Anda di halaman 1dari 32

Referat

OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIK

Disusun Oleh :

Syarip Hidayat, S.Ked


Npm. 19360149

Pembimbing :
dr.Muslim Kasim, M.Sc, Sp.THT-KL

KEPANITERAAN KLINIK ILMU TELINGA HIDUNG


TENGGOROKAN-KEPALA LEHER
RUMAH SAKIT PERTAMINA BINTANG AMIN
FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS MALAHAYATI
BANDAR LAMPUNG
TAHUN 2019
BAB I
PENDAHULUAN

Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK) adalah radang kronis telinga tengah dengan adanya
lubang (perforasi) pada gendang telinga (membran timpani) dan riwayat keluarnya cairan (sekret)
dari telinga (otore) lebih dari 2 bulan, baik terus menerus atau hilang timbul. Sekret mungkin
serous, mukous, atau purulen.Terjadi OMSK hampir selalu dimulai dengan otitis media berulang
pada anak, jarang dimulai setelah dewasa.1
Prevalensi OMSK di dunia adalah 65.000.000-330.000.000 jiwa, 94% diantaranya terdapat
di negara berkembang. Jumlah pasien OMSK tipe maligna adalah 64 setiap tahunnya. Jumlah
penderita ini kecil kemungkinan untuk berkurang bahkan mungkin bertambah setiap tahunnya
mengingat kondisi ekonomi yang masih buruk kesadaran masyarakat akan kesehatan yang masih
rendah dan pengobatan yang tidak tuntas. Otitis media supuratif kronik merupakan penyakit THT
yang paling banyak ditemukan di negara sedang berkembang.Secara umum, insiden OMSK
dipengaruhi oleh ras dan faktor sosioekonomi. Prevalensi OMSK di Indonesia adalah 3,8% dan
termasuk dalam klasifikasi tinggi dibandingkan dengan beberapa negara lain.
OMSK mempunyai potensi untuk menjadi serius karena komplikasinya yang dapat
mengancam kesehatan dan dapat menyebabkan kematian. Biasanya komplikasi didapatkan pada
pasien OMSK tipe bahaya, namun demikian OMSK tipe aman pun dapat menyebabkan suatu
komplikasi apabila terinfeksi kuman yang virulen. Komplikasi ke intrakranial merupakan
penyebab utama kematian pada OMSK di negara sedang berkembang, yang sebagian besar kasus
terjadi karena penderita mengabaikan keluhan telinga berair. Berdasarkan data WHO pada tahun
2004, meningitis atau radang selaput otak adalah komplikasi intrakranial OMSK yang paling
sering ditemukan di seluruh dunia, biasanya mempunyai gejala demam, sakit kepala serta adanya
tanda-tanda perangsangan meningen seperti kejang. Kematian terjadi pada 18,6 % kasus OMSK
dengan komplikasi intrakranial.1
Beberapa hal tersebut di atas menyebabkan pentingnya mengenal pola penyakit yang
berhubungan dengan komplikasi ini. Perburukan penyakit dan komplikasi akibat OMSK
harus dihindari, dengan demikian perlu ditegakkan diagnosis yang tepat dan dini pada
penderita OMSK sehingga penatalaksanaan yang tepat pun dapat segera dilakukan.1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi Telinga Tengah


Telinga tengah berbentuk kubus dengan :1
Batas luar : membran timpani
Batas depan : tuba eustakhius
Batas bawah : vena jugular (bulbus jugularis)
Batas belakang : aditus ad antrum, kanalis fasialis pars vertikalis
Batas atas : tegmen timpani (meningen/ otak)
Batas dalam : berturut-turut dari atas ke bawah kanalis semisirkularis horizontal,
kanalis fasialis, tingkap lonjong (oval window), tingkap bundar (round
window) dan promontorium.

Gambar 1. Anatomi Telinga.

Gambar 2. Anatomi Telinga Tengah


Telinga tengah terdiri atas: membran timpani, kavum timpani, prosesus mastoideus, dan
tuba eustakhius.1,2

1. Membran Timpani
Membran timpani dibentuk dari dinding lateral kavum timpani dan memisahkan liang
telinga luar dari kavum timpani. Membran ini memiliki panjang vertikal rata-rata 9-10 mm,
diameter antero-posterior kira-kira 8-9 mm, dan ketebalannya rata-rata 0,1 mm. Membran timpani
berbentuk kerucut, dimana bagian puncak dari kerucut menonjol ke arah kavum timpani yang
dinamakan umbo. Dari umbo ke muka bawah tampak refleks cahaya (cone of ligt).

Secara Anatomis membran timpani dibagi dalam 2 bagian :1,2

1. Pars tensa
Bagian terbesar dari membran timpani yang merupakan permukaan yang tegang dan
bergetar, sekelilingnya menebal dan melekat pada anulus fibrosus pada sulkus timpanikus
bagian tulang dari tulang temporal. 1,2
2. Pars flaksida atau membran Shrapnell.
Letaknya di bagian atas muka dan lebih tipis dari pars tensa. Pars flaksida dibatasi oleh 2
lipatan yaitu :
 Plika maleolaris anterior (lipatan muka).
 Plika maleolaris posterior (lipatan belakang).
Membran timpani terletak dalam sulkus timpanikus. Permukaan luar dari membran
timpani disarafi oleh cabang nervus aurikulo temporalis dari nervus mandibula dan
nervus vagus. Permukaan dalam disarafi oleh nervus timpani cabang dari nervus
glossofaringeal. 1,2
Aliran darah membran timpani berasal dari permukaan luar dan dalam. Pembuluh-
pembuluh epidermal berasal dari aurikula yang merupakan cabang dari arteri maksilaris
interna. Permukaan mukosa telinga tengah didarahi oleh arteri timpani anterior cabang
dari arteri maksilaris interna dan oleh stilomastoid cabang dari arteri aurikula posterior.
1,2
Gambar 3. Telinga kanan. Membran Timpani Normal

2. Kavum Timpani

Kavum timpani terletak didalam pars petrosa dari tulang temporal, bentuknya bikonkaf, atau

seperti kotak korek api. Diameter anteroposterior atau vertikal 15 mm, sedangkan diameter

transversal 2-6 mm. Kavum timpani dibagi menjadi 3 bagian yaitu : 1,2

a) Epitimpanum

Berada dibagian atas membran timpani. Merupakan bagian superior kavum

timpani, disebut juga atik karena terletak diatas membran timpani. Sebagian besar atik

diisi oleh maleus inkus. Dinding medial atik dibentuk oleh kapsul atik yang ditandai oleh

penonjolan kanalis semisirkularis lateral.2

b) Mesotimpanum

Terletak kearah medial dari membran timpani. Disebelah medial dibatasi oleh

kapsul otik. Dinding anterior mesotimpani terdapat orifisium timpani tuba eustachius

pada bagian superior dan membentuk bagian tulang dinding saluran karotis asendens

pada bagian inferior.

b) Hipotimpanum atau resesus hipotimpanikus

Terletak dibawah membrana timpani, berhubungan dengan bulbus jugulare. 2

Kavum timpani terdiri dari :

1. Tulang-tulang pendengaran

1.1 Malleus (hammer/martil)


Malleus adalah tulang yang paling besar diantara semua tulang-tulang pendengaran

dan terletak paling lateral, leher, prosesus brevis (lateral), prosesus anterior, lengan

(manubrium). panjangnya kira-kira 7,5 sampai 9,0 mm. kepala terletak pada

epitimpanum atau didalam rongga atik, sedangkan leher terletak dibelakang pars

flaksida membran timpani. Manubrium terdapat didalam membrane timpani.

Gambar 4. Os malleus

1.2 Inkus (anvil/landasan)

Inkus terdiri dari badan inkus ( corpus) dan 2 kaki yaitu : prosesus brevis dan prosesus

longus. Sudut antara prosesus brevis dan longus membentuk sudut lebih kurang 100

derajat. Inkus berukuran 4,8 mm x 5,5 mm pada pinggir dari corpus, prosesus longus

panjangnya 4,3 mm-5,5 mm. 2

Inkus terletak pada epitimpanum, dimana prosesus brevis menuju antrum, prosesus

longus jalannya sejajar dengan manubrium dan menuju ke bawah. Maleus dan inkus

bekerja sebagai satu unit, memberikan respon rotasi terhadap gerakan membran

timpani melalui suatu aksis yang merupakan suatu garis antara ligamentum maleus

anterior dan ligamentum inkus pada ujung prosesus brevis. Gerakan-gerakan tersebut

tetap dipelihara berkesinambungan oleh inkudomaleus. Gerakan rotasi tersebut

diubah menjadi gerakan seperti piston pada stapes melalui sendi inkudostapedius. 2
Gambar 5. Os incus

1.3 Stapes (stirrup/pelana)

Merupakan tulang pendengaran yang teringan, bentuknya seperti sanggurdi beratnya

hanya 2,5 mg, tingginya 4mm-4,5 mm. Stapes terdiri dari kepala, leher, krura anterior

dan posterior dan telapak kaki ( foot plate), yang melekat pada foramen ovale dengan

perantara ligamentum anulare. 2

Gambar 5. Os stapes

3. Prosesus mastoideus
Rongga mastoid berbentuk seperti bersisi tiga dengan puncak mengarah ke kaudal. Atap
mastoid adalah fosa kranii media. Dinding medial adalah dinding lateral fosa kranii posterior.
Sinus sigmoid terletak di bawah duramater pada daerah ini. Pada dinding anterior mastoid
terdapat aditus ad antrum.
Gambar 6. Penampang Prosesus Mastoideus

Prosesus mastoid sangat penting untuk sistem pneumatisasi telinga. Pneumatisasi


didefinisikan sebagai suatu proses pembentukan atau perkembangan rongga-rongga udara
didalam tulang temporal, dan sel-sel udara yang terdapat didalam mastoid adalah sebagian dari
sistem pneumatisasi yang meliputi banyak bagian dari tulang temporal. Menurut derajatnya,
pneumatisasi prosesus mastoideus ini dapat dibagi atas :
1. Prosesus Mastoideus Kompakta (sklerotik), dimana tidak ditemui sel-sel.
2. Prosesus Mastoideus Spongiosa, dimana terdapat sel-sel kecil saja.
3. Prosesus Mastoideus dengan pneumatisasi yang luas, dimana sel-sel disini besar. 2

4. Tuba eustakhius
Tuba eustakhius disebut juga tuba auditori atau tuba faringotimpani berbentuk seperti huruf
S. Tuba ini merupakan saluran yang menghubungkan kavum timpani dengan nasofaring. Pada
orang dewasa panjang tuba sekitar 36 mm berjalan ke bawah, depan dan medial dari telinga
tengah dan pada anak dibawah 9 bulan adalah 17,5 mm. 2

Tuba terdiri dari 2 bagian yaitu :

a. Bagian tulang terdapat pada bagian belakang dan pendek (1/3 bagian).
b. Bagian tulang rawan terdapat pada bagian depan dan panjang (2/3 bagian).
Fungsi Tuba Eustakhius adalah ventilasi, drenase sekret dan menghalangi masuknya sekret
dari nasofaring ke telinga tengah.Ventilasi berguna untuk menjaga agar tekanan di telinga
tengah selalu sama dengan tekanan udara luar. Adanya fungsi ventilasi tuba dapat dibuktikan
dengan melakukan perasat Valsava dan perasat Toynbee.1

Perasat Valsava meniupkan dengan keras dari hidung sambil mulut dipencet serta mulut
ditutup. Bila Tuba terbuka maka akan terasa ada udara yang masuk ke telinga tengah yang
menekan membran timpani ke arah lateral. Perasat Toynbee dilakukan dengan cara menelan ludah
sampai hidung dipencet serta mulut ditutup. Bila tuba terbuka maka akan terasa membran timpani
tertarik ke medial. Perasat ini lebih fisiologis.1

B. Fisiologi Pendengaran

Getaran suara ditangkap oleh daun telinga yang dialirkan keliang telinga dan mengenai
membran timpani, sehingga membran timpani bergetar. Getaran ini diteruskan ke tulang-tulang
pendengaran yang berhubungan satu sama lain. Selanjutnya stapes menggerakkan tingkap
lonjong (foramen ovale) yang juga menggerakkan perilimf dalam skala vestibuli. Getaran
diteruskan melalui membrane Reissener yang mendorong endolimf dan membran basal kearah
bawah, perilimf dalam skala timpani akan bergerak sehingga tingkap (foramen rotundum)
terdorong ke arah luar.3
Skala media yang menjadi cembung mendesak endolimfe dan mendorong membran basal,
sehingga menjadi cembung kebawah dan menggerakkan perilimfe pada skala timpani. Pada
waktu istirahat ujung sel rambut berkelok-kelok, dan dengan berubahnya membran basal ujung
sel rambut menjadi lurus. Rangsangan fisik tadi diubah oleh adanya perbedaan ion Kalium dan
ion Natrium menjadi aliran listrik yang diteruskan ke cabang-cabang n.VII, yang kemudian
meneruskan rangsangan itu ke pusat sensorik pendengaran diotak ( area 39-40) melalui sarafpusat
yang ada dilobus temporalis.3

C. Definisi Otitis Media Supuratif Kronik


Otitis media adalah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah, tuba eustakhius,
antrum mastoid, dan sel-sel mastoid.5 Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK) atau yang biasa
disebut “congek” adalah radang kronis telinga tengah dengan adanya lubang (perforasi) pada
gendang telinga (membran timpani) dan riwayat keluarnya cairan (sekret) dari telinga (otore)
lebih dari 2 bulan, baik terus menerus atau hilang timbul. Sekret mungkin serous, mukous, atau
purulen.1,2,3
Otitis Media Kronik Supuratif bisa juga disebut sebagai Aktif Otitis Media Kronik,
otomastoiditis kronik, dan timpanomastoiditis kronik.Otitis Media Akut (OMA) dengan perforasi
membran timpani dapat menjadi otitis media supuratif kronis apabila prosesnya sudah lebih dari
2 bulan. Beberapa faktor yang menyebabkan OMA menjadi OMSK, antara lain: terapi yang
terlambat diberikan, terapi yang tidak adekuat, virulensi kuman yang tinggi, daya tahan tubuh
pasien yang rendah (gizi kurang), dan higiene yang buruk.5

OMSK dapat dibagi atas 2 tipe, yaitu :1

a. Tipe tubotimpani (tipe jinak/tipe aman/tipe rinogen)


Proses peradangan pada OMSK tipe tubotimpani hanya terbatas pada mukosa saja
dan biasanya tidak mengenai tulang. Tipe tubotimpani ditandai oleh adanya perforasi sentral
atau pars tensa dan gejala klinik yang bervariasi dari luas dan keparahan penyakit. Beberapa
faktor lain yang mempengaruhi keadaan ini terutama patensi tuba eustakhius, infeksi saluran
nafas atas, pertahanan mukosa terhadap infeksi yang gagal pada pasien dengan daya tahan
tubuh yang rendah. Disamping itu campuran bakteri aerob dan anaerob, luas dan derajat
perubahan mukosa, serta migrasi sekunder dari epitel skuamosa juga berperan dalam
perkembangan tipe ini. Sekret mukoid kronis berhubungan dengan hiperplasia goblet sel,
metaplasia dari mukosa telinga tengah pada tipe respirasi dan mukosiliar yang jelek. 1

b. Tipe atikoantral (tipe ganas/tipe tidak aman/tipe tulang)


Pada tipe ini ditemukan adanya kolesteatom dan berbahaya. Perforasi tipe ini
letaknya marginal atau di atik yang lebih sering mengenai pars flaksida. Karakteristik utama
dari tipe ini adalah terbentuknya kantong retraksi yang berisi tumpukan keratin sampai
menghasilkan kolesteatom. 1

 Kolesteatoma
Kolesteatoma adalah suatu kista epiterial yang berisi deskuamasi epitel (keratin).
Deskuamasi terbentuk terlalu menumpuk sehingga kolseteatoma bertambah
besar.Banyak teori dikemukakan oleh para ahli tentang pathogenesis kolseteatoma, antara
lain teori invaginasi, teori migrasi, teori metaplasia dan teori implantasi. 1
Teori tersebut akan lebih mudah dipahami bila diperhatikan definisi
kolesteatoma menurut Gray yang mengatakan : kolesteatoma adalah epitel kulit yang
berada pada tempat yang salah. Sebagaimana kita ketahui bahwa seluruh epitel kulit
(keratinizing stratified squamous epithelium) pada tubuh kita berada pada lokai yang
terbuka/terpapar ke dunia luar. Epitel kulit di liang telinga merupakan suatu daerah Cul-
de-sac sehingga apabila terdapat serumen padat di liang telinga dalam waktu yang lama
serumen tersebut seakan terperangkan sehingga membentuk kolesteatoma. 1
Kolesteatom dapat dibagi atas 2 tipe yaitu:

1. Kongenital1
Kolestatom kongenital terbentuk pada masa embrionik. Patogenesis kolesteatom
kongenital tidak sepenuhnya dimengerti. Namun ada beberapa teori diantaranya Teed
menyatakan bahwa penebalan epitel ektodermal berkembang bersama-sama dengan
ganglion genikulatum , dari medial sampai ke bagian leher dari tulang malleus.
Kumpulan epitel ini nantinya akan mengalmi involusi menjadi lapisan lapisan epitel
telinga tengah. Jika involusi ini gagal terjadi maka kumpulan epitel tersebut akan
menjadi kolesteatom kongenital. 1
Pada kolesteatom kongenital ditemukan membran timpani utuh tanpa tanda-tanda
infeksi, lokasi kolesteatom biasanya di kavum timpani, daerah petrosus mastoid atau
di serebelopontin angle. 1

Gambar 8. Kolesteatom Kongenital

Gambar 9. Kolesteatom kongenital

2. Didapat1
Kolesteatom yang terbentuk setelah anak lahir, dapat dibagi atas:
 Primary acquired cholesteatoma.
Kolesteatom yang terjadi tanpa didahului oleh perforasi membran timpani
pada daerah atik atau pars flasida, timbul akibat adanya proses invaginasi
dari membrane timpani pars flaksida karena adanya tekanan negatif di
telinga tengah akibat gangguan tuba. 1

Gambar 9. Kolesteatom didapat


 Secondary acquired cholesteatoma.
Kolesteatom yang terbentuk setelah terjadi perforasi membran timpani.
Kolesteatom terbentuk sebagai akibat dari masuknya epitel kulit dari liang telinga
atau dari pinggir perforasi membran timpani ke telinga tengah (teori migrasi) atau
terjadi akibat metaplasia mukosa kavum timpani karena iritasi infeksi yang
berlansung lama (teori metaplasia). 1
Teori implantasi dikatakan bahwa kolesteatom terjadi akibat implantasi epitel kulit
secara iatrogenik ke dalam telinga tengah sewaktu operasi, setelah blust injury,
pemasangan pipa ventilasi, atau setelah miringotomi. Kolesteatom merupakan
media yang baik untuk tempat pertumbuhan kuman (infeksi), yang paling sering
adalah Proteus dan Pseudomonas aeruginosa. Sebaliknya infeksi dapat memicu
respon imun local yang mengakibatkan produksi berbagai mediator inflamasi dan
berbagai sitokin. Sitokin yang diidentifikasi terdapat pada matrix kolesteatom
adalah interleukin-1 ( IL-1), interleukin-6, tumor necrosis factor alpha, dan
transforming growth factor. Zat- zat ini dapat menstimulasi sel-sel kolesteatom
bersifat hiperproliferatif, destruktif dan mampu berangiogenesis. 1
D. Epidemiologi

Otitis media supuratif kronik merupakan penyakit THT yang paling banyak ditemukan di
negara sedang berkembang. Secara umum insiden OMSK dipengaruhi oleh ras dan faktor
sosioekonomi. Walaupun demikian, lebih dari 90% beban dunia akibat OMSK ini dipikul oleh
negara-negara di Asia Tenggara, daerah Pasifik Barat, Afrika, dan beberapa daerah minoritas di
Pasifik.Kehidupan sosial ekonomi yang rendah, lingkungan kumuh, dan status kesehatan serta
gizi yang jelek merupakan faktor yang menjadi dasar untuk meningkatnya prevalensi OMSK pada
negara yang sedang berkembang.4,5

Survei prevalensi di seluruh dunia menunjukkan bahwa beban dunia akibat OMSK
melibatkan 65–330 juta orang dengan telinga berair, dimana 60% di antaranya (39–200 juta)
menderita kurangnya pendengaran yang signifikan.Secara umum, prevalensi OMSK di Indonesia
adalah 3,8% dan termasuk dalam klasifikasi tinggi dalam tingkatan klasifikasi insidensi. Pasien
OMSK meliputi 25% dari pasien-pasien yang berobat di poliklinik THT rumah sakit di Indonesia.

E. Etiologi

Terjadi OMSK hampir selalu dimulai dengan otitis media berulang pada anak, jarang
dimulai setelah dewasa. Faktor infeksi biasanya berasal dari nasofaring (adenoiditis, tonsilitis,
rinitis, sinusitis), mencapai telinga tengah melalui tuba Eustachius. Fungsi tuba Eustachius yang
abnormal merupakan faktor predisposisi yang dijumpai pada anak dengan cleft palate dan Down’s
syndrom. Adanya tuba patulous, menyebabkan refluk isi nasofaring yang merupakan faktor
insiden OMSK yang tinggi di Amerika Serikat. Faktor Host yang berkaitan dengan insiden
OMSK yang relatif tinggi adalah defisiensi immun sistemik. Kelainan humoral (seperti
hipogammaglobulinemia) dan cell- mediated ( seperti infeksi HIV, sindrom kemalasan leukosit)
dapat manifest sebagai sekresi telinga kronis. Penyebab OMSK antara lain:
a) Infeksi otitis media sebelumnya
Secara umum dikatakan otitis media kronis merupakan kelanjutan dari otitis media akut
dan / atau otitis media dengan efusi, tetapi tidak diketahui faktor apa yang menyebabkan
satu telinga dan bukan yang lainnya berkembang menjadi keadaan kronis
b) Infeksi saluran nafas atas
Banyak penderita mengeluh sekret telinga sesudah terjadi infeksi saluran nafas atas. Infeksi
virus dapat mempengaruhi mukosa telinga tengah menyebabkan menurunnya daya tahan
tubuh terhadap organisme yang secara normal berada dalam telinga tengah, sehingga
memudahkan pertumbuhan bakteri. Organisme-organisme dari meatus auditoris
eksternal termasuk Staphylococcus, Pseudomonas aeruginosa, B.proteus,
B.coli dan Aspergillus.
Organisme dari nasofaring diantaranya Streptococcus viridians (Streptococcus α-
hemolitikus, Streptococcus β-hemolitikus dan Pneumococcus).

Beberapa faktor-faktor yang menyebabkan perforasi membran timpani menetap pada OMSK :
1. Infeksi yang menetap pada telinga tengah mastoid yang mengakibatkan produksi sekret
telinga purulen berlanjut.
2. Berlanjutnya obstruksi tuba eustachius yang mengurangi penutupan spontan pada
perforasi.
3. Beberapa perforasi yang besar mengalami penutupan spontan melalui mekanisme migrasi
epitel.
4. Pada pinggir perforasi dari epitel skuamous dapat mengalami pertumbuhan yang cepat
diatas sisi medial dari membran timpani. Proses ini juga mencegah penutupan spontan
dari perforasi.2,4
Faktor-faktor yang menyebabkan penyakit infeksi telinga tengah supuratif menjadi kronis
majemuk, antara lain :
1. Gangguan fungsi tuba eustachius yang kronis atau berulang:
a. Infeksi hidung dan tenggorok yang kronis atau berulang.
b. Obstruksi anatomik tuba Eustachius parsial atau total
2. Perforasi membran timpani yang menetap.
3. Terjadinya metaplasia skumosa atau perubahan patologik menetap lainya pada telinga
tengah.
4. Obstruksi menetap terhadap aerasi telinga atau rongga mastoid. Hal ini dapat disebabkan
oleh jaringan parut, penebalan mukosa, polip, jaringan granulasi atau timpanosklerosis.
5. Terdapat daerah-daerah dengan sekuester atau osteomielitis persisten di mastoid.
6. Faktor-faktor konstitusi dasar seperti alergi, kelemahan umum atau perubahan
mekanisme pertahanan tubuh.4

F. Patofisiologi
OMSK dimulai dari episode infeksi akut terlebih dahulu. Patofisiologi dari OMSK
dimulai dari adanya iritasi dan inflamasi dari mukosa telinga tengah yang disebabkan oleh
multifaktorial, diantaranya infeksi yang dapat disebabkan oleh virus atau bakteri, gangguan fungsi
tuba, alergi, kekebalan tubuh turun, lingkungan dan sosial ekonomi. Kemungkinan penyebab
terpenting mudahnya anak mendapat infeksi telinga tengah adalah struktur tuba pada anak yang
berbeda dengan dewasa dan kekebalan tubuh yang belum berkembang sempurna sehingga bila
terjadi infeksi jalan napas atas, maka lebih mudah terjadi infeksi telinga tengah berupa Otitis
Media Akut (OMA).1
Respon inflamasi yang timbul adalah berupa udem mukosa. Jika proses inflamasi ini tetap
berjalan, pada akhirnya dapat menyebabkan terjadinya ulkus dan merusak epitel. Mekanisme
pertahanan tubuh penderita dalam menghentikan infeksi biasanya menyebabkan terdapatnya
jaringan granulasi yang pada akhirnya dapat berkembang menjadi polip di ruang telinga tengah.
Jika lingkaran antara proses inflamasi, ulserasi, infeksi dan terbentuknya jaringan granulasi ini
berlanjut terus akan merusak jaringan sekitarnya.1

Sembuh/ normal
Fgs.tuba tetap
terganggu

Gangguan Tekanan negatif Infeksi (-)


efusi OME
tuba
telinga tengah

Perubahan tekanan tiba-tiba Tuba tetap terganggu

Alergi + ada infeksi

Infeksi

Sumbatan : Sekret OMA

Tampon
Otitis Media Akut
Tumor
(OMA)

Sembuh sempurna Otitis Media Otitis media Efusi


Supuratif Kronik
(OME)
(OMSK)

OMSK tipe benigna OMSK tipe maligna

Bagan 1. Patogenesis Otitis Media5

Otitis media akut (OMA) dengan perforasi membrane timpani menjadi otitis media
supurativa kronis apabila prosesnya sudah lebih dari dua bulan. Bila proses infeksi kurang dari
dua bulan, disebut otitis media supuratif subakut. Beberapa faktor yang menyebabkan OMA
menjadi OMSK ialah terapi yang terlambat diberikan, tetapi tidak adekuat, viruelnsi kuman
tinggi, daya tahan tubuh pasien rendah (gizi kurang) atau hygiene buruk.4
 Letak Perforasi
Letak perforasi di membrane timpani penting untuk menentukan tipe/jenis OMSK.
Perforasi mmbran timpani dapat ditemukan di daerah sentral, marginal atau atik. Oleh
karena itu disebut perforasi sentral, marginal atau atik.
Pada perforasi sentral, perforasi terdapat di pars tensa, sedangkan di seluruh tepi perforasi
masih ada sisa membrane timpani. Pada perforasi marginal sebagian tepi perforasi
langsung berhubungan dengan annulus atau sulkus timpanikum. Perforai atik ialah
perfora yang terletak di pars flaksida.4

G. Manifestasi Klinik

1. Telinga berair (otore)


Sekret bersifat purulen (kental, putih) atau mukoid (seperti air dan encer) tergantung
stadium peradangan. Sekret yang mukus dihasilkan oleh aktivitas kelenjar sekretorik telinga
tengah dan mastoid. Pada OMSK tipe ganas unsur mukoid dan sekret telinga tengah
berkurang atau hilang karena rusaknya lapisan mukosa secara luas. Suatu sekret yang encer
berair tanpa nyeri mengarah kemungkinan tuberkulosis.1,5,6

2. Gangguan pendengaran
Ini tergantung dari derajat kerusakan tulang-tulang pendengaran. Biasanya dijumpai
tuli konduktif namun dapat pula bersifat campuran. Gangguan pendengaran mungkin ringan
sekalipun proses patologi sangat hebat, karena daerah yang sakit ataupun kolesteatom dapat
menghantar bunyi dengan efektif ke fenestra ovalis. Pada OMSK tipe maligna biasanya
didapat tuli konduktif berat karena putusnya rantai tulang pendengaran, tetapi sering kali juga
kolesteatom bertindak sebagai penghantar suara sehingga ambang pendengaran yang didapat
harus diinterpretasikan secara hati-hati. Penurunan fungsi koklea biasanya terjadi perlahan-
lahan dengan berulangnya infeksi karena penetrasi toksin melalui jendela bulat (foramen
rotundum) atau fistel labirin tanpa terjadinya labirinitis supuratif. Bila terjadinya labirinitis
supuratif akan terjadi tuli saraf berat. Hantaran tulang dapat menggambarkan sisa fungsi
koklea.5,6

3. Otalgia (nyeri telinga)


Adanya nyeri tidak lazim dikeluhkan penderita OMSK dan bila ada merupakan suatu
tanda yang serius. Pada OMSK keluhan nyeri dapat karena terbendungnya drainase pus. Nyeri
dapat berarti adanya ancaman komplikasi akibat hambatan pengaliran sekret, terpaparnya
durameter atau dinding sinus lateralis, atau ancaman pembentukan abses otak. Nyeri telinga
mungkin ada tetapi mungkin oleh adanya otitis eksterna sekunder. Nyeri merupakan tanda
berkembang komplikasi OMSK seperti petrositis, subperiosteal abses, atau trombosis sinus
lateralis.5

4. Vertigo
Vertigo pada penderita OMSK merupakan gejala yang serius lainnya. Keluhan vertigo
seringkali merupakan tanda telah terjadinya fistel labirin akibat erosi dinding labirin oleh
kolesteatom. Pada penderita yang sensitif, keluhan vertigo dapat terjadi karena perforasi besar
membran timpani yang akan menyebabkan labirin lebih mudah terangsang oleh perbedaan
suhu. Penyebaran infeksi ke dalam labirin juga akan menyebabkan keluhan vertigo. Vertigo
juga bisa terjadi akibat komplikasi serebelum. Fistula merupakan temuan yang serius, karena
infeksi kemudian dapat berlanjut dari telinga tengah dan mastoid ke telinga dalam sehingga
timbul labirinitis dan dari sana mungkin berlanjut menjadi meningitis. Uji fistula perlu
dilakukan pada kasus OMSK dengan riwayat vertigo. Uji ini memerlukan pemberian tekanan
positif dan negatif pada membran timpani.1

Tanda-tanda klinis OMSK tipe maligna :

a. Adanya abses atau fistel retroaurikular


b. Jaringan granulasi atau polip di liang telinga yang berasal dari kavum timpani.
c. Pus yang selalu aktif atau berbau busuk (aroma kolesteatom)
d. Foto rontgen mastoid adanya gambaran kolesteatom.

H. Diagnosis

Diagnosis OMSK ditegakan dengan cara:


1,3,6
1. Anamnesis
Penyakit telinga kronis ini biasanya terjadi perlahan-lahan dan penderita seringkali
datang dengan gejala-gejala penyakit yang sudah lengkap dan berlangsung > 2 bulan. Gejala
yang paling sering dijumpai adalah telinga berair. Pada tipe tubotimpani sekretnya lebih
banyak dan seperti benang, tidak berbau bususk, dan intermiten. Sedangkan pada tipe
atikoantral sekretnya lebih sedikit, berbau busuk, kadangkala disertai pembentukan jaringan
granulasi atau polip, dan sekret yang keluar dapat bercampur darah. Ada kalanya penderita
datang dengan keluhan kurang pendengaran atau telinga keluar darah.

2. Pemeriksaan otoskopi1
Pemeriksaan otoskopi akan menunjukan adanya dan letak perforasi. Dari perforasi
dapat dinilai kondisi mukosa telinga tengah.

3. Pemeriksaan audiologi1,5
Pada pemeriksaan audiometri penderita OMSK biasanya didapati tuli konduktif.
Tapi dapat pula dijumpai adanya tuli sensorineural, beratnya ketulian tergantung
besar dan letak perforasi membran timpani serta keutuhan dan mobilitas si stim
penghantaran s u a r a d i t e l i n g a t e n g a h . 1
Gangguan pendengaran dapat dibagi dalam ketulian ringan, sedang, sedang berat, dan
ketulian total, t e r g a n t u n g d a r i h a s i l p e m e r i k s a a n ( a u d i o m e t r i a t a u t e s t
b e r b i s i k ) . D e r a j a t k e t u l i a n ditentukan dengan membandingkan rata-rata
kehilangan intensitas pendengaran pada frekuensi percakapan terhadap skala
ISO. Derajat ketulian dan nilai ambang pendengaran menurut ISO.1

Derajat ketulian Nilai ambang pendengaran:1


 Normal : 0 dB sampai 25 dB
 Tuli ringan : >25 dB sampai 40 dB
 Tuli sedang : >40 dB sampai 55 dB
 Tuli sedang berat : >55 dB sampai 70 dB
 Tuli berat : >70 dB sampai 90 dB
 Tuli total : >90 dB

Evaluasi audiometri penting untuk menentukan fungsi konduktif dan fungsi koklea. D e n g a n
menggunakan audiomet ri nada murni pada hantaran udara dan tulang
s e r t a penilaian tutur, biasanya kerusakan tulang -tulang pendengaran dapat
diperkirakan, dan
bisa ditentukan manfaat operasi rekonstruksi telinga tengah untuk perbaikan
pendengaran. Untuk melakukan evaluasi ini, observasi berikut bisa membantu:1
 Perforasi biasa umumnya menyebabkan tuli konduktif tidak lebih dari 15-20 dB
 Kerusakan rangkaian tulang-tulang pendengaran menyebabkan tuli konduktif 30-50
dB apabila disertai perforasi.
 Diskontinuitas rangkaian tulang pendengaran dibelakang membran yang masihutuh
menyebabkan tuli konduktif 55-65 dB.
 Kelemahan diskriminasi tutur yang rendah, tidak peduli bagaimanapun keadaan
hantaran tulang, menunjukan kerusakan kohlea parah.
 Pemeriksaan audiologi pada OMSK harus dimulai oleh penilaian
pendengarandengan menggunakan garpu tala dan test Barani. Audiometri tutur
dengan maskingadalah dianjurkan, terutama pada tuli konduktif bilateral dan tuli
campur.

4. Pemeriksaan radiologi4,5
Pemeriksaan radiologi biasanya memperlihatkan mastoid yang tampak sklerotik
dibandingkan mastoid yang satunya atau yang normal. Erosi tulang yang berada di daerah
atik memberi kesan adanya kolesteatom. Proyeksi radiografi tyang sekarang biasa digunakan
adalah proyeksi schuller dimana pada proyeksi ini akan memperlihatkan luasnya pnematisasi
mastoid dari arah lateral dan atas.Pada CT scan akan terlihat gambaran kerusakan tulang oleh
kolesteatom, ada atau tidaknya tulang–tulang pendengaran dan beberapa kasus terlihat fistula
pada kanalis semisirkularis horizontal.

5. Pemeriksaan bakteriologi
Walaupun perkembangan dari OMSK merupakan mulainya infeksi akut, bakteri yang
ditemukan pada sekret yang kronis berbeda dengan yang ditemukan pada otitis media
supuratif akut. Bakteri yang sering dijumpai pada OMSK adalah Pseudomonasaeruginosa,
Staphylococcus aureus, dan Proteus sp. Sedangkan bakteri pada otitis media supuratif akut
adalah Streptococcus pneumonie dan H. influenza.5
Infeksi telinga biasanya masuk melalui tuba dan berasal dari hidung, sinus paranasal,
adenoid, atau faring, penyebabnya biasanya adalah pneumokokus, streptokokus atau H.
influenza. Akan tetapi, pada OMSK keadaan ini agak berbeda karena adanya perforasi
membran timpani maka infeksi lebih sering berasal dari luar yang masuk melalui perforasi
tadi.

I. Pentalaksanaan

Prinsip pengobatan tergantung dari jenis penyakit dan luas infeksi, yang dapat dibagi atas:
konservatif dan operasi.
A. Otitis media supuratif kronik benigna
a. Otitis media supuratif kronik benigna tenang
Keadaan ini tidak memerlukan pengobatan, dan dinasehatkan untuk jangan
mengorek telinga, air jangan masuk ke telinga sewaktu mandi, dilarang berenang dan
segera berobat bila menderita infeksi saluran nafas atas. Bila fasilitas memungkinkan
sebaiknya dilakukan operasi rekonstruksi (miringoplasti, timpanoplasti) untuk mencegah
infeksi berulang serta gangguan pendengaran.4,5

b. Otitis media supuratif kronik benigna aktif


Prinsip pengobatan OMSK adalah :
1. Membersihkan liang telinga dan kavum timpani
Tujuan toilet telinga adalah membuat lingkungan yang tidak sesuai untuk
perkembangan mikroorganisme, karena sekret telinga merupakan media yang baik
bagi perkembangan mikroorganisme.

Cara pembersihan liang telinga (toilet telinga):1

a) Toilet telinga secara kering (dry mopping).


Telinga dibersihkan dengan kapas lidi steril, setelah dibersihkan dapat di beri
antibiotik berbentuk serbuk.

b) Toilet telinga secara basah (syringing).


Telinga disemprot dengan cairan untuk membuang debris dan nanah,
kemudian dibersihkan dengan kapas lidi steril dan diberi serbuk antibiotik.
Namun tekhnik ini dapat mengakibatkan penyebaran infeksi ke bagian lain dan
ke mastoid. Dalam hal ini dapat diganti dengan serbuk antiseptik, misalnya asam
boric dengan iodine.

c) Toilet telinga dengan pengisapan ( suction toilet)


Pembersihan dengan suction pada nanah dengan bantuan mikroskopis
operasi. Setelah itu dilakukan pengangkatan mukosa yang berproliferasi dan
polipoid sehingga sumber infeksi dapat dihilangkan. Akibatnya terjadi drainase
yang baik dan resorbsi mukosa.

2. Pemberian antibiotika :
a) Antibiotik topikal
Pemberian antibiotik secara topikal pada telinga dan sekret yang banyak
tanpa dibersihkan dulu adalah tidak efektif. Bila sekret berkurang atau tidak
progresif lagi diberikan obat tetes yang mengandung antibiotik dan
kortikosteroid. Irigasi dianjurkan dengan garam faal agar lingkungan bersifat
asam yang merupakan media yang buruk untuk tumbuhnya kuman.6
Mengingat pemberian obat topikal dimaksudkan agar masuk sampai telinga
tengah, maka tidak dianjurkan antibiotik yang ototoksik misalnya neomisin dan
lamanya tidak lebih dari 1 minggu. Cara pemilihan antibiotik yang paling baik
dengan berdasarkan kultur kuman penyebab dan uji resistensi. 6
Antibiotika topikal yang dapat dipakai pada otitis media kronik adalah : 6
1. Polimiksin B atau polimiksin E
Obat ini bersifat bakterisid terhadap kuman gram negatif.
2. Neomisin
Obat bakterisid pada kuman gram positif dan negatif. Toksik terhadap ginjal
dan telinga.
3. Kloramfenikol
Obat ini bersifat bakterisid terhadap basil gram positif dan negatif kecuali
Pseudomonas aeruginosa.
b) Antibiotik sistemik.1,5
Pemilihan antibiotik sistemik untuk OMSK juga sebaiknya berdasarkan
kultur kuman penyebab. Pemberian antibiotika tidak lebih dari 1 minggu dan
harus disertai pembersihan sekret profus. Bila terjadi kegagalan pengobatan,
perlu diperhatikan faktor penyebab kegagalan yang ada pada penderita tersebut.
Antibiotik yang dapat digunakan yaitu golongan aminoglikosida dan
kuinolon untuk bakteri aerob (siprofloksasin dan ofloksasin) atau golongan
sefalosforin generasi III (sefotaksim, seftazidin, dan seftriakson) yang juga
efektif untuk Pseudomonas, tetapi harus diberikan secara parenteral dan
golongan beta laktam
Untuk bakteri anaerob dapat digunakan metronidazol yang bersifat
bakterisid. Pada OMSK aktif dapat diberikan dengan dosis 400 mg per 8 jam
selama 2 minggu atau 200 mg per 8 jam selama 2-4 minggu.

B. Otitis media supuratif kronik maligna.1,4-6


Pengobatan yang tepat untuk OMSK maligna adalah operasi. Pengobatan konservatif
dengan medikamentosa hanyalah merupakan terapi sementara sebelum dilakukan
pembedahan. Bila terdapat abses subperiosteal, maka insisi abses sebaiknya dilakukan
tersendiri sebelum kemudian dilakukan mastoidektomi. Ada beberapa jenis pembedahan atau
teknik operasi yang dapat dilakukan pada OMSK dengan mastoiditis kronis, baik tipe benigna
atau maligna, antara lain :5

1. Mastoidektomi sederhana (simple mastoidectomy)


Operasi ini dilakukan pada OMSK tipe aman yang dengan pengobatan konservatif
tidak sembuh. Dengan tindakan operasi ini dilakukan pembersihan ruang mastoid dari
jaringan patologik. Tujuannya adalah supaya infeksi tenang dan telinga tidak berair lagi.
Pada operasi ini fungsi pendengaran tidak diperbaiki.

2. Mastoidektomi radikal
Operasi ini dilakukan pada OMSK tipe bahaya dengan infeksi atau kolesteatom yang
sudah meluas. Tujuan operasi ini ialah untuk membuang semua jaringan patologik dan
mencegah komplikasi intrakranial, sementara fungsi pendengaran tidak diperbaiki.
Kerugian operasi ini ialah pasien tidak boleh berenang seumur hidupnya dan harus
kontrol teraut ke dokter.
Modifikasi operasi ini ialah dengan memasang tandur pada rongga operasi serta
membuat meatoplasti yang lebar sehingga rongga operasi kering permanen, tetapi
terdapat cacat anatomi, yaitu meatus liang telinga luar menjadi lebar.
3. Mastoidektomi radikal dengan modifikasi
Operasi ini dilakukan pada OMSK dengan kolesteatom di daerah atik, tetapi belum
merusak kavum timpani. Tujuan operasi ini adalah untuk membuang semua jaringan
patologik dari rongga mastoid dan mempertahankan pendengaran yang masih ada.

4. Miringoplasti
Operasi ini merupakan operasi timpanoplasti yang paling ringan, dikenal juga
dengan timpanoplasti tipe I. Tujuan operasi ialah untuk mencegah berulangnya infeksi
telinga tengah pada OMSK tipe aman dengan perforasi yang menetap. Operasi ini
dilakukan pada AMSK tipe aman fase tenang dengan ketulian ringan yang hanya
disebabkan oleh perforasi membran timpani.

5. Timpanoplasti
Operasi ini dikerjakan pada OMSK tipe aman dengan kerusakan yang lebih berat
atau OMSK tipe aman yang tidak bisa ditenangkan dengan pengobatan medikamentosa.
Tujuan operasi ialah untuk menyembuhkan penyakit serta memperbaiki pendengaran.
Pada operasi ini selain rekonstruksi membran timpani sering kali harus dilakukan
juga rekonstruksi tulang pendengaran.

6. Pendekatan ganda timpanoplasti (combined approach tympanoplasty)


Operasi ini merupakan teknik operasi timpanoplasti yang dikerjakan pada kasus
OMSK tipe aman dengan jaringan granulasi yang luas.Tujuan operasi ini ialah untuk
menyembuhkan penyakit dan memperbaiki pendengaran tanpa melakukan teknik
mastoidektomi radikal (tanpa meruntuhkan dinding posterior liang telinga).

J. Komplikasi

Otitit media supuratif, baik yang akut maupun kronis mempunyai potensi untuk menjadi
serius karena komplikasinya yang dapat mengancam kesehatan dan menyebabkan kematian.
Adams dkk(1989) mengemukakan klasifikasi komplikasi OMSK sebagai berikut:7
Tabel 1. Komplikasi OMSK7,8
Komplikasi di telinga Komplikasi di telinga Komplikasi ekstradural Komplikasi ke susunan
tengah dalam saraf pusat
1. Perforasi membran 1. Fistula labirin 1. Abses ekstradural 1. Meningitis
timpani persisten 2. Labirinitis supuratif 2. Trombosis sinus 2. Abses otak
2. Erosi tulang 3. Tuli saraf lateralis 3. Hidrosefalus otitis
pendengaran sensorineural 3. Petrositis
3. Paralisis nervus 4. Mastoiditis
fasialis

Cara penyebaran infeksi :


1. penyebaran hematogen
2. penyebaran melalui erosi tulang
3. penyebaran melalui jalan yang sudah ada
Perjalanan komplikasi infeksi telinga tengah ke intrakranial harus melewati 3 macam lintasan
:
1. dari rongga telinga ke selaput otak
2. menembus selaput otak
3. masuk ke jaringan otak.1,2,5
K. Prognosis

Pasien dengan OMSK memiliki prognosis yang baik apabila dilakukan kontrol yang baik
terhadap proses infeksinya. Pemulihan dari fungsi pendengaran bervariasi dan tergantung dari
penyebab. Hilangnya fungsi pendengaran oleh gangguan konduksi dapat dipulihkan melalui
prosedur pembedahan, walaupun hasilnya tidak sempurna.10

Keterlambatan dalam penanganan karena sifat tidak acuh dari pasien dapat menimbulkan
kematian yang merupakan komplikasi lanjut OMSK yang tidak ditangani dengan segera.
Kematian akibat OMSK terjadi pada 18,6% pasien karena telah mengalami komplikasi
intrakranial yaitu meningitis.3,10
BAB III
LAPORAN KASUS

I. Identitas pasien
Nama : Ny. K
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 27 tahun
Alamat : Kemiling, Bandar Lampung
Agama : Islam
Tanggal pemeriksaan : 21 Oktober 2019

II. Anamnesis
1. Keluhan utama : Telinga kiri nyeri ± 1 minggu lalu keluar cairan berwarna putih kent
al.

2. Riwayat penyakit sekarang :


Pasien datang ke poli THT dengan keluhan telinga kiri nyeri ± 1 minggu lalu, kel
uar cairan seperti putih kental dari 1 bulan lalu. Telinga berdenging disangkal, pasien
juga tidak mengalami penurunan pendengaran, pusing disangkal. Pasien mengeluh ba
tuk pilek ± 1 minggu lalu, nyeri menelan disangkal, tidur mengorok disangkal.

3. Riwayat penyakit dahulu:


Keluhan keluar cairan dari telinga sebelumnya (+) ± 1 bulan lalu.

4. Riwayat penyakit keluarga:


Riwayat Diabetes Melitus, Hipertensi dan Asma dalam keluarga disangkal

5. Riwayat Allergi: Riwayat alergi disangkal

6. Riwayat Pengobatan: Pasien belum pernah berobat untuk sakit ini.


III. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : Tampak sakit ringan
Kesadaran : Composmentis
Berat Badan : 50 kg
Tanda Vital
Tekanan darah : 110/80 mmHg
Pernapasan : 20 x/menit
Nadi : 80 x/menit
Suhu : 36,50C

Status Generalis
1. Kepala : normocephal
2. Mata : Dalam batas normal
3. Telinga : lihat status lokalis
4. Hidung : lihat status lokalis
5. Mulut : mukosa bibir lembab, gusi berdarah (-), lidah kotor (-),
gigi karies(+), gigi berlubang (+).
6. Tenggorok : lihat status lokalis
7. Leher : lihat status lokalis
8. Thorak : Dalam batas normal
9. Jantung : Dalam batas normal
10. Abdomen : Dalam batas normal
11. Ektremitas : Dalam batas normal
Status Lokalis
 Telinga
Auris
Bagian Kelainan
Dextra Sinistra
Preaurikula Kelainan kongenital - -
Radang dan Tumor - -
Trauma - -

Aurikula Kelainan kongenital - -


Radang dan Tumor - -
Trauma - -
Retroaurikula Edema - -
Hiperemis - -
Nyeri Tekan - (+)
Sikatriks - -
Fistula - -
Fluktuasi - -

Palpasi Nyeri pergerakan aurikula - -


Nyeri tekan tragus - -
Canalis Acustik Kelainan kongenital - -
us Externa Kulit - Hiperemis
Sekret - Putih kental
Serumen + -
Edema - -
Jaringan granulasi - -
Massa - -
Cholesteatoma - -

Membran Timp Warna Putih keabuan Hiperemis


ani Intak (+) (-)
Retraksi (-) (-)
Refleks Cahaya (-) (-)
Perforasi (-) (+)
 Hidung
Rhinoskopi anterior Cavum nasi kanan Cavum nasi kiri
Mukosa hidung Hiperemis (+), sekret (+), Hiperemis (+), sekret (+),
massa (-) massa (-)
Septum Nasi Deviasi (-), dislokasi (-) Deviasi (-), dislokasi (-)
Konka inferior dan media Edema (-), hiperemis (-) Edema (-), hiperemis (-)
Meatus inferior dan media Polip (-) Polip (-)

 Mulut dan Orofaring


Bagian Kelainan
Mulut Mukosa mulut tenang, lidah dalam batas normal, palatum molle tenang
simetris, caries gigi (-), uvula simetris
Tonsil Mukosa tenang, Besar T1-T1, Kripta normal, Detritus (-/-),
Perlengketan (-/-)
Faring Mukosa tenang, granula (-), Post nasal drip (-)

 Maksilofasial
Bentuk : Simetris
Nyeri Tekan : -

 Leher
Kelenjar getah bening : Tidak teraba pembesaran KGB
Massa : Tidak Ada

IV. Resume
Anamnesis :
Pasien datang ke poli THT dengan keluhan telinga kiri nyeri ± 1 minggu lalu, keluar
cairan seperti putih kental. Pernah keluar cairan dari telinga kiri 1 bulan lalu. Telinga
berdenging disangkal, pasien juga tidak mengalami penurunan pendengaran, pusing
disangkal. Batuk disangkal, nyeri menelan disangkal, tidur mengorok disangkal.
Pasien belum mendapat pengobatan sama sekali saat ini.
Pemeriksaan Fisik:
 Status lokalis :
 Telinga :
a. Kanan :normal
b. Kiri : sekret (+) (mukopurulen), MT hiperemis tampak perforasi
subtotal
 Hidung:
Rhinoskopi anterior
a. Cavum nasi kanan dan kiri: sekret (+), mukosa hiperemis

V. Diagnosa Banding
o Otitis Media Supuratif Kronik
o Otitis Media Akut

VI. Diagnosis Kerja


Otitis Media Supuratif Kronik tipe benigna

VII. Penatalaksanaan
Farmakoterapi:
- Levofloxacin 500 mg 2x1
- Tremenza (Pseudoefedrine HCL 60 mg, Triprolide HCL 2,5 mg) 3x1
- Akilen ED (Ofloxacin 3mg per mL) 3x3 tetes
Non Farmakoterapi:
- Pembersihan liang telinga dengan Nacl dan povidone iodine
- Edukasi:
b. Hindari air masuk ke telinga ketika mandi
c. Hindari aktivitas yang berhubungan dengan air yang memungkinkan air
masuk ke telinga seperti berenang.
d. Nutrisi yang cukup dan seimbang
VIII. Prognosis
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
DAFTAR PUSTAKA

Efiaty Arsyad, Nurbiati, Jenny, Ratna Restuti. Otitis Media Supuratif Kronis. Dalam: Kelainan
Telinga Tengah, Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Dan Leher.
Edisi 6. Jakarta: Balai Penerbit FK-UI, 2007.h. 69 –74.
Pearce Evelyn. Antomi dan fisiologi untuk paramedis. Ed.34. Jakarta: Gramedia.2011.p; 30-38.
Ganong, William. Pendengaran dan Keseimbangan dalam: Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi
22. Jakarta: EGC,2008.h. 179 – 185.
Dr.Jose Acuin. Departement of child and adolescent health and development and the team for
prevention of blindess and deafness of the WHO. Chronic suppurative otitis media: Burden
of illness and management options. WHO library cataloguing Geneva: Switzerland, 2010.
Tanto C, Liwang F, Hanifati S. Kapita selekta kedokteran. Edisi ke-4. Jakarta: Media Aesclapius;
2014.h.1021-4.
Meyer TA, Strunk CL, Lambert PR. Cholesteatoma. In : Newlands SD et.al (editor). Head & neck
surgery otolaryngology. 4th ed. Philadelphia : Lippincolt williams & wilkins, 2006. h.
2081-91.
Braunwald E, et al. Harrison’s principles of internal medicine. Edisi ke-17. Amerika Serikat:
McGraw-Hill; 2009.
Helmi, Djaafar ZA, Restuti RD. Komplikasi otitis media supuratif. Dalam : Soepardi EA,
Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD (editor). Buku ajar ilmu kesehatan telinga, hidung,
tenggorok, kepala, dan leher. Edisi 6. 2009. Jakarta : FKUI. h.86.

Anda mungkin juga menyukai