Anda di halaman 1dari 99

UNIVERSITAS INDONESIA

ANALISIS TURNOVER INTENTION PERAWAT DAN BIDAN RSIA VIOLA

TESIS

Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar


Sarjana Kesehatan Masyarakat

RIKI YEDIJA LUMBAN TOBING


2006560724

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


PROGRAM STUDI KAJIAN ADMINISTRASI RUMAH SAKIT
DEPOK

NOVEMBER 2023
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Tesis ini adalah hasil karya saya sendiri,

dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk

telah saya nyatakan dengan benar.

Nama : Riki Yedija Lumban Tobing


NPM : 2006560724

Tanda Tangan :

Tanggal : 27 November 2023

1.
HALAMAN PENGESAHAN

Tesis ini diajukan oleh :


Nama : Riki Yedija Lumban Tobing
NPM : 2006560724
Program Studi : Kajian Administrasi Rumah Sakit
Judul Tesis : Analisis Turnover Intention Perawat dan Bidan RSIA
Viola

Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai


bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Sarjana /
MagisterAdministrasi Rumah Sakit pada Program Studi Kajian Administrasi
Rumah Sakit, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia.

DEWAN PENGUJI

Pembimbing : Dr. drg. Masyitoh Basabih, MARS ( )


Pembimbing : ................................ ( )

Penguji : ................................ ( )

Penguji : ............................... ( )

Ditetapkan di : Depok

Tanggal : 27 November 2023

2.

ii
SURAT PERNYATAAN

Yang bertanda tangan dibawah ini, saya:

Nama : Riki Yedija Lumban Tobing


NPM : 2006560724
Program Studi : Kajian Administrasi Rumah Sakit
Tahun Akademik :

Menyatakan bahwa saya tidak melakukan kegiatan plagiat dalam penulisan tesis saya
yang berjudul:

“ANALISIS TURNOVER INTENTION PERAWAT DAN BIDAN RSIA VIOLA”

Apabila suatu saat nanti terbukti saya melakukan plagiat, maka saya akan menerima
sanksi yang telah ditetapkan.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Depok, 27 November 2023

Tanda tangan

( Riki Yedija Lumban Tobing)

iii
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan
rahmat-Nya, saya dapat menyelesaikan tesis ini. Penulisan tesis ini dilakukan dalam
rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Magister Administrasi Rumah
Sakit Program Studi Kajian Administrasi Rumah Sakit pada Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Indonesia. Saya menyadari bahwa, tanpa bantuan dan
bimbingan dari berbagai pihak, dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan tesis ini,
sangatlah sulit bagi saya untuk menyelesaikan tesis ini. Oleh karena itu, saya
mengucapkan terima kasih kepada:
(1) Dr. drg. Masyitoh Basabih, MARS., selaku dosen pembimbing yang telah
menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan saya dalam penyusunan
tesis ini;
(2) pihak RSIA Viola yang telah banyak membantu dalam usaha memperoleh data yang
saya perlukan;
(3) orang tua dan keluarga saya yang telah memberikan bantuan dukungan material dan
moral; dan
(4) sahabat yang telah banyak membantu saya dalam menyelesaikan tesis ini.
Akhir kata, saya berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas segala kebaikan
semua pihak yang telah membantu. Semoga tesis ini membawa manfaat bagi
pengembangan ilmu.

Depok, 3 November 2023

Penulis

iv
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah
ini:

Nama : Riki Yedija Lumban Tobing


NPM : 2006560724
Program Studi : Kajian Administrasi Rumah Sakit
Departemen : .....................................................................................................
Fakultas : Kesehatan Masyarakat
Jenis karya : Tesis

demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada


Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalty-Free
Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul :

ANALISIS TURNOVER INTENTION PERAWAT DAN BIDAN RSIA VIOLA

beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif
ini Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihmedia/format-kan, mengelola
dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan memublikasikan tugas akhir
saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai
pemilik Hak Cipta..
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Depok
Pada tanggal : 3 November 2023
Yang menyatakan

( Riki Yedija Lumban Tobing )

v
ABSTRAK

Nama : Riki Yedija Lumban Tobing


Program Studi : Kajian Administrasi Rumah Sakit
Judul : Analisis Turnover Intention Perawat dan Bidan RSIA Viola
Pembimbing : Dr. drg. Masyitoh Basabih, MARS.

Tesis ini membahas faktor-faktor yang mempengaruhi turnover intention perawat dan
bidan RSIA Viola. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan desain deskriptif.
Hasil penelitian mengungkapkan bahwa kompensasi, gaya kepemimpinan
transformasional, work-life balance, kepuasan kerja, dan komitmen organisasional
mempengaruhi turnover intention perawat dan bidan. Penelitian ini menyarankan
kepada RSIA Viola untuk memperbaiki struktur gaji, mempertahankan penerapan gaya
kepemimpinan transformasional, mengurangi jam lembur dan standby on call,
mempertahankan supervisi yang baik dari atasan langsung, serta memperbaiki sistem
penilaian prestasi karyawan sehingga dapat memberikan jenjang karir bagi perawat dan
bidan.

Kata kunci:
Turnover intention, perawat dan bidan.

ABSTRACT

Name : Riki Yedija Lumban Tobing


Study Program : Hospital Administration Study
Title : Turnover Intention Analysis of Nurses and Midwives in RSIA
Viola
Counsellor : Dr. drg. Masyitoh Basabih, MARS.

This study examines the determinants of turnover intention among nurses and midwives
at RSIA Viola. This study employs a qualitative approach with a descriptive design. The
findings indicated that factors such as compensation, transformational leadership, work-
life balance, job satisfaction, and organizational commitment have an impact on the
turnover intention of nurses and midwives. This research recommends that RSIA Viola
enhance the remuneration structure, uphold the implementation of transformational
leadership, decrease overtime hours and on-call standby, ensure effective supervision
from direct supervisors, and enhance the employee performance appraisal system to
establish a clear career path for nurses and midwives.

Key words:
Turnover intention, nurses and midwives.

vi
DAFTAR ISI

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS............................................................i


HALAMAN PENGESAHAN.........................................................................................ii
SURAT PERNYATAAN...............................................................................................iii
KATA PENGANTAR....................................................................................................iv
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR
UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS.......................................................................v
ABSTRAK.......................................................................................................................vi
DAFTAR ISI..................................................................................................................vii
DAFTAR TABEL............................................................................................................x
DAFTAR GAMBAR.....................................................................................................xi

BAB 1 PENDAHULUAN................................................................................................1
1.1 Latar Belakang..............................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.........................................................................................3
1.3 Pertanyaan Penelitian....................................................................................4
1.4 Tujuan Penelitian..........................................................................................4
1.4.1. Tujuan Umum..........................................................................................4
1.4.2. Tujuan Khusus.........................................................................................4
1.5 Manfaat Penelitian........................................................................................4
1.6 Ruang Lingkup.............................................................................................5

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA.....................................................................................6


2.1 Manajemen Kinerja......................................................................................6
2.2. Turnover Intention........................................................................................9
2.3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Turnover Intention.............................12
2.4. Tinjauan Penelitian Sebelumnya Mengenai Determinan Turnover Intention
pada Tenaga Kesehatan............................................................................................29

BAB 3 GAMBARAN UMUM RSIA VIOLA..............................................................36


3.1 Sejarah, Visi, Misi, dan Motto RSIA Viola................................................36
3.2 Struktur Organisasi RSIA Viola.................................................................36
3.3 Fasilitas dan Layanan.................................................................................37
3.4 Kinerja RSIA Viola....................................................................................37

BAB 4 KERANGKA TEORI DAN KERANGKA KONSEP....................................39


4.1. Kerangka Teori...........................................................................................39
4.2 Kerangka Konsep........................................................................................40
4.3. Definisi Operasional...................................................................................41

BAB 5 METODOLOGI PENELITIAN.....................................................................44


5.1 Jenis Penelitian...........................................................................................44
5.2 Lokasi dan Waktu Penelitian......................................................................44
5.3 Informan Penelitian....................................................................................44
5.4 Pengumpulan Data......................................................................................44
5.5 Instrumen Penelitian...................................................................................45

vii
5.6 Validitas Data.............................................................................................46
5.7 Pengolahan dan Analisis Data....................................................................47
5.8 Etika Penelitian...........................................................................................48

BAB 6 HASIL PENELITIAN.......................................................................................50


6.1. Karakteristik informan................................................................................50
6.2. Faktor Penyebab Turnover Intention Ditinjau dari Sisi Kompensasi.........51
6.2.1. Faktor Kompensasi yang Bersifat Ekonomis.........................................51
6.2.2. Faktor Kompensasi yang Bersifat Fasilitas...........................................53
6.2.3. Faktor Kompensasi yang Bersifat Pelayanan........................................55
6.3. Faktor Penyebab Turnover Intention Ditinjau dari Sisi Gaya
Kepemimpinan..........................................................................................................56
6.3.1. Karisma..................................................................................................57
6.3.2. Pengaruh idealis.....................................................................................58
6.3.3. Motivasi inspiratif..................................................................................59
6.3.4. Stimulasi intelektual..............................................................................60
6.3.5. Perhatian kepada individu......................................................................60
6.4. Faktor Penyebab Turnover Intention Ditinjau dari Sisi Worklife Balance.61
6.4.1. Work Interference with Private Life......................................................61
6.4.2. Private Life Interference with Work......................................................63
6.4.3. Private Life Enhancement of Work........................................................63
6.4.4. Work Enhancement of Private Life........................................................64
6.5. Faktor Penyebab Turnover Intention Ditinjau dari Sisi Kepuasan Kerja...65
6.5.1. Pekerjaan Itu Sendiri..............................................................................65
6.5.2. Prestasi dan Promosi..............................................................................66
6.5.3. Supervisi................................................................................................67
6.5.4. Rekan Kerja...........................................................................................68
6.5.5. Pengakuan..............................................................................................68
6.5.6. Tanggung Jawab....................................................................................69
6.5.7. Jaminan Pekerjaan.................................................................................69
6.6. Faktor Penyebab Turnover Intention Ditinjau dari Sisi Komitmen............70
6.6.1. Komitmen Afektif..................................................................................70
6.6.2. Komitmen Kontinuan............................................................................71
6.6.3. Komitmen Normatif...............................................................................71

BAB 7 PEMBAHASAN................................................................................................73
7.1. Keterbatasan Penelitian..............................................................................73
7.2. Temuan Penting Hasil Penelitian................................................................73
7.2.1. Faktor Kompensasi................................................................................73
7.2.2. Faktor Gaya Kepemimpinan Tranformasional......................................75
7.2.3. Faktor Work Life Balance......................................................................77
7.2.4. Faktor Kepuasan Kerja..........................................................................79
7.2.5. Faktor Komitmen Organisasional..........................................................81

BAB 8 KESIMPULAN DAN SARAN.........................................................................83


8.1. Kesimpulan.................................................................................................83
8.2. Saran...........................................................................................................84

DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................85

viii
ix
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Rangkuman Tinjauan Penelitian Artikel Publikasi …………………………


31
Tabel 3.1. Kinerja RSIA Viola Tahun 2022 – Mei 2023 …….………………………..
37
Tabel 4.1. Definisi Operasional Variabel Penelitian ………………………………..…
41
Tabel 5.1. Pertanyaan Wawancara Penelitian ………………………………………....
45
Tabel 6.1. Karakteristik Informan Penelitian .…………………………………………
50

x
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1. Tren Turnover Perawat dan Bidan RSIA Viola Tahun 2019-2022 ……….
3
Gambar 3.1. Struktur Organisasi RSIA Viola …………………………………………
17
Gambar 4.1. Kerangka Teori …………………………………………………………..
39
Gambar 4.2. Kerangka Konsep ……………………………………………………..… 40
Gambar 6.1. Slip Gaji Perawat RSIA Viola September 2023 …………………………
52
Gambar 6.2. Undangan Pelatihan Service Excellent …………………………………..
54
Gambar 6.3. Daftar Hadir Pelatihan Service Excellent ………………………………..
55
Gambar 6.4. Penggunaan Jaminan Kesehatan oleh Perawat ..…………………………
56
Gambar 6.5. Program Kerja Direktur RSIA Viola Maret 2023 – Februari 2024 ………
58
Gambar 6.6. Proses Briefing oleh Direktur …………………………………………....
61
Gambar 6.7. Ketentuan Kebijakan Fee Lembur RSIA Viola ………………………… 62
Gambar 6.8. Surat Perintah Lembur ………………………………………………….. 63
Gambar 6.9. Lembar Pemantauan Kinerja Pelayanan Medis ………………………… 66
Gambar 6.10. Lembar Pemantauan Kinerja HRD …………………………………… 67

xi
1

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Perkembangan rumah sakit di Indonesia mengalami kemajuan yang sangat pesat
dalam beberapa tahun terakhir, baik rumah sakit swasta maupun pemerintah. Sejak
pandemi COVID-19 pada tahun 2020, kebutuhan rumah sakit semakin meningkat,
terlihat dengan semakin banyaknya rumah sakit baru yang dibangun (BPS, 2023). Hal
ini membuat persaingan antar rumah sakit semakin kompetitif dan dinamis, di mana
setiap rumah sakit harus tetap bertahan dan menjaga kelangsungan bersaing. Rumah
sakit yang ada juga harus mampu mengadaptasikan layanannya dengan pandemi. BPS
mencatat bahwa terdapat 3.072 rumah sakit di Indonesia pada tahun 2022. Jumlah
tersebut meningkat 0,99% dibandingkan pada tahun sebelumnya yang berjumlah 3.042
rumah sakit. Berdasarkan tipenya, sebanyak 2.561 rumah sakit merupakan rumah sakit
umum (RSU). Sisanya sebanyak 511 rumah sakit merupakan rumah sakit khusus (RSK)
(BPS. 2023).
Persaingan yang semakin ketat menuntut peningkatan kualitas sumber daya
manusia. Setiap organisasi perlu mengelola sumber daya manusia yang ada karena
mereka merupakan sumber keunggulan kompetitif dan modal penting bagi organisasi
untuk mencapai tujuan organisasi. Sumber daya manusia merupakan penentu kinerja
organisasi melalui sikap dan perilaku mereka. Sumber daya manusia yang dibutuhkan
rumah sakit untuk bersaing di dunia bisnis tidak hanya terampil tetapi juga
berkomitmen pada organisasi. Komitmen yang rendah terhadap organisasi dimulai
dengan adanya turnover intention dari sumber daya manusia dalam organisasi
(Ratminto & Winarsih, 2005).
Turnover intention harus disikapi sebagai suatu fenomena dan perilaku yang
penting dalam kehidupan perusahaan dari sudut pandang individu maupun sosial,
mengingat bahwa keinginan berpindah karyawan tersebut akan mempunyai dampak
yang signifikan bagi perusahaan dan karyawan yang bersangkutan (Toly, 2001). Rumah
sakit yang memiliki turnover intention tinggi menyebabkan masalah antara lain kinerja
yang menurun, tingginya biaya rekrutmen dan pelatihan, serta potensi terjadinya
kesalahan kerja (Silaban et al, 2018; Putra et al, 2020; dan Rindu et al, 2020). Jika
turnover intention ini menjadi kenyataan maka perusahaan akan mengalami kerugian

Universitas Indonesia
2

yang lebih besar. Turnover intention yang terjadi di perusahaan akan berdampak pada
kinerja karyawan dan dapat menjadi penghambat dalam pencapaian target perusahaan.
Tingkat keinginan karyawan untuk keluar dari perusahaan atau turnover intention
merupakan prediktor tunggal terbaik bagi perilaku turnover karyawan (Mobley, 2011).
Menurunkan tingkat turnover intention dapat mencegah terjadinya turnover karyawan.
Turnover karyawan merupakan sebuah kejadian yang normal terjadi di sebuah institusi
rumah sakit, asalkan angkanya tidak terlalu tinggi. Standar turnover yang normal adalah
5-10% per tahun (Mathis & Jacksen, 2011).
Saat ini, masalah dan tantangan terbesar yang dihadapi rumah sakit adalah
kemampuan mereka untuk merekrut, mengembangkan, dan mempertahankan perawat
dan bidan yang berdedikasi di rumah sakit tempat mereka bekerja. Ketika perawat
keluar dari rumah sakit, rumah sakit akan sulit untuk segera mendapatkan penggantinya.
Laporan survei tahun 2017 tentang turnover di pelayanan kesehatan yang dirilis oleh
Nursing Solution, Inc. (NSI) di Amerika mengungkapkan bahwa dibutuhkan waktu rata-
rata 86 hari untuk mengisi posisi perawat berpengalaman yang kosong; yang berarti
posisi perawat berpengalaman tersebut akan kosong selama hampir 3 bulan (NSI
Nursing Solutions Inc., 2017).
Turnover intention perawat perlu mendapatkan perhatian khusus dari manajemen
rumah sakit. Perawat merupakan salah satu tenaga yang sangat penting di rumah sakit.
Perawat merupakan bagian terpenting dari citra mutu pelayanan rumah sakit yang
dirasakan langsung oleh konsumen, karena melayani sepanjang 24 jam, dan merupakan
salah satu alat penilaian konsumen rumah sakit. Kurangnya komitmen perawat
berdampak buruk bagi rumah sakit itu sendiri. Komitmen terhadap organisasi yang
rendah mengakibatkan ketidakmampuan atau keengganan perawat untuk berinisiatif,
mengeluarkan talenta terbaiknya, dan memberikan segalanya untuk rumah sakit. Hal ini
dapat mengakibatkan pasien memilih dipulangkan dan dipindahkan ke rumah sakit lain
(Asmadi, 2008)
Rumah Sakit Ibu dan Anak (RSIA) Viola berlokasi di Jalan Raya Pondok Ungu
Permai Sektor V Blok. A1 No.22-26, Kelurahan Bahagia, Kecamatan Babelan,
Kabupaten Bekasi. Salah satu misi RSIA Viola adalah mengembangkan sumber daya
manusia untuk layanan kesehatan yang kompeten. Namun saat ini, RSIA Viola sedang
mengalami turnover perawat dan bidan yang sangat tinggi.

Universitas Indonesia
3

Penelitian mengenai turnover intention perawat dan bidan sebagai tenaga


professional kesehatan menunjukkan bahwa turnover intention dipengaruhi oleh banyak
faktor, dan beberapa di antaranya adalah program kompensasi (Amir et al., 2023;
Irmayani et al., 2023; Amanda et al., 2021; dan Surbakti et al., 2021), gaya
kepemimpinan transformasional (Matande et al., 2022; Yucel, 2021; dan Rindu et al.,
2020), work life balance (Sandunika & Jayaekara, 2020; Boamah et al., 2022; dan
Wardana et al., 2020), kepuasan kerja (Amir et al., 2023; Amanda et al., 2021;
Surbakti et al., 2021; dan Putra et al, 2020), dan komitmen organisasional (Surbakti et
al., 2021; Putra et al, 2020; Rindu et al., 2020; dan Wardana et al, 2020). Penelitian-
peneltian sebelumnya dilakukan secara kuantitatif, dan variabel-variabel yang
digunakan tidak berdiri sebagai satu kesatuan yang komprehensif. Penelitian ini
dilakukan dengan metode kualitatif dengan menggali apakah faktor-faktor yang
mempengaruhi turnover intention perawat dan bidan sesuai dengan penelitian-penelitian
kuantitatif yang ada.

1.2 Rumusan Masalah


Data turnover kumulatif perawat dan bidan di RSIA Viola dari tahun 2019 hingga
2022 menunjukkan adanya kecenderungan peningkatan turnover yang mencerminkan
kecenderungan penurunan komitmen perawat dan bidan di RSIA Viola. Data turnover
perawat dan bidan di RSIA Viola dirangkum pada Gambar 1.1.

Gambar 1.1. Tren turnover Perawat dan Bidan RSIA Viola Tahun 2019-2022

Universitas Indonesia
4

Sumber: Bagian SDM RSIA Viola, telah diolah kembali (2023)


Data pada Gambar 1.1 menunjukkan adanya kecenderungan peningkatan turnover
perawat dan bidan di RSIA Viola. Turnover yang tinggi mencerminkan kecenderungan
penurunan komitmen organisasional (Darmawan, 2013). Jumlah pegawai keluar dari
RSIA Viola yang cenderung bertambah dari tahun ke tahun sejak tahun 2019 hingga
2022 menyebabkan RSIA Viola mengeluarkan biaya tambahan yang juga semakin
meningkat, di antaranya biaya pelatihan kepada pegawai baru, resiko turunnya kualitas
pelayanan kepada pasien karena pegawai baru membutuhkan adaptasi dan pelatihan,
serta juga meningkatnya resiko terjadinya kesalahan dan kecelakaan kerja.

1.3 Pertanyaan Penelitian


Pertanyaan yang muncul pada penelitian ini berdasarkan rumusan masalah di atas:
1. Apakah faktor kompensasi mempengaruhi turnover intention perawat dan bidan
RSIA Viola?
2. Apakah faktor gaya kepemimpinan transformasional mempengaruhi turnover
intention perawat dan bidan RSIA Viola?
3. Apakah faktor work life balance mempengaruhi turnover intention perawat dan
bidan RSIA Viola?
4. Apakah faktor kepuasan kerja mempengaruhi turnover intention perawat dan bidan
RSIA Viola?
5. Apakah faktor komitmen organisasional mempengaruhi turnover intention perawat
dan bidan RSIA Viola?

1.4 Tujuan Penelitian


1.4.1. Tujuan Umum
Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang
mempengaruhi turnover intention perawat dan bidan di RSIA Viola.
1.4.2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus penelitian ini adalah untuk menggali dan menganalisis:
1. Apakah faktor kompensasi mempengaruhi turnover intention perawat dan bidan
RSIA Viola?

Universitas Indonesia
5

2. Apakah faktor gaya kepemimpinan transformasional mempengaruhi turnover


intention perawat dan bidan RSIA Viola?
3. Apakah faktor work life balance mempengaruhi turnover intention perawat dan
bidan RSIA Viola?
4. Apakah faktor kepuasan kerja mempengaruhi turnover intention perawat dan bidan
RSIA Viola?
5. Apakah faktor komitmen organisasional mempengaruhi turnover intention perawat
dan bidan RSIA Viola?

1.5 Manfaat Penelitian


1. Menambah khazanah ilmu dan menambah referensi baru mengenai analisis
pengaruh kompensasi, gaya kepemimpinan transformasional, komitmen, kepuasan
kerja, dan work-life balance terhadap turnover intention perawat dan bidan RSIA
Viola
2. Memberikan bukti ilmiah dalam penyelesaian masalah tingginya turnover intention
perawat dan bidan RSIA Viola

1.6 Ruang Lingkup


Ruang lingkup penelitian ini adalah penulis hanya akan meneliti apakah
pemberian program kompensasi, gaya kepemimpinan transformasional, work-life
balance, kepuasan kerja, dan komitmen organisasional, serta bagaimana dan mengapa
faktor tersebut dapat mempengaruhi turnover intention perawat dan bidan di RSIA
Viola Penelitian dilakukan pada bulan Juni 2023. Penelitian dilakukan dengan
menggunakan data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dengan melakukan
wawancara mendalam terhadap informan, sedangkan data sekunder diperoleh dari data
rumah sakit yang terkait dengan variabel penelitian.

Universitas Indonesia
6

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Manajemen Kinerja


Kinerja mengacu pada hasil dari suatu tugas, yang dapat diukur dalam bentuk
output kuantitatif atau kualitatif, kreativitas, fleksibilitas, keandalan, atau atribut lain
yang diinginkan yang dapat ditunjukkan sebagai bukti yang nyata dan dapat diukur
(Suprihati, 2014). Armstrong (2017) mendefinisikan manajemen kinerja sebagai metode
strategis dan terintegrasi untuk mencapai kesuksesan jangka panjang bagi organisasi.
Hal ini dicapai dengan meningkatkan kinerja karyawan dan mendorong pengembangan
tim dan kontributor individu.
Manajemen kinerja mencakup evaluasi dan peningkatan kinerja organisasi secara
keseluruhan, termasuk departemen, karyawan, dan proses yang terlibat dalam
menghasilkan produk atau layanan (William & Kinicki, 2016). Williams & Kinicki
(2016) mengidentifikasi empat tahapan utama dalam pelaksanaan manajemen kinerja
Tahapan-tahapan tersebut membentuk siklus manajemen kinerja yang saling
berhubungan dan saling memperkuat satu sama lain.
1. Tahap pertama: pengarahan/perencanaan
Tahap awal melibatkan identifikasi perilaku kerja dan menetapkan dasar untuk
mengevaluasi kinerja. Perilaku kerja diarahkan dan target direncanakan dengan
instruksi spesifik mengenai kapan dan bagaimana target tersebut akan dicapai, serta
bantuan yang diperlukan. Indikator-indikator target ditetapkan selama fase ini. Khera
menyarankan agar menggunakan pendekatan SMART dalam perumusan target/sasaran
dapat meningkatkan efektivitas. SMART adalah singkatan dari Specific, Measurable,
Achievable, Realistic, dan Timebound. Sebuah target harus memiliki kejelasan tentang
hasil yang diinginkan dan cara-cara untuk mencapainya (specific), dapat diukur, dan
dapat dipahami atau diamati oleh orang lain dalam hal keberhasilannya (measureable).
Tujuan harus dapat dicapai, menghindari tujuan yang terlalu sederhana atau berlebihan
(achievable), rasional dan selaras dengan keadaan atau kendala yang ada (realistic), dan
disertai dengan batasan waktu yang jelas (timebound).
2. Tahap kedua: pengawasan/pendampingan
Tahap kedua adalah menerapkan sistem monitoring untuk mengawasi proses
organisasi. Tahap ini didedikasikan untuk mengawasi, membantu, dan mengatur proses

Universitas Indonesia
7

untuk memastikan kelancarannya. Jalur yang direncanakan mengacu pada kriteria dan
metode kerja yang selaras dengan prosedur yang relevan di dalam organisasi.
3. Tahap ketiga: evaluasi/penilaian
Tahap ketiga meliputi langkah penilaian. Evaluasi dilakukan dengan meninjau
kinerja yang telah dijalankan, biasanya melalui kilas balik. Selanjutnya, evaluasi atau
kuantifikasi kinerja dilakukan. Dokumentasi atau catatan data yang berkaitan dengan
objek yang dievaluasi diperlukan untuk tahap ini. Untuk mendapatkan hasil evaluasi
yang bermakna, evaluator harus menjaga objektivitas dan netralitas.
4. Tahap keempat melibatkan pengembangan dan pemberian penghargaan kepada
individu.
Tahap keempat berpusat pada pengembangan dan pemberian insentif terhadap
perilaku yang diinginkan Hasil evaluasi berfungsi sebagai kriteria untuk membuat
keputusan mengenai tindakan selanjutnya. Keputusan dapat berupa penerapan tindakan
perbaikan, pemberian penghargaan atau hukuman, mempertahankan kegiatan atau
prosedur yang sedang berlangsung, atau menetapkan anggaran.
Manajemen kinerja dilakukan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan oleh
organisasi atau perusahaan. Dalam penerapannya, manajemen kinerja berupaya untuk
meningkatkan efektivitas dan efisiensi perusahaan. Manajemen kinerja sering kali
mencakup empat tujuan utama (William & Kinicki, 2016):
1. Sasaran dan rencana untuk mencapai kesuksesan jangka panjang
Menyelaraskan tindakan karyawan dengan tujuan perusahaan. Pelaksanaan strategi
memerlukan spesifikasi hasil yang diinginkan, perilaku dan atribut karyawan yang
diperlukan untuk pelaksanaannya, dan pembentukan evaluasi kinerja dan
mekanisme umpan balik.
2. Fungsi administratif
Memanfaatkan data manajemen kinerja, khususnya evaluasi kinerja, untuk
penentuan administratif seperti penggajian, promosi, pemecatan, dan hal-hal lain
yang terkait.
3. Kepentingan pengembangan organisasi
Kita dapat meningkatkan kemampuan personel yang berkinerja tinggi, menawarkan
pelatihan kepada individu yang berkinerja buruk, atau menemukan posisi yang lebih
cocok untuk mereka.

Universitas Indonesia
8

4. Tujuan khusus lainnya


Memperoleh peningkatan kinerja yang berkelanjutan, meningkatkan motivasi dan
dedikasi karyawan, mendorong pengembangan keterampilan individu,
meningkatkan kepuasan kerja, dan mewujudkan potensi pribadi yang membawa
keuntungan bagi individu dan perusahaan.
Standar pelayanan rumah sakit menurut Herlambang & Muwarni (2012) akan
selalu terkait dengan struktur, proses dan outcome sistem pelayanan rumah sakit
tersebut. Pada hasil akhir (outcome) dari kegiatan tersebut diperlukan sebuah pedoman
untuk mengukur mutu pelayanan terhadap pasien salah satunya adalah Indikator mutu
pelayanan untuk mengukur tingkat efisiensi rumah sakit, yang meliputi:
1. BOR (Bed Occupation Rate)
Bed Occupancy Rate (BOR) adalah rasio jumlah hari pasien menerima layanan di
rumah sakit dengan jumlah total hari tempat tidur rawat inap yang terisi selama waktu
tertentu (Herlambang & Muwarni, 2012). Departemen Kesehatan Indonesia (2005)
mendefinisikan BOR sebagai proporsi tempat tidur yang terisi selama periode waktu
tertentu. Metrik ini memberikan gambaran tentang sejauh mana tempat tidur rumah
sakit digunakan, baik pada saat kapasitas puncak maupun pada saat permintaan rendah.
Nilai parameter BOR yang optimal berada pada kisaran 60-85% (Depkes RI, 2005).
Tingkat hunian tempat tidur (BOR) yang rendah menunjukkan bahwa masyarakat tidak
memanfaatkan fasilitas perawatan rumah sakit secara maksimal. Sebaliknya, tingkat
BOR 85% menandakan tingkat hunian tempat tidur yang signifikan, sehingga
memerlukan perluasan fasilitas rumah sakit atau penyediaan lebih banyak tempat tidur.
2. BTO (Bed Turn Over)
Menurut Herlambang & Muwarni (2012), BTO mengacu pada dampak
keseluruhan yang dihasilkan dari perubahan tingkat hunian dan durasi rawat inap. Bed
Turnover seperti yang didefinisikan oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia
(Depkes RI, 2005), mengacu pada frekuensi penggunaan tempat tidur dalam periode
waktu tertentu, yang mewakili berapa kali tempat tidur digunakan. Rata-rata, satu
tempat tidur idealnya digunakan 40-50 kali dalam setahun.
3. TOI (Turn Over Interval)
Istilah TOI mengacu pada durasi rata-rata tempat tidur yang kosong di antara dua
pengisian yang berurutan (Depkes RI, 2005). Metrik ini memberikan penilaian yang

Universitas Indonesia
9

komprehensif mengenai tingkat efisiensi pemanfaatan tempat tidur. Angka TOI ideal
adalah tempat tidur kosong selama 1-3 hari. Bersamaan dengan Average Length of Stay
(ALOS), metrik ini berfungsi sebagai ukuran pemanfaatan tempat tidur yang efektif.
Seiring dengan meningkatnya TOI, efisiensi pemanfaatan tempat tidur menurun.
4. ALOS (Average Length of Stay)
ALOS mengacu pada rata-rata durasi rawat inap pasien yang dipulangkan dalam
jangka waktu tertentu (Herlambang & Muwarni, 2012). ALOS adalah rata-rata durasi
rawat inap pasien di rumah sakit (Depkes RI, 2005). Indikator ini tidak hanya
memberikan penilaian yang komprehensif terhadap efisiensi, tetapi juga berfungsi
sebagai pengukur kualitas layanan. Ketika diterapkan pada diagnosis tertentu, indikator
ini dapat mengidentifikasi area yang membutuhkan pengawasan lebih. Average Length
of Stay (ALOS) yang optimal berada di kisaran 6-9 hari (Depkes, 2005).
5. NDR (Nett Death Rate)
NDR menurut Depkes RI (2005) adalah angka kematian 48 jam setelah dirawat
untuk tiap-tiap 1000 penderita keluar. Indikator ini memberikan gambaran mutu
pelayanan di rumah sakit. Angka NDR yang baik adalah adalah kurang dari 25 kematian
untuk tiap-tiap 1000 pasien keluar (Depkes, 2005).
6. GDR (Gross Death Rate)
GDR menurut Depkes RI (2005) adalah angka kematian umum untuk setiap 1000
penderita keluar. Angka GDR yang baik adalah kurang dari 45 kematian untuk tiap-tiap
100 pasien yang keluar dari rumah sakit (Depkes, 2005).

2.2. Turnover Intention


Menurut Mobley (2011), turnover intention adalah kecenderungan atau niat
karyawan untuk berhenti dari pekerjaannya dengan sukarela atau memilih untuk pindah
dari satu tempat kerja ke tempat kerja yang lain. Turnover intention mengacu pada
perkiraan peluang seseorang akan keluar dari organisasi berdasarkan beberapa poin di
masa depan. Beberapa poin tersebut adalah hal yang diinginkan setiap sumber daya
manusia untuk mencari sesuatu yang lebih baik dari yang sebelumnya. Menurut Brough
& Frame (2004), turnover intention didefinisikan sebagai perkiraan kemungkinan
karyawan yang akan meninggalkan organisasi pada waktu dekat atau niat seseorang
untuk meninggalkan pekerjaannya. Zeffane (2003) mengartikan turnover intention

Universitas Indonesia
10

sebagai kecenderungan atau niat seorang karyawan secara sukarela untuk berhenti dari
pekerjaannya berdasarkan pilihannya sendiri. Selanjutnya Long (2012) mendefinisikan
turnover intention sebagai tingkat kemungkinan karyawan meninggalkan perusahaan
secara pasti dalam waktu dekat. Tett & Meyer (1993) mendefinisikan turnover intention
adalah niat karyawan secara sadar dan suatu hasrat disengaja dari karyawan untuk
meninggalkan organisasi. Sementara Abelson (1987) mendefinisikan turnover intention
sebagai suatu keinginan seseorang untuk meninggalkan organisasi dan mencari
alternatif pekerjaan lain. Keluar masuk atau pergantian karyawan dalam suatu
organisasi adalah fenomena yang penting. Adakalanya pergantian karyawan memiliki
dampak yang positif, namun sebagian besar pergantian karyawan menimbulkan
pengaruh yang negatif terhadap perusahaan.
Jacobs & Roodt (2012) menyebutkan turnover sebagai keputusan mental seorang
karyawan untuk memilih apakah dia akan melanjutkan atau meninggalkan pekerjaan ke
perusahaan lain. Cascio (2007) mendefinisikan turnover sebagai hubungan kerja yang
terhenti secara permanen antara perusahaan dengan karyawannya. Sedangkan Beach
(1980) menggunakan kata termination, turnover sebagai berhenti atau berpisahnya
karyawan dari perusahaan yang memberinya upah dengan berbagai alasan. Flippo
(1997) menyebutkan definisi turnover adalah keluar masuknya tenaga kerja dalam suatu
perusahaan dalam kurun waktu tertentu. Robbins (2018) membedakan pemberhentian
menjadi dua tipe yaitu turnover yang sukarela atau yang diprakarsai karyawan
(voluntary turnover), dan tipe turnover terpaksa atau yang diprakarsai oleh organisasi,
ditambah dengan kematian dan pengunduran diri atas desakan. Turnover dalam suatu
perusahaan dapat diukur berdasarkan indeks laju turnover secara kuantitatif dan
dinyatakan dalam persentase berdasarkan jangka waktu tertentu (biasanya dalam 1
tahun). Dari beberapa definisi mengenai turnover intention maka peneliti mengadopsi
definisi dari Mobley (2011) yaitu kecenderungan atau niat karyawan untuk berhenti dari
pekerjaannya dengan sukarela atau memilih untuk pindah dari satu tempat kerja ke
tempat kerja yang lain.
Dimensi turnover intention yang relevan pada penelitian ini yaitu adanya pikiran
untuk keluar dari perusahaan, adanya keinginan untuk mencari pekerjaan ditempat lain
dan adanya keinginan untuk meninggalkan perusahaan. Mobley (2011) menyatakan
indikator pengukuran turnover intention terdiri atas:

Universitas Indonesia
11

1. Adanya pikiran untuk keluar dari organisasi (thinking of quitting). Mencerminkan


individu untuk berpikir keluar dari pekerjaan atau tetap berada di lingkungan
pekerjaan. Diawali dengan ketidakpuasan kerja yang dirasakan oleh karyawan,
kemudian karyawan mulai berfikir untuk keluar dari tempat bekerjanya saat ini.
2. Intensi mencari pekerjaan di tempat lain (intention to search for alternatives).
Mencerminkan individu berkeinginan untuk mencari pekerjaan pada organisasi
lain. Jika karyawan sudah mulai sering berpikir untuk keluar dari pekerjaannya,
karyawan akan mencoba mencari pekerjaan di luar perusahaannya yang dirasa lebih
baik.
3. Intensi untuk keluar meninggalkan perusahaan (intention to quit). Mencerminkan
individu yang berniat untuk keluar. Karyawan berniat keluar apabila telah
mendapat pekerjaan yang lebih baik dan nantinya akan diakhiri dengan keputusan
karyawan tersebut untuk tetap tinggal atau keluar dari pekerjaannya.
Indikasi terjadinya turnover intention juga dijelaskan oleh peneliti lainnya selain
Mobley (2011). Salah satunya adalah menurut Harnoto (dalam Alfiyah, 2013), yang
menjelaskan bahwa indikasi terjadinya turnover intention adalah:
1. Absensi yang meningkat. Pegawai yang berkeinginan untuk melakukan pindah
kerja, biasanya ditandai dengan absensi yang semakin meningkat. Tingkat tanggung
jawab pegawai dalam fase ini sangat kurang dibandingkan dengan sebelumnya.
2. Mulai malas bekerja. Pegawai yang berkinginan untuk melakukan pindah kerja,
akan lebih malas bekerja karena orientasi pegawai ini adalah bekerja di tempat
lainnya yang dipandang lebih mampu memenuhi semua keinginan pegawai
bersangkutan.
3. Peningkatan terhadap pelanggaran tata tertib kerja. Berbagai pelanggaran terhadap
tata tertib dalam lingkungan pekerjaan sering dilakukan pegawai yang akan
melakukan turnover. Pegawai lebih sering meninggalkan tempat kerja ketika jam-
jam kerja berlangsung, maupun berbagai bentuk pelanggaran lainnya.
4. Peningkatan protes terhadap atasan. Pegawai yang berkinginan untuk melakukan
pindah kerja, lebih sering melakukan protes terhadap kebijakan-kebijakan
perusahaan kepada atasan. Materi protes yang ditekankan biasanya berhubungan
dengan balas jasa atau aturan lain yang tidak sependapat dengan keinginan
pegawai.

Universitas Indonesia
12

5. Perilaku positif yang sangat berbeda dari biasanya. Biasanya hal ini berlaku untuk
pegawai yang karakteristik positif. Pegawai ini mempunyai tanggung jawab yang
tinggi terhadap tugas yang dibebankan, dan jika perilaku positif pegawai ini
meningkat jauh dan berbeda dari biasanya justru menunjukkan pegawai ini akan
melakukan turnover.
Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa indikator terjadinya
turnover intention adalah adanya pikiran untuk keluar dari perusahaan, adanya
keinginan untuk mencari pekerjaan ditempat lain, adanya keinginan untuk keluar dari
perusahaan, absensi yang meningkat, mulai malas kerja, naiknya keberanian untuk
melanggar tata tertib kerja, keberanian untuk menentang atau protes kepada atasan,
maupun perilaku positif yang berbeda dari biasanya, ada kesempatan untuk
meninggalkan organisasi, ada keinginan untuk meninggalkan pekerjaan sekarang dan
berencana untuk mencari pekerjaan baru dalam waktu dekat.

2.3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Turnover Intention


2.3.1. Program Kompensasi
Setiap kegiatan dan usaha suatu perusahaan memerlukan sumber daya, termasuk
sumber daya manusia yaitu karyawan, keuangan, teknologi, metode dan pasar
konsumen. Sumber daya terpenting sebagai pelaksana tindakan yang menjadi penggerak
kegiatan organisasi untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan adalah sumber daya
manusia, dalam hal ini pegawai.
Maju mundurnya suatu perusahaan dipengaruhi oleh kualitas dan kuantitas
karyawan. Inilah alasan penting mengapa sumber daya manusia dianggap sebagai aset
penting bagi organisasi dalam hal ini. Sebagai sumber daya penting organisasi,
karyawan juga diperlakukan sebagaimana perlakuan terhadap sumber daya lain dalam
organisasi. Perhatian penting harus diberikan pada pengembangan karyawan untuk
meningkatkan moral, disiplin dan loyalitas. Filippo (2004) mengatakan bahwa fungsi
retensi karyawan adalah tentang perlindungan keadaan fisik, mental dan emosional.
Dalam melaksanakan fungsi retensi, metode yang tepat harus diperhatikan agar
pelaksanaannya secara efektif mendukung pencapaian tujuan organisasi. Salah satu
praktik retensi yang berpengaruh besar dalam meningkatkan motivasi adalah

Universitas Indonesia
13

memberikan kompensasi yang sesuai bagi karyawan atau pekerja selama mereka berada
di organisasi.
Kompensasi sering juga disebut dengan penghargaan dan dapat diartikan sebagai
segala bentuk penghargaan yang diberikan kepada karyawan sebagai imbalan atas
kontribusi yang mereka berikan kepada perusahaan (Dessler, 2009). Bagi
organisasi/perusahaan, kompensasi berarti penghargaan kepada pekerja yang telah
berjasa mewujudkan tujuannya, melalui kegiatan yang disebut kerja (Hasibuan, 2012).
Kompensasi dapat diberikan dalam berbagai bentuk, baik berbentuk finansial, maupun
non finansial, sebagai konsekuensi yang diterima oleh pegawai yang memberikan
kontribusi dalam pencapaian tujuan perusahaan/organisasi (Muliati, 2021). Menjamin
kesejahteraan menurut Hasibuan (2012) sangat berguna untuk memenuhi kebutuhan
fisik dan mental pegawai sehingga diharapkan pegawai bekerja dengan tenang,
bersemangat dalam bekerja, berkomitmen, disiplin dan loyal pada organisasi.
Tingkat kesejahteraan yang tinggi diharapkan oleh setiap karyawan. Program
kompensasi diberikan kepada seluruh karyawan berdasarkan hubungan kerja mereka
dan merupakan imbalan atas pekerjaan. Dengan demikian, kesejahteraan karyawan
dapat mempengaruhi motivasi kerja karyawan. Hasibuan (2012) mengemukakan bahwa
kompensasi non finansial dapat dianggap sebagai dukungan tambahan. Khususnya,
pembayaran kepada orang sakit, bonus untuk tabungan karyawan, pembagian saham,
asuransi, perawatan rumah sakit dan pensiun. Artinya, kompensasi dianggap membantu
pekerja dan pemberi kerja, seperti tabungan pensiun, asuransi, pelayanan kesehatan
berupa rawat inap, dan pembayaran santunan sakit dan iuran pensiun.
Pada dasarnya kompensasi diberikan untuk memotivasi karyawan agar bertindak
sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan. Pemberian kompensasi diharapkan
membawa manfaat yang signifikan bagi tujuan pendidikan organisasi, karyawan, dan
keluarganya. Ketika memberikan kompensasi, harus diingat bahwa pemberian itu harus
direncanakan dengan cermat, disesuaikan dengan kebutuhan umum dan bukan
berdasarkan emosi. Hal ini penting agar tidak terjadi kesalahpahaman antara organisasi
dan karyawan. Hasibuan (2012) menjelaskan bahwa program kompensasi suatu
organisasi dapat diukur menggunakan indikator-indikator berikut:

Universitas Indonesia
14

1. Kompensasi yang bersifat ekonomis, antara lain berupa uang pension, uang makan,
uang tunjangan transportasi, uang tunjangan hari raya, uang tunjangan
sukacita/dukacita, pakaian dinas, dan tunjangan pengobatan.
2. Kompensasi yang bersifat fasilitatif, antara lain berupa mushalla/masjid,
kafetaria/kantin, fasilitas olahraga, fasilitas kesenian, kesempatan mengikuti
pendidikan/pelatihan, cuti, koperasi karyawan, dan izin khusus.
3. Kompensasi yang bersifat pelayanan, antara lain puskesmas/dokter perusahaan,
kendaraan jemputan karyawan, fasilitas penitipan bayi, bantuan hukum, penasehat
keuangan, asuransi, dan kredit rumah.
2.3.2. Gaya Kepemimpinan Transformasional
Menurut Veitzal (2014), kepemimpinan adalah proses mempengaruhi pengikut
seseorang melalui proses komunikasi atau memberi contoh untuk mencapai tujuan
organisasi. Menurut Yuki (2010), kepemimpinan adalah proses mencoba mempengaruhi
orang lain, memahami dan menyetujui apa yang perlu dilakukan dan bagaimana
melakukannya secara efektif, dan proses memfasilitasi upaya individu dan kolektif
untuk mencapai tujuan bersama. Pemimpin adalah inisiator, motivator, stimulator dan
inovator dalam organisasi. Pemimpin adalah orang yang karena kemampuan pribadinya
dapat secara langsung mempengaruhi kelompok yang dipimpinnya dalam upaya
bersama untuk mencapai tujuan tertentu, dengan atau tanpa pertemuan formal (Veitzal,
2014).
Menurut Armstrong (2010), gaya kepemimpinan transformasional didefinisikan
sebagai proses di mana seorang pemimpin mencoba untuk meningkatkan kesadaran
pengikut tentang apa yang benar dan penting dan memotivasi pengikut untuk
melakukan hal-hal yang melebihi harapan. Menurut Robbins (2006), gaya
kepemimpinan transformasional adalah perilaku pemimpin yang memberikan perhatian
dan rangsangan mental, yang bersifat individual dan karismatik.
Pemimpin transformasional adalah kebalikan dari model kepemimpinan yang
ingin mempertahankan status quo, sehingga kepemimpinan transformasional dapat
didefinisikan sebagai kepemimpinan yang melibatkan upaya untuk mengubah suatu
organisasi (Veitzal, 2014). Menurut Luthans (2006), kepemimpinan transformasional
mengarah pada kinerja tinggi dalam organisasi menghadapi tuntutan pembaruan dan
perubahan. Tipe pemimpin transformasional adalah pemimpin yang merangsang dan

Universitas Indonesia
15

menginspirasi (transformational) bawahan untuk mencapai hasil yang luar biasa


(Robbins, 2006). Yuki (2010) berpendapat bahwa kepemimpinan transformasional
mampu mengimplementasikan perubahan karena kepemimpinan transformasional
memberikan visi yang jelas untuk perubahan. Dia juga menyadari bahwa pemimpin
memiliki tujuan yang jelas yang dapat mengarahkan organisasi ke arah yang baru,
pemimpin menekankan pentingnya melihat peluang baru dan mempromosikan masa
depan. Berdasarkan pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan
transformasional pada hakikatnya mendorong bawahan untuk berbuat lebih baik dari
yang biasa dilakukan, yaitu dapat meningkatkan rasa percaya diri atau percaya diri
bawahan, yang berdampak pada peningkatan hasil kerja.
Kepemimpinan transformasional adalah kegiatan di mana orang-orang
dipengaruhi sedemikian rupa sehingga mereka ingin mencoba mencapai tujuan
kelompok, yaitu. gaya kepemimpinan adalah strategi atau kemampuan untuk
mempengaruhi kelompok menuju pencapaian tujuan. (Bass, 1985). Selain itu,
komponen kepemimpinan transformasional dan kepemimpinan transaksional ditemukan
menggabungkan delapan faktor, yaitu: kepemimpinan transformasional mencakup
empat faktor yang meliputi karakteristik perilaku ideal, motivasi inspirasional, stimulasi
intelektual, dan aspek individu, sedangkan empat faktor meliputi kepemimpinan
transaksional meliputi reward, active exception management, passive exception
management, dan yang terakhir adalah faktor laissez faire (sebagai faktor non-
manajemen).
Kepemimpinan transaksional dan kepemimpinan transformasional adalah dua sisi
yang berlawanan dan tidak dapat dibagi secara bersamaan (Burns, 1978). Bertentangan
dengan Bass (1985), yang mengatakan bahwa keduanya merupakan kontinum yang
saling melengkapi, kepemimpinan transformasional tidak efektif jika tidak disertai
dengan kepemimpinan transaksional. Ada beberapa indikator gaya kepemimpinan
transformasional menurut Bass & Avolio (2003):
1. Karisma
Karisma secara tradisional dianggap bawaan dan hanya dimiliki oleh para
pemimpin kelas dunia. Penelitian menunjukkan bahwa manajer yang lebih rendah
dalam suatu organisasi dapat memiliki karisma. Pemimpin dengan kualitas ini
menunjukkan visi, kemampuan dan kompetensi, dan tindakan yang menempatkan

Universitas Indonesia
16

kepentingan organisasi dan orang lain (masyarakat) di atas kepentingan pribadi. Oleh
karena itu, anggota menjadikan pemimpin karismatik sebagai panutan, idola, dan
panutan. Bawahan mempercayai pemimpin karena pendapat, nilai, dan tujuan pemimpin
dianggap benar, pemimpin dengan karisma yang lebih besar dapat lebih mudah
mempengaruhi dan mengarahkan bawahan untuk berperilaku seperti yang diinginkan
pemimpin. Dikatakan juga kepemimpinan karismatik karena seorang pemimpin dapat
memotivasi bawahan untuk melakukan kerja ekstra karena mereka menyukai
pemimpinnya.
2. Pengaruh idealis
Pemimpin transformasional adalah model bagi pengikut. Karena pengikut
mempercayai dan menghormati pemimpin mereka, mereka meniru dan
menginternalisasi mereka. Mereka percaya pada filosofi bahwa seorang pemimpin dapat
mempengaruhi pengikutnya hanya jika pemimpin melakukan apa yang dia katakan.
Pemimpin adalah panutan bagi pengikutnya. Tipe pemimpin ini mencoba untuk
mempengaruhi bawahan melalui komunikasi langsung, menekankan pentingnya nilai-
nilai, asumsi, tugas dan keyakinan, dan bertekad untuk mencapai tujuan dengan tetap
mempertimbangkan konsekuensi moral dan etika dari setiap keputusan yang dibuat. Dia
menunjukkan keyakinan pada cita-cita, keyakinan, dan nilai-nilai hidupnya. Pengaruh
dikagumi, dipercaya, dihargai, dan bawahan mencoba mengidentifikasikannya. Hal ini
disebabkan oleh perilaku yang mengutamakan kebutuhan anggotanya, terus-menerus
berbagi risiko dengan bawahan dan menghindari penggunaan kekuasaan untuk
keuntungan pribadi. Dengan demikian, bawahan bertekad dan termotivasi untuk
mengoptimalkan upaya dan bekerja menuju tujuan bersama.
3. Motivasi Inspiratif
Pemimpin transformasional memiliki visi yang jelas yang dapat mereka
ungkapkan kepada anggotanya. Para pemimpin ini dapat membantu meningkatkan
semangat dan motivasi pengikut untuk mencapai tujuan. Pemimpin perubahan bertindak
dengan memotivasi dan menginspirasi bawahannya, memberi makna dan tantangan
pada tugas-tugas anggotanya. Perilaku kepemimpinan yang inspiratif dapat
membangkitkan semangat bawahan terhadap tugas-tugas kelompok dan juga dapat
mengatakan hal-hal yang dapat meningkatkan kepercayaan bawahan terhadap
kemampuannya dalam melaksanakan tugas dan mencapai tujuan organisasi.

Universitas Indonesia
17

Pemimpin transformasional memimpin timnya dengan memberi makna, arti, dan


tantangan. Mereka bekerja dengan antusias dan optimis dengan mengedepankan
semangat dan komitmen tim, kebebasan bawahan untuk menyumbangkan ide secara
optimal, yang memberikan harapan yang jelas dan transparan yang menciptakan visi
untuk masa depan organisasi. Efeknya diharapkan dapat membangkitkan semangat
organisasi, semangat dan optimisme dikorbankan sehingga harapan tersebut menjadi
penting dan berharga bagi mereka dan harus dipenuhi dengan komitmen yang besar.
4. Stimulasi intelektual
Pemimpin transformasional mendorong bawahan untuk memikirkan kembali
metode kerja dan mencari cara baru untuk bekerja dalam pelaksanaan tugas mereka.
Efek yang diharapkan, bawahan merasa bahwa manajer menerima dan mendukung
mereka dengan merefleksikan pekerjaan mereka, mencari peluang baru untuk
menyelesaikan tugas dan menemukan cara kerja baru untuk mempercepat tugas. Efek
positif lainnya adalah terciptanya semangat belajar yang tinggi. Para pemimpin
mendorong anggota untuk mengeksplorasi cara-cara baru dalam melakukan sesuatu dan
kesempatan belajar baru. Pemimpin seperti itu mendorong anggotanya untuk menjadi
inovatif dan kreatif. Mereka mendorong ide-ide baru dari pengikut mereka dan tidak
pernah secara terbuka mengkritik mereka atas kesalahan yang dibuat dalam membuang
praktik lama yang mereka buat ketika praktik lama terbukti tidak efektif karena
stimulasi intelektual.
Pemimpin merangsang kreativitas bawahan dan mendorong mereka untuk
menemukan pendekatan baru terhadap masalah lama, melalui stimulasi intelektual,
bawahan didorong untuk mempertimbangkan kesesuaian kebiasaan, sistem nilai,
keyakinan, harapan, dan didorong untuk berinovasi dalam memecahkan masalah,
berinovasi untuk memecahkan masalah dan kreatif untuk mengembangkan kemampuan
diri dan mendorong untuk menetapkan tantangan dengan memberikan tujuan atau
sasaran, kontribusi spiritual seorang pemimpin kepada bawahannya harus didasarkan
pada upaya untuk memunculkan bakat bawahan.
5. Perhatian kepada individu
Pemimpin transformasional memberikan perhatian pribadi kepada bawahannya,
misalnya memperlakukan mereka sebagai manusia seutuhnya dan menghargai sikap
kepedulian mereka terhadap organisasi. Tujuan mengakomodasi atau mengakomodasi

Universitas Indonesia
18

perbedaan individu adalah untuk menjaga kontak tatap muka langsung dan komunikasi
terbuka dengan karyawan. Untuk membina hubungan yang mendukung, pemimpin
transformasional menjaga jalur komunikasi tetap terbuka sehingga pengikut memiliki
kesempatan untuk berbagi dan berbagi ide sehingga pemimpin segera belajar tentang
kontribusi unik setiap pengikut. Perhatian ini dapat digunakan untuk awalnya
mengidentifikasi bawahan, terutama yang berpotensi menjadi pemimpin. Pemimpin
bertindak sebagai mentor bagi anggota mereka dan memberi penghargaan kepada
pengikut atas kreativitas dan inovasi mereka. Anggota diperlakukan berbeda
berdasarkan keterampilan dan keahlian mereka. Mereka memiliki hak untuk membuat
keputusan dan selalu memberikan dukungan yang diperlukan untuk pelaksanaan
keputusan, sedangkan pemantauan adalah perhatian individu yang ditunjukkan oleh
orang tua kepada orang muda yang tidak berpengalaman melalui konsultasi, saran dan
tuntutan. Pengaruh terhadap bawahan meliputi perasaan peduli dan perlakuan
manusiawi oleh atasan.
2.3.3. Work Life Balance
Menurut Frame & Hartog (2003), work-life balance berarti karyawan dapat
dengan bebas menggunakan jam kerja yang fleksibel untuk menyeimbangkan pekerjaan
atau karyanya dengan komitmen lain seperti keluarga, hobi, seni, studi, dan tidak hanya
fokus terhadap pekerjaannya. Lockwood (2003) berpendapat bahwa work-life balance
adalah suatu keadaan seimbang pada dua tuntutan dimana pekerjaan dan kehidupan
seorang individu adalah sama. Worklife balance dalam pandangan karyawan adalah
pilihan mengelola kewajiban kerja dan pribadi atau tanggung jawab terhadap keluarga.
Sedangkan dalam pandangan perusahaan work-life balance adalah tantangan untuk
menciptakan budaya yang mendukung di perusahaan dimana karyawan dapat fokus
pada pekerjaaan mereka sementara di tempat kerja.
Robbins & Coulter (2012) menjelaskan bahwa program work-life balance
meliputi sumber daya pada perawatan orang tua dan anak, perawatan kesehatan dan
kesejahteraan karyawan, dan relokasi dan lain-lain. Dimana banyak perusahaan
menawarkan program family-friendly benefits yang dibutuhkan karyawan untuk
menyeimbangkan kehidupan dan pekerjaan, yang termasuk flexy-time, job sharing,
telecommunicating dan lain-lain. Berdasarkan pemaparan di atas, peneliti memaknai
work life balance sebagai kondisi seimbang antara peran dalam pekerjaan dan peran

Universitas Indonesia
19

dalam kehidupan pribadi yang dimiliki oleh seorang individu tanpa mengorbankan salah
satu peran yang dimilikinya, serta meminimalkan konflik yang terjadi di antara kedua
peran tersebut.
Menurut Hudson (2005), terdapat tiga aspek work-life balance yaitu aspek
keseimbangan waktu, keseimbangan keterlibatan, dan keseimbangan kepuasan. Aspek-
aspek tersebut membuat individu merasakan bahwa pekerjaan dan peran kehidupan
pribadinya dapat berjalan bersamaan tanpa saling mengganggu.
1. Time balance (Keseimbangan waktu)
Keseimbangan waktu mengacu pada kesetaraan antara waktu yang diberikan
seseorang untuk karirnya dengan waktu yang diberikan untuk keluarga atau aspek
kehidupan selain karir. Waktu yang dibutuhkan dalam melaksanakan tugas dalam
organisasi dan perannya dalam kehidupan individu tersebut, misalnya seorang
karyawan di samping bekerja juga membutuhkan waktu untuk rekreasi, berkumpul
bersama teman juga menyediakan waktu untuk keluarga.
2. Involvement balance (Keseimbangan keterlibatan)
Keseimbangan keterlibatan psikologis individu dalam memenuhi tuntutan peran
dalam pekerjaan dan keluarga. Keseimbangan yang melibatkan individu dalam diri
individu seperti tingkat stres dan keterlibatan individu dalam bekerja dan dalam
kehidupan pribadinya.
3. Satisfaction balance (Keseimbangan kepuasan)
Tingkat kepuasan dalam pekerjaan maupun di luar pekerjaan. Kepuasan yang
dirasakan, individu memiliki kenyamanan dalam keterlibatan di dalam pekerjaannya
maupun dalam kehidupan diri individu tersebut.
Menurut Fisher (2009), terdapat empat dimensi work-life balance. Keempat
dimensi tersebut yaitu:
1. Work Interference with Personal Life (WIPL). Dimensi ini mengacu pada sejauh
mana pekerjaan dapat mengganggu kehidupan pribadi individu. Misalnya, bekerja
dapat membuat seseorang sulit mengatur waktu untuk kehidupan pribadinya.
2. Personal Life Interference with Work (PLIW). Dimensi ini mengacu pada sejauh
mana kehidupan pribadi individu mengganggu kehidupan pekerjaannya. Misalnya,
apabila individu memiliki masalah didalam kehidupan pribadinya, hal ini dapat
mengganggu kinerja individu pada saat bekerja.

Universitas Indonesia
20

3. Personal Life Enhancement of Work (PLEW). Dimensi ini mengacu pada sejauh
mana kehidupan pribadi seseorang dapat meningkatkan performa individu dalam
dunia kerja. Misalnya, apabila individu merasa senang dikarenakan kehidupan
pribadinya menyenangkan maka hal ini dapat membuat suasana hati individu pada
saat bekerja menjadi menyenangkan.
4. Work Enhancement of Personal Life (WEPL). Dimensi ini mengacu pada sejauh
mana pekerjaan dapat meningkatkan kualitas kehidupan pribadi individu. Misalnya
keterampilan yang diperoleh individu pada saat bekerja, memungkinkan individu
untuk memanfaatkan keterampilan tersebut dalam kehidupan sehari-hari.
Schabracq, Winnubst, & Cooper (2003) mengemukakan bahwa terdapat 4 faktor
yang dapat berpengaruh pada work life balance seseorang. Keempat faktor tersebut
yaitu:
1. Karakteristik kepribadian
Work life balance memiliki hubungan dengan tipe attachment yang didapatkan
seseorang saat masih anak-anak. Individu yang merasakan secure attachment dengan
orang tuanya memiliki kecenderungan mengalami positive spillover jika dibandingkan
dengan individu yang merasakan insecure attachment dengan orang tuanya.
2. Karakteristik Keluarga
Karakteristik keluarga adalah faktor penting yang dapat mempengaruhi terjadinya
konflik antara kehidupan pribadi dan pekerjaan. Konflik antar peran dan ambiguitas
peran dalam keluarga dapat berpengaruh terhadap work life balance seseorang.
3. Karakteristik Pekerjaan
Karakteristik pekerjaan mencakup beban kerja, pola kerja, serta jumlah waktu yang
dihabiskan pada pekerjaan dapat memunculkan konflik, baik konflik dalam kehidupan
pribadi atau pekerjaaan yang dapat mempengaruhi work life balance.
4. Sikap
Sikap adalah evaluasi seseorang kepada berbagai aspek yang terdapat di dalam dunia
sosial. Di dalam sikap terdapat beberapa komponen diantaranya yaitu pengetahuan,
perasaan dan kecenderungan berperilaku. Sikap dari setiap individu dapat berpengaruh
terhadap work life balance.
Poulose & Sudarsan (2014) mengungkapkan bahwa terdapat empat faktor yang
dapat mempengaruhi tercapainya work life balance baik dari individu itu sendiri

Universitas Indonesia
21

maupun dari lingkungan. Keempat faktor tersebut meliputi, individu, organisasi,


lingkungan sosial, dan faktor-faktor lainnya.
1. Individu
a. Kepribadian, beberapa penelitian mengenai pengaruh dari kepribadian terhadap
work life balance sudah dilakukan, di antaranya adalah penelitian yang
dilakukan oleh Poulose & Sudarsan (2014) yang mengungkapkan jika kelima
traits dalam big five personality theory memiliki pengaruh yang signifikan
terhadap tingkat work life balance.
b. Psychological well being, merujuk kepada sifat-sifat psikologis dari seseorang
seperti kepuasan, penerimaan diri, harapan dan optimisme. Psychological well
being memiliki korelasi positif terhadap work life balance.
c. Kecerdasan emosi, merupakan kemampuan individu untuk mengenali,
mengekspresikan, dan meregulasi emosi. Kecerdasan emosi berpengaruh positif
terhadap work life balance.
2. Organisasi
a. Pekerjaan, waktu dan struktur pekerjaan yang fleksibel dapat mendukung
karyawan untuk menciptakan work life balance. Poulose & Sudarsan (2014)
mengungkapkan jika pengelolaan jam kerja yang fleksibel dapat mendukung
karyawan untuk menjaga keseimbangan peran dalam pekerjaan dan keluarga.
b. Work life policies, kebijakan serta program-program seperti fleksibilitas
kerja karyawan, cuti, jam kerja dan fasilitas pengasuhan anak yang diterapkan
oleh sebuah organisasi dapat mempengaruhi karyawan dalam menciptakan
keseimbangan dalam kehidupan kerja dan kehidupan pribadinya.
c. Dukungan, dukungan dari rekan kerja dan atasan berpengaruh positif terhadap
work life balance. Semakin tinggi dukungan dari kerja dan atasan yang
diperoleh karyawan maka tingkat work life balance akan semakin tinggi juga.
d. Stress kerja, didefinisikan sebagai persepsi seseorang terhadap ancaman serta
ketidaknyamanan di lingkungan tempatnya bekerja. Stress kerja ini dapat
menghambat terciptanya work life balance.
e. Teknologi, perkembangan teknologi dapat mempermudah karyawan untuk
mengakses pekerjaan kapanpun dan dimanapun. Perkembangan teknologi ini

Universitas Indonesia
22

dapat berdampak baik ataupun buruk bagi karyawan dalam mencapai work life
balance.
f. Peran, konflik antara peran yang dimiliki, ketidakseimbangan keterlibatan dari
peran dapat menyebabkan timbulnya work life conflict. Akan menjadi sulit bagi
seseorang untuk mencapai work life balance ketika tingkat kekacauan peran
yang terjadi semakin tinggi.
3. Lingkungan sosial
a. Anak, banyak anak dan tanggung jawab dalam pengasuhan anak dapat memicu
terjadinya stress dan konflik antar peran dalam kehidupan pribadi dan
pekerjaan.
b. Dukungan Keluarga, dukungan yang diterima dari anggota keluarga dapat
mempermudah seorang karyawan dalam mencapai work life balance.
Pekerjaan pasangan, keharmonisan serta harapan terhadap perhatian dan
penerimaan juga dapat mempengaruhi work life balance.
4. Faktor lainnya
Faktor lainnya seperti jenis kelamin, status pernikahan, usia, pengalaman, jabatan, jenis
pekerjaan dan penghasilan juga dapat mempengaruhi work life balance.
2.3.4. Kepuasan Kerja
Pada dasarnya seorang individu akan merasa nyaman dan menikmati
pekerjaannya ketika mendapatkan kepuasan dalam bekerja sesuai dengan keinginan
mereka. Kepuasan adalah luapan emosi yang dialami seseorang yang merasa nyaman
dan senang ketika harapannya akan sesuatu terpenuhi atau terlampaui. Bekerja adalah
usaha individu untuk mencapai tujuan dengan menerima imbalan atau kompensasi atas
kinerjanya dalam organisasi tempatnya bekerja (Hasibuan, 2012).
Kepuasan kerja adalah respon afektif atau emosional terhadap berbagai aspek
pekerjaan. Oleh karena itu, kepuasan kerja bukanlah konsep tunggal karena berasal dari
berbagai elemen pekerjaan, antara lain tugas yang diberikan, gaji, promosi, pengawasan,
dan rekan kerja (Robbins, 2006). Berdasarkan beberapa penelitian yang dilakukan
ketika karyawan ditanya bagaimana perasaan mereka tentang pekerjaan mereka,
hasilnya bervariasi sesuai dengan faktor pekerjaan yang berbeda, namun penelitian
umumnya menemukan bahwa karyawan menunjukkan kepuasan umum (Robbins &
Coulter, 2011). Kepuasan kerja adalah sikap emosional seseorang yang mencintai

Universitas Indonesia
23

pekerjaannya. Sikap ini tercermin dari etos kerja karyawan yang menunjukkan tingkat
kepuasan yang tinggi dan memberikan kontribusi yang signifikan untuk meningkatkan
kinerja dan kualitas tenaga kerja (Hasibuan, 2012).
As’ad (2005) merumuskan bahwa teori kepuasan kerja terutama didasarkan pada
3 teori besar, yaitu teori disonansi/ketidaksesuaian (discrepancy theory), teori keadilan
(equity theory), dan teori dua faktor (two factor theory). Teori disonansi mengukur
kepuasan kerja seseorang untuk menghitung perbedaan antara apa yang seharusnya dan
kenyataan yang dirasakan. Dengan kata lain, ketika yang dicapainya lebih besar dari
yang diinginkan, seseorang merasakan kontradiksi, tetapi dalam bentuk kontradiksi
positif. Kepuasan kerja seseorang tergantung pada perbedaan antara apa yang mereka
anggap sebagai prestasi dan apa yang ingin mereka capai. Orang puas ketika tidak ada
perbedaan antara keadaan yang diinginkan dan keadaan yang sebenarnya. Semakin
besar jaraknya, atau semakin banyak hal penting yang diinginkan tetapi tidak terpenuhi,
semakin besar ketidakpuasannya. Sebaliknya, semakin banyak hal yang terpenuhi dan
menguntungkan seseorang, semakin tinggi kebahagiaannya, dan tentunya akan merasa
semakin puas.
Teori keadilan menunjukkan bahwa orang puas atau tidak puas tergantung pada
apakah situasi mereka, terutama situasi ada tidaknya keadilan yang diterima pada
pekerjaan mereka. Wexley & Yuki (1995) berpendapat bahwa unsur dasar teori keadilan
pada konteks kepuasan adalah keuntungan, konsekuensi, perbandingan, keadilan, dan
ketidakadilan. Input adalah faktor-faktor yang dihargai dan dipertimbangkan oleh
karyawan untuk membantu mereka melakukan pekerjaannya, seperti pendidikan,
pengalaman, keterampilan, jumlah tugas, perlengkapan, dan peralatan yang digunakan
untuk menyelesaikan pekerjaan. Hasil adalah apa yang karyawan temukan nilai dalam
pekerjaan mereka. Misalnya upah, manfaat, simbol status, hadiah, dan peluang untuk
sukses atau kenaikan jabatan. Namun, referensi ini bisa jadi seseorang di perusahaan
yang sama atau di tempat lain, atau mungkin ditujukan kepada mereka di masa lalu. Jika
perbandingannya cukup adil, karyawan akan puas. Jika perbandingannya tidak sama
tetapi bermanfaat, itu mungkin membawa kepuasan atau tidak. Pada dasarnya, rasa
keadilan seseoranglah yang membuatnya merasa puas, tidak puas, atau tidak puas
dengan situasi dirinya yang relatif terhadap orang lain.

Universitas Indonesia
24

Herzberg mengemukakan teori dua faktor terjadi kepuasan kerja. Kedua faktor
tersebut mempengaruhi kepuasan kerja dengan cara yang berbeda yaitu faktor satisfiers
dan disatisfiers (Herzberg, 1968 dalam Sanjeev & Surya, 2016). Faktor satisfier adalah
faktor yang memotivasi karyawan, sedangkan faktor dissatisfier adalah faktor yang
menghambat kepuasan karyawan.
1. Faktor satisfiers/motivator
a. Pekerjaan itu sendiri (the work itself)
Pekerjaan itu sendiri adalah sejauh mana karyawan menganggap pekerjaannya
sebagai pekerjaan yang menarik yang menawarkan kesempatan belajar dan
kesempatan untuk mengambil tanggung jawab (Purwanto, 2015). Pekerjaan
atau tugas yang menciptakan rasa puas mencapai sesuatu, tugas itu cukup
menarik, faktor motivasi merupakan tugas yang sulit bagi karyawan. Seseorang
menyukai suatu tugas apabila pekerjaan tersebut sesuai dengan keterampilan
dan kemampuannya, sehingga merasa bangga terhadapnya. Pekerjaan yang
tidak menyenangkan dan kurang menantang biasanya tidak memberikan
kepuasan motivasi, meskipun pekerjaan tersebut menjadi rutinitas,
membosankan dan membanggakan. Karyawan menyukai pekerjaan yang
menarik dan tidak rutin.
b. Pencapaian/prestasi
Setiap orang pasti menginginkan keberhasilan dalam tugas yang mereka
lakukan. Mencapai atau berhasil dalam suatu tugas mengarahkan orang yang
terlibat untuk menyelesaikan tugas berikutnya. Berikut beberapa hal yang
termasuk dalam prestasi, seperti aktivitas, waktu penyelesaian, kebebasan
mengembangkan kebiasaan kerja. Prestasi kerja adalah hasil kerja yang telah
dilakukan seseorang berdasarkan keahlian, pengalaman, kesungguhan dan
waktu, melaksanakan tugas yang diberikan kepadanya.
c. Peluang untuk maju
Peluang untuk maju adalah pengembangan kekuatan diri karyawan untuk
bekerja. Setiap karyawan pasti menginginkan kemajuan atau pertumbuhan
dalam pekerjaannya, yang tidak hanya berbeda atau berbagai bentuk pekerjaan,
tetapi juga posisi yang lebih baik. Setiap karyawan ingin mencapai tingkat
yang lebih tinggi dan mendapatkan kesempatan untuk meningkatkan

Universitas Indonesia
25

pengalaman kerja mereka. Kesempatan untuk mengembangkan potensinya


membawa kepuasan bagi karyawan dan membentuk motivasi yang kuat untuk
bekerja lebih keras.
d. Pengakuan (recognition)
Pengakuan prestasi adalah motivator yang kuat, bahkan bisa melampaui
kepuasan pemberian kompensasi. Sumber pengakuan dapat berasal dari atasan,
manajemen, pelanggan, rekan profesional, atau masyarakat. Oleh karena itu,
seseorang yang menerima pengakuan dapat meningkatkan semangat kerja
karyawan. Pengakuan dapat berupa pujian, tanggapan atas pekerjaan yang
dilakukan dengan baik, atau promosi khusus.
e. Tanggung jawab (responsibility)
Tanggung jawab adalah kemampuan seseorang untuk melaksanakan pekerjaan
yang dibebankan kepadanya secara tepat dan berani mengambil resiko akibat
keputusan atau tindakan yang diambil. Tanggung jawab membentuk hubungan
tertentu antara pemberi wewenang dan penerima wewenang. Tugas dari yang
berwenang adalah melaporkan kepada yang berwenang tentang segala sesuatu
yang dilakukan. Setiap orang yang bekerja di suatu perusahaan/organisasi ingin
diserahi tugas dan tanggung jawab serta wewenang yang lebih besar dari yang
seharusnya. Tanggung jawab tidak hanya untuk pekerjaan yang baik, tetapi
juga tanggung jawab dalam bentuk kepercayaan yang diberikan sebagai
kesempatan. Setiap orang ingin masuk dan diakui sebagai seseorang yang
memiliki potensi, dan pengakuan ini membangun kepercayaan diri dan
kemauan untuk mengambil tanggung jawab lebih.
f. Kesempatan untuk berkembang
Karyawan harus diberi kesempatan untuk meningkatkan keterampilan mereka,
misalnya melalui pelatihan, kursus dan pendidikan berkelanjutan. Ini memberi
karyawan kesempatan untuk tumbuh dan berkembang sesuai dengan rencana
karir mereka. Kesempatan untuk berkembang sesuai dengan perkembangan
dan pertumbuhan organisasi, seperti karir, pengetahuan, keterampilan dan
kemampuan intelektual serta pengembangan lainnya untuk mengembangkan
kekuatan diri.
2. Faktor disatifiers

Universitas Indonesia
26

a. Gaji/Pekerjaan (gaji)
Gaji adalah suatu bentuk balas jasa tetap yang diberikan oleh perusahaan,
berdasarkan kontribusi karyawan terhadap pencapaian tujuan perusahaan, dan
gaji tersebut dibayarkan secara berkala. Gaji adalah jumlah uang yang
dibayarkan kepada karyawan dan berapa banyak yang dianggap adil di
perusahaan. Gaji merupakan faktor penting bagi pekerja untuk memenuhi
kebutuhannya sendiri dan keluarganya. Selain untuk memenuhi kebutuhan
dasar setiap karyawan, gaji juga harus menjadi kekuatan motivasi bagi
karyawan untuk bekerja dengan penuh semangat. Tidak ada organisasi yang
dapat merevitalisasi tenaga kerjanya atau meningkatkan produktivitas kecuali
memiliki sistem kompensasi yang realistis.
b. Kondisi kerja
Kondisi kerja dipahami sebagai segala sesuatu di sekitar karyawan, yang dapat
mempengaruhi karyawan dalam pelaksanaan tugas yang diberikan kepadanya.
Pada dasarnya, konsep lingkungan mengacu pada unsur-unsur di sekitar
karyawan yang memiliki efek langsung dan tidak langsung terhadap kinerja
karyawan. Kondisi kerja yang aman, nyaman dan tenang serta lokasi dan
infrastruktur yang sesuai tentunya akan membuat karyawan betah. Dalam
kondisi kerja yang nyaman, karyawan merasa aman dan produktif dalam
bekerja. Kondisi kerja yang termasuk dalam kategori ini adalah kondisi fisik
tempat kerja, jumlah pekerjaan atau ruang yang tersedia untuk bekerja. Yaitu
ventilasi, pencahayaan, lokasi dan lingkungan.
c. Pengawasan/supervisi
Pengawasan adalah upaya untuk membantu mengembangkan dan
meningkatkan kemampuan pengawas agar dapat melaksanakan tugas yang
diberikan kepadanya secara efisien dan efektif. Pelatihan yang efektif
membantu meningkatkan produktivitas karyawan melalui kinerja yang baik,
pelatihan sesuai dengan standar kerja tertentu dan peralatan yang sesuai serta
dukungan lainnya. Pengawasan mengkoordinasikan sistem kerja dalam tiga hal
penting, yaitu dengan memberikan arahan/instruksi, memantau proses
pelaksanaan pekerjaan, dan mengevaluasi serta memberikan umpan balik atas
hasil sistem kerja.

Universitas Indonesia
27

d. Hubungan antar karyawan


Rekan kerja adalah rekan kerja yang dapat dan saling mendukung dalam
bekerja. Rekan kerja dalam kelompok dapat mempengaruhi kepuasan kerja
karyawan. Berada dalam tim yang baik membuat pekerjaan lebih
menyenangkan. Karyawan bekerja sama untuk memecahkan masalah adalah
kegiatan karyawan dalam memecahkan masalah yang dianggap cukup
kompleks untuk satu karyawan atau untuk semua karyawan. Diasumsikan
bahwa kerjasama dengan semangat kerja yang tinggi akan membantu
memecahkan masalah yang muncul. Suasana kekeluargaan saat ini merupakan
kondisi yang ada dalam lingkungan bisnis. Agar suasana keluarga selalu
harmonis, kedua belah pihak harus saling menghormati dan mencari cara agar
hubungan antar rekan kerja tetap harmonis baik di tempat kerja maupun di luar
pekerjaan. Melakukan pekerjaan dengan baik membutuhkan suasana kerja atau
hubungan kerja yang mendukung, yaitu. menciptakan hubungan yang erat,
kekeluargaan dan saling mendukung, baik itu antar rekan kerja maupun antara
karyawan dengan atasan.
e. Status
Status seorang karyawan mudah diketahui dibandingkan faktor lainnya. Status
dapat diindikasikan jika responden menyebutkan beberapa simbol status atau
pelengkap. Misalnya, seseorang dengan sekretaris mengendarai kendaraan ke
kantor, atau perusahaan menawarkan beberapa fasilitas.
f. Jaminan akan pekerjaan
Hal ini tidak hanya terkait dengan rasa aman, tetapi juga mengacu pada tujuan
kurangnya keamanan kerja. Artinya, termasuk masa kerja dan stabilitas
perusahaan.
Ketiga teori kepuasan kerja tersebut di atas menunjukkan bahwa kepuasan kerja
tergantung pada tujuan yang ingin dicapai dalam bekerja. Aspek pekerjaan sebagai
sumber kepuasan atau ketidakpuasan kerja merupakan teori dua faktor yang tepat. Pada
saat yang sama, teori keadilan lebih penting dalam menentukan kepuasan dengan
bayaran atau nilai. Teori disonansi dapat digunakan untuk memprediksi pengaruh
kepuasan kerja. Pengukuran terhadap variabel kepuasan kerja pada penelitian ini
menggunakan 11 indikator dari faktor satisfier dan dissatisfier selain gaji.

Universitas Indonesia
28

2.3.5. Komitmen Organisasional


Kreitner & Kinicki (2014) berpendapat bahwa komitmen organisasional
mencerminkan kesadaran karyawan terhadap organisasi dan komitmen terhadap
tujuannya. Komitmen karyawan terhadap organisasi merupakan sikap kerja yang
penting. Karyawan yang terlibat dengan organisasi diharapkan menunjukkan kemauan
bekerja keras untuk mencapai tujuan organisasi dan keinginan yang lebih besar untuk
tetap bersama organisasi.
Hal yang sama juga dilaporkan oleh Sopiah (2008), yang mengutip komitmen
kerja sebagai istilah lain untuk komitmen organisasional. Selain itu, komitmen
organisasional merupakan aspek perilaku penting yang dapat digunakan untuk menilai
kecenderungan karyawan untuk mengidentifikasi dan memasukkan individu yang relatif
kuat dalam organisasi, dan bagaimana anggota organisasi mempertahankan
keanggotaannya dalam organisasi. Karyawan yang berkomitmen tinggi bersedia
bergabung dengan organisasi, memahami keinginan organisasi, bersedia melakukan
yang terbaik untuk mencapai tujuan organisasi, dan dapat menerima norma-norma yang
ada dalam organisasi.
Allen & Mayer (1990) juga menyatakan bahwa komitmen organisasional adalah
suatu ikatan psikologis pada karyawan yang ditandai dengan adanya kepercayaan dan
penerimaan yang kuat atas tujuan dan nilai-nilai organisasi, kemauan untuk
mengusahakan tercapainya kepentingan organisasi dan keinginan untuk
mempertahankan kedudukan sebagai anggota organisasi. Selain itu komitmen terhadap
organisasi dapat diartikan sebagai sejauh mana karyawan mengalami rasa memiliki
terhadap organisasi. Lebih lanjut lagi, komitmen organisasi juga merupakan bentuk
kesediaan individu untuk bersama organisasi dan memiliki tiga ciri utama: komitmen
emosional, komitmen berkelanjutan, dan komitmen normatif.
Berdasarkan pengertian di atas, komitmen organisasional didefinisikan sebagai
perilaku karyawan yang berkaitan dengan keyakinan dan penerimaan yang kuat
terhadap tujuan dan nilai-nilai organisasi, keinginan untuk mencapai keuntungan
organisasi, dan keinginan untuk mencapai status perusahaan. Karyawan yang
berkomitmen berarti tetap menjadi anggota organisasi, menghargai organisasi dan tetap
setia melakukan yang terbaik untuk mencapai tujuan organisasi.

Universitas Indonesia
29

Menurut Allen & Mayer (1990), pengukuran komitmen anggota organisasi kepada
organisasi dapat dinilai dari tiga idikator berikut ini:
a. Affective commitment, adalah komitmen yang mengacu pada keterikatan pribadi
secara emosional terhadap identitas organisasi, dan kemauan untuk terlibat dengan
organisasi.
b. Continuance commitment, adalah komitmen yang mengacu pada kebutuhan rasional,
sehingga komitmen ini terbentuk atas dasar perhitungan untung rugi oleh karyawan.
Komitmen ini membuat karyawan memilih hal apa yang mau dikorbankan untuk
menetap pada suatu organisasi.
c. Normative commitment, adalah komitmen yang mengacu pada norma yang ada
dalam diri karyawan, salah satunya adalah keyakinan individu dalam hal
akuntabilitas kepada organisasi, sehingga menjadi loyal dan tetap bertahan di
organisasi.
Komitmen kepada organisasi tidak datang dengan mudah, tetapi melalui proses
yang panjang dan bertahap. Komitmen organisasional juga ditentukan oleh banyak
faktor. Sopiah (2008) mengklasifikasikan pemicu komitmen karyawan kepada
organisasinya ke dalam empat kategori, yaitu:
1. Karakteristik pribadi, meliputi usia, masa kerja, dan motivasi, yang berhubungan
positif dengan komitmen kerja. Efek ras, jenis kelamin dan kepuasan kerja juga
terlihat mempengaruhi komitmen kerja. Akan tetapi, tingkat pendidikan berhubungan
negatif dengan komitmen organisasional.
2. Karakteristik pekerjaan, meliputi stress kerja yang berkorelasi negatif dengan
komitmen kerja. Tingkat kesulitan penyelesaian pekerjaan, kejelasan tugas,
kesesuaian peran, tantangan pekerjaan, peluang untuk berinteraksi dengan orang lain,
dan umpan balik juga memberikan hubungan yang terkait dengan komitmen kerja.
3. Karakteristik struktural, meliputi tingkat formalisasi, jaminan kerja, desentralisasi,
partisipasi dalam proses pengambilan keputusan, jumlah saham yang diinvestasikan
oleh karyawan, dan fungsi kontrol oleh manajemen perusahaan. Semua hal tersebut
berkorelasi positif terhadap komitmen kerja.
4. Karakteristik pengalaman kerja, meliputi jumlah karyawan yang memiliki sikap
positif terhadap perusahaan, jumlah karyawan yang mempercayai perusahaan, apa

Universitas Indonesia
30

yang menjadi perhatian perusahaan, rasa memiliki dalam diri karyawan kepada
perusahaan, dan tingkat harapan karyawan terhadap pekerjaan dan perusahaannya.
Komitmen organisasional diungkapkan dalam bentuk pikiran dan tindakan oleh
karyawan yang loyal terhadap perusahaan. Beberapa tindakan yang mencerminkan
komitmen organisasional antara lain tetap bekerja di perusahaan, tidak berpindah ke
perusahaan lain, bersedia melakukan pekerjaan ekstra/lembur, menjaga kerahasiaan
perusahaan, mempromosikan perusahaan, merasa bangga menjadi bagian dari
perusahaan, bersedia mengorbankan tujuan atau kepentingan pribadi untuk mencapai
tujuan perusahaan, menggunakan dan/atau membeli produk (jasa) yang dihasilkan oleh
perusahaan, menawarkan saran untuk perbaikan, melindungi aset perusahaan, tidak
menyalahgunakan waktu istirahat atau cuti, dan dengan senang hati membantu
karyawan lain (Sopiah, 2008).
Karyawan dengan komitmen tinggi akan sangat terlibat dengan organisasi, terlibat
secara serius dalam pekerjaan mereka, dan setia serta memiliki sikap positif. Selain itu,
perilaku terhadap tujuan organisasi dan keinginan untuk tetap menjadi anggota
organisasi dalam jangka panjang dapat terlihat.

2.4. Tinjauan Penelitian Sebelumnya Mengenai Determinan Turnover Intention


pada Tenaga Kesehatan
Peneliti melakukan tinjauan terhadap beberapa artikel publikasi dari penelitian
sebelumnya mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi komitmen organisasional pada
tenaga kesehatan. Artikel yang dimasukkan ke dalam kriteria inklusi penelitian ini
adalah penelitian yang berasal dari 5 tahun terakhir (sejak 2018), dan selanjutnya
dilakukan peninjauan dan disampaikan dalam bahasa Indonesia. Artikel publikasi
penelitian bersumber dari Google Scholar dan Research Gate. Kata kunci yang
digunakan peneliti adalah “determinants of turnover intention of healthcare personnel”.
Selanjutnya artiket-artikel tersebut ditelaah menurut kesesuaian judul, abstrak, ruang
lingkup penelitian dan hasil penelitian. Akhirnya, sejumlah 12 artikel publikasi yang
dianggap memiliki kesesuaian dengan penelitian ini dimasukkan ke dalam penelitian
ini. Adapun kajian dari seluruh artikel tersebut dirangkum pada Tabel 2.1.
Kompensasi secara umum merujuk kepada penghargaan dan dapat diartikan
sebagai segala bentuk penghargaan yang diberikan kepada karyawan sebagai imbalan

Universitas Indonesia
31

atas kontribusi mereka kepada perusahaan (Dessler, 2009). Kompensasi juga merupakan
ukuran nyata dari nilai individu bagi organisasi. Pembayaran kompensasi merupakan
fungsi SDM strategis yang memiliki dampak signifikan terhadap fungsi SDM lainnya.
Penelitian Amir et al. (2023) pada perawat di RSUD Kotamobagu menunjukkan bahwa
kompensasi bersama dengan kepuasan kerja adalah faktor penting yang mempengaruhi
turnover intention. Bukti empiris lainnya dari Irmayanti et al. (2023) juga
mengungkapkan bahwa kompensasi berdampak signifikan terhadap menurunnya
turnover intention perawat di RS Grandmed Lubuk Pakam.
Gaya kepemimpinan transformasional adalah perilaku kepemimpinan yang
menarik perhatian, merangsang secara emosional, khas dan karismatik (Robbins, 2006).
Penelitian Matande et al. (2022) pada pekerja medis di Rumah Sakit Mimika, Papua
menunjukkan bahwa gaya kepemimpinan transformasional menurunkan turnover
intention pekerja medisnya. Sebelumnya, Yucel (2021) yang meneliti 478 responden
pekerja medis rumah sakit khusus Covid di Turki juga menemukan hal yang serupa,
yaitu bahwa penerapan gaya kepemimpinan transformasional menurunkan turnover
intention.
Menurut Frame & Hartog (2003), work-life balance adalah kemampuan karyawan
untuk menjadi cukup fleksibel sehingga tidak hanya fokus pada pekerjaannya, tetapi
juga menggabungkan pekerjaan dengan kehidupannya lain seperti keluarga, hobi, seni
dan studi. Artinya, karyawan dapat menggunakan jam kerjanya dengan bebas.
Penelitian Sandunika & Jayaekara (2020) menunjukkan adanya pengaruh antara
keseimbangan kehidupan kerja terhadap turnover intention 180 responden perawat di
distrik Colombo, Sri Lanka. Dimensi worklife balance yang paling dominan
mempengaruhi turnover intention adalah kebijakan perusahaan terkait worklife balance.
Perawat di rumah sakit swasta di Tangerang yang diteliti oleh Wardana et al. (2020)
menunjukkan bahwa peningkatan worklife balance yang diukur dengan indikator
jumlah konflik akan meningkatkan turnover intention.
Kepuasan kerja adalah sikap emosional seseorang yang mencintai pekerjaannya
(Hasibuan, 2012). Sikap ini tercermin dari etos kerja karyawan yang menunjukkan
tingkat kepuasan yang tinggi dan memberikan kontribusi yang signifikan untuk
meningkatkan kinerja dan kualitas tenaga kerja. Bukti empiris dari penelitian Amir et
al. (2023) terhadap perawat di RSUD Kotamobagu maupun Hasibuan, 2012).Surbakti

Universitas Indonesia
32

et al (2021) terhadap perawat di RS Mitra Sejati Medan semuanya menunjukkan bahwa


kepuasan kerja yang tinggi akan menurunkan turnover intention. Penelitian-penelitian
ini mendukung penelitian kualitatif dengan metode systematic literature review yang
dilakukan oleh Putra et al. (2020) terhadap 8.059 artikel penelitian sebelumnya yang
berfokus terhadap retensi perawat juga menyatakan bahwa kepuasan dan komitmen
adalah dua faktor utama yang signifikan meningkatkan retensi perawat.
Kreitner & Kinicki (2014) berpendapat bahwa komitmen organisasional
mencerminkan kesadaran karyawan terhadap organisasi dan komitmen terhadap
tujuannya. Karyawan dengan komitmen tinggi akan terus bekerja dengan organisasi.
Komitmen diidentifikasikan sebagai cerminan kondisi psikologis yang memiliki
implikasi terhadap keputusan untuk melanjutkan atau mengakhiri keanggotaan dalam
organisasi. Rindu et al (2020) menyatakan bahwa terdapat pengaruh negatif komitmen
organisasi terhadap turnover intention perawat di rumah sakit di Indonesia. Penelitian
ini menguatkan hasil penelitian kualitatif oleh Putra et al. (2020) yang menemukan hasil
serupa.

Tabel 2.1. Rangkuman Tinjauan Penelitian Artikel Publikasi


No Judul Pustaka, Metodologi Variabel Hasil
Penulis, Tahun Penelitian
1 The correlation Analisis Independen:  Kepuasan kerja
between job deskriptif kepuasan kerja, berpengaruh positif dan
satisfaction, menggunakan kompensasi, dan signifikan terhadap
compensation, SEM-PLS lingkungan kerja turnover intention
and work Dependen:  Kompensasi berpengaruh
environment on turnover negatif dan signifikan
nurse's turnover intention terhadap turnover
intention in intention
Kotamobagu  Lingkungan kerja tidak
Regional General berpengaruh signifikan
Hospital using terhadap turnover
Structural intention
Equation
Modeling path
analysis (Amir et
al., 2023)
2 The Relationship Analisis Independen:  Kompensasi berpengaruh
Compensation deskriptif kompensasi, dan negatif dan signifikan
Between and Job menggunakan job insecurity terhadap turnover
Insecurity with analisis regresi Dependen: intention
Turnover linier berganda turnover  Job insecurity tidak
Intention for intention berpengaruh signifikan

Universitas Indonesia
33

No Judul Pustaka, Metodologi Variabel Hasil


Penulis, Tahun Penelitian
Employees at terhadap turnover
Hospital intention
(Irmayanti et al.,
2023)
3 The effect of Analisis Independen:  Dukungan organisasi
perceived deskriptif dukungan berpengaruh positif dan
organizational menggunakan organisasi, signifikan terhadap
support and SEM- kepemimpinan turnover intention
transformational SmartPLS transformasional  Kepemimpinan
leadership on Mediasi: transformasional
turnover intention komitmen berpengaruh positif dan
of health workers organisasional signifikan terhadap
at Hospital X Dependen: turnover intention
Mimika Regency turnover  Komitmen organisasional
Papua (Matande intention berpengaruh negatif dan
et al., 2022) signifikan terhadap
turnover intention
 Komitmen organisasional
tidak memediasi pengaruh
dukungan organisasi dan
kepemimpinan
transformasional terhadap
turnover intention
4 Striking a Analisis Independen:  Work-life interference
Balance between deskriptif work-life secara signifikan
Work and Play: menggunakan interference meningkatkan burnout dan
The Effects of SEM-AMOS Mediasi: selanjutnya meningkatkan
Work–Life burnout turnover intention
Interference and Dependen:
Burnout on turnover
Faculty Turnover intention
Intentions and
Career
Satisfaction
(Boamah et al.,
2022)
5 Compensation, Analisis Independen:  Kompensasi berpengaruh
Job Stress, and deskriptif kompensasi, negatif dan signifikan
Job Satisfaction menggunakan stress kerja, dan terhadap turnover
on Nurse analisis regresi kepuasan kerja intention
Turnover linier berganda Dependen:  Stress kerja berpengaruh
Intention at turnover positif dan signifikan
Ananda Bekasi intention terhadap turnover
Hospital (Amanda intention
et al., 2021)  Kepuasan kerja
berpengaruh negatif dan
signifikan terhadap
turnover intention
6 Analysis of the Analisis Independen:  Lingkungan kerja terhadap
Effect of deskriptif kompensasi,

Universitas Indonesia
34

No Judul Pustaka, Metodologi Variabel Hasil


Penulis, Tahun Penelitian
Compensation, menggunakan kepuasan kerja, turnover intention
Job Satisfaction, path analysis komitmen,  Stress kerja berpengaruh
Commitment and lingkungan kerja positif dan signifikan
Work Mediasi: stres terhadap turnover
Environment on kerja intention
Turnover Dependen:  Kepuasan kerja dan
Intention with Job turnover komitmen tidak
Stress as intention berpengaruh signifikan
Intervening terhadap turnover
Variables on intention
Nurses of Mitra
Sejati Hospital
Medan (Surbakti
et al, 2022)
7 Transformational Analisis Independen:  Kepemimpinan
Leadership and deskriptif kepemimpinan transformasional secara
Turnover menggunakan transformasional signifikan meningkatkan
Intentions: The analisis regresi Mediasi: kinerja kinerja karyawan dan
Mediating Role of linier berganda karyawan selanjutnya menurunkan
Employee Dependen: turnover intention
Performance turnover
during the intention
COVID-19
Pandemic (Yucel,
2021)
8 Effects of Job Systematic Independen:  Kepuasan kerja
Satisfaction and literature kepuasan kerja berpengaruh positif dan
Organizational review dan komitmen signifikan terhadap retensi
Commitment on organisasional perawat
Nurse Retention: Dependen:  Komitmen organisasional
A Systematic retensi berpengaruh positif dan
Review (Putra et signifikan terhadap retensi
al., 2020) perawat
9 The Relationship Analisis Independen:  Kepemimpinan
between deskriptif kepemimpinan transformasional
Transformational menggunakan transformasional berpengaruh negatif dan
Leadership, CFA dan Mediasi: stress signifikan terhadap stress
Organizational SEM-PLS kerja, komitmen kerja
Commitment, organisasional  Kepemimpinan
Work Stress, and Dependen: transformasional
Turnover turnover berpengaruh positif dan
Intentions of intention signifikan terhadap
Nurse at Private komitmen organisasional
Hospital in  Kepemimpinan
Indonesia (Rindu transformasional
et al., 2020) berpengaruh tidak
signifikan terhadap
turnover intention
 Stress kerja berpengaruh
tidak signifikan terhadap

Universitas Indonesia
35

No Judul Pustaka, Metodologi Variabel Hasil


Penulis, Tahun Penelitian
komitmen organisasional
 Stress kerja berpengaruh
positif dan signifikan
terhadap turnover
intention
 Komitmen organisasional
berpengaruh negatif dan
signifikan terhadap
turnover intention
10 Impact of Work- Analisis Independen:  Work-life balance
life Balance on deskriptif work-life berpengaruh negatif dan
Employee menggunakan balance signifikan terhadap
Turnover analisis regresi Dependen: turnover intention
Intention: An linier berganda turnover
Empirical Study intention
on Married
Nurses in the
Selected Private
Healthcare
Organizations in
Colombo District,
Sri Lanka
(Sandunika &
Jayaekara, 2020)
11 Work Life Analisis Independen:  Work-life balance
Balance, deskriptif work-life berpengaruh positif dan
Turnover menggunakan balance signifikan terhadap
Intention, And path analysis Mediasi: komitmen organisasional
Organizational komitmen  Work-life balance
Commitment in organisasional berpengaruh positif dan
Nursing Dependen: signifikan terhadap
Employees at X turnover turnover intention
Hospital, intention  Komitmen organisasional
Tangerang, tidak memediasi pengaruh
Indonesia work-life balance terhadap
(Wardana et al., turnover intention
2020)
12 The Influence of Analisis Independen:  Kompensasi berpengaruh
Compensation desktiptif Kompensasi positif dan signifikan
and menggunakan Mediasi: terhadap komitmen
Organizational SEM komitmen organisasional
Commitment on organisasional  Kompensasi berpengaruh
Employees’ Dependen: negatif dan signifikan
Turnover turnover terhadap turnover
Intention (Silaban intention intention
et al., 2018)  Komitmen organisasional
tidak berpengaruh
signifikan terhadap
turnover intention

Universitas Indonesia
36

BAB 3
GAMBARAN UMUM RSIA VIOLA

3.1 Sejarah, Visi, Misi, dan Motto RSIA Viola


RSIA Viola merupakan Rumah Sakit Ibu dan Anak yang terakreditasi dengan
predikat paripurna pada tahun 2022. RSIA Viola pada awalnya bernama RS Sayang
Bunda, merupakan Rumah Sakit tipe C yang berada di bawah naungan PT Aneka Sehat
dan telah berdiri sejak tahun 2009. Rumah Sakit Ibu dan Anak Viola berlokasi di Jalan
Raya Pondok Ungu Permai Sektor V Blok. A1 No.22-26, Kelurahan Bahagia,
Kecamatan Babelan, Kabupaten Bekasi. Pelayanan yang diberikan oleh RSIA Viola
antara lain pelayanan IGD, poned, rontgen, farmasi, dan laboratorium. Pada akhir tahun
2022, RSIA Viola memiliki 4 dokter spesialis dan 2 dokter umum. Berdasarkan data
kepegawaian, jumlah perawat dan bidan pada akhir tahun 2022 berjumlah 44 orang.
Visi RSIA Viola adalah “Menjadi Rumah Sakit pilihan utama bagi Ibu dan Anak
di Wilayah Bekasi dan sekitarnya yang Prima dan Bermutu”. Sedangkan misi RSIA
Viola adalah:
1. Mengembangkan pelayanan prima di bidang Ibu dan Anak yang profesional,
berkualitas dan bertanggung jawab
2. Membangun sumber daya manusia rumah sakit yang profesional, akurat dan
mempunyai integritas tinggi dalam memberikan pelayanan
3. Mewujudkan sistem manajemen yang efektif, efisien dan transparan
Implementasi visi dan misi RSIA Viola ditunjang dengan motto RSIA yaitu
"Kesembuhan dan Kenyamanan Anda adalah Prioritas Kami"

3.2 Struktur Organisasi RSIA Viola


Struktur organisasi RSIA Viola menunjukkan bahwa RSIA Viola adalah bagian
dari PT. Aneka Sehat. Direktur RSIA Viola melaporkan pekerjaannya langsung kepada
PT. Aneka Sehat, dan membawahi 5 manajer. Struktur organisasi RSIA Viola dapat
dilihat pada Gambar 3.1.

Universitas Indonesia
37

Gambar 3.1. Struktur Organisasi RSIA Viola

3.3 Fasilitas dan Layanan


Layanan yang disediakan oleh RSIA Viola antara lain IGD, poned, rontgen,
farmasi dan laboratorium. Sedangkan fasilitas yang dimiliki oleh RSIA Viola antara lain
1 ruang operasi, 3 ruangan poli spesialis, ruang perinatologi, CSSD (central sterile
supply department), dan 10 ruang rawat inap dengan 42 tempat tidur. Ruang rawat inap
terdiri dari ruangan VIP, Kelas 1A, Kelas 1B, Kelas 1C, Kelas 2A, Kelas 2B, Kelas 3,
dan ruang isolasi. Poliklinik rawat jalan terdiri dari poliklinik dokter umum, poliklinik
spesialis anak, poliklinik spesialis kandungan, dan poliklinik spesialis penyakit dalam.
Layanan unggulan RSIA Viola adalah layanan poned yang sudah ada sejak rumah sakit
didirikan.

3.4 Kinerja RSIA Viola


Indikator kinerja pelayanan RSIA Viola dapat diukur dari angka yang didapat dari
indikator BOR, BTO, TOI, ALOS, GDR, dan NDR. Kinerja RSIA Viola tahun 2022
hingga bulan Mei 2023 dapat dilihat pada Tabel 3.1.
Tabel 3.1. Kinerja RSIA Viola Tahun 2022 – Mei 2023
ALOS TOI BTO
Bulan BOR (%) NDR (%) GDR (%)
(hari) (hari) (kali)
Jan-2022 56 % 3 8 3 - -
Feb-2022 29 % 4 22 4 - -
Mar-2022 48 % 4 13 2 - -
Apr-2022 48 % 3 10 2 - -

Universitas Indonesia
38

ALOS TOI BTO


Bulan BOR (%) NDR (%) GDR (%)
(hari) (hari) (kali)

May-2022 60 % 3 8 2 - -
Jun-2022 77 % 4 5 3 - -
Jul-2022 71 % 3 6 3 - -
Aug-2022 59 % 6 7 2 - -
Sep-2022 68 % 3 7 3 - -
Oct-2022 74 % 3 6 3 - -
Nov-2022 50 % 4 10 2 - -
Dec-2022 45 % 3 12 2 - -
Jan-2023 34 % 3 17 2 - -
Feb-2023 19 % 3 27 1 - -
Mar-2023 35 % 3 14 2 - -
Apr-2023 28,07% 3 19 2 - -
May-2023 35,00% 3 11 2 0 40,54
Sumber: Bagian Yanmed RSIA Viola (2023).

Universitas Indonesia
39

BAB 4
KERANGKA TEORI DAN KERANGKA KONSEP

4.1. Kerangka Teori


Penelitian ini menggunakan kerangka teori hubungan antar variabel yang
menjelaskan hubungan antara teori program kompensasi (Hasibuan, 2012), teori gaya
kepemimpinan transformasional (Bass & Avolio, 2003), teori work life balance (Fisher,
2009), teori dua faktor kepuasan karyawan (Hezberg, 1968), teori komitmen (Allen &
Mayer, 1990), dan teori turnover intention (Mobley, 2011).

Kompensasi

Gaya kepemimpinan
transformasional Turnover intention

Work life balance

Kepuasan kerja

Komitmen organisasional

Gambar 4.1 Kerangka Teori


Sumber: diadaptasi dari teori kompensasi (Hasibuan. 2012), gaya kepemimpinan transformasional (Bass
& Avolio, 2003), komitmen (Allen & Mayer, 1990), kepuasan karyawan (Hezberg, 1968), work-life
balance (Fisher, 2009) dan turnover intention (Mobley, 2011)

Universitas Indonesia
40

4.2 Kerangka Konsep


Kerangka konsep pada penelitian ini dikembangkan dari kerangka teori yang telah
disampaikan sebelumnya.

Kompensasi
Ekonomi
Fasilitas
Pelayanan

Kepemimpinan
Transformasional
Karisma
Pengaruh ideal
Motivasi inspirasi
Stimulasi intelektual
Perhatian individual

Turnover intention
Work Life Balance
Thinking of quitting
WIPL Search for alternatives
PLIW Intention to quit
PLEW
WEPL

Kepuasan Kerja
Pekerjaan itu sendiri
Prestasi
Pengakuan
Tanggung jawab
Kesempatan promosi
Status
Jaminan pekerjaan

Komitmen Organisasional
Afektif
Kontinuan
Normatif

Gambar 4.2 Kerangka Konsep Penelitian

Universitas Indonesia
41

4.3. Definisi Operasional


Tabel 4.1. Definisi Operasional Variabel Penelitian
N Definisi Definisi Cara
Variabel Alat Ukur Hasil Ukur
o Konseptual Operasional Ukur
1 Kompensa Kompensasi Kompensasi Pedoman Wawan 1. Kompensasi
si adalah segala adalah wawancara -cara ekonomi
bentuk penghargaan yang didapat
penghargaan dalam bentuk 2. tunjangan
yang diberikan besaran fasilitas yang
kepada ekonomis (gaji, didapat
karyawan tunjangan, 3. kompensasi
sebagai insentif), jenis pelayanan
imbalan atas fasilitas yang didapat
kontribusi yang (perlengkapan
mereka berikan kerja, mushala,
kepada kantin, fasilitas
perusahaan. lainnya), dan
pelayanan (antar
jemput
karyawan,
bantuan hukum,
pinjaman
karyawan,
pembiayaan
studi lanjut)
2 Gaya Gaya Gaya Pedoman Wawan 1. karisma
Kepemim- kepemimpinan kepemimpinan wawancara -cara pemimpin
pinan transformasion transformasional 2. visi misi
Transfor- al adalah adalah gaya idealis
masional persepsi pimpinan RSIA pemimpin
karyawan Viola yang 3. pengambilan
terhadap berkarisma, keputusan
kemampuan memiliki dan berdasarkan
pemimpinnya menjelaskan visi masukan
dalam misi yang 4. perhatian
mempengaruhi idealis kepada individual
karyawan karyawan,
melalui proses memberikan
komunikasi motivasi yang
atau memberi inspiratif kepada
contoh untuk karyawan,
mencapai mengambil
tujuan keputusan dan
perusahaan. kebijakan
berdasarkan

Universitas Indonesia
42

masukan dan
situasi terkini
dari karyawan,
dan memberikan
perhatian yang
individual
kepada setiap
karyawan
3. Komitmen Komitmen Komitmen Pedoman Wawan 1. komitmen
organisa- organisasional organisasional wawancara -cara afektif
sional adalah adalah 2. komitmen
kontinuan
kesadaran kesadaran
3. komitmen
karyawan afektif,
normatif
terhadap kontinuan, dan
organisasi dan normatif
komitmen perawat dan
terhadap bidan RSIA
tujuannya Viola dan
berkomitmen
terhadap tujuan
rumah sakit.
4. Kepuasan Kepuasan kerja Kepuasan kerja Pedoman Wawan 1. kepuasan
Kerja adalah respon adalah respon wawancara -cara terhadap
emosional emosional pekerjaan
individu perawat dan 2. prestasi
karyawan bidan RSIA kerja
terhadap Viola terhadap 3. pengakuan
berbagai aspek perkerjaan, 4. tanggung
dalam prestasi, jawab
pekerjaan yang pengakuan, 5. kesempatan
dilakukannya tanggung jawab, promosi
di Perusahaan kesempatan 6. status
(Hezberg, promosi, status pekerjaan
1968) dan jaminan 7. jaminan
pekerjaan yang pekerjaan
dilakukannya di
RSIA Viola.
5. Work life Work life Work life Pedoman Wawan 1. work
balance balance adalah balance adalah wawancara -cara interferes
kondisi kondisi personal
seimbang seimbang antara life
antara peran pengaruh 2. personal
karyawan pekerjaan life
dalam terhadap interferes
pekerjaan dan kehidupan work
kehidupan pribadi perawat 3. personal

Universitas Indonesia
43

pribadi yang dan bidan RSIA life


dimiliki tanpa Viola atau enhances
mengorbankan sebaliknya, serta work
salah satu meminimalkan 4. work
peran yang konflik yang enhances
dimilikinya, terjadi di antara personal
serta kedua peran life
meminimalkan tersebut.
konflik yang
terjadi di antara
kedua peran
tersebut.
6. Turnover Turnover Turnover Pedoman Wawan 1. berpikir
Intention intention intention adalah wawancara -cara untuk keluar
adalah pikiran untuk 2. mencari
kecenderungan keluar, mencari alternatif
atau niat alternatif pekerjaan
karyawan pekerjaan lain, lain
untuk berhenti dan niat perawat 3. niat untuk
dari dan bidan untuk keluar
pekerjaannya keluar dari
dengan RSIA Viola dan
sukarela atau bekerja ke
memilih untuk tempat kerja
pindah dari yang lain
satu tempat
kerja ke tempat
kerja yang lain
(Mobley, 2011)

Universitas Indonesia
44

BAB 5
METODOLOGI PENELITIAN

5.1 Jenis Penelitian


Penelitian ini merupakan penelitian non eksperimental, yaitu peneliti tidak
melakukan eksperimen dan intervensi kepada subjek penelitian. Berdasarkan sifat
datanya, penelitian ini berupa penelitian kualitatif. Pemilihan pendekatan kualitatif
adalah untuk mengeksplorasi semua kemungkinan dan hal yang mempengaruhi
turnover intention pada subjek penelitian.

5.2 Lokasi dan Waktu Penelitian


Lokasi penelitian dilakukan di RSIA Viola. Penelitian ini dilakukan pada bulan
Juni 2023.

5.3 Informan Penelitian


Informan penelitian ini adalah perawat dan bidan RSIA Viola. Selain itu, untuk
keperluan triangulasi data, informan lainnya adalah manajemen RSIA Viola. Jumlah
informan penelitian adalah 25 orang, yang terdiri dari 10 perawat dan bidan yang sudah
keluar dari RSIA Viola, 10 perawat dan bidan yang masih bekerja di RSIA Viola, dan 5
orang manajemen RSIA Viola. Kriteria pemilihan informan bagi perawat dan bidan
yang masih bekerja di RSIA Viola dan manajemen RSIA Viola, peneliti menentukan
kriteria bahwa informan sudah harus bekerja minimal 3 bulan pada saat penelitian
dilakukan, sehingga informan dapat memberikan informasi yang tepat sesuai dengan
keadaan di RSIA Viola. Semua informan akan diberikan pertanyaan yang sama untuk
menggali faktor-faktor yang mempengaruhi turnover intention perawat dan bidan di
RSIA Viola.

5.4 Pengumpulan Data


Sumber data yang akan dikumpulkan pada penelitian ini adalah data primer dan
data sekunder, dengan uraian datanya sebagai berikut:
1. Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari sumbernya, baik melalui
wawancara, observasi, dan survei kemudian diolah oleh peneliti (Creswell, 1998).

Universitas Indonesia
45

Data primer pada penelitian ini diperoleh langsung melalui wawancara mendalam
yang bersumber dari informan. Informan penelitian mempertimbangkan kesesuaian
penelitian, maka wawancara mendalam tentang turnover intention perawat dan bidan
di RSIA Viola dilakukan kepada informan yang telah ditentukan yaitu perawat dan
bidan yang sudah berhenti bekerja, perawat dan bidan yang masih bekerja di RSIA
Viola, dan manajemen RSIA Viola dengan total informan berjumlah 25 orang.
2. Data sekunder adalah data yang diperoleh dari dokumen resmi, dan buku-buku yang
berkaitan dengan objek penelitian (Creswell, 1998). Data sekunder pada penelitian
ini diperoleh melalui telaah dokumen berupa laporan tahunan dan data internal dari
RSIA Viola. Adapun laporan tahunan yang digunakan adalah laporan keuangan
semester 1 tahun 2023. Sedangkan data internal RSIA Viola berupa sertifikat
akreditasi rumah sakit, ketentuan lembur, surat perintah lembur, notulen meeting,
daftar pemberian jaminan kesehatan pekerja, slip gaji, dan bukti pemberikan
pelatihan kepada karyawan.
Pengumpulan data dilakukan oleh peneliti sendiri melalui tatap muka sehingga
instrumen penelitian diharapkan dapat terisi dan terjawab dengan baik.

5.5 Instrumen Penelitian


Instrumen penelitian ini berupa pedoman wawancara mendalam yang disediakan
oleh peneliti sendiri. Penyusunan pedoman wawancara dilakukan oleh peneliti dengan
menggunakan prinsip 5W1H terhadap semua variabel penelitian, yaitu faktor-faktor
yang secara empiris terbukti berpengaruh terhadap turnover intention. Wawancara
mendalam dilakukan dengan menyertakan pedoman wawancara mendalam beserta alat
perekam, dan alat tulis. Petugas pengumpul data pada penelitian ini adalah peneliti
sendiri.
Tabel 5.1. Pertanyaan Wawancara Penelitian
Variabel Pertanyaan
Kompensasi 1. Apa saja faktor kompensasi (ekonomi, fasilitas, pelayanan) yang
mempengaruhi turnover intention?
2. Mengapa faktor-faktor tersebut dapat mempengaruhi turnover
intention?
3. Bagaimana faktor-faktor tersebut mempengaruhi turnover
intention?
Gaya 4. Apa saja faktor gaya kepemimpinan transformasional (karisma,
kepemimpinan pengaruh ideal, motivasi inspiratif, stimulasi intelektual,

Universitas Indonesia
46

Variabel Pertanyaan
transformasional perhatian individu) yang mempengaruhi turnover intention?
5. Mengapa faktor-faktor tersebut dapat mempengaruhi turnover
intention?
6. Bagaimana faktor-faktor tersebut mempengaruhi turnover
intention?
Kepuasan kerja 7. Apa saja faktor kepuasan kerja (pekerjaan, prestasi kerja,
pengakuan, tanggung jawab, kesempatan promosi, status,
jaminan pekerjaan) yang mempengaruhi turnover intention?
8. Mengapa faktor-faktor tersebut dapat mempengaruhi turnover
intention?
9. Bagaimana faktor-faktor tersebut mempengaruhi turnover
intention?
Work-life 10. Apa saja faktor work-life balance (WIPL, PLIW, PLEW, WEPL)
balance yang mempengaruhi turnover intention?
11. Mengapa faktor-faktor tersebut dapat mempengaruhi turnover
intention?
12. Bagaimana faktor-faktor tersebut mempengaruhi turnover
intention?
Komitmen 13. Apa saja faktor komitmen (afektif, kontinuan, normatif) yang
mempengaruhi turnover intention?
14. Mengapa faktor-faktor tersebut dapat mempengaruhi turnover
intention?
15. Bagaimana faktor-faktor tersebut mempengaruhi turnover
intention?
Faktor lainnya 16. Apakah ada faktor lainnya selain yang sudah disebutkan di atas
yang mempengaruhi komitmen perawat dan bidan?

5.6 Validitas Data


Validitas data pada penelitian ini diuji menggunakan beberapa cara, yaitu
(Abdussamad, 2021):
1. Validitas internal / Uji kredibilitas data (credibility)
Validitas internal dilakukan dengan cara triangulasi. Triangulasi adalah cara
menggabungkan data yang telah ada dan diharapkan data dapat menjadi lebih
berkualitas dan kredibel, baik berupa triangulasi data maupun triangulasi metode.
Triangulasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah triangulasi sumber data, di
mana peneliti menggabungkan data dari beberapa sumber yang berbeda dengan teknik
yang sama (misalnya wawancara mendalam). Pada penelitian ini peneliti menggali
informasi dari berbagai informan antara lain Direktur, Manajer Keuangan, Asisten
Manajer HRD dan GA, Manajer Perawat, Perawat dan Bidan yang masih bekerja
maupun sudah tidak bekerja lagi di RSIA Viola untuk menyesuaikan data yang

Universitas Indonesia
47

dibutuhkan. Selain menggunakan triangulasi data, peneliti juga melakukan triangulasi


metode untuk mencocokkan hasil wawancara mendalam kepada informan terhadap
bukti data sekunder yang dikumpulkan oleh peneliti.
2. Validitas eksternal / Uji transferabilitas data (transferability)
Validitas eksternal berkaitan dengan pertanyaan tentang sejauh mana derajat
ketepatan hasil penelitian nantinya digeneralisasikan dan digunakan pada berbagai
situasi. Validitas eksternal dalam penelitian kualitatif harus diuraikan secara detail,
komprehensif, dapat dipercaya, dan sistematis. Penelitian kualitatif dikatakan memenuhi
standar apabila hasil tersebut dapat diberlakukan (transferability).

5.7 Pengolahan dan Analisis Data


Pengolahan data hasil wawancara mendalam dengan informan dilakukan dengan
reduksi data, dan dibuatkan menjadi matriks hasil wawancara (Abdussamad, 2021).
Matriks hasil wawancara kemudian dianalisis secara thematic analysis, yaitu dengan
melakukan identifikasi pola dan menemukan tema melalui data yang telah dikumpulkan
dan selanjutnya menemukan hubungan antar masing-masing tema (Abdussamad, 2021).
Analisis diarahkan untuk menjawab rumusan permasalahan yang diuraikan dalam
beberapa pertanyaan untuk diteliti.
Thematic analysis merinci data-data secara kualitatif untuk menemukan
keterkaitan pola dalam sebuah fenomena dan menjelaskan sejauh mana fenomena
terjadi dari sudut pandang peneliti. Tahapan melakukan thematic analysis pada
penelitian ini adalah:
1. Memahami data yang diperlukan.
Membaca dan mendengarkan kembali transkrip wawancara mendalam yang
didapat selama pengumpulan data yang diutarakan oleh informan. Selain itu dilakukan
pencatatan kembali informasi yang dianggap penting dan berhubungan dengan
penelitian.
2. Menyusun Kode
Pelabelan data dalam transkrip wawancara mendalam yang perlu diberi kode.
Selanjutnya kode tersebut ditinjau kembali guna mengevaluasi kode mana yang relevan
dengan penelitian. Melalui kode, peneliti mencoba menginterpretasikan kata-kata yang
tersembunyi dibalik kata-kata informan.

Universitas Indonesia
48

Hasil akhir dari penelitian kualitatif adalah informasi deskriptif dan informasi
asosiatif. Deskriptif berarti memberikan gambaran yang jelas tentang variabel yang
diteliti dan asosiatif berarti memberikan penjelasan tentang hubungan antara variabel
dengan output penelitian, serta menjawab pertanyaan penelitian.

5.8 Etika Penelitian


Penelitian ini sudah mendapatkan surat keterangan hasil kaji etik dengan nomor
Ket-267/UN2.F10.D11/PPM.00.02/2023 dan layak untuk dilakukan. Pengajuan kajian
etik dilakukan agar peneliti terhindar dari pelanggaran atau masalah yang bertentangan
dengan etika penelitian. Langkah-langkah yang dilakukan peneliti terkait dengan etika
penelitian diantaranya yaitu:
1. Mengajukan kaji etik penelitian kepada tim kaji etik departemen sampai
dikeluarkannya surat keputusan lolos kaji etik.
2. Permohonan izin untuk melakukan penelitian yang disampaikan kepada Direktur
RSIA Viola sebagai tempat penelitian dengan melampirkan surat persetujuan dari
institusi, Universitas Indonesia.
3. Peneliti memberikan penjelasan mengenai maksud dan tujuan penelitian kepada
pihak Rumah Sakit dan bagian yang terkait.
4. Peneliti memberikan jaminan kerahasiaan hasil penelitian, baik informasi maupun
masalah-masalah lainnya, dan hanya untuk kepentingan penelitian semata dan
kepentingan Rumah Sakit apabila diminta oleh pihak Rumah Sakit.
5. Prinsip autonomy yaitu peneliti memberikan kebebasan bagi responden menentukan
keputusan sendiri apakah bersedia atau tidak, ikut dalam penelitian tanpa adanya
paksaan dan pengaruh dari peneliti. Informed consent akan diberikan sebelum
penelitian dilakukan dengan memberikan lembaran persetujuan untuk menjadi
partisipan. Informan yang bersedia, akan diminta untuk menandatangani lembar
Informed consent

Universitas Indonesia
BAB 6
HASIL PENELITIAN

6.1. Karakteristik informan


Wawancara penelitian dilakukan pada 25 orang informan yang telah ditentukan.
Tabel 6.1 merinci karakteristik informan berdasarkan jenis kelamin, usia, lama bekerja
dan jabatan terakhir informan. Informan dibagi menjadi 3 kelompok, dan diberi kode A,
B dan C untuk membedakan kelompok informan. Kelompok A adalah informan
perawat dan bidan yang sudah berhenti dari RSIA Viola. Kelompok B adalah informan
perawat dan bidan yang masih bekerja di RSIA Viola pada saat penelitian dilakukan.
Kelompok C adalah manajemen RSIA Viola.
Tabel 6.1 Karakteristik Informan Penelitian
Kode Informan Jenis Kelamin Usia Lama Bekerja Jabatan Terakhir
A1 Perempuan 29 Antara 1-3 tahun Perawat
A2 Perempuan 23 < 1 tahun Perawat
A3 Perempuan 32 Antara 1-3 tahun Perawat
A4 Perempuan 25 < 1 tahun Perawat
A5 Perempuan 24 < 1 tahun Perawat
A6 Perempuan 27 Antara 1-3 tahun Bidan
A7 Perempuan 37 Antara 5-10 tahun Bidan
A8 Perempuan 33 Antara 1-3 tahun Bidan
A9 Perempuan 25 < 1 tahun Bidan
A10 Perempuan 29 Antara 1-3 tahun Bidan
B1 Perempuan 24 < 1 tahun Perawat
B2 Perempuan 22 < 1 tahun Perawat
B3 Perempuan 26 < 1 tahun Perawat
B4 Perempuan 24 < 1 tahun Perawat
B5 Perempuan 23 < 1 tahun Perawat
B6 Perempuan 32 Antara 3-5 tahun Bidan
B7 Perempuan 30 Antara 3-5 tahun Bidan
B8 Perempuan 25 < 1 tahun Bidan
B9 Perempuan 24 < 1 tahun Bidan
B10 Perempuan 27 Antara 1-3 tahun Bidan
C1 Laki-laki 32 Antara 1-3 tahun Direktur
C2 Laki-laki 37 < 1 tahun Manajer keuangan
C3 Laki-laki 49 Antara 5-10 tahun Manajer GA
C4 Perempuan 43 > 10 tahun Kepala perawat
C5 Laki-laki 35 Antara 5-10 tahun Manajer yanmed
Sumber: data diolah penulis (2023)

6.2. Faktor Penyebab Turnover Intention Ditinjau dari Sisi Kompensasi


Komitmen perawat dan bidan dapat ditinjau dari sejauh mana kompensasi yang
diberikan oleh RSIA Viola.
50

6.2.1. Faktor Kompensasi yang Bersifat Ekonomis


Kompensasi yang bersifat ekonomis yang diberikan dapat berupa uang pensiun,
uang makan, uang tunjangan transportasi, uang tunjangan hari raya, uang tunjangan
sukacita/dukacita, pakaian dinas, dan tunjangan pengobatan (Hasibuan, 2012). Pada
tahun 2022, sejumlah 33 perawat dan bidan mengundurkan diri (SDM RSIA Viola,
2023). Hal ini juga dinyatakan oleh 18/20 perawat dan bidan yang merasa bahwa gaji
yang diterima kecil jumlahnya, dan 1/5 pegawai manajemen rumah sakit juga
menyatakan bahwa rumah sakit sempat mengalami keterbatasan dana.
Selain besaran gaji, 5/20 informan perawat dan bidan juga menyatakan bahwa
pembayaran gaji sering mengalami keterlambatan, dan hasil triangulasi data juga
menunjukkan bahwa 1/5 manajemen rumah sakit menyatakan bahwa keterlambatan
pembayaran gaji terjadi ketika rumah sakit berjuang di masa pandemic, dan pada saat
ini sudah tidak lagi terlambat membayarkan gaji karyawan.
Ditinjau dari slip gaji yang telah ditelaah oleh peneliti, gaji yang diterima oleh
perawat dan bidan di bawah UMK Kabupaten Bekasi tahun 2023 sebesar Rp5.137.575.
Gaji yang diterima oleh salah satu perawat di bulan September 2023 berjumlah sebesar
Rp2.500.000, dan diterima tepat waktu oleh perawat yang bersangkutan pada akhir
bulan sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 6.1.

Universitas Indonesia
51

Gambar 6.1 Slip gaji perawat RSIA Viola September 2023


Berikut adalah kutipan wawancara dari beberapa informan penelitian:
“… gaji termasuk kecil…” (A8)
“…kita juga mengalami keterbatasan dana, sehingga harus mengajukan dahulu
kepada pemilik…” (C1)
“…waktu covid, kan pasien berkurang, kita kekurangan ang operasional, tapi
saat ini pembayaran gaji selalu tepat waktu tanggal terakhir di akhir bulan…”
(C4)
Peneliti menemukan bahwa faktor kompensasi bersifat ekonomis yang
diungkapkan oleh informan dan berdasarkan hasil telaah dokumen adalah gaji yang
kecil dan pembayaran gaji yang sering telat.
6.2.2. Faktor Kompensasi yang Bersifat Fasilitas
Kompensasi yang bersifat fasilitas yang diberikan dapat berupa mushalla/masjid,
kafetaria/kantin, fasilitas olahraga, fasilitas kesenian, kesempatan mengikuti
pendidikan/pelatihan, cuti, koperasi karyawan, dan izin khusus (Hasibuan, 2012).
Sejumlah 17 informan mengungkapkan bahwa pemberian kompensasi berupa fasilitas
dari RSIA Viola hanya berupa fasilitas standar antara lain seragam, masker, gown, dan
Universitas Indonesia
52

APD. Pemberian hampers karyawan baru dimulai di tahun 2023 ini dan hal ini
diungkapkan oleh 2 informan perwaat dan bidan. Sementara itu, manajemen
mengutarakan hal yang serupa di mana penyediaan fasilitas hanya sebatas yang
mendukung pekerjaan. Pemberian izin khusus berupa kesempatan untuk melanjutkan
pendiidikan dengan biaya sendiri. Berikut adalah beberapa kutipan wawancara terhadap
informan:
“…peralatan kerja memang sudah seharusnya disediakan jadi bukan nilai lebih
yang kita terima …” (A10)
“…kita memberikan izin khusus untuk yang mau melanjutkan Pendidikan, namun
dengan biaya sendiri…” (C1)
Peneliti juga melakukan penelusuran data sekunder untuk triangulasi metodologi.
Hasil penelusuran peneliti terhadap data sekunder menemukan bahwa RSIA Viola
memberikan pelatihan internal kepada perawat dan bidan, ditunjukkan pada Gambar 6.2
dan Gambar 6.3.

Universitas Indonesia
53

Gambar 6.2. Undangan pelatihan service excellent

Universitas Indonesia
54

Gambar 6.3. Daftar hadir Pelatihan Service Excellent


Peneliti menemukan bahwa pemberian kompensasi fasilitas kepada perawat dan
bidan RSIA Viola dalam bentuk fasilitas, peralatan, dan APD standar, serta pemberian
kesempatan untuk melanjutkan pendidikan dengan biaya sendiri. Pemberian hampers
hari raya untuk karyawan baru dimulai di tahun 2023 ini.
6.2.3. Faktor Kompensasi yang Bersifat Pelayanan
Kompensasi yang bersifat pelayanan yang diberikan dapat berupa
puskesmas/dokter perusahaan, kendaraan jemputan karyawan, fasilitas penitipan bayi,

Universitas Indonesia
55

bantuan hukum, penasehat keuangan, asuransi, dan kredit rumah (Hasibuan, 2012).
Satu-satunya kompensasi bersifat pelayanan yang diberikan oleh RSIA Viola kepada
perawat dan bidan hanyalah jaminan kesehatan, sebagaimana yang diungkapkan oleh 3
informan perawat bidan dan 1 informan dari manajemen rumah sakit. Berikut adalah
kutipan hasil wawancara terhadap informan mengenai kompensasi bersifat pelayanan
yang berupa jaminan kesehatan.
“…ada jaminan kesehatan sesuai dengan plafon masing-masing…” (B7)
“…ada pemberian JPK (jaminan kesehatan) yang bisa dipakai untuk karyawan
dan keluarga inti, namun tidak dapat diuangkan…” (C2)
Peneliti melakukan triangulasi metodologi dengan melakukan penelusuran
terhadap dokumen klaim jaminan kesehatan supaya dapat membandingkannya dengan
hasil wawancara kepada informan. Hasil penelusuran terhadap penggunaan jaminan
kesehatan oleh perawat RSIA Viola terdapat pada Gambar 6.4.

Gambar 6.4. Penggunaan Jaminan Kesehatan oleh Perawat


Hasil wawancara mendalam kepada informan dan penelusuran data sekunder
menunjukkan bahwa RSIA Viola memberikan kompensasi bersifat pelayanan kepada
perawat dan bidan dalam bentuk pemberian jaminan kesehatan. Perawat yang sudah
menggunakan jaminan kesehatan, dapat menggunakannya untuk keperluan karyawan
sendiri dan anggota keluarga intinya.

6.3. Faktor Penyebab Turnover Intention Ditinjau dari Sisi Gaya Kepemimpinan
Kepemimpinan dari pemimpin menjadi salah satu faktor penting yang membuat
karyawan semakin berkomitmen terhadap organisasinya, karena kemampuannya yang
secara langsung dapat mempengaruhi kelompok yang dipimpinnya (Veitzal, 2014).

Universitas Indonesia
56

6.3.1. Karisma
Salah satu ciri pemimpin yang menerapkan gaya kepemimpinan transformasional
adalah adanya karisma, yang diakui oleh seluruh anggota timnya (Bass & Avolio,
2003). Perawat dan bidan yang sudah keluar dari RSIA Viola menyoroti kepemimpinan
direktur sebelumya yang plin-plan, ditunjukkan dengan perubahan kebijakan yang
mendadak dan sering (7 dari 10 informan); dan tidak dapat dipercaya, ditunjukkan
dengan manajemen tidak melakukan peraturan dan kebijakan yang sudah dibuat (4 dari
10 informan). Akan tetapi, perubahan direktur yang dimulai pada Bulan Maret 2023
memberikan perubahan ke arah yang lebih baik, yang tampak pada jawaban informan
perawat dan bidan yang masih bertahan (7 dari 10 informan). Peneliti tidak tidak
melakukan wawancara mendalam terhadap manajemen rumah sakit terkait variabel
gaya kepemimpinan transformasional. Berikut adalah beberapa kutipan wawancara
kepada perawat dan bidan RSIA Viola.
“…plin plan ah pemimpinnya…” (A7)
“…atasan-atasan yang lama hanya menuntut kami untuk melakukan kewajiban,
tapi pada saat giliran pemberian hak kepada kami, selalu terlambat…” (B10)
Selama peneliti melakukan penelitian di rumah sakit, dan juga mewawancarai
manajemen rumah sakit, peneliti mengobservasi penerapan gaya kepemimpinan
transformasional yang dicerminkan dengan karisma. Hasil observasi mengungkapkan
bahwa manajemen rumah sakit memiliki ketegasan dan memiliki rencana kerja yang
spesifik dan detail untuk peningkatan kinerja rumah sakit. Hasil penelusuran terhadap
data sekunder berupa program kerja direktur ditampilkan pada Gambar 6.5.

Universitas Indonesia
57

Gambar 6.5. Program Kerja Direktur RSIA Viola Maret 2023 – Februari 2024.
Berdasarkan hasil wawancara mendalam dan observasi, manajemen RSIA Viola
yang terdahulu tidak memiliki karisma yang diakui oleh para perawat dan bidan,
sehingga mempengaruhi komitmen perawat dan bidan. Manajemen yang terdahulu
dirasakan sebagai pemimpin yang tidak tegas, dan bahkan hanya menuntut bawahannya
untuk melakukan kewajibannya saja, tanpa diimbangi dengan pemberian hak yang
sesuai. Akan tetapi, perawat dan bidan yang masih bertahan di RSIA Viola merasakan
perubahan setelah kepemimpinan direktur Rumah Sakit yang baru.
6.3.2. Pengaruh idealis
Pengaruh idealis seorang pemimpin tampak ketika seorang pemimpin dapat
mempengaruhi pengikutnya hanya jika pemimpin melakukan apa yang dia katakan,
sehingga menjadi panutan bagi seluruh anggota timnya. Sejumlah 10 dari 10 perawat
dan bidan yang masih bertahan di RSIA Viola menyatakan bahwa direktur baru dan
manajemen rumah sakit sekarang lebih tegas, dan dapat memberikan contoh yang
membuat mereka lebih semangat bekerja. Beberapa kutipan hasil wawancara mendalam
kepada informan antara lain:
“…peraturan selalu berubah-ubah, tidak konsisten, dan juga tidak dijalankan
oleh yang membuat peraturan…” (A1)

Universitas Indonesia
58

“…direktur yang sekarang lebih tegas, dan karena berasal dari dokter kita juga
yang naik menjadi direktur…” (B2)
Peneliti melakukan observasi terkait pengaruh idealis yang diberikan oleh
manajemen RSIA Viola kepada perawat dan bidan sebagai upaya untuk triangulasi
metodologi. Hasil observasi mengungkapkan bahwa manajemen RSIA Viola yang baru
memberikan teladan yang mampu menggerakkan seluruh karyawan untuk kolaborasi
aktif membangun rumah sakit.
Hasil wawancara mendalam kepada informan dan observasi menunjukkan bahwa
manajemen RSIA Viola yang terdahulu cenderung tidak dapat memberikan pengaruh
idealis dan menjadi panutan bagi perawat dan bidan di RSIA Viola.
6.3.3. Motivasi inspiratif
Informan perawat dan bidan menyatakan bahwa direktur yang sebelumnya tidak
menjadi motivator yang inspiratif bagi mereka (6 dari 10 informan perawat dan bidan
yang sudah keluar dari RSIA Viola), namun manajemen yang baru dianggap
memberikan motivasi yang inspiratif (7 dari 10 informan perawat dan bidan yang masih
bertahan di RSIA Viola). Berikut adalah beberapa kutipan wawancara kepada perawat
dan bidan:
“…atasan-atasan asal membuat kebijakan, tidak paham kerjaan di lapangan, jadi
ga sinkron…” (A3)
“…direktur baru, manajer keuangan baru, dan banyak tim baru lainnya, dan
lebih bisa diajak bekerjasama…” (B5)
Peneliti melakukan observasi terkait motivasi inspiratif yang diberikan oleh
manajemen RSIA Viola kepada perawat dan bidan sebagai upaya untuk triangulasi
metodologi. Hasil observasi peneliti menunjukkan bahwa manajemen RSIA Viola yang
baru memberikan semangat kerja yang baru kepada seluruh karyawan, tidak terkecuali
perawat dan bidan RSIA Viola.
Berdasarkan hasil wawancara mendalam dan observasi, peneliti menemukan
bahwa manajemen RSIA Viola yang baru lebih dapat memberikan motivasi inspiratif
kepada karyawan, dibandingkan dengan manajemen terdahulu. Adanya perubahan ini
menyebabkan informan yang masih bertahan memberikan jawaban yang berbeda
dibandingkan dengan informan yang sudah keluar dari RSIA Viola

Universitas Indonesia
59

6.3.4. Stimulasi intelektual


Sejumlah 20/20 informan perawat dan bidan menyatakan bahwa kepala bagian
perawat menerapkan gaya kepemimpinan transformasional yang memberikan stimulasi
intelektual kepada semua perawat dan bidan. Hasil observasi peneliti menunjukkan
suasana kekeluargaan di bagian keperawatan dan kebidanan sangat terasa, di mana
semua perawat dan bidan tetap dapat melakukan tugas dan tanggung jawab dengan baik
meskipun santai. Beberapa kutipan hasil wawancara mendalam kepada informan
sebagai berikut:
“…senior dan kepala bagian di sini asik, mengajari kita benar-benar, sehingga
kita cepat paham…” (A7)
“…lingkungan kerja di perawat dan bidan sih kekeluargaan banget…” (B7)
Peneliti menemukan bahwa perawat dan bidan merasakan bahwa kepala bagian
perawat merupakan atasan yang menerapkan gaya kepemimpinan transformasional,
ditinjau dari sisi stimulasi intelektual. Peran atasan dalam mengajari perawat yang lebih
muda memudahkan perawat baru dalam beradaptasi dan melaksanakan pekerjaan
mereka dengan baik.
6.3.5. Perhatian kepada individu
Salah satu indikator gaya kepemimpinan transformasional adalah perhatian yang
individualis (Bass & Avolio, 2003). Seluruh informan dari perawat dan bidan yang
masih bertahan menyatakan bahwa direktur yang baru lebih mendengarkan masukan
dari bawahan. Hasil telaah data sekunder peneliti menunjukkan direktur baru menyusun
jadwal briefing secara regular untuk mendapatkan masukan dari seluruh karyawan.
Peneliti mendokumentasikan kegiatan briefing yang dilakukan pada hari Rabu, tanggal
27 September 2023, dan ditampilkan pada Gambar 6.6. Adapun kutipan hasil
wawancara kepada perawat dan bidan adalah sebagai berikut:
“…direktur baru ini lebih mau mendengarkan kita…” (B6)
“…direktur sekarang suka nanyain kita, apa yang kita butuhkan untuk lebih baik,
mau mendengar dan mengayomi…” (B10)

Universitas Indonesia
60

Gambar 6.6. Proses briefing oleh direktur


Perhatian yang individu tercermin dari pemimpin yang mau mendengarkan
masukan dari bawahannya, dan menjaga jalur komunikasi tetap terbuka sehingga
seluruh anggota organisasi memiliki kesempatan untuk berbagi dan berbagi ide untuk
berkontribusi terhadap kemajuan organisasi. Hal ini terungkap pula dalam wawancara
mendalam terhadap informan dan juga hasil telaah data sekunder.
6.4. Faktor Penyebab Turnover Intention Ditinjau dari Sisi Worklife Balance
Work life balance yang diterapkan oleh organisasi tercermin dari kondisi
seimbang seorang individu dalam organisasi untuk melakukan perannya sebagai
anggota organisasi dan dalam kehidupan pribadinya dengan baik (Lockwood, 2003).
6.4.1. Work Interference with Private Life
Work interference with private life merupakan indikator work-life balance di
mana pekerjaan dapat mengganggu kehidupan pribadi individu. Seluruh informan
perawat dan bidan yang keluar dari RSIA Viola mengeluhkan tingginya jam lembur dan
harus siaga dengan on-call sehingga mengganggu kehidupan pribadi masing-masing.
Akan tetapi, seluruh informan perawat dan bidan yang saat ini masih bekerja di RSIA
Universitas Indonesia
61

Viola menyatakan bahwa saat ini jumlah jam lembur sudah tidak terlalu banyak
dibandingkan dengan sebelumnya. Informan manajemen rumah sakit mengemukakan
perubahan tersebut disebabkan oleh adanya perombakan terhadap cara kerja dan
struktur organisasi. Adapun kutipan wawancara terhadap informan adalah sebagai
berikut:
“…beban kerja tidak banyak, karena pasien juga tidak terlalu ramai, tapi karena
banyak yang resign, jadi sering lembur dan juga harus standby on call…” (A5)
“…jam kerja bisa sampai hampir 2 shift karena ketambahan lembur, saya bahkan
ga sempat kondangan…” (A9)
“...sempat ada perombakan terhadap cara kerja, di mana beberapa bidan
digabungkan ke perawat karena workload nya masih kecil…” (C1)
Peneliti melakukan telaah data sekunder berupa surat kebijakan fee lembur yang
dituangkan pada Gambar 6.7. dan surat perintah lembur yang dituangkan pada Gambar
6.8. Hasil telaah data sekunder peneliti menunjukkan bahwa informasi yang
disampaikan oleh informan sudah sesuai dengan data sekunder yang didapatkan
peneliti.

Gambar 6.7. Ketentuan Kebijakan Fee Lembur RSIA Viola

Universitas Indonesia
62

Gambar 6.8. Surat Perintah Lembur


Berdasarkan hasil wawancara mendalam dan telaah data sekunder, peneliti
menemukan bahwa pekerjaan RSIA Viola mengganggu kehidupan pribadi informan,
sehingga mereka memutuskan untuk segera mencari pekerjaan baru di luar RSIA Viola.
Hal ini juga dibenarkan oleh manajemen yang menyatakan bahwa manajemen
melakukan perombakan terhadap cara kerja perawat dan bidan di RSIA Viola.
6.4.2. Private Life Interference with Work
Peneliti tidak menemukan faktor apapun dari kehidupan pribadi perawat dan
bidan yang dapat mempengaruhi hasil pekerjaan secara negatif dalam kaitannya dengan
turnover intention perawat dan bidan di RSIA Viola.
6.4.3. Private Life Enhancement of Work
Faktor kehidupan pribadi yang mempengaruhi hasil pekerjaan informan secara
positif adalah tempat tinggal yang dekat dengan rumah sakit. Hal ini diungkapkan oleh
seluruh informan perawat dan bidan yang berjumlah 20 informan. Kutipan wawancara
terhadap informan yang mendukung temuan tersebut antara lain:
“…rumah saya dekat dengan RS Viola, sehingga saya tidak stress dengan
perjalanan pulang pergi ke tempat kerja…” (A1)

Universitas Indonesia
63

“…saya perantau, tapi saya kos dekat RS Viola, sehingga memudahkan saya
menuju RS, terlebih pada saat on call…” (A3)
Peneliti melakukan penelusuran terhadap alamat tempat tinggal beberapa
informan untuk keperluan triangulasi metodologi. Hasil penelusuran peneliti adalah
bahwa alamat RSIA Viola di Jalan Raya Pondok Ungu Permai Sektor V Blok. A1
No.22-26, Kelurahan Bahagia, Kecamatan Babelan, Kabupaten Bekasi ternyata
memang sangat berdekatan dengan alamat tempat tinggal informan, yang antara lain
bertempat tinggal di:
- Babelan, RT 010/RW 001.
- Jalan Raya Babelan, RT 09/RW 02.
- Kp. Pulo Asem, RT 06/RW 05, Babelan Kota.
Peneliti menemukan bahwa kedekatan antara tempat tinggal karyawan dengan
RSIA Viola menjadi faktor penting dari kehidupan pribadi yang mempengaruhi dan
meningkatkan kualitas pekerjaan yang dilakukan. Hasil ini ditunjukkan dari hasil
wawancara mendalam terhadap informan, dan didukung dengan hasil penelusuran data
sekunder berupa alamat tempat tinggal tiga informan penelitian.
6.4.4. Work Enhancement of Private Life
Informan penelitian mengungkapkan bahwa faktor pekerjaan yang mempengaruhi
kehidupan pribadi mereka secara positif disebabkan karena kepala perawat sudah seperti
keluarga sendiri (diungkapkan oleh 10 dari 20 informan), selalu mengajari hal-hal baru
terkait pekerjaan kepada informan (diungkapkan oleh 6 dari 20 informan), dansuasana
kerja yang nyaman (diungkapkan oleh 4 dari 20 informan). Peneliti tidak melakukan
wawancara mendalam terhadap manajemen rumah sakit terkait faktor ini, maupun
melakukan telaah data sekunder dan observasi untuk keperluan triangulasi data dan
metodologi terhadap faktor ini. Beberapa kutiapn wawancara mendalam kepada
informan antara lain:
“…kepala perawat sudah seperti keluarga sendiri, selalu mengajari kita hal-hal
baru, yang lebih baik dalam menyelesaikan pekerjaan…” (B3)
“…rumah sakit Viola sebenarnya tempat yang nyaman untuk bekerja, jadi kalau
tidak keluar dari zona nyaman ya asik aja bertahan di sana…” (B8)
Hasil wawancara mendalam mengungkap bahwa lingkungan kerja khususnya di
perawat dan bidan yang sangat terasa kekeluargaan, menjadikan RSIA Viola sebenarnya
menjadi tempat yang nyaman untuk bekerja, dan juga dapat meningkatkan kualitas
Universitas Indonesia
64

kehidupan pribadi dari perawat dan bidan. Akan tetapi, lingkungan kerja yang
memberikan dampak positif terhadap kehidupan pribadi perawat dan bidan tidak cukup
untuk mengurangi turnover intention mereka, karena adanya faktor lain yang lebih
penting yaitu dari faktor kompensasi.
6.5. Faktor Penyebab Turnover Intention Ditinjau dari Sisi Kepuasan Kerja
Kepuasan kerja tercermin dari etos kerja karyawan yang tinggi dan memberikan
kontribusi yang signifikan untuk meningkatkan kinerja dan kualitas tenaga kerja serta
turnover intention (Hasibuan, 2012)
6.5.1. Pekerjaan Itu Sendiri
Informan perawat dan bidan merasakan kepuasan terhadap pekerjaan mereka
setelah adanya pergantian direktur, di mana mereka merasakan adanya peningkatan
jumlah pasien (diungkapkan oleh 3 informan), meskipun 2 informan lainnya merasa tim
pemasaran rumah sakit masih perlu bekerja ekstra untuk meningkatkan jumlah pasien
yang ada. Informan manajemen rumah sakit juga mengakui adanya perombakan
terhadap cara kerja dengan menggabungkan perawat dan bidan menjadi 1 bagian yang
sama. Temuan tersebut didasarkan pada kutipan hasil wawancara mendalam berikut:
“…bidan dan perawat adalah 2 profesi yang berbeda namun digabung menjadi 1
karena kekurangan karyawan…” (A10)
“…jumlah pasien meningkat dan ada perubahan setelah penggantian direktur
baru…” (B7)
“...sempat ada perombakan terhadap cara kerja, di mana beberapa bidan
digabungkan ke perawat karena workload nya masih kecil…” (A1)
Hasil telaah data sekunder terhadap renstra direktur RSIA Viola Maret 2023
hingga Februari 2024, manajemen RSIA Viola sudah menargetkan untuk memastikan
semua sumber daya manusia yang ada tersertifikasi sesuai kompetensinya masing-
masing. Rencana strategis tersebut diukur menggunakan lembar monitoring kinerja
manajer pelayanan medis sebagaimana terdapat pada Gambar 6.9.

Universitas Indonesia
65

Gambar 6.9. Lembar Pemantauan Kinerja Pelayanan Medis


Hasil wawancara mendalam mengungkap bahwa kepuasan perawat dan bidan
RSIA Viola terhadap pekerjaannya ada perbedaan pendapat antara perawat dan bidan
yang sudah keluar, dibandingkan dengan perawat dan bidan yang masih bertahan.
Perawat dan bidan yang sudah keluar dari RSIA Viola menyatakan ketidakpuasannya
terhadap penggabungan dua profesi yang berbeda menjadi satu departemen yang sama,
sehingga memicu turnover intention yang tinggi. Sebaliknya perawat dan bidan yang
masih bertahan di RSIA Viola merasakan adanya perubahan pada pekerjaan mereka, di
mana jumlah pasien meningkat setelah adanya penggantian direktur baru sehingga
menjadi pertimbangan mereka untuk tetap bertahan.
6.5.2. Prestasi dan Promosi
Seluruh informan perawat dan bidan menyatakan bahwa selama ini belum ada
penilaian kinerja individual karyawan, dan oleh karenanya informan belum pernah
merasakan adanya promosi jabatan dan beranggapan bahwa bekerja di RSIA Viola tidak
memiliki jenjang karir. Akan tetapi, untuk mengatasi hal ini, direktur RSIA Viola sudah
menyusun rencana penilaian kinerja karyawan yang berdasarkan balanced score card
yang kemudian menjadi blueprint promosi jabatan berdasarkan hasil penilaian kinerja
masing-masing karyawan. Beberapa kutipan hasil wawancara kepada informan adalah
sebagai berikut:
“…selama ini belum ada penilaian kinerja individual karyawan…” (A1)
“…selama ini belum pernah ada promosi jabatan untuk perawat dan bidan…”
(A3)
“...dalam renstra sudah disusun blueprint promosi jabatan berdasarkan hasil
penilaian kinerja masing-masing karyawan …” (C1)
Hasil telaah data sekunder terhadap renstra direktur RSIA Viola Maret 2023
hingga Februari 2024, manajemen RSIA Viola sudah memasukkan program monitoring
kinerja karyawan ke dalam BSC departemen HRD, yang output-nya akan dipakai untuk
program promosi karyawan. Lembar monitoring kinerja departemen HRD terkait
dengan penilaian kinerja dituangkan pada Gambar 6.10 poin nomor 2.

Universitas Indonesia
66

Gambar 6.10. Lembar Pemantauan Kinerja HRD


Peneliti tidak menemukan faktor apapun dari faktor prestasi yang merupakan
indikator kepuasan karyawan dalam kaitannya dengan turnover intention perawat dan
bidan di RSIA Viola karena RSIA Viola belum mengimplementasikan penilaian kinerja
terhadap karyawannya sehingga belum ada pengukuran yang pasti terhadap prestasi
kerja. Peneliti juga tidak menemukan faktor apapun dari faktor promosi yang
merupakan indikator kepuasan karyawan dalam kaitannya dengan turnover intention
perawat dan bidan di RSIA Viola karena RSIA Viola belum pernah melakukan promosi
jabatan terhadap karyawannya.
6.5.3. Supervisi
Informan perawat dan bidan mengungkapkan peran penting supervisi dari atasan
langsung terhadap kepuasan kerja informan. Kepala perawat mempercayakan kepada
perawat dan bidan untuk dapat menyelesaikan pekerjaannya dengan baik (diungkapkan
oleh 6 dari 20 informan yang ada). Peneliti tidak mendapatkan jawaban dari wawancara
mendalam terhadap manajemen rumah sakit terkait faktor ini. Beberapa kutipan hasil
wawancara mendalam terhadap informan perawat dan bidan antara lain:
“…atasan kami sangat memperhatikan kami …” (B6)
“…atasan mempercayakan kita untuk dapat menyelesaikan pekerjaan sendiri
dengan baik …” (A9)
Peneliti tidak menemukan data sekunder yang sesuai untuk faktor ini. Hasil
observasi peneliti terhadap suasana kerja perawat dan bidan menunjukkan suasana
kekeluargaan yang sangat tinggi. Hasil wawancara mendalam dan observasi peneliti
menunjukkan bahwa faktor atasan langsung yaitu kepala perawat maupun bidan

Universitas Indonesia
67

menjadi faktor yang membuat perawat dan bidan mempertimbangkan untuk tetap
bertahan di RSIA Viola.
6.5.4. Rekan Kerja
Informan perawat dan bidan mengungkapkan peran rekan kerja terhadap kepuasan
kerja informan. Rekan kerja yang baik, suportif dan saling mendukung (diungkap oleh 4
informan), tidak bermasalah dengan rekan kerja (diungkap oleh 4 informan) membuat
informan merasa rekan kerja adalah satu keluarga besar (diungkap oleh 10 informan).
Peneliti tidak mendapatkan jawaban dari wawancara mendalam terhadap manajemen
rumah sakit terkait faktor ini. Sementara itu, hasil observasi peneliti terhadap suasana
kerja perawat dan bidan menunjukkan suasana kekeluargaan yang sangat tinggi.
Beberapa kutipan hasil wawancara terhadap informan antara lain:
“…teman-teman tidak ada masalah satu sama lain …” (A9)
“…rekan kerja adalah satu keluarga besar …” (B1)
Hasil wawancara mendalam dan observasi menunjukkan bahwa faktor rekan kerja
yang bersahabat dan semua merasa menjadi satu bagian keluarga besar menjadi faktor
yang meningkatkan kepuasan kerja perawat dan bidan di RSIA Viola. Kepuasan kerja
yang tinggi diharapkan turut menurunkan turnover intention perawat dan bidan RSIA
Viola.
6.5.5. Pengakuan
Informan mengungkapkan bahwa selama ini tidak ada pengakuan dari
manajemen, dan hanya ada pengakuan dari atasan langsung. Namun, peneliti tidak
mendapatkan jawaban dari wawancara mendalam terhadap manajemen rumah sakit
terkait faktor ini. Demiikian pula peneliti tidak menemukan data sekunder dan hasil
observasi yang sesuai untuk faktor ini. Beberapa hasil wawancara kepada informan
antara lain:
“…tidak ada pengakuan terkait hasil kerja dari manajemen…” (A8)
“…hanya ada pengakuan dari atasan langsung…” (B1)
Hasil wawancara mendalam menunjukkan bahwa atasan langsung yaitu kepala
perawat maupun bidan memberikan pengakuan atas hasil kerja perawat dan bidan. Akan
tetapi, manajemen rumah sakit tidak memberikan pengakuan terhadap hasil kerja dalam
bentuk apapun.

Universitas Indonesia
68

6.5.6. Tanggung Jawab


Peneliti menemukan bahwa faktor tanggung jawab sebagai pembentuk kepuasan
kerja perawat dan bidan RSIA Viola terletak pada pemberian wewenang dan tanggung
jawab yang sesuai dengan profesi dan pekerjaannya, sebagaiman diungkap oleh
keseluruh 20 informan penelitian yang ada. Meskipun peneliti tidak mendapatkan
jawaban dari wawancara mendalam terhadap manajemen rumah sakit terkait faktor ini,
namun hasil penelusuran terhadap data sekunder menunjukkan adanya target SDM yang
tersertifikasi sesuai dengan profesinya masing-masing. Hasil penelusuran data sekunder
dirangkum pada Gambar 6.10 poin nomor 1 dan nomor 3. Adapun kutipan beberapa
hasil wawancara mendalam terhadap informan antara lain:
“…mendapat tanggungjawab yang sesuai dengan profesi…” (A1)
“…kami diberi wewenang untuk mengambil keputusan sesuai tanggung jawab
pekerjaan kami …” (B5)
Hasil wawancara mendalam menunjukkan bahwa pemberian tanggung jawab dan
wewenang pekerjaan sesuai dengan profesi yang dimiliki menjadi faktor yang
meningkatkan kepuasan kerja perawat dan bidan RSIA Viola. Sedangkan hasil
penelusuran data sekunder menunjukkan adanya komitmen dari manajemen RSIA Viola
untuk memastikan sumber daya manusia yang dimiliki seluruhnya sudah tersertifikasi
sesuai profesinya masing-masing, dan komitmen untuk peningkatan kualitas karyawan
melalui target pemberian Pendidikan dan pelatihan yang diselenggarakan oleh internal
rumah sakit.
6.5.7. Jaminan Pekerjaan
Seluruh informan perawat dan bidan yang sudah keluar dari RSIA Viola
menyebutkan bahwa alasan mereka keluar dari RSIA Viola adalah karena merasa
bekerja di RSIA Viola tidak memberikan jaminan terhadap keberlangsungan pekerrjan
mereka, yang disebabkan oleh kesulitan keuangan yang dialami rumah sakit. Seluruh
informan perawat dan bidan yang masih bertahan di RSIA Viola juga masih
mengungkapkan kekhawatiran mereka terhadap jaminan pekerjaan, meskipun mereka
sependapat bahwa merasakan adanya perbaikan sejak pergantian direktur. Kutipan hasil
wawancara terhadap informan antara lain:
“…rumah sakit ini sepertinya mengalami kesulitan keuangan…” (A4)
“…ada perbaikan sejak penggantian direktur, namun masih belum sepenuhnya
merasa aman…” (B2)
Universitas Indonesia
69

Peneliti tidak mendapatkan jawaban dari wawancara mendalam terhadap


manajemen rumah sakit terkait faktor ini. Demikian pula, peneliti tidak menemukan
data sekunder dan hasil observasi yang sesuai untuk faktor ini.
Hasil wawancara mendalam menunjukkan bahwa gaji yang kecil dan pembayaran
gaji yang sering telat membuat perawat dan bidan yang sudah meninggalkan RSIA
Viola beranggapan bahwa RSIA Viola tidak memberikan jaminan pekerrjaan yang
membentuk kepuasan mereka. Akan tetapi setelah adanya pergantian direktur dan
berbagai rencana strategis yang telah dibuat oleh direktur baru menyebabkan perawat
dan bidan yang masih bertahan merasa adanya perubahan jaminan pekerjaan ke arah
yang lebih baik.

6.6. Faktor Penyebab Turnover Intention Ditinjau dari Sisi Komitmen


Karyawan dengan komitmen tinggi akan sangat terlibat dengan organisasi, terlibat
secara serius dalam pekerjaan mereka, dan setia serta memiliki sikap positif. Selain itu,
perilaku terhadap tujuan organisasi dan keinginan untuk tetap menjadi anggota
organisasi dalam jangka panjang dapat terlihat (Kreitner & Kinicki, 2014).
6.6.1. Komitmen Afektif
Sejumlah 13 informan menyatakan bahwa RSIA Viola memiliki banyak masalah
internal sehingga memutuskan untuk keluar dari RSIA Viola. Sedangkan 4 informan
menyatakan bahwa mereka tetap bertahan di RSIA Viola karena dekat dengan tempat
tinggalnya. Peneliti tidak mendapatkan jawaban dari wawancara mendalam terhadap
manajemen rumah sakit terkait faktor ini. Peneliti tidak menemukan data sekunder dan
hasil observasi yang sesuai untuk faktor ini. Beberapa hasil wawancara terhadap
informan antara lain:

“…saya ingin secepat mungkin meninggalkan RSIA Viola dan pindah ke rumah
sakit lain…” (A4)
“…saya senang dengan atasan dan rekan kerja saya, dan melihat adanya
perubahan suasana setelah pergantian direktur, saya mungkin akan bertahan…”
(B5)
Hasil wawancara mendalam mengungkap bahwa terdapat perbedaan komitmen
afektif antara perawat dan bidan yang sudah meninggalkan RSIA Viola dengan perawat
dan bidan yang masih bertahan di RSIA Viola. Perawat dan bidan tidak mengalami

Universitas Indonesia
70

keterikatan emosional dengan RSIA Viola dikarenakan oleh faktor pemimpin, dalam hal
ini adalah direktur RSIA Viola.
6.6.2. Komitmen Kontinuan
Sejumlah 14 informan mengungkapkan rendahnya komitmen kontinuan yang
dimiliki, yang ditunjukkan dengan niat untuk keluar dari RSIA Viola setelah diterima
rumah sakit lain dengan gaji lebih tinggi. Sedangkan manajemen menyoroti bahwa
rendahnya komitmen kontinuan perawat dan bidan disebabkan banyaknya perawat dan
fresh graduate. Peneliti tidak mendapatkan data sekunder dan hasil observasi yang
sesuai untuk melakukan triangulasi metodologi penelitian terhadap faktor ini. Kutipan
beberapa hasil wawancara terhadap informan antara lain:
“…saya mempertimbangkan untuk menerima tawaran dari rumah sakit lain
dengan gaji lebih besar …” (B7)
“...perawat di sini banyak yang fresh graduate. Setelah mendapat banyak
pengalaman kerja di sini, dan mendapat tawaran dari rumah sakit lain dengan
gaji lebih besar, mereka keluar dari rumah sakit ini…” (C4)
Hasil wawancara mendalam mengungkap bahwa komitmen kontinuan
mempengaruhi turnover intention perawat dan bidan RSIA Viola. Akan tetapi,
komitmen kontinuan yang juga rendah dipengaruhi oleh besaran gaji, sehingga dapat
dikatakan bahwa komitmen kontinuan adalah faktor perantara karena gaji yang kecil
menyebabkan tingginya turnover intention.
6.6.3. Komitmen Normatif
Terkait dengan komitmen normatif, 14 informan dari perawat dan bidan
menyatakan bahwa mereka tidak berkeberatan ataupun merasakan penyesalan setelah
keluar dari RSIA Viola. Namun peneliti tidak mendapatkan hasil wawancara terhadap
informan dari manajemen untuk triangulasi data maupun hasil telaah dokumen dan
observasi untuk triangulasi metodologi. Beberapa kutipan wawancara kepada informan
perawat dan bidan antara lain:
“…saya tidak menyesal keluar dari RSIA Viola…” (A4)
“…saya tidak berkeberatan untuk keluar dari RSIA Viola …” (B8)
Hasil wawancara mendalam mengungkap bahwa perawat dan bidan RSIA Viola
memiliki komitmen normatif yang rendah. Rendahnya komitmen cenderung akan
meningkatkan turnover intention.

Universitas Indonesia
71

Universitas Indonesia
72

BAB 7
PEMBAHASAN

7.1. Keterbatasan Penelitian


Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan yaitu:
1. Peneliti kesulitan untuk menghubungi informan, terlebih karena terjadi perubahan
direktur dan manajer rumah sakit pada waktu penelitian. Selain itu, informan dari
perawat dan bidan yang sudah keluar dari RSIA Viola juga sulit ditemui sehingga
peneliti akhirnya melakukan wawancara dengan informan secara daring maupun
melalui panggilan telepon.
2. Peneliti tidak banyak mendapatkan data sekunder dari RSIA Viola untuk
mendukung penelitian, di mana beberapa data khususnya terkait kompensasi
merupakan rahasia perusahaan.

7.2. Temuan Penting Hasil Penelitian


7.2.1. Faktor Kompensasi
Faktor kompensasi ekonomi menjadi faktor utama yang mempengaruhi komitmen
perawat dan bidan di RSIA Viola. Informan menyebutkan gaji yang rendah bahkan di
bawah upah minimum dan belum sesuai dengan standar profesi, ditambah dengan
keterlambatan pembayaran gaji, menjadi faktor pertimbangan penting bagi perawat dan
bidan untuk keluar dari RSIA Viola. Dari sudut pandang manajemen, rendahnya gaji
yang diberikan disebabkan karena pasien rumah sakit yang tidak terlalu ramai. Selain
itu, keterlambatan pembayaran gaji, termasuk tunjangan dan insentif, dikarenakan
sistem payroll yang kurang reliabel sehingga sering mengalami error. Kebijakan terkait
penggajian yang sering berubah juga menjadi faktor yang menurunkan komitmen
perawat dan bidan. Informan menyoroti mengenai pembayaran tunjangan, uang lembur,
insentif dalam belum jaspel dan uang tindakan medis yang juga diberikan terpisah-
pisah, dengan jumlah yang tidak memadai dibandingkan pekerjaan yang dilakukan.
Penggajian yang belum sesuai dengan standar profesi atau upah minimum setempat, dan
keterlambatan dalam pembayaran kepada karyawan menyebabkan rendahnya komitmen
perawat dan bidan di RSIA Viola.
Fasilitas sudah diberikan oleh RSIA Viola kepada perawat dan bidan untuk
menunjang pekerjaan keprofesian yang dilakukan. Namun fasilitas yang diberikan

Universitas Indonesia
73

dianggap merupakan fasilitas wajib yang memang harus disediakan oleh rumah sakit,
bukan sebagai fasilitas yang memberi nilai lebih kepada para karyawan. Pelatihan yang
minim dan hanya diberikan kepada bagian tertentu juga menjadi pertimbangan yang
mempengaruhi komitmen. Meskipun RSIA Viola mengijinkan atau memberikan ijin
khusus kepada perawat dan bidan yang akan melanjutkan Pendidikan, namun
Pendidikan ditempuh menggunakan uang pribadi dan tidak mendapatkan dukungan dari
RSIA Viola. Manajemen RSIA viola mengakomodasi karyawan yang akan menempuh
pendidikan lanjutan dengan menyusun jadwal kerja dengan menyesuaikan jadwal kuliah
dari karyawan yang bersangkutan. Akan tetapi, perawat dan bidan mengapreasiasi
adanya pemberian JPK (jaminan kesehatan) bagi seluruh karyawan RSIA Viola, yang
juga dapat digunakan oleh keluarga inti karyawan. Pemberian fasilitas tambahan di luar
fasilitas wajib, dan pemberian jaminan kesehatan merupakan opsi yang dapat dialukan
oleh manajemen RSIA Viola untuk meningkatkan komitmen perawat dan bidan di
RSIA Viola
RSIA Viola belum memberikan kompensasi kepada karyawannya dalam bentuk
pelayanan. Kompensasi yang diberikan masih lebih banyak berupa tunjangan yang
bersifat ekonomis. Manajemen RSIA Viola akan mempertimbangkan untuk
memberikan kompensasi yang berupa pelayanan kepada karyawannya apabila
pendapatan rumah sakit sudah mulai meningkat. Tidak adanya kompensasi dalam
bentuk pelayanan yang diberikan kepada karyawan RSIA Viola menyebabkan peneliti
tidak dapat menganalisis pengaruh faktor ini lebih lanjut dalam pengaruhnya terhadap
komitmen perawat dan bidan.
Tingkat kesejahteraan yang tinggi diharapkan oleh setiap karyawan. Program
kompensasi diberikan kepada seluruh karyawan berdasarkan hubungan kerja mereka
dan merupakan imbalan atas pekerjaan. Dengan demikian, kesejahteraan karyawan
dapat mempengaruhi motivasi kerja karyawan (Hasibuan, 2012). Pemberian kompensasi
diharapkan membawa manfaat yang signifikan bagi tujuan organisasi. Filippo (2004)
mengatakan bahwa fungsi retensi karyawan adalah tentang perlindungan keadaan fisik,
mental dan emosional. Dalam melaksanakan fungsi retensi, metode yang tepat harus
diperhatikan agar pelaksanaannya secara efektif mendukung pencapaian tujuan
organisasi. Salah satu praktik retensi yang berpengaruh besar dalam meningkatkan

Universitas Indonesia
74

motivasi adalah memberikan kompensasi yang sesuai bagi karyawan atau pekerja
selama mereka berada di organisasi.
Hasil penelitian ini sesuai dengan beberapa bukti empiris yang ada antara lain
penelitian Amir et al. (2023) yang mengungkapkan bahwa kompensasi berpengaruh
negatif signifikan terhadap turnover intention perawat di RSUD Kotamobagu. Irmayani
et al. (2023) juga menemukan hasil yang serupa di mana semakin rendahnya
kompensasi akan meningkatkan turnover intention perawat Rumah Sakit Grandmed
Lubuk Pakam. Demikian halnya juga Amanda et al. (2021) juga menemukan bahwa
kompensasi berpengaruh terbalik dengan turnover intention perawat Rumah Sakit
Ananda Bekasi. Akan tetapi, penelitian Amanda et al. (2021) menemukan bahwa
kompensasi tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap turnover intention
perawat di Rumah Sakit Mitra Sejati Medan. Hasil yang berbeda ini mungkin
disebabkan karena faktor yang lebih dominan mempengaruhi turnover intention adalah
lingkungan kerja dan stress kerja.
7.2.2. Faktor Gaya Kepemimpinan Tranformasional
Pemimpin di RSIA Viola sebelum penggantian direktur dianggap oleh perawat
dan bidan di RSIA Viola sebagai pemimpin yang tidak memiliki karisma. Perawat dan
bidan RSIA Viola mempersepsikan manajamen rumah sakit yang terdahulu di bawah
pimpinan direktur rumah sakit sebelumnya tidak menunjukkan contoh yang
menjadikannya panutan bagi karyawan. Hal ini mempengaruhi komitmen perawat dan
bidan, sehingga menyebabkan banyaknya perawat dan bidan memutuskan keluar dari
RSIA Viola.
Pemimpin yang ideal adalah pemimpin yang dapat menularkan idealismenya
kepada seluruh anggota timnya. Dengan demikian, seluruh anggota dalam tim dapat
berkolaborasi untuk mencapai tujuan bersama. Pemimpin bertanggung jawab untuk
merumuskan kebijakan dan peraturan sebagai sarana kontrol manajemen untuk
memastikan pencapaian tujuan bersama. Akan tetapi, perubahan kebijakan dan
peraturan di RSIA Viola terlalu sering terjadi, sehingga membingungkan perawat dan
bidan sebagai elemen sumber daya manusia di RSIA Viola dalam menjalankan
kebijakan dan peraturan tersebut. Hal ini diperparah pula dengan pimpinan yang tidak
tegas, dan juga tidak berkomitmen tinggi untuk menjalankan kebijakan dan peraturan
yang telah disusun. Sikap pimpinan RSIA Viola ini menyebabkan adanya penilaian

Universitas Indonesia
75

negatif dari karyawan khususnya RSIA Viola kepada pimpinan rumah sakit, dan
mempengaruhi rendahnya komitmen perawat dan bidan di RSIA Viola.
Penunjukan direktur baru di RSIA Viola baru-baru ini mengubah kembali pola
kerja perawat dan bidan yang ada, dikarenakan kebijakan baru yang dirumuskan.
Meskipun informan merasakan bahwa kebijakan yang dirumuskan oleh direktur baru
masih belum ideal, akan tetapi informan yang masih sempat bekerja di bawah pimpinan
direktur baru menyampaikan bahwa terasa perubahan ke arah yang lebih baik. Direktur
baru lebih merangkul semua pihak untuk bekerja sama mencapai tujuan dan membawa
RSIA Viola menjadi lebih baik lagi. Selain itu, perawat dan bidan mengharapkan
kebijakan baru yang dirumuskan oleh direktur baru lebih sesuai dengan keadaan yang
dihadapi oleh mereka dalam pekerjaannya sehari-hari. Meskipun adanya perubahan kea
rah yang lebih baik dari direktur baru dibandingkan direktur yang sebelumnya, namun
komitmen perawat dan bidan tidak terlalu terpengaruh, dan informan lebih menekankan
faktor kompensasi sebagai alasan utama yang mempengaruhi komitmen perawat dan
bidan di RSIA Viola.
Kepala perawat perawat dan manajer perawat dan bidan sebagai atasan langsung
yang bersinggungan dengan pekerjaan perawat dan bidan RSIA Viola sehari-hari
dianggap sebagai sosok yang menerapkan gaya kepemimpinan transformasional yang
tercermin dari pemberian stimulasi intelektual. Informan menyampaikan bahwa perawat
dan bidan terutama yang baru lulus dari pendidikan profesi dan baru bekerja banyak
dibimbing dan diarahkan oleh kepala bagian perawat. Bimbingan dan ararahan ini
memudahkan mereka untuk segera beradaptasi dengan pola dan kecepatan kerja yang
dibutuhkan dalam menangani pasien sehari-hari, sehingga mereka merasa unit kerja
perawat dan bidan merupakan unit kerja yang terasa seperti keluarga sendiri. Akan
tetapi, kedekatan antara kepala bagian perawat, dan juga manajer perawat dan bidan
yang sangat baik dengan perawat dan bidan tidak dapat meningkatkan komitmen
perawat dan bidan di RSIA Viola apabila mereka mendapatkan tawaran pekerjaan dari
rumah sakit lain yang tidak berjauhan dari RSIA Viola dengan kompensasi yang lebih
besar.
Salah satu indikator penerapan gaya kepemimpinan tranformasional yang juga
dirasakan informan khususnya perawat dan bidan yang sudah keluar dari RSIA Viola
adalah bahwa manajemen rumah sakit yang baru di bawah pimpinan direktur baru lebih

Universitas Indonesia
76

banyak memberikan perhatian yang individualis kepada mereka. Perawat dan bidan pun
dilibatkan untuk memberikan saran dan ide untuk berkontribusi terhadap kemajuan
organisasi. Namun perubahan ini pun masih belum menjadi pertimbangan bagi perawat
dan bidan untuk memilih bertahan di RSIA Viola apabila mendapatkan tawaran atau
pekerjaan di rumah sakit lain dengan kompensasi yang lebih baik.
Pemimpin adalah inisiator, motivator, stimulator dan inovator dalam organisasi.
Pemimpin adalah orang yang karena kemampuan pribadinya dapat secara langsung
mempengaruhi kelompok yang dipimpinnya dalam upaya bersama untuk mencapai
tujuan tertentu, dengan atau tanpa pertemuan formal (Veitzal, 2014). Penerapan gaya
kepemimpinan transformasional oleh direktur baru dan jajaran manajemennya menjadi
faktor yang menurunkan turnover intention, terbukti dari hasil wawancara mendalam
kepada perawat dan bidan yang masih bertahan. Akan tetapi, penerapan gaya
kepemimpinan transformasional tidak dapat berdiri sendiri, dan harus digabungkan
dengan perbaikan di faktor-faktor lainnya untuk menurunkan turnover intention.
Hasil penelitian ini mendukung bukti empiris oleh Matande et al. (2022) pada
tenaga kesehatan di Rumah Sakit X Kabupaten Mimika, dan Yucel (2021) pada tenaga
kesehatan di Turki. Para profesional kesehatan merasa bahwa kepemimpinan telah gagal
untuk menjadi panutan dalam mencapai tujuan organisasi. Para pemimpin gagal
memberikan perhatian, bimbingan, dan penilaian terhadap hasil kerja, yang
mengakibatkan berkurangnya motivasi di antara para tenaga kesehatan. Tidak adanya
insentif yang jelas yang diberikan oleh pimpinan atas kontribusi tenaga kesehatan
profesional telah mengakibatkan kurangnya motivasi untuk meningkatkan keterampilan
mereka dan kecenderungan untuk mengadopsi pendekatan pasif, hanya menunggu
berakhirnya kontrak mereka untuk mencari peluang yang lebih baik di tempat lain
(Matande et al., 2022). Akan tetapi, Rindu et al. (2020) menjelaskan bahwa model
kepemimpinan transformasional sebagai satu kesatuan yang lengkap, mencakup
karisma, keramahan kepada pekerja, stimulasi intelektual, motivasi inspirasional, dan
pengaruh ideal sehingga dapat menghasilkan usaha ekstra dari pekerja, produktivitas
yang tinggi, turnover yang lebih rendah, tingkat ketidakhadiran yang lebih rendah, dan
kemampuan beradaptasi dengan organisasi. Penerapan model kepemimpinan
transformasional yang tidak lengkap menyebabkan penerapan gaya kepemimpinan
transformasional tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap turnover intention.

Universitas Indonesia
77

7.2.3. Faktor Work Life Balance


Indikator work life balance WIPL menunjukkan adanya faktor-faktor di tempat
kerja yang mempengaruhi kehidupan pribadi seorang individu pekerja secara negatif.
Hasil wawancara mendalam menunjukkan bahwa banyak sekali hal-hal terkait
pekerjaan yang dilakukan oleh informan sebagai perawat dan bidan RSIA Viola yang
mempengaruhi kehidupan pribadi mereka secara negatif. Pengaruh ini terjadi juga
sebagai efek domino dari perubahan-perubahan kebijakan rumah sakit, dan banyaknya
rekan kerja perawat dan bidan yang keluar dari RSIA Viola. Hal ini menyebabkan
perawat dan bidan yang masih bekerja menjadi harus menyelesaikan pekerjaan rekan-
rekannya, shift kerja menjadi lebih banyak, dan juga mendapat lebih banyak panggilan
on call apabila sedang di luar jam kerja. Semua hal ini menyebabkan perawat dan bidan
yang masih bekerja di RSIA Viola juga menjadi semakin tidak betah dan berinisiatif
untuk mencari pekerjaan baru.
Indikator work life balance PLIW menunjukkan adanya faktor-faktor kehidupan
pribadi individu pekerja yang mempengaruhi hasil pekerjaannya di tempat kerja secara
negatif. Peneliti tidak menemukan faktor apapun dari kehidupan pribadi perawat dan
bidan yang dapat mempengaruhi hasil pekerjaan secara negatif dalam kaitannya dengan
komitmen perawat dan bidan di RSIA Viola.
Indikator work life balance PLEW menunjukkan adanya faktor-faktor kehidupan
pribadi individu pekerja yang mempengaruhi hasil pekerjaannya di tempat kerja secara
positif. Tempat tinggal yang dekat dengan RSIA Viola menjadi faktor kehidupan
pribadi yang dapat meningkatkan kualitas pekerjaan informan di RSIA Viola. Informan
yang sudah tidak bekerja lagi di RSIA Viola juga mencari rumah sakit lain yang
lokasinya tidak jauh dari RSIA Viola namun menawarkan kompensasi yang lebih baik.
Dengan demikian tempat kerja informan yang dekat dengan RSIA Viola tidak serta-
merta dapat meningkatkan komitmen perawat dan bidan untuk tetap bertahan bekerja di
RSIA Viola.
Indikator work life balance WEPL menunjukkan adanya faktor-faktor di tempat
kerja yang mempengaruhi kehidupan pribadi individu pekerja secara positif. Hal positif
dari RSIA Viola yang dirasakan sebagai pengaruh positif ke kehidupan pribadi adalah
RSIA Viola yang nyaman, atasan langsung dan unit kerja yang seperti keluarga sendiri,
dan informan belajar banyak hal terkait pekerjaan dari atasan langsung mereka di RSIA

Universitas Indonesia
78

Viola. Akan tetapi, lingkungan kerja yang memberikan dampak positif terhadap
kehidupan pribadi perawat dan bidan tidak cukup untuk meningkatkan komitmen
mereka terhadap RSIA Viola, karena adanya faktor lain yang lebih penting yaitu dari
faktor kompensasi.
Hasil penelitian ini serupa dengan semua bukti empiris yang ada bahwa work-life
balance adalah faktor yang mempengaruhi turnover intention. Penelitian Sandunika &
Jayaekara (2021) pada perawat yang sudah menikah di Srilanka, dan penelitian
Wardana et al. (2020) pada perawat di Rumah Sakit X di Tangerang mengungkapkan
adanya peran worklife balance terhadap turnover intention.
7.2.4. Faktor Kepuasan Kerja
Perawat dan bidan di RSIA Viola sebenarnya menikmati pekerjaan mereka. Beban
kerja yang tidak tinggi dikarenakan jumlah pasien rawat inap yang sedikit menjadi
faktor yang meningkatkan kepuasan kerja. Pekerjaan yang diberikan pun sesuai dengan
tupoksi masing-masing profesi. Akan tetapi, ketika direktur mengambil kebijakan untuk
menggabungkan perawat dan bidan menjadi 1 unit kerja yang sama, yang disebabkan
kekurangan tenaga perawat dan bidan akibat banyaknya perawat dan bidan yang keluar,
membuat kepuasan kerja perawsat dan bidan RSIA Viola menurun. Hal ini menjadi
pencetus meningkatnya turnover intention, sehingga perawat dan bidan mulai
mempertimbangkan untuk meninggalkan RSIA Viola.
Prestasi dan promosi jabatan yang menurut berbagai literatur menjadi indikator
yang mempengaruhi kepuasan kerja, ternyata tidak menjadi faktor yang mempengaruhi
kepuasan kerja perawat dan bidan di RSIA Viola. Hal ini disebabkan karena selama ini
belum ada penilaian kinerja di RSIA Viola sehingga tidak ada pula penilaian prestasi
karyawan, dan tidak adnya pemberian penghargaan kepada karyawan berprestasi,
maupun dalam bentuk promosi jabatan. Akan tetapi, ketiadaan promosi jabatan ini
menyebabkan perawat dan bidan di RSIA Viola mempersepsikan bahwa pekerjaan di
RSIA Viola tidak memberikan masa depan yang menjanjikan, dan mendorong tingginya
turnover intention.
Perawat dan bidan di RSIA Viola merasakan kepuasan kerja yang tinggi karena
faktor supervisi dan rekan kerja. Kepala perawat dipandang sebagai atasan yang
menyenangkan, memberikan bimbingan dan arahan yang baik kepada seluruh tim,
mempercayakan tim untuk dapat menyelesaikan pekerjaannya dengan baik, sehingga

Universitas Indonesia
79

dianggap memberikan perhatian terhadap kinerja perawat. Beberapa faktor inilah yang
menyebabkan turunnya turnover intention di kalangan perawat dan bidan. Selain dari
faktor supervisi oleh atasan langsung, faktor rekan kerja yang bersahabat juga membuat
suasana kerja seperti keluarga besar. Semua rekan kerja perawat dan bidan saling
membantu dan mendukung satu sama lain.
Faktor pengakuan yang merupakan indikator kepuasan kerja tidak menjadi faktor
yang mempengaruhi turnover intention. Hal ini disebabkan karena belum berjalannya
sistem penilaian kinerja, sehingga tidak ada parameter pengakuan yang jelas dari
manajemen rumah sakit terhadap kinerja perawat dan bidan. Pengakuan terhadap hasil
kerja hanya berupa pengakuan lisan dari kepala perawat, dan tidak tertuang dalam data
sekunder yang didokumentasikan oleh rumah sakit.
Indikator tanggung jawab juga menjadi faktor yang mempengaruhi turnover
intention, dan indikator ini terkait langsung dengan faktor kompensasi dan kepuasan
terhadap atasan. Perawat dan bidan yang sudah keluar dari RSIA Viola menyebutkan
bahwa pemberian gaji yang sesuai dengan beban kerja dan lingkup tanggung jawab
profesi yang mereka miliki menjadi faktor pendorong kepuasan, dan akhirnya
mempengaruhi turnover intention. Demikian halnya kesempatan yang diberikan oleh
atasan kepada perawat dan bidan untuk mengambil keputusan sendiri sesuai dengan
lingkup tanggung jawab profesinya membuat perawat dan bidan mempertimbangkan
untuk bertahan di RSIA Viola.
Jaminan pekerjaan yang merupakan salah satu indikator kepuasan kerja juga
mempengaruhi turnover intention perawat dan bidan di RSIA Viola. Pengaruh ini
terlihat jelas berdasarkan hasil wawancara mendalam, di mana perawat dan bidan yang
sudah keluar dari RSIA Viola menyebutkan mereka meninggalkan RSIA Viola karena
menganggap rumah sakit tidak dapat memberikan jaminan pekerjaan yang baik kepada
mereka. rumah sakit yang sering telat membayarkan gaji dipersepsikan membuat
pekerjaan mereka terancam, sehingga meningkatkan keinginan mereka untuk segera
meninggalkan RSIA Viola, dan mendorong mereka untuk aktif mencari lowongan
pekerjaan di tempat lain. Akan tetapi sejak penggantian direktur dan beberapa
manajemen baru di RSIA Viola, perawat dan bidan yang masih bertahan merasakan
adanya perubahan sebagai akibat dari kebijakan yang diterapkan oleh direktur baru,
sehingga mempersepsikan adanya peningkatan jaminan pekerjaan dan berdampak pada

Universitas Indonesia
80

turunnya turnover intention.


Kepuasan kerja adalah respon afektif atau emosional terhadap berbagai aspek
pekerjaan. Oleh karena itu, kepuasan kerja bukanlah konsep tunggal karena berasal dari
berbagai elemen pekerjaan (Robbins, 2006). Berdasarkan beberapa penelitian yang
dilakukan ketika karyawan ditanya bagaimana perasaan mereka tentang pekerjaan
mereka, hasilnya bervariasi sesuai dengan faktor pekerjaan yang berbeda, namun
penelitian umumnya menemukan bahwa karyawan menunjukkan kepuasan umum
(Robbins & Coulter, 2011). Kepuasan kerja adalah sikap emosional seseorang yang
mencintai pekerjaannya. Sikap ini tercermin dari etos kerja karyawan yang
menunjukkan tingkat kepuasan yang tinggi dan memberikan kontribusi yang signifikan
untuk meningkatkan kinerja dan kualitas tenaga kerja (Hasibuan, 2012).
Hasil penelitian ini didukung oleh bukti empiris penelitian Amir et al. (2023) pada
perawat di RSUD Kotamobagu, dan Amanda et al. (2021) pada perawat di Rumah Sakit
Amanda Bekasi yang menjelaskan bahwa kepuasan kerja dalam bentuk kepuasan
terhadap pekerjaan, gaji, supervisi, rekan kerja, promosi jabatan, prestasi, pengakuan,
status, dan jaminan pekerjaan. Hasil penelitian kualitatif oleh Putra et al. (2020)
terhadap 8059 artikel mengenai kepuasan kerja juga menyatakan bahwa kepuasan kerja
adalah salah satu faktor yang signifikan berpengaruh terhadap turnover intention.
7.2.5. Faktor Komitmen Organisasional
Indikator komitmen afektif dicirikan dengan adanya keterikatan emosional dari
karyawan terhadap organisasi. Faktor komitmen afektif yang mempengaruhi turnover
intention perawat dan bidan RSIA Viola ditunjukkan dengan perasaan tidak betah,
sehingga ingin secepatnya keluar RSIA Viola. Perawat dan bidan yang sudah keluar pun
tidak merasakan penyesalan karena telah keluar dari RSIA Viola. Mereka merasakan
bahwa peraturan yang terlalu sering berubah, dan kebijakan direktur yang plin-plan
sebagai faktor pencetus rendahnya komitmen afektif mereka terhadap rumah sakit.
Akan tetapi ada 1 perawat yang sudah meninggalkan RSIA Viola mengungkapkan
bahwa apabila penggantian direktur dilakukan lebih cepat, perawat tersebut mungkin
masih bertahan di RSIA Viola. Hasil wawancara mendalam terhadap perawat dan bidan
yang masih bertahan di RSIA Viola juga menunjukkan bahwa penggantian direktur
menjadi faktor pendorong peningkatan komitmen afektif, dan berdampak pada
menurunnya turnover intention perawat dan bidan.

Universitas Indonesia
81

Indikator komitmen kontinuan dicirikan dengan adanya keterikatan transaksional


dalam bentuk perhitungan untung rugi dari karyawan terhadap organisasi. Perawat dan
bidan RSIA Viola secara jelas menyatakan bahwa keputusan keluar dari RSIA Viola
adalah keputusan yang tepat karena rumah sakit lain menawarkan gaji yang lebih besar.
Salah satu faktor komitmen normatif yang menyebabkan tingginya turnover
intention perawat dan bidan di RSIA Viola adalah kesulitan untuk menunaikan ajaran
agama (shalat) karena kekurangan jumlah tenaga kerja. Perawat di bagian IGD
mengungkapkan bahwa di IGD hanya ada 1 perawat dan 1 dokter jaga, sehingga
menyebabkan dirinya kesulitan menunaikan shalat. Hal ini menjadi pendorong
meningkatnya turnover intention karena perawat tersebut merasakan adanya hambatan
dari sisi normatif untuk menunaikan kewajiban agamanya dan berkaitan dengan
komitmen normatif.
Komitmen organisasional diungkapkan dalam bentuk pikiran dan tindakan oleh
karyawan yang loyal terhadap perusahaan. Beberapa tindakan yang mencerminkan
komitmen organisasional antara lain tetap bekerja di perusahaan, tidak berpindah ke
perusahaan lain, bersedia melakukan pekerjaan ekstra/lembur, menjaga kerahasiaan
perusahaan, mempromosikan perusahaan, merasa bangga menjadi bagian dari
perusahaan, bersedia mengorbankan tujuan atau kepentingan pribadi untuk mencapai
tujuan perusahaan, menggunakan dan/atau membeli produk (jasa) yang dihasilkan oleh
perusahaan, menawarkan saran untuk perbaikan, melindungi aset perusahaan, tidak
menyalahgunakan waktu istirahat atau cuti, dan dengan senang hati membantu
karyawan lain (Sopiah, 2008). Karyawan dengan komitmen tinggi akan sangat terlibat
dengan organisasi, terlibat secara serius dalam pekerjaan mereka, dan setia serta
memiliki sikap positif. Selain itu, perilaku terhadap tujuan organisasi dan keinginan
untuk tetap menjadi anggota organisasi dalam jangka panjang dapat terlihat.
Hasil penelitian ini serupa dengan yang diungkapkan oleh Rindu et al (2020)
menyatakan bahwa terdapat pengaruh negatif komitmen organisasi terhadap turnover
intention perawat di rumah sakit di Indonesia. Demikian pula hasil penelitian kualitatif
oleh Putra et al. (2020) yang menemukan hasil serupa semakin menguatkan hasil
penelitian ini.

Universitas Indonesia
82

BAB 8
KESIMPULAN DAN SARAN

8.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis data kualitatif yang didapatkan dari penelitian ini, dapat
disimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi turnover intention perawat dan
bidan RSIA Viola antara lain:
1. Faktor kompensasi merupakan faktor utama yang meningkatkan turnover intention
perawat dan bidan di RSIA Viola, terdiri dari gaji yang kecil dengan pembayaran
yang sering telat, fasilitas yang diberikan hanya fasilitas standar, dan kompensasi
bersifat pelayanan dalam bentuk jaminan kesehatan.
2. Faktor gaya kepemimpinan transformasional, di mana penerapan gaya
kepemimpinan transformasional menurunkan turnover intention perawat dan bidan
RSIA Viola. Faktor gaya kepempinan transformasional yang menurunkan turnover
intention perawat dan bidan antara lain adanya karisma, pengaruh idealis, motivasi
inspiratif, stimulasi intelektual, dan perhatian individual yang diterapkan oleh
direktur baru RSIA Viola.
3. Faktor work-life balance juga mempengaruhi turnover intention perawat dan bidan
RSIA Viola. Faktor work-life balance tersebut antara lain berupa jumlah jam lembur
yang tinggi (work interfere personal life), tempat tinggal yang dekat dengan rumah
sakit (personal life enhance work), dan atasan yang banyak memberikan sharing
ilmu dan pengalaman sehingga membantu pengembangan diri perawat dan bidan
(work enhance personal life).
4. Faktor kepuasan kerja, yang memiliki pengaruh terbalik dengan turnover intention.
Faktor kepuasan kerja yang mempengaruhi turnover intention perawat dan bidan
RSIA Viola antara lain lain pekerjaan yang sesuai dengan profesi, mendapatkan
supervisi yang baik, rekan kerja yang bersahabat, dan jaminan pekerjaan yang
membaik setelah penggantian direktur baru.
5. Faktor komitmen organisasional, yang memiliki pengaruh bertolak belakang
terhadap turnover intention. Faktor komitmen organisasional yang mempengaruhi
turnover intention antara lain komitmen kontinuan karena nominal gaji yang kecil.

Universitas Indonesia
83

8.2. Saran
Uraian pada pembahasan menunjukkan terdapat masalah kompensasi yang
berefek domino terhadap work life balance pada perawat dan bidan RSIA Viola.
Diperlukan komitmen dan dukungan dari manajemen dan pemilik RSIA Viola untuk
memperbaiki kompensasi dan work life balance pada perawat dan bidan RSIA Viola
sehingga dapat meningkatkan komitmen perawat dan bidan. Solusi atau alternatif
strategi yang disarankan kepada manajemen RSIA Viola antara lain:
1. Memperbaiki struktur gaji perawat dan bidan sehingga sesuai dengan upah
minimum setempat di mana RSIA Viola berada.
2. Mengupayakan sistem payroll yang lebih reliabel sehingga pembayaran gaji
menjadi selalu tepat waktu
3. Tetap mempertahankan penerapan gaya kepemimpinan transformasional.
4. Mengurangi jam lembur dan standby on call sehingga meningkatkan work-life
balance
5. Mempertahankan supervisi yang baik dari atasan langsung, dan memperbaiki sistem
penilaian prestasi karyawan sehingga perawat dan bidan dapat memiliki kesempatan
untuk promosi jabatan dan mendapatkan jaminan yang lebih baik terhadap
pekerjaannya.

Universitas Indonesia
84

DAFTAR PUSTAKA

Allen, N.J., & Meyer, J.P. (1990), The Measurement and Antecedents of Affective,
Continuance and Normative Commitment to the Organization. Journal of
Occupational Psychology, 63, 1-18.
Alzahrani, S., & Hasan, A.A. (2019). Transformational Leadership Style on Nursing
Job Satisfaction Amongst Nurses in Hospital Settings: Findings from Systematic
Review. Global Journal of Health Science, 11(6), 25-52.
Aras, R.A., Rahmadani, A.R., Nurkhalifa, N., & Rahmiani, N. (2022). Job Stress Impact
On Nurse's Organizational Commitment And The Role Of Work Life Balance.
Jurnal Manajemen Bisnis, 204-213.
Armstrong, M. (2010). Human Resource Management. Great Britain and The United
States: Kogan Page Limited.
As’ad, M. (2005). Psikologi Sosial untuk Perusahaan dan Industri. Jakarta: Rajawali.
Asuah-Duodu, E., Smith, S., & Thein, P.W.L. (2019). Relationship of Job Design,
Organizational Commitment on Compensations of Physicians in A Private
Hospital, Philippines. Abstract Proceedings International Scholars Conference,
2(1), 1067-1086.
Ausat, A.M.A., Suherlan, Peirisal, T., & Hirawan, Z. (2022). Effect of Transformational
Leadership on Organizational Commitment and Work Performance. Journal of
Leadership in Organizations, 4(4), 61-82.
Baisa, Q.N.M., & Nilasari, B.M. (2022). Mediation Role Of Work-Life Balance On The
Effect Of Job Demand And Workplace Resources On Nurse Job Satisfaction
During The Covid-19 Pandemic. Journal of Applied Management, 20(3), 528-
541.
Bass, B.M. (1985). Transformational Leadership, Looking at Other Possible
Antecedents and Consequences. Journal of Management Inquiry, 4(3), 293-297.
Bass, B.M., Avolio, B.J., Jung. D.I. & Berson, Y. (2003). Predicting Unit Performance
by Assessing Transformational and Transactional Leadership, Journal of Applied
Psychology, 88(2), 207-218.
Darmawan, H.D. (2013). Prinsip-Prinsip Perilaku Organisasi.Surabaya: Pena Semesta
Eliyana, A., Maarif, S., & Muzakki. (2019). Job satisfaction and organizational
commitment effect in the transformational leadership towards employee
performance. European Research on Management and Business Economics, 25,
144-150.
Faridi, M., & Sukmana, E.D. (2022). Pengaruh Work Life Balance Terhadap Job
Satisfaction Dimediasi Oleh Affective Commitment. Psychological Journal
Science and Practice, 10(2), 72-78.
Filippo, E.B. (2004). Manajemen Personalia, Edisi Terjemahan. Jakarta: Erlangga

Universitas Indonesia
85

Fitri, E.S., Pribadi, F., & Astuti, R.J. (2018). Analysis of Effect Pay Equity Indirect
Incentive System Toward Organizational Commitment of Employees at The
Hospital in Yogyakarta. Archives of Business Research, 6(1), 255-261.
Hadibroto, J. (1999). Manajemen Psikologi Industri. Yogyakarta: BPFE.
Hasibuan, S. (2012). Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: PT. Bumi Aksara.
Iqbal, K., Fatima, T., & Naveed, M. (2019). The Impact of Transformational Leadership
on Nurses’ Organizational Commitment: A Multiple Mediation Model. European
Journal of Investigation in Health, Psychology, and Education, 1, 262-275.
Kalalo, C.N., Sjattar, E.L., & Natzir, R. (2018). Correlation Between Compensation
And Work Satisfaction With Nurses’ Performance Through Motivation In
Bethesda Public Hospital Of Tomohon. Indonesian Contemporary Nursing
Journal, 3(1), 12-21.
Kreitner, R. & Kinicki, A. (2014). Organizational Behavior, Ninth Ed. Jakarta: Salemba
Empat.
Kusumo, B. (2000). Manajemen dan Motivasi. Bogor: Ghalia Indonesia.
Luthans, F. (2006). Perilaku Organisasi, Edisi Sepuluh. Yogyakarta: Penerbit Andi.
Muliati. (2021). The Effect of Compensation, Motivation and Job Satisfaction on
Employee Performance at Hapsah Hospital Sulawesi. International Organization
of Scientific Research - Journal of Business and Management, 23(6), 59-64.
Mustika, M., Prihanto, Y.J.N., & Winarno, P.M. (2021). The Effects of Compensation
and Benefit Satisfaction on Turnover Intention. Conference Series, 3(2), 249–265.
https://doi.org/10.34306/conferenceseries.v3i2.594
Putri, A.P., Kusnanto, & Yuwono, S.R., (2020). Effects of Job Satisfaction and
Organizational Commitment on Nurse Retention: A Systematic Review.
Indonesian Nursing Journal of Education and Clinic, 5(2), 197-205.
Ramli, A.H., Edward, J., & Milton, A. (2020). Compensation, Job Satisfaction Affects
Employee Performance in Healthcare. Australian Business & Psychology Review,
12(2).
Riang, P., & Rahmat, S.T.Y. (2019). Testing The Effects Of Healthcare Allowance
Compensation On Nursing Profession And Job Satisfaction On Work
Performance Through Organizational Commitment: A Study On Nursing
Profession At Type-A Hospitals In Jakarta Area. Russian Journal of Agriculture
and Socio-Economics Science, 5(89), 119-129.
Rindu, Lukman, S., Hardisman, Hafizurrachman, M., & Bachtiar, A. (2020). The
Relationship between Transformational Leadership, Organizational Commitment,
Work Stress, and Turnover Intentions of Nurse at Private Hospital in Indonesia.
Macedonian Journal of Medical Sciences 8(5), 551-557.
Robbins, S.P. (2006), Perilaku Organisasi, Jilid I, Edisi 9 (Indonesia). Jakarta: PT.
Indeks Kelompok Gramedia.

Universitas Indonesia
86

Robbins, S.P., & Coulter, M. (2011). Management, 11th Ed. London: Pearson Education.
Rumangkit, S., Zuriana, Z. (2019). Work-life balance as a predictor of organizational
commitment: a multidimensional approach. Diponegoro International Journal of
Business, 2(1), 18-22.
Sanjeev, M.A., & Surya, A.V. (2016). Two Factor Theory of Motivation and
Satisfaction: An Empirical Verification. Annals of Data Science, 3(2).
Senjaya, V., & Anindita, R. (2020). The Role Of Transformational Leadership And
Organizational Culture Towards Organizational Commitment Through Job
Satisfaction Among Mining Industry Employees. Journal of Applied
Management, 10(4), 767-782.
Shabir, S., & Gani, A. (2020). Impact of work–life balance on organizational
commitment of women health-care workers: Structural modeling approach.
International Journal of Organizational Analysis, 28(4), 917-939.
Silaban, N., & Rahmat-Syah, T.Y. (2018). The Influence of Compensation and
Organizational Commitment on Employees’ Turnover Intention. Journal of
Business and Management, 20 (3), 1-6.
Sitorus, D.R.H., Raharjo, K., & Kusumawati, A. (2018). The Influence of Work-Life
Balance on Job Satisfaction, Organizational Commitment, and Turnover
Intention. Wacana, 21(4), 181-187.
Sopiah. (2008). Perilaku Organisasi. Yogyakarta: Andi Offset.
Specchia, M.L., Cozzolino, M.R., Carini, E., di-Pilla, A., Galletti, C., Ricciardi, W., &
Damiani, G. (2021). Leadership Styles and Nurses’ Job Satisfaction. Results of a
Systematic Review, 18, 1552.
Sugiyono. (2018). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung.
Alfabeta.
Uktutias, S.A.S., Iswati, S., Hadi, C., & Suhariadi, F. (2022). Servant Leadership and
Job Satisfaction and Organizational Commitment: Empirical Evidence from
Surabaya Health Care Sector. Macedonian Journal of Medical Science, 10(E),
1082-1093.
Veitzal, R. (2014). Manajemen Sumber Daya Manusia untuk Perusahaan: Dari Teori
ke Praktik. Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada.
Wan-Omar, M., Mat-Zaid, D.D., Mohamad, N.H., & Ismail, Z. (2021). Conceptualising
the Impact of Work-Life Balance on Job Satisfaction - Can the Issues be resolved
among Nurses? Journal of Emerging Economies and Islamic Research, 9(1), 1-
15.
Wexley, K.N., & Yukl, G.A. (1995). Perilaku Organisasi dan Psikologi Personalia,
Edisi Terjemahan. Jakarta: Bina Aksara.
Widhy, S., Yuliantoro, H., Azwar, M.Z., & Maharani, A. (2021). The Influence Of
Organizational Culture And Compensation On Organizational Commitment With
Job Satisfaction As Mediation. The Management Journal of Binaniaga( 6(2), 165-

Universitas Indonesia
87

189.
Yuki, G. A. (2010). Leadership in Organizations, Seventh Edition. New Jersey:
Prentice Hall.

Universitas Indonesia

Anda mungkin juga menyukai