Disusun Oleh :
DIV KEPERAWATAN
TAHUN 2018
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas rahmat dan
hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan bahan ajar yang berisi tentang “Kajian Benigna
Prostat Hiperplasia” ini. Modul ini disusun dengan harapan dapat dijadikan sebagai bahan
ajar untuk mata kulia Keperawatan Medikal Bedah II bagi mahasiswa yang mengikuti
pendidikan DIV Keperawatan. Bahan ajar ini disusun secara ringkas untuk lebih
memudahkan memahami isi dari satu bab bahan ajar.
Pada kesempatan ini, tidak lupa penulis mengucapkan banyak terima kasih, terutama
kepada dosen pengampu. Kami menyadari keterbatasan kami sebagai penulis, oleh karena itu
demi pengembangan kreatif dan penyempurnaan modul ini,kami mengharapkan saran dan
masukan dari pembaca dan para ahli, baik dari segi isi, istilah, dan penerapannya. Penulis
berharap semoga bahan ajar ini dapat memberikan manfaat yang besar bagi para pembaca
khususnya mahasiswa. Akhir kata kami ucapkan terimakasih.
Hormat kami.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
Halaman
Halaman Depan i
Kata Pengantar ii
Daftar Isi iii
DAFTAR PUSTAKA
iii
A. Pengertian
Benigna Prostate Hiperplasia (BPH) merupakan perbesaran kelenjar prostat,
memanjang ke atas kedalam kandung kemih dan menyumbat aliran urin dengan
menutupi orifisium uretra akibatnya terjadi dilatasi ureter (hidroureter) dan ginjal
(hidronefrosis) secara bertahap (Smeltzer dan Bare, 2002). Price & Wilson (2006)
menjelaskan bahwa BPH merupakan pertumbuhan nodul-nodul fibroadenomatosa
majemuk dalam prostat, pertumbuhan tersebut dimulai dari bagian periuretral sebagai
proliferasi yang terbatas dan tumbuh dengan menekan kelenjar normal yang tersisa,
prostat tersebut mengelilingi uretra dan, dan pembesaran bagian periuretral
menyebabkan obstruksi leher kandung kemih dan uretra parsprostatika (Price dan
Wilson, 2006).
BPH sering terjadi pada pria umur 50 tahun atau lebih yang ditandai dengan
prostat mengalami atrofi dan menjadi nodular, pembesaran dari beberapa bagian
kelenjar ini dapat mengakibatkan obstruksi urine (Baradero dan Dayrit, 2007). Dari
beberapa pernyataan di atas dapat disimpulkan, bahwa Benigna Prostate Hiperplasia
(BPH) adalah suatu penyakit yang diakibatkan oleh pembesaran kelenjar prostat yang
dapat menyumbat aliran urin dengan menutupi orifisium uretra akibat terjadinya
dilatasi ureter dan ginjal, sehingga menghambat pengosongan kandung kemih dan
menyebabkan gangguan perkemihan.
1. Stadium I
Ada obstruktif tapi kandung kemih masih mampu mengeluarkan urine sampai
habis.
2. Stadium II
Ada retensi urine tetapi kandung kemih mampu mengeluarkan urine walaupun
tidak sampai habis, masih tersisa kira-kira 60-150 cc. Ada rasa ridak enak BAK
atau disuria dan menjadi nocturia.
3. Stadium III
Setiap BAK urine tersisa kira-kira 150 cc.
4. Stadium IV
Retensi urine total, buli-buli penuh pasien tampak kesakitan, urine menetes
secara periodik (over flowin continent).
Pembagian berdasarkan tingkat keparahan penderita BPH dapat diukur dengan
skor IPSS (Internasional Prostate Symptom Score) untuk membantu diagnosis dan
menentukan tingkat beratnya penyakit.
B. Etiologi
Di dalam buku Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Perkemihan : Arif
Muttaqin & Kumala Sari menyatakan bahwa penyebab yang pasti dari terjadinya
BPH samai sekarang belum diketahui secara pasti, tetapi beberapa hipotesis
menyebutkan bahwa hiperplasia prostat erat kaitannya dengan peningkatan kadar
dihidrotestorteron (DHD) dan proses penuaan (Purnomo, 2005).
Selain faktor tersebut ada beberapa hipotesis yang diduga sebagai penyebab
timbulnya hiperplasia prostat, yaitu sebagai berikut :
1. Dihydrotestoteron, peningkatan 5 alfa reduktase dan reseptor androgen
menyebabkan epitel dan stroma dari kelenjer prostat mengalami hiperplasi.
2. Ketidakseimbangnya hormon estrogen-testosteron. Pada proses penuaan pria
terjadi peningkatan hormon estrogen dan penurunan testosteron yang
mengakibatkan hiperplasi stroma.
3. Interaksi stroma – epitel. Peningkatan epidermal growth factor atau fibrolast
growth factor dan penurunan transforming growth factor beta menyebabkan
hiperplasi stroma dan epitel.
4. Berkurangnya sel yang mati. Estrogen yang meningkat menyebabkan
peningkatan lama hidup stroma dan epitel dari kelenjar prostat.
5. Teori sel stem. Sel stem yang meningkat mengakibatkan proliferasi sel transit.
C. Patofisiologi
Sejalan dengan pertambahan umum, kelenjer prostat akan mengalami
hiperplasia. Jika prostat membesar, maka akan meluas ke atas (kandung kemih)
sehingga pada bagian dalam akan mempersempit saluran uretra prostatica dan
menyumbat aliran urine.
Keadaan ini dapat meningkatkan tekanan intravesikal. Sebagai kompensasi
terhadap tahanan uretra prostatika, maka otot detrusor dan kandung kemih
berkontraksi lebih kuat agar dapat memompa urine keluar. Kontraksi yang terus –
menerus menyebabkan perubahan anatomi dari kandung kemih berupa hipertropi otot
detrusor, trabekulasi, terbentuknya selulaa, sekula, dan divertikel kandung kemih.
Tekanan intravesikel yang tinggi diteruskan ke seluruh bagian buli – buli tidak
terkecuali pada kedua muara ureter. Tekanan pada kedua muara ureter ini dapat
menimbulkan aliran balik urine dari buli buli ke ureter atau terjadi refluks vesiko –
ureter. Keadaan ini jika berlangsung terus akan mengakibatkan hidroureter,
hidronefrosis, bahkan akhirnya dapat jatuh kedalam gagal ginjal. (Dikutip dari buku
Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Perkemihan : Arif Muttaqin, dkk).
Patofisiologi lainnya menurut Mansjoer Arif (2000), pembesaran prostat
terjadi secara perlahan – lahan pada traktur urinarius. Pada tahap awal terjadi
pembesaran prostat sehingga terjadi perubahan fisiologis yang mengakibatkan
resistensi uretra daerah prostat, leher vesika kemudian detrusor mengatasi dengan
kontraksi lebih kuat. Sebagai akibatnya, serat detrusor akan menjadi lebih tebal dan
penonjolan serat detrusor kedalam mukosa buli – buli akan terlihat sebagai balok –
balok yang tampai (trabekulasi). Jika dilihat dari dalam vesika dengan sitoskopi,
mukosa vesika dapat menerobos keluar diantara serat detrusor sehingga terbentuk
tonjolan mukosa yang apabila lebih kecil dinamakan sakula dan apabila besar disebut
diverkel.
Fase penebalan detrusor adalah fase kompensasi yang apabila berlanjut
detrusor akan menjadi lelah dan akhirnya akan menjadi dekompensasi dan tidak
mampu lagi untuk kontraksi, sehingga terjadi retensi urine total yang berlanjut pada
hidronefrosis dan disfungsi saluran kemih atas. (Dikutip dari buku Keperawatan
Medikal Bedah : Sistem Perkemihan)
Pathway
MK : nyeri
tindakan
pembedahan,
respons psikologis,
koping maladaptif,
kecemasan
e) Pemeriksaan Imaging dan Rontgenologik
BOF (buik overzich foto) untuk melihat adanya batu.
IVP (Pielografi Intravena), digunakan untuk melihat fungsi ekskresi ginjal dan
adanya hidronefrosis.
A. Pengertian
1. Anamnesa
a. Data demografi
b. Riwayat Penyakit Klien
c. Keluhan Utama
d. Pola Fungsi Kesehatan
Pengkajian pada klien dengan BPH menurut 11 Pola Fungsional Gordon
adalah sebagai berikut :
Pola persepsi dan Manajemen kesehatan
Pola nutrisi dan metabolik
Pola eliminasi
Pola latihan- aktivitas
Pola istirahat dan tidur
Pola konsep diri dan persepsi diri
Pola kognitif- perseptual
Pola peran dan hubungan
Pola reproduksi- seksual
Pola pertahanan diri dan toleransi stres
Pola keyakinan dan nilai
2. Pemeriksaan fisik
3. Pemeriksaan Penunjang
B. Diagnosa Keperawatan
1. Pre operatif
a. Retensi urine berhubungan dengan tekanan urine tinggi, dan sfingter kuat (adanya
obstruksi mekanik pembesaran prostat)
b. Nyeri berhubungan dengan agen cedera biologis (iritasi muksa buli – buli, distensi
kandung kemih, infeksi urinaria)
c. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan (kemungkinan prosedur
pembedahan)
2. Post operatif
pembedahan/TURP)
Darah, Oedem, Trauma, Prosedur Bedah, Tekanan Dan Iritasi Pada Ballon
C. Intervensi Keperawatan
control kecemasan)
perasaan tidak
Coping Gunakan pendekatan yang
nyaman atau
Kriteria Hasil : menenangkan
kekhawatiran yang
Nyatakan dengan jelas harapan
samar disertai Klien mampu
terhadap pelaku pasien
respons autonom mengidentifik
(sumber sering kali asi dan Jelaskan semua prosedur dan
Gelisah
Kesedihan yang
mendalam
Distress
Ketakutan
Perasaan tidak
adekuat
Berfokus pada
diri sendiri
Peningkatan
kewaspadaan
Iritabilitas
Gugup
Senang
berlebihan
Rasa nyeri yang
meningkatkan
ketidakberdayaa
n
Peningkatan
rasa
ketidakberdayaa
n yang persisten
Bingung
Menyesal
Ragu/tidak
percaya diri
Khawatir
Fisiologis
Wajah tegang
Tremor tangan
Peningkatan
keringat
Peningkatan
ketegangan
Gemetar
Tremor
Suara bergetar
Simpatik
Anoreksia
Eksitabilitas
Diare
Mulut kering
Wajah merah
Jantung
berdebar-debar
Peningkatan
tekanan darah
Peningkatan
denyut nadi
Peningkatan
refleks
Peningkatan
frekuensi
pernafasan
Pupil melebar
Kesulitan
bernapas
Vasokonstriksi
superficial
Kedutan pada
otot
Lemah
Parasimpatik
Nyeri abdomen
Penurunan
tekanan darah
Penurunan
denyut nadi
Diare
Vertigo
Letih
Mual
Gangguan tidur
Kesemutan pada
ekstremitas
Sering berkemih
Anyang-
anyangan
Dorongan
berkemih
(keinginan
mendesak untuk
berkemih)
Kognitif
Menyadari
gejala fisilogis
Bloking pikiran
Konfusi
Penurunan
lapang persepsi
Kesulitan
berkonsentrasi
Penurunan
kemampuan
untuk belajar
Penurunan
kemampuan
untuk
memecahkan
masalah
Ketakutan
terhadap
konsekuensi
yang tidak
spesifik
Lupa
Gangguan
perhatian
Khawatir
Melamun
Cenderung
menyalahkan
orang lain
Faktor yang
berhubungan:
Perubahan
dalam:
Status
ekonomi
Lingkungan
Status
kesehatan
Pola interaksi
Fungsi peran
Status peran
Pemajanan
toksin
Terkait keluarga
Herediter
Infeksi/kontami
nan
interpersonal
Penularan
penyakit
interpersonal
Krisis maturasi
Krisis
situsional
Stress
Penyalahgun
aan zat
Ancaman
kematian
Ancaman
pada:
- Status
ekonomi
- Lingkung
an
- Status
kesehatan
- Pola
interaksi
- Fungsi
peran
- Status
peran
- Konsep
diri
-
4. gangguan eliminasi NOC : NIC :
urinarius Symptom severity
Urinary
defenisi Urinary Elimination
elimination
Management
disfungsi pada
eliminasi urine memantau eliminasi urin
Kriteria hasil :
termasuk frekuensi, konsistensi,
batasan
Pengosongan bau, volume, dan warna yang
karakteristik
bladder sesuai
Disuria secara sempurna memantau tanda dan gejala
Sering berkemih Warna urin dbn retensi urin
Anyang – Bau urin dbn mengajarkan pasien untuk
anyangan Urin terbebas dari menegtahui tanda gejala
Nokturia partikel adanya infeksi saluran kemih
Retensi Balance cairan pantau waktu eliminasi kemih
Dorongan selama 24 jam terakhir
Faktor yang Urin dapat keluar anjurkan pasien untuk minum 8
berhubungan tanpa kesakitan
membantu pasien dalam
Obstruksi
toileting
anatomik
anjurkan pasien mengosong kan
Penyebab
kandung kemih sebelum
multipel
prosedur yang relevan
Gangguan sensori
catat waktu prosedur berkemih
motorik
pertama
Infeksi saluran
batasi cairan sesuai kebutuhan
kemih
anjurkan pasien memantau tanda
– tanda infeksi saluran kemih
bladder irrigation
Doenges, M.E., Marry, F..M and Alice, C.G., 2000. Rencana Asuhan Keperawatan :
Pedoman Untuk Perencanaan Dan Pendokumentasian Perawatan Pasien.
Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Long, B.C., 1996. Perawatan Medikal Bedah : Suatu Pendekatan Proses Keperawatan.
Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Lab / UPF Ilmu Bedah, 1994. Pedoman Diagnosis Dan Terapi. Surabaya, Fakultas
Kedokteran Airlangga / RSUD. dr. Soetomo.