevasi untuk peningkatan
 Irama pernapasan dalam preload dengan tepat
batas yang diharapkan  Lihat dan pelihara kepatenan jalan napas
 Natrium serum dbn  Berikan cairan iv dan atau oral yang tepat
 Kalium serum dbn  Berikan vasodilator yang tepat
 Klorida serum dbn  Ajarkan keluarga dan pasien tentang tanda dan gejala datangnya syok
 Kalsium serum dbn  Ajarkan keluarga dan pasien tentang langkah untuk mengatasi gejala
 Magnesium serum dbn syok
 PH darah serum dbn Syok management
 Monitor fungsi neurologis
 Monitor fungsi renal
 Monitor tekanan nadi
 Monitor status cairan, input output
 Catat gas darah arteri dan oksigen di jaringan
 Monitor EKG
 Memanfaatkan pemantauan jalur arteri untuk meningkatkan akurasi
pembacaan tekanan darah
 Memantau tingkat karbon dioksida sublingual dan/atau tonometry
lambung
 Monitor adanya gejala gagal pernapasan
 Monitor nilai laboratorium
 Masukkan dan memelihara besarnya kebosanan akses IV
4. Resiko infeksi b.d prosedur NOC NIC
invasive  Imunne Status Infection Control
 Knowledge: Infection  Bersihkan dlingkungan setelah dipakai pasien lain
control  Pertahankan teknik isolasi
 Risk control  Batasi pengunjung bila perlu
 Instruksikan pada pengunjung untuk mencuci tangan saat berkunjung
Kriteria Hasil: dan setelah berkunjung meninggalkan pasien
 Klien bebas dari tanda dan gejala  Gunakan sabun antimikroba untuk cuci tangan
infeksi  Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan keperawatan
 Mendeskripsikan proses  Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat pelindung
penularan penyakit, faktor yang
 Pertahankan lingkungan aseptic selama pemasangan alat
mempengaruhi penularan serta
 Ganti letak IV perifer dan line central dan dressing sesuai dengan
pelaksanaannya
petinjuk umum
 Menunjukkan kemampuan untuk
 Gunakan kateter intermiten untuk menurunkan infeksi kandung
mencegah timbulnya infeksi
kencing
 Jumlah leukosit dalam batas
 Tingkatkan intake nutrisi
normal
 Berikan terapi antibiotic bila perlu
 Menunjukkan perilaku hidup
 Monitor tanda dan gejala infeksi sitemik dan lokal
sehat
 Monitor perhitungan granulosit, WBC
 Monitor kerentanan terhadap infeksi
 Batasi pengunjung
 Inspeksi kulit dan membrane mukosa terhadap kemerahan, panas,
drainase
 Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan gejala infeksi
 Laporkan kecurigaan infeksi
 Laporkan kultur positif
5. Retensi urine b.d penekanan NOC NIC
oleh masa jaringan  Urinary elimination Urinary retention care
neoplasma pada organ  Urinary continence  Monitor intake dan output
sekitarnya  Monitor penggunaan obat antikolionergik
Kriteria Hasil:  Monitor derajat distensi bladder
 Kandung kemih kosong secara  Instruksikan pada pasien dan keluarga untuk mencatat output urine
penuh  Sediakan privacy untuk eliminasi
 Tidak ada residu urin > 100-200  Stimulus refleks bladder dengan kompres dingin pada abdomen
cc  Kateterisasi jika perlu
 Bebas dari ISK  Monitor tanda dan gejala ISK
 Tidak ada spasme bladder
 Balance cairan seimbang
6. Kerusakan integritas NOC NIC
jaringan  Tissue integrity : skin and Pressure ulcer prevention wound care
mucous  Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang longgar
 Wound healing : primary  Jaga kulit agar tetap bersih dan kering
and secondary intention  Mobilisasi pasien setiap du jam sekali
 Monitor kulit akan adanya kemerahan
Kriteria Hasil:  Oleskan lotion atau minyak/baby oil pada daerah yang tertekan
 Perfusi jaringan normal  Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien
 Tidak ada tanda-tanda infeksi  Monitor status nutrisi pasien
 Ketebalan dan tekstur jaringan  Memandikan pasien dnegan sabun dan air hangat
normal  Observasi luka : lokasi, dimesi, kedalaman luka, jaringan nekrotik,
 Menunjukkan pemahaman tanda-tanda infeksi local, formasi traktur
dalam proses perbaikan kulit  Ajarkan keluarga tentang luka dan perawatan luka
dan mencegah terjadinya cidera  Kolaborasi ahli gizi pemberian diet TKTP (Tinggi Kalori Tinggi
berulang Protein)
 Menunjukkan terjadinya proses  Cegah kontaminasi feses dan urin
penyembuhan luka  Lakukan teknik perawatan luka dengan steril
 Berikan posisi yang mengurangi tekanan pada luka
 Hindari kerutan pada tempat tidur
7. Disfungsi seksual
8. Konstipasi b.d penekanan NOC NIC
pada rectum (prolaps  Bowel elimination Constipation/impaction Management
rectum)  Hydration  Monitor tanda dan hejala konstipasi
Kriteria Hasil:  Monitor bising usus
 Mempertahankan bentuk feses  Monitor feses : frekuensi, konsistensi dan volume
lunak setiap 1-3 hari  Konsultasi dengan dokter tentang penurunan dan peningkatan bising
 Bebas dari ketidak nyamanan usus
dan konstipasi  Monitor tanda dan gejala rupture usus/peritonitis
 Mengidentifikasi indicator  Jelaskan etiologi dan rasionalisasi tindakan terhadap pasien
untuk mencegah konstipasi  Identifikasi factor penyebab dan kontribusi konstipasi
 Feses lunak dan berbentuk  Dukung intake cairan
 Kolaborasikan pemberian laksatif
 Pantau tanda-tanda dan gejala konstipasi
 Pantau tanda-tanda dan gejala impaksi
 Memantau bising usus
 Konsultasikan dengan dokter tentang penurunan / kenaikan frekuensi
bising usus
 Evaluasi profil obat untuk efek samping gastrointestinal
 Anjurkan pasien / keluarga untuk mencatat warna, volume, frekuensi,
dan konsistensi tinja
 Anjurkan pasien/keluarga untuk diet tinggi serat

9. Ansietas b.d perubahan NOC NIC


dalam status peran,  Anxiety self-control Anxiety Reduction
ancaman pada status  Anxiety level  Lakukan pendekatan yang menenangkan
kesehatanm konsep diri  Coping  Nyatakan dengan jelas harapan terhadap perilaku pasien
(kurangnya sumber Kriteria Hasil:  Jelaskan semua prosedur dan apa yang dirasakan selama prosedur
informasi terkait penyakit)  Klien mampu mengidentifikasi  Pahami perspektif pasien terhadap situasi stres
dan mengungkapkan gejala  Temani pasien untuk memberikan keamanan dan mengurangi takut
cemas  Dorong keluarga untuk menemani pasien
 Mengidentifikasi,  Lakukan back/neck rub
mengungkapkan dan
 Dengarkan dengan penuh perhatian
menujukkan teknik untuk
 Identifikasi tingkat kecemasan
mengontrol cemas
 Bantu pasien mengenal situasi yang menimbulkan kecemasan
 Vital sign dalam batas normal
 Dorong pasien untuk mengungkapkan perasaan, ketakutan, dan
 Postur tubuh, ekspresi wajah,
persepsi
bahasa tubuh, dan tingkat
 Instruksikan pasien melakukan teknik relaksasi
aktivitas menunjukkan
 Berikan obat untuk mengurangi kecemasan
berkurangnya kecemasan
B. Daftar Pustaka
Bulechek, Gloria M dkk. 2013. Nursing Interventions Classification (NIC) Edisi
Keenam. Yogyakarta: Moco Media
Moorhead, Sue, dkk. 2013. Nursing Outcomes Classification (NOC) Edisi
Kelima. Yogyakarta: Moco Media
Nanda Internasional. 2015. Diagnosis Keperawatan Definisi & Klasifikasi 2015-
2017 Edisi 10. Jakarta : EGC
Nurarif, Amin Huda dan Hardhi Kusuma. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis dan NANDA NIC-NOC Edisi revisi Jilid 3.
Jakarta : Mediaction4
Setiati, Eni. 2009. Waspadai 4 Kanker Ganas Pembunuh Wanita. Yogyakarta:
Penerbit Andi
HISTEREKTOMI

1.1 Definisi
Istilah histerektomi berasal dari bahasa latin histeria yang berarti
kandungan, rahim, atau uterus, dan ectomi yang berarti memotong, jadi
histerektomi adalah suatu prosedur pembedahan mengangkat rahim yang
dilakukan oleh ahli kandungan. 5,6,7
Histerektomi obstetrik adalah pengangkatan rahim atas indikasi obstetrik. 3
Histerektomi adalah suatu prosedur operatif dimana seluruh organ dari
uterus diangkat. Histerektomi merupakan suatu prosedur non obstetrik untuk
wanita di negara Amerika Serikat. Histerektomi adalah bedah pengangkatan
rahim (uterus) yang sangat umum dilakukan. namun organ-organ lain seperti
ovarium, saluran tuba dan serviks sangat sering dihapus sebagai bagian dari
operasi.

Histeroktomi merupakan suatu tindakan penanganan untuk mengatasi


kelainan atau gangguan organ atau fungsi reproduksi yang terjadi pada
wanita. Dengan demikian, tindakan ini merupakan keputusan akhir dari
penanganan kelainan atau gangguan berdasarkan hasil pemeriksaan dokter.
Namun tindakan ini sangat berpengaruh terhadap system reproduksi wanita.
Diangkatnya rahim, tidak atau dengan saluran telur atau indung telur akan
mengakibatkan perubahan pada system reproduksi wanita, seperti tidak bisa
hamil, haid dan perubahan hormone.

Histerektomi adalah operasi pengangkatan kandungan (rahim,uterus) pada


seorang wanita, sehingga setelah menjalani ini dia tidak bisa lagi hamil dan
mempunyai anak. Histerektomi biasanya disarankan oleh dokter untuk
dilakukan karena berbagai alasan. Alasan utamanya dilakukan histerektomi
adalah kanker mulut rahim atau kanker rahim. 5,6,7
1.2 Indikasi dan kontraindikasi
1. Indikasi
a. Ruptur uteri
b. Perdarahan yang tidak dapat dikontrol dengan cara-cara yang ada,
misalnya pada :
1) Atonia uteri
2) Afibrinogenemia atau hipofibrinogenemia pada solusio
plasenta dan lainnya.
3) Couvelaire uterus tanpa kontraksi.
4) Arteri uterina terputus.
5) Plasenta inkreta dan perkreta.
6) Hematoma yang luas pada rahim.
c. Infeksi intrapartal berat.
d. Pada keadaan ini biasanya dilakukan operasi Porro, yaitu uterus
dengan isinya diangkat sekaligus.
e. Uterus miomatosus yang besar.
f. Kematian janin dalam rahim dan missed abortion dengan kelainan
darah.
g. Kanker leher rahim. 3

2. Kontraindikasi
a. Atelektasis
b. Luka infeksi
c. Infeksi saluran kencing
d. Tromoflebitis
e. Embolisme paru-paru.
f. Terdapat jaringan parut, inflamasi, atau perubahan endometrial
pada adneksa
g. Riwayat laparotomi sebelumnya (termasuk perforasi appendix) dan
abses pada cul-de-sac Douglas karenadiduga terjadi pembentukan
perlekatan.

1.3 Jenis Histerekomi


1. Histerektomi parsial (subtotal)
Pada histerektomi jenis ini, rahimn diangkat, tetapi mulut rahim
(serviks) tetap dibiarkan. Oleh karena itu, penderita masih dapat terkena
kanker mulut rahim sehingga masih perlu pemeriksaan pap smear
(pemeriksaan leher rahim) secara rutin. 5,6,7
2. Histerektomi total
Pada histerektomi ini, rahim dan mulut rahim diangkat secara
keseluruhan. 5,6,7
Keuntungan dilakukan histerektomi total adalah ikut diangkatnya
serviks yang menjadi sumber terjadinya karsinoma dan prekanker. Akan
tetapi, histerektomi total lebih sulit daripada histerektomi supraservikal
karena insiden komplikasinya yang lebih besar. 1
Operasi dapat dilakukan dengan tetap meninggalkan atau mengeluarkan
ovarium pada satu atau keduanya. Pada penyakit, kemungkinan
dilakukannya ooforektomi unilateral atau bilateral harus didiskusikan
dengan pasien. Sering kali, pada penyakit ganas, tidak ada pilihan lain,
kecuali mengeluarkan tuba dan ovarium karena sudah sering terjadi
mikrometastase. 1
Berbeda dengan histerektomi sebagian, pada histerektomi total seluruh
bagian rahim termasuk mulut rahim (serviks) diangkat. Selain itu,
terkadang histerektomi total juga disertai dengan pengangkatan
beberapa organ reproduksi lainnya secara bersamaan. Misalnya, jika
organ yang diangkat itu adalah kedua saluran telur (tuba falopii) maka
tindakan itu disebut salpingo. Jika organ yang diangkat adalah kedua
ovarium atau indung telur maka tindakan itu disebut oophor. Jadi, yang
disebut histerektomi bilateral salpingo-oophorektomi adalah
pengangkatan rahim bersama kedua saluran telur dan kedua indung
telur. Pada tindakan histerektomi ini, terkadang juga dilakukan tindakan
pengangkatan bagian atas vagina dan beberapa simpul (nodus) dari
saluran kelenjar getah bening, atau yang disebut sebagai histerektomi
radikal (radical hysterectomy). 2
Ada banyak gangguan yang dapat menyebabkan diputuskannya
tindakan histerektomi. Terutama untuk keselamatan nyawa ibu, seperti
pendarahan hebat yang disebabkan oleh adanya miom atau persalinan,
kanker rahim atau mulut rahim, kanker indung telur, dan kanker saluran
telur (falopi). Selain itu, beberapa gangguan atau kelainan reproduksi
yang sangat mengganggu kualitas hidup wanita, seperti miom atau
endometriosis dapat menyebabkan dokter mengambil pilihan
dilakukannya histerektomi. 2

3. Histerektomi dan salfingo-ooforektomi bilateral


Histerektomi ini mengangkat uterus, mulut rahim, kedua tuba falopii,
dan kedua ovarium. Pengangkatan ovarium menyebabkan keadaan
penderita seperti menopause meskipun usianya masih muda. 5,6,7
4. Histerektomi radikal
Histerektomi ini mengangkat bagian atas vagina, jaringan dan kelenjar
limfe disekitar kandungan. Operasi ini biasanya dilakukan pada
beberapa jenis kanker tertentu untuk bisa menyelamatkan nyawa
penderita. 5,6,7

Histerektomi dapat dilakukan melalui 3 macam cara, yaitu abdominal,


vaginal dan laparoskopik. Pilihan ini bergantung pada jenis histerektomi
yang akan dilakukan, jenis penyakit yang mendasari, dan berbagai
pertimbangan lainnya. Histerektomi abdominal tetap merupakan pilihan jika
uterus tidak dapat dikeluarkan dengan metode lain. Histerektomi vaginal
awalnya hanya dilakukan untuk prolaps uteri tetapi saat ini juga dikerjakan
pada kelainan menstruasi dengan ukuran uterus yang relatif normal.
Histerektomi vaginal memiliki resiko invasive yang lebih rendah
dibandingkan histerektomi abdominal. Pada histerektomi laparoskopik, ada
bagian operasi yang dilakukan secara laparoskopi (garry, 1998). 5,6,7
1.4 Patofisiologi

1.5 Pemeriksaan Diagnostik


1. USG
Untuk menentukan jenis tumor, lokasi mioma, ketebalan endometrium
dan keadaan adnexa dalam rongg apelvis. Mioma juga dapat dideteksi
dengan CT scan ataupun MRI, tetapi kedua pemeriksaan itu lebih mahal
dan tidak memvisualisasi uterus sebaik USG. Untungnya
leiomiosarkoma sangat jarang karena USG tidak dapat membedakannya
dengan mioma dan konfirmasinya membutuhkan diagnose jaringan.
2. Foto BNO/IVP pemeriksaan ini penting untuk menilai masaa di rongga
pelvis serta menilai fungsi ginjal dan perjalanan ureter
3. Histerografi dan histeroskopi untuk menilai pasien mioma submukosa
disertai dengan infertilitas.
4. Laparoskopi untuk mengevaluasi massa pada pelvis
5. Laboratorium, darah lengkap, urine lengkap, gula darah, tes fungsi hati,
ureum, kreatinin darah.
6. Tes kehamilan
7. D/K (dilatasi dan kuretase) pada penderita yang disertai perdarahan
untuk menyingkirkan kemungkinan patologi pada rahim (hyperplasia
atau adenokarsinoma endometrium). 5,6,7

1.6 Teknik Operasi Histerektomi


Pilihan teknik pembedahan tergantung pada indikasi pengangkatan uterus,
ukuran uterus, lebarnya vagina, dan juga kondisi pendukung lainnya. Lesi
prekanker dari serviks, uterus, dan kanker ovarium biasanya dilakukan
histerektomi abdominal, sedangkan pada leimioma uteri, dilakukan
histerektomi abdominal jika ukuran tumor tidak memungkinkan diangkat
melalui histerektomi vaginal. 1

1. Histerektomi abdominal
Pengangkatan kandungan dilakukan melalui irisan pada perut, baik
irisan vertikal maupun horisontal (Pfanenstiel). Keuntungan teknik ini
adalah dokter yang melakukan operasi dapat melihat dengan leluasa
uterus dan jaringan sekitarnya dan mempunyai cukup ruang untuk
melakukan pengangkatan uterus. Cara ini biasanya dilakukan pada
mioma yang berukuran besar atau terdapat kanker pada uterus.
Kekurangannya, teknik ini biasanya menimbulkan rasa nyeri yang lebih
berat, menyebabkan masa pemulihan yang lebih panjang, serta
menimbulkan jaringan parut yang lebih banyak.

2. Histerektomi vaginal
Dilakukan melalui irisan kecil pada bagian atas vagina. Melalui irisan
tersebut, uterus (dan mulut rahim) dipisahkan dari jaringan dan
pembuluh darah di sekitarnya kemudian dikeluarkan melalui vagina.
Prosedur ini biasanya digunakan pada prolapsus uteri. Kelebihan
tindakan ini adalah kesembuhan lebih cepat, sedikit nyeri, dan tidak ada
jaringan parut yang tampak.
3. Histerektomi laparoskopi
Teknik ini ada dua macam yaitu histeroktomi vagina yang dibantu
laparoskop (laparoscopically assisted vaginal hysterectomy, LAVH) dan
histerektomi supraservikal laparoskopi (laparoscopic supracervical
hysterectomy, LSH). LAVH mirip dengan histerektomi vagnal, hanya
saja dibantu oleh laparoskop yang dimasukkan melalui irisan kecil di
perut untuk melihat uterus dan jaringan sekitarnya serta untuk
membebaskan uterus dari jaringan sekitarnya. LSH tidak menggunakan
irisan pada bagian atas vagina, tetapi hanya irisan pada perut. Melalui
irisan tersebut laparoskop dimasukkan. Uterus kemudian dipotong-
potong menjadi bagian kecil agar dapat keluar melalui lubang
laparoskop. Kedua teknik ini hanya menimbulkan sedikit nyeri,
pemulihan yang lebih cepat, serta sedikit jaringan parut.

Tindakan pengangkatan rahim menggunakan laparoskopi dilakukan


menggunakan anestesi (pembiusan) umum atau total. Waktu yang
diperlukan bervariasi tergantung beratnya penyakit, berkisar antara 40
menit hingga tiga jam. Pada kasus keganasan stadium awal, tindakan
histerektomi radikal dapat pula dilakukan menggunakan laparoskopi.
Untuk ini diperlukan waktu operasi yang relatif lebih lama. Apabila
dilakukan histerektomi subtotal, maka jaringan rahim dikeluarkan
menggunakan alat khusus yang disebut morcellator sehingga dapat
dikeluarkan melalui llubang 10 mm.Apabila dilakukan histerektomi
total, maka jaringan rahim dikeluarkan melalui vagina, kemudian
vagina dijahit kembali. Operasi dilakukan umumnya menggunkan
empat lubang kecil berukuran 5‐ 10 mm, satu di pusar dan tiga di perut
bagian bawah.

1.7 Prosedur Histerektomi


1.8.1 Persiapan Pre Operasi 1 hari sebelum operasi
1. Persiapan urogenital
Dilakukan pengosongan kandung kemih dengan kateterisasi
nkandung kemih.
2. Obat-obat Premedikal
Yaitu penyuntikan pengantar pada pendrita yang sudah
ditentukan oleh ahli bius
3. Bahan yang harus dibawa bersama pasien ke kamar operasi
a. Status klien
b. Hasil-hasil laboratorium
4. Persiapan psikologis
a. Pasien dan keluarga perlu diberi kesempatan bertanya
mengenai fungsi reproduksi dan seksnya.
b. Beri penjelasan tentang operasi histerektomi yang akan
dilakukannya.
5. Hal-hal yang perlu diperhatikan
a. Cek gelang identitas
b. Lepas tusuk konde, wig, tutup kepala dengan mitella.
c. Lepaskan perhiasan, cincin dan jam tangan.
d. Bersihkan cat kuku
e. Lepaskan kontak lens
f. Alat bantu pendengaran dapat dipasang bila pasien tidak
dapat mendengarkan tanpa alat.
g. Pasang kaos kaki anti emboli bila pasien resiko tingi
terhadap syok.
h. Ganti pakaian operasi
6. Transportasi ke kamar operasi
Perawat menerima status pasien, memeriksa gelang pengenal,
menandatangani inform concent, pasien dilindungi dari
kedinginan dengan memberi selimut katun.
1.8.2 Persiapan Operasi
1. Inform Concent
Surat persetujuan kepada pasien dan keluarga mengenai
pemeriksaan sebelum operasi, alasan, tujuan, jenis operasi,
keuntungan dan kerugian operasi.

2. Puasa
Pada operasi kecil, tidak perlu ada perawatan khusus. Hanya
perlu puasa beberapa jam sebelum operasi dan makan makanan
ringan yang mudah dicerna malam hari sebelumnya

Pada operasi besar, pada hari akan dilakukan operasi, pasien


hanya mendapatkan terapi cairan saja. Pada persiapan
praoperatif penderita malnutrisi, juga diberikan hiperalimentasi
per oral atau intravena.

3. Persiapan usus, persiapan usus praoperatif berguna untuk hal-hal


berikut:
a. Pengurangan isi gastrntestinal memberi ruang tambahan
pada pelvis dan abdomen sehingga memperluas lapangan
operasi.
b. Pengurangan jumlah flora patgen pada usus menurunkan
resiko infeksi pascaoperasi
Cedera usus saat pembedahan tidak selalu berhasil untuk
dihindari, terutama sering terjadi pada pasien yang
menjalani operasi karsinoma, endometriosis, penyakit
peradangan pelvis, pasien dengan prosedur pembedahan
berulang atau penyakit peradangan usus.
4. Persiapan kulit
Persiapan kulit disarankan untuk dilakukan pada are
pembedahan, bukan karena takut terjadi kontaminasi, akan tetapi
lebih karea alasan teknis. Pasien dicukur hanya pada area
disekitar insisi. Pencukuran sebaiknya dilakukan segera sebelum
operasi, untuk mengurangi resiko infeksi pasca perasi.
Membersihkan kulit dengan sabun antiseptic pada malam hari
sebelum operasi atau pagi hari dapat mengurangi frekuensi
infeksi luka pascaoperasi.
5. Persiapan vagina
Apabila terdapat infeksi vagina, sebaiknya diterapi sebelum
operasi. Vaginosis bacterial dapat diterapi dengan metrodinazole
atau krim klindamisin 2%. Pada wanita pasca menopause
dengan atrofi mucosa vagina, krim estrogen meningkatkan
penyembuhan luka setelah operasi vagina. Segera sebelum
operasi, vagina dibersihkan dengan larutan antisepsis, seperti
iodine PVB, chlorhexidine atau octenidindil-hydricloride.
6. Persiapan kandung kencing dan ureter
Segera sebelum pemeriksaan di bawah anestesi,kandung
kencing dikosngkan dengan kateterisasi. Jik akan dilakukan
operasi denga durasi lama, sebelumnya dipasang kateter folley.

1.8.3 Prosedur Histerektomi


Histerektomi dapat dilakukan melalui sayatan di perut bagian bawah
atau vagina, dengan atau tanpa laparoskopi. Histerektomi lewat perut
dilakukan melalui sayatan melintang seperti yang dilakukan pada
operasi sesar. Histerektomi lewat vagina dilakukan dengan sayatan
pada vagina bagian atas. Sebuah alat yang disebut laparoskop
mungkin dimasukkan melalui sayatan kecil di perut untuk membantu
pengangkatan rahim lewat vagina.

Histerektomi vagina lebih baik dibandingkan histerektomi abdomen


karena lebih kecil risikonya dan lebih cepat pemulihannnya. Namun
demikian, keputusan melakukan histerektomi lewat perut atau vagina
tidak didasarkan hanya pada indikasi penyakit tetapi juga pada
pengalaman dan preferensi masing-masing ahli bedah.

Histerektomi adalah prosedur operasi yang aman, tetapi seperti


halnya bedah besar lainnya, selalu ada risiko komplikasi. Beberapa
diantaranya adalah pendarahan dan penggumpalan darah
(hemorrgage/hematoma) pos operasi, infeksi dan reaksi abnormal
terhadap anestesi.
1.8 Efek Samping dan Komplikasi
1. Efek Samping
Efek samping yang utama dari histerektomi adalah bahwa seorang
wanita dapat memasuki masa menopause yang disebabkan oleh suatu
operasi, walaupun ovariumnya masih tersisa utuh. Sejak suplai darah ke
ovarium berkurang setelah operasi, efek samping yang lain dari
histerektomi yaitu akan terjadi penurunan fungsi dari ovarium,
termasuk produksi progesterone.

Efek samping Histerektomi yang terlihat :


a. Perdarahan intraoperatif
Biasanya tidak terlalu jelas, dan ahli bedah ginekologis sering kali
kurang dalam memperkirakan darah yang hilang (underestimate).
Hal tesebut dapat terjadi, misalnya, karena pembuluh darah
mengalami retraksi ke luar dari lapangan operasi dan ikatannya
lepas

b. Kerusakan pada kandung kemih


Paling sering terjadi karena langkah awal yang memerlukan diseksi
untuk memisahkan kandung kemih dari serviks anterior tidak
dilakukan pada bidang avaskular yang tepat.
c. Kerusakan ureter
Jarang dikenali selama histerektomi vaginal walaupun ureter sering
kali berada dalam resiko kerusakan. Kerusakan biasanya dapat
dihindari dengan menentukan letak ureter berjalan dan menjauhi
tempat tersebut.
d. Kerusakan usus
Dapat terjadi jika loop usus menempel pada kavum douglas,
menempel pada uterus atau adneksa. Walaupun jarang, komplikasi
yang serius ini dapat diketahui dari terciumnya bau feses atau
melihat material fekal yang cair pada lapangan operasi.
Pentalaksanaan memerlukan laparotomi untuk perbaikan atau
kolostomi
e. Penyempitan vagina yang luas
Disebabkan oleh pemotongan mukosa vagina yang berlebihan.
Lebih baik keliru meninggalkan mukosa vagina terlalu banyak
daripada terlalu sedikit. Komplikasi ini memerlukan insisi lateral
dan packing atau stinit vaginal, mirip dengan rekonstruksi vagina.

2. Komplikasi
a. Hemoragik
Keadaan hilangnya cairan dari pembuluh darah yang biasanya
terjadi dengan cepat dan dalam jumlah yang banyak. Keadaan ini
diklasifikasikan dalam sejumlah cara yaitu, berdasarkan tipe
pembuluh darah arterial, venus atau kapiler, berdasarkan waktu
sejak dilakukan pembedahan atau terjadi cidera primer, dalam
waktu 24 jam ketika tekanan darah naik reaksioner, sekitar 7-10
hari sesudah kejadian dengan disertai sepsis sekunder, perdarahan
bisa interna dan eksterna.
b. Thrombosis vena
Komplikasi hosterektomi radikal yang lebih jarang terjadi tetapi
membahayakan jiwa adalah thrombosis vena dalam dengan emboli
paru-paru, insiden emboli paru-paru mungkin dapat dikurangi
dengan penggunaan ambulasi dini, bersama-sama dengan heparin
subkutan profilaksis dosis rendah pada saat pembedahan dan
sebelum mobilisasi sesudah pembedahan yang memadai.
c. Infeksi
Infeksi oleh karena adanya mikroorganisme pathogen,
antitoksinnya didalam darah atau jaringan lain membentuk pus.
d. Pembentukan fistula
Saluran abnormal yang menghubungkan 2 organ atau
menghubungkan 1 organ dengan bagian luar. Komplikasi yang
paling berbahaya dari histerektomi radikal adalah fistula atau
striktura ureter. Keadaan ini sekarang telah jarang terjadi, karena
ahli bedah menghindari pelepasan ureter yang luas dari peritoneum
parietal, yang dulu bisa dilakukan. Drainase penyedotan pada ruang
retroperineal juga digunakan secara umum yang membantu
meminimalkan infeksi. 5,6,7

Pencegahan komplikasi

a. Pencegahan perlekatan
Perlekatan dapat dicegah dengn cara manipulasi jaringan secara
lembut dan hemostasis yang seksama. Untuk mempertahankan
integritas serosa usus, pemasangan tampon dgunakan apabila usus
mengalami intrusi menghalangi lapangan pandang operasi. Untuk
mencegah infeksi, darah harus dievakuasi dari kavum peritonei.
Hal ini dapat dilakukan dengan mencuci menggunakan larutan RL
dan melakukan reperitonealisasi defek serosa dengan hati-hati
b. Drainase
Pada luka bersih (aseptic), pemasangan drain untuk mengevakuasi
cairan yang berasal dari sekresi luka dan darah berguna untuk
mencegah infeksi. Pada luka terinfeksi pemasangan drain dapat
membantu evakuasi pus dan sekresi luka dan menjaga luka tetap
terbuka. System drainase ada yang bersiat pasif (drainase penrose),
aktif (drainase suction) da juga ada yang bersiat terbuka atau
tertutup.
c. Pencegahan thrombosis vena dalam dan emboli
1) Saat praoperasi, perlu dicari faktor resiko. Usahakan
menurunkan berat badan dan memperbaiki keadaan umum
pasien sampai optimal. Kontrasepsi oral harus dihentikan
minimal empat minggu sebelum operasi. Mobilisasi pasien
dilakukan sedini mungkin dan diberikan terapi fisik dan latihan
paru.
2) Upaya intraoperasi, dilakukan hemostasis yang teliti san
pencegahan infeksi. Selain itu, cegah juga hipoksia dan
hipotensi selama pembiusan. Hindari statis vena sedapat
mungkin, terutama dengan memperhatikan posisi kaki.
3) Pada pascaoperasi, antikoagulasi farmkologis dan fisik
dilanjutkan. Upaya fisik meliputi mobilisasi dini pada 4-6 jam
pertama pascaoperasi, bersamaan dengan fisioterapi.
Disamping itu bisa juga dnegan pemakaian stocking ketat dan
mengankat kaki.

1.9 Penatalaksanaan
1. Preoperative
Setengah bagian abdomen dan region pubis serta perineal dicukur
dengan sangat cermat dan dibersihkan dengan sabun dan air (beberapa
dokter bedah tidak menganjurkan pencukuran pasien). Traktus intestinal
dan kandung kemih harus dikosongkan sebelum pasien dibawa keruang
operasi untuk mencegah kontaminasi dan cidera yang tidak sengaja
pada kandung kemih atau traktus intestinal. Edema dan pengirigasi
antiseptic biasanya diharuskan pada malam hari sebelum hari
pembedahan, pasien mendapat sedative. Medikasi praoperasi yang
diberikan pada pagi hari pembedahan akan membantu pasien rileks.
2. Postoperative
Prinsip-prinsip umum perawatan pasca operatif untuk bedah abdomen
diterapkan, dengan perhatian khusus diberikan pada sirkulasi perifer
untuk mencegah tromboflebitis dan TVP (perhatikan varicose,
tingkatkan sirkulasi dengan latihan tungkai dan menggunakan stoking.
5,6,7

1.10 Pemulihan dan Diet Pasca Operasi


Pemulihan dari operasi histerektomi biasanya berlangsung dua hingga enam
minggu. Selama masa pemulihan, pasien dianjurkan untuk tidak banyak
bergerak yang dapat memperlambat penyembuhan bekas luka operasi. Dari
segi makanan, disarankan untuk menghindari makanan yang menimbulkan
gas seperti kacang buncis, kacang panjang, brokoli, kubis dan makanan
yang terlalu pedas. Seperti setelah operasi lainnya, makan makanan yang
kaya protein dan meminum cukup air akan membantu proses pemulihan.
DAFTAR PUSTAKA

1. Rasjidi, Imam. 2008. Manual Histerektomi. Jakarta: EGC


2. Kasdu, Dini. 2008. Solusi Problem Wanita Dewasa. Jakarta: Puspa Swara
3. Mochtar, Rustam. 1998. Sinopsis Obstetri. Jilid 2. Edisi 2. Jakarta: EGC.
4. Leveno, Kenneth J . 2009. Obstetric wiliam. Jakarta : EGC.
5. Bagian obstetri & gineekologi FK. Unpad. 1993. Ginekologi. Bandung :
Elstar
6. Friedman, Borten, Chapin. 1998. Seri skema Diagnosa & penatalaksanaan
Ginekologi Edisi 2. Jakarta : Bina Rupa Aksara
7. Saifudin, Abdul Bari, dkk. 2001. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan
Maternal dan Neonatal. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo & JNKKR-POGI.
8. Carpenito, Lynda Juall, 2000. Buku saku Keperawatan, edisi 8. EGC. Jakarta
9. http://jama.ama-assn.org/content/291/12/1526.full.pdf+html
10. http://www.nature.com/bjc/journal/v90/n9/full/6601763a.html

Anda mungkin juga menyukai