TESIS
NOVEMBER 2023
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Tanda Tangan :
1.
HALAMAN PENGESAHAN
DEWAN PENGUJI
Penguji : ................................ ( )
Penguji : ............................... ( )
Ditetapkan di : Depok
2.
ii
SURAT PERNYATAAN
Menyatakan bahwa saya tidak melakukan kegiatan plagiat dalam penulisan tesis saya
yang berjudul:
Apabila suatu saat nanti terbukti saya melakukan plagiat, maka saya akan menerima
sanksi yang telah ditetapkan.
Tanda tangan
iii
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan
rahmat-Nya, saya dapat menyelesaikan tesis ini. Penulisan tesis ini dilakukan dalam
rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Magister Administrasi Rumah
Sakit Program Studi Kajian Administrasi Rumah Sakit pada Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Indonesia. Saya menyadari bahwa, tanpa bantuan dan
bimbingan dari berbagai pihak, dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan tesis ini,
sangatlah sulit bagi saya untuk menyelesaikan tesis ini. Oleh karena itu, saya
mengucapkan terima kasih kepada:
(1) Dr. drg. Masyitoh Basabih, MARS., selaku dosen pembimbing yang telah
menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan saya dalam penyusunan
tesis ini;
(2) pihak RSIA Viola yang telah banyak membantu dalam usaha memperoleh data yang
saya perlukan;
(3) orang tua dan keluarga saya yang telah memberikan bantuan dukungan material dan
moral; dan
(4) sahabat yang telah banyak membantu saya dalam menyelesaikan tesis ini.
Akhir kata, saya berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas segala kebaikan
semua pihak yang telah membantu. Semoga tesis ini membawa manfaat bagi
pengembangan ilmu.
Penulis
iv
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah
ini:
beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif
ini Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihmedia/format-kan, mengelola
dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan memublikasikan tugas akhir
saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai
pemilik Hak Cipta..
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di : Depok
Pada tanggal : 3 November 2023
Yang menyatakan
v
ABSTRAK
Tesis ini membahas faktor-faktor yang mempengaruhi turnover intention perawat dan
bidan RSIA Viola. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan desain deskriptif.
Hasil penelitian mengungkapkan bahwa kompensasi, gaya kepemimpinan
transformasional, work-life balance, kepuasan kerja, dan komitmen organisasional
mempengaruhi turnover intention perawat dan bidan. Penelitian ini menyarankan
kepada RSIA Viola untuk memperbaiki struktur gaji, mempertahankan penerapan gaya
kepemimpinan transformasional, mengurangi jam lembur dan standby on call,
mempertahankan supervisi yang baik dari atasan langsung, serta memperbaiki sistem
penilaian prestasi karyawan sehingga dapat memberikan jenjang karir bagi perawat dan
bidan.
Kata kunci:
Turnover intention, perawat dan bidan.
ABSTRACT
This study examines the determinants of turnover intention among nurses and midwives
at RSIA Viola. This study employs a qualitative approach with a descriptive design. The
findings indicated that factors such as compensation, transformational leadership, work-
life balance, job satisfaction, and organizational commitment have an impact on the
turnover intention of nurses and midwives. This research recommends that RSIA Viola
enhance the remuneration structure, uphold the implementation of transformational
leadership, decrease overtime hours and on-call standby, ensure effective supervision
from direct supervisors, and enhance the employee performance appraisal system to
establish a clear career path for nurses and midwives.
Key words:
Turnover intention, nurses and midwives.
vi
DAFTAR ISI
BAB 1 PENDAHULUAN................................................................................................1
1.1 Latar Belakang..............................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.........................................................................................3
1.3 Pertanyaan Penelitian....................................................................................4
1.4 Tujuan Penelitian..........................................................................................4
1.4.1. Tujuan Umum..........................................................................................4
1.4.2. Tujuan Khusus.........................................................................................4
1.5 Manfaat Penelitian........................................................................................4
1.6 Ruang Lingkup.............................................................................................5
vii
5.6 Validitas Data.............................................................................................46
5.7 Pengolahan dan Analisis Data....................................................................47
5.8 Etika Penelitian...........................................................................................48
BAB 7 PEMBAHASAN................................................................................................73
7.1. Keterbatasan Penelitian..............................................................................73
7.2. Temuan Penting Hasil Penelitian................................................................73
7.2.1. Faktor Kompensasi................................................................................73
7.2.2. Faktor Gaya Kepemimpinan Tranformasional......................................75
7.2.3. Faktor Work Life Balance......................................................................77
7.2.4. Faktor Kepuasan Kerja..........................................................................79
7.2.5. Faktor Komitmen Organisasional..........................................................81
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................85
viii
ix
DAFTAR TABEL
x
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1. Tren Turnover Perawat dan Bidan RSIA Viola Tahun 2019-2022 ……….
3
Gambar 3.1. Struktur Organisasi RSIA Viola …………………………………………
17
Gambar 4.1. Kerangka Teori …………………………………………………………..
39
Gambar 4.2. Kerangka Konsep ……………………………………………………..… 40
Gambar 6.1. Slip Gaji Perawat RSIA Viola September 2023 …………………………
52
Gambar 6.2. Undangan Pelatihan Service Excellent …………………………………..
54
Gambar 6.3. Daftar Hadir Pelatihan Service Excellent ………………………………..
55
Gambar 6.4. Penggunaan Jaminan Kesehatan oleh Perawat ..…………………………
56
Gambar 6.5. Program Kerja Direktur RSIA Viola Maret 2023 – Februari 2024 ………
58
Gambar 6.6. Proses Briefing oleh Direktur …………………………………………....
61
Gambar 6.7. Ketentuan Kebijakan Fee Lembur RSIA Viola ………………………… 62
Gambar 6.8. Surat Perintah Lembur ………………………………………………….. 63
Gambar 6.9. Lembar Pemantauan Kinerja Pelayanan Medis ………………………… 66
Gambar 6.10. Lembar Pemantauan Kinerja HRD …………………………………… 67
xi
1
BAB 1
PENDAHULUAN
Universitas Indonesia
2
yang lebih besar. Turnover intention yang terjadi di perusahaan akan berdampak pada
kinerja karyawan dan dapat menjadi penghambat dalam pencapaian target perusahaan.
Tingkat keinginan karyawan untuk keluar dari perusahaan atau turnover intention
merupakan prediktor tunggal terbaik bagi perilaku turnover karyawan (Mobley, 2011).
Menurunkan tingkat turnover intention dapat mencegah terjadinya turnover karyawan.
Turnover karyawan merupakan sebuah kejadian yang normal terjadi di sebuah institusi
rumah sakit, asalkan angkanya tidak terlalu tinggi. Standar turnover yang normal adalah
5-10% per tahun (Mathis & Jacksen, 2011).
Saat ini, masalah dan tantangan terbesar yang dihadapi rumah sakit adalah
kemampuan mereka untuk merekrut, mengembangkan, dan mempertahankan perawat
dan bidan yang berdedikasi di rumah sakit tempat mereka bekerja. Ketika perawat
keluar dari rumah sakit, rumah sakit akan sulit untuk segera mendapatkan penggantinya.
Laporan survei tahun 2017 tentang turnover di pelayanan kesehatan yang dirilis oleh
Nursing Solution, Inc. (NSI) di Amerika mengungkapkan bahwa dibutuhkan waktu rata-
rata 86 hari untuk mengisi posisi perawat berpengalaman yang kosong; yang berarti
posisi perawat berpengalaman tersebut akan kosong selama hampir 3 bulan (NSI
Nursing Solutions Inc., 2017).
Turnover intention perawat perlu mendapatkan perhatian khusus dari manajemen
rumah sakit. Perawat merupakan salah satu tenaga yang sangat penting di rumah sakit.
Perawat merupakan bagian terpenting dari citra mutu pelayanan rumah sakit yang
dirasakan langsung oleh konsumen, karena melayani sepanjang 24 jam, dan merupakan
salah satu alat penilaian konsumen rumah sakit. Kurangnya komitmen perawat
berdampak buruk bagi rumah sakit itu sendiri. Komitmen terhadap organisasi yang
rendah mengakibatkan ketidakmampuan atau keengganan perawat untuk berinisiatif,
mengeluarkan talenta terbaiknya, dan memberikan segalanya untuk rumah sakit. Hal ini
dapat mengakibatkan pasien memilih dipulangkan dan dipindahkan ke rumah sakit lain
(Asmadi, 2008)
Rumah Sakit Ibu dan Anak (RSIA) Viola berlokasi di Jalan Raya Pondok Ungu
Permai Sektor V Blok. A1 No.22-26, Kelurahan Bahagia, Kecamatan Babelan,
Kabupaten Bekasi. Salah satu misi RSIA Viola adalah mengembangkan sumber daya
manusia untuk layanan kesehatan yang kompeten. Namun saat ini, RSIA Viola sedang
mengalami turnover perawat dan bidan yang sangat tinggi.
Universitas Indonesia
3
Gambar 1.1. Tren turnover Perawat dan Bidan RSIA Viola Tahun 2019-2022
Universitas Indonesia
4
Universitas Indonesia
5
Universitas Indonesia
6
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Universitas Indonesia
7
untuk memastikan kelancarannya. Jalur yang direncanakan mengacu pada kriteria dan
metode kerja yang selaras dengan prosedur yang relevan di dalam organisasi.
3. Tahap ketiga: evaluasi/penilaian
Tahap ketiga meliputi langkah penilaian. Evaluasi dilakukan dengan meninjau
kinerja yang telah dijalankan, biasanya melalui kilas balik. Selanjutnya, evaluasi atau
kuantifikasi kinerja dilakukan. Dokumentasi atau catatan data yang berkaitan dengan
objek yang dievaluasi diperlukan untuk tahap ini. Untuk mendapatkan hasil evaluasi
yang bermakna, evaluator harus menjaga objektivitas dan netralitas.
4. Tahap keempat melibatkan pengembangan dan pemberian penghargaan kepada
individu.
Tahap keempat berpusat pada pengembangan dan pemberian insentif terhadap
perilaku yang diinginkan Hasil evaluasi berfungsi sebagai kriteria untuk membuat
keputusan mengenai tindakan selanjutnya. Keputusan dapat berupa penerapan tindakan
perbaikan, pemberian penghargaan atau hukuman, mempertahankan kegiatan atau
prosedur yang sedang berlangsung, atau menetapkan anggaran.
Manajemen kinerja dilakukan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan oleh
organisasi atau perusahaan. Dalam penerapannya, manajemen kinerja berupaya untuk
meningkatkan efektivitas dan efisiensi perusahaan. Manajemen kinerja sering kali
mencakup empat tujuan utama (William & Kinicki, 2016):
1. Sasaran dan rencana untuk mencapai kesuksesan jangka panjang
Menyelaraskan tindakan karyawan dengan tujuan perusahaan. Pelaksanaan strategi
memerlukan spesifikasi hasil yang diinginkan, perilaku dan atribut karyawan yang
diperlukan untuk pelaksanaannya, dan pembentukan evaluasi kinerja dan
mekanisme umpan balik.
2. Fungsi administratif
Memanfaatkan data manajemen kinerja, khususnya evaluasi kinerja, untuk
penentuan administratif seperti penggajian, promosi, pemecatan, dan hal-hal lain
yang terkait.
3. Kepentingan pengembangan organisasi
Kita dapat meningkatkan kemampuan personel yang berkinerja tinggi, menawarkan
pelatihan kepada individu yang berkinerja buruk, atau menemukan posisi yang lebih
cocok untuk mereka.
Universitas Indonesia
8
Universitas Indonesia
9
komprehensif mengenai tingkat efisiensi pemanfaatan tempat tidur. Angka TOI ideal
adalah tempat tidur kosong selama 1-3 hari. Bersamaan dengan Average Length of Stay
(ALOS), metrik ini berfungsi sebagai ukuran pemanfaatan tempat tidur yang efektif.
Seiring dengan meningkatnya TOI, efisiensi pemanfaatan tempat tidur menurun.
4. ALOS (Average Length of Stay)
ALOS mengacu pada rata-rata durasi rawat inap pasien yang dipulangkan dalam
jangka waktu tertentu (Herlambang & Muwarni, 2012). ALOS adalah rata-rata durasi
rawat inap pasien di rumah sakit (Depkes RI, 2005). Indikator ini tidak hanya
memberikan penilaian yang komprehensif terhadap efisiensi, tetapi juga berfungsi
sebagai pengukur kualitas layanan. Ketika diterapkan pada diagnosis tertentu, indikator
ini dapat mengidentifikasi area yang membutuhkan pengawasan lebih. Average Length
of Stay (ALOS) yang optimal berada di kisaran 6-9 hari (Depkes, 2005).
5. NDR (Nett Death Rate)
NDR menurut Depkes RI (2005) adalah angka kematian 48 jam setelah dirawat
untuk tiap-tiap 1000 penderita keluar. Indikator ini memberikan gambaran mutu
pelayanan di rumah sakit. Angka NDR yang baik adalah adalah kurang dari 25 kematian
untuk tiap-tiap 1000 pasien keluar (Depkes, 2005).
6. GDR (Gross Death Rate)
GDR menurut Depkes RI (2005) adalah angka kematian umum untuk setiap 1000
penderita keluar. Angka GDR yang baik adalah kurang dari 45 kematian untuk tiap-tiap
100 pasien yang keluar dari rumah sakit (Depkes, 2005).
Universitas Indonesia
10
sebagai kecenderungan atau niat seorang karyawan secara sukarela untuk berhenti dari
pekerjaannya berdasarkan pilihannya sendiri. Selanjutnya Long (2012) mendefinisikan
turnover intention sebagai tingkat kemungkinan karyawan meninggalkan perusahaan
secara pasti dalam waktu dekat. Tett & Meyer (1993) mendefinisikan turnover intention
adalah niat karyawan secara sadar dan suatu hasrat disengaja dari karyawan untuk
meninggalkan organisasi. Sementara Abelson (1987) mendefinisikan turnover intention
sebagai suatu keinginan seseorang untuk meninggalkan organisasi dan mencari
alternatif pekerjaan lain. Keluar masuk atau pergantian karyawan dalam suatu
organisasi adalah fenomena yang penting. Adakalanya pergantian karyawan memiliki
dampak yang positif, namun sebagian besar pergantian karyawan menimbulkan
pengaruh yang negatif terhadap perusahaan.
Jacobs & Roodt (2012) menyebutkan turnover sebagai keputusan mental seorang
karyawan untuk memilih apakah dia akan melanjutkan atau meninggalkan pekerjaan ke
perusahaan lain. Cascio (2007) mendefinisikan turnover sebagai hubungan kerja yang
terhenti secara permanen antara perusahaan dengan karyawannya. Sedangkan Beach
(1980) menggunakan kata termination, turnover sebagai berhenti atau berpisahnya
karyawan dari perusahaan yang memberinya upah dengan berbagai alasan. Flippo
(1997) menyebutkan definisi turnover adalah keluar masuknya tenaga kerja dalam suatu
perusahaan dalam kurun waktu tertentu. Robbins (2018) membedakan pemberhentian
menjadi dua tipe yaitu turnover yang sukarela atau yang diprakarsai karyawan
(voluntary turnover), dan tipe turnover terpaksa atau yang diprakarsai oleh organisasi,
ditambah dengan kematian dan pengunduran diri atas desakan. Turnover dalam suatu
perusahaan dapat diukur berdasarkan indeks laju turnover secara kuantitatif dan
dinyatakan dalam persentase berdasarkan jangka waktu tertentu (biasanya dalam 1
tahun). Dari beberapa definisi mengenai turnover intention maka peneliti mengadopsi
definisi dari Mobley (2011) yaitu kecenderungan atau niat karyawan untuk berhenti dari
pekerjaannya dengan sukarela atau memilih untuk pindah dari satu tempat kerja ke
tempat kerja yang lain.
Dimensi turnover intention yang relevan pada penelitian ini yaitu adanya pikiran
untuk keluar dari perusahaan, adanya keinginan untuk mencari pekerjaan ditempat lain
dan adanya keinginan untuk meninggalkan perusahaan. Mobley (2011) menyatakan
indikator pengukuran turnover intention terdiri atas:
Universitas Indonesia
11
Universitas Indonesia
12
5. Perilaku positif yang sangat berbeda dari biasanya. Biasanya hal ini berlaku untuk
pegawai yang karakteristik positif. Pegawai ini mempunyai tanggung jawab yang
tinggi terhadap tugas yang dibebankan, dan jika perilaku positif pegawai ini
meningkat jauh dan berbeda dari biasanya justru menunjukkan pegawai ini akan
melakukan turnover.
Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa indikator terjadinya
turnover intention adalah adanya pikiran untuk keluar dari perusahaan, adanya
keinginan untuk mencari pekerjaan ditempat lain, adanya keinginan untuk keluar dari
perusahaan, absensi yang meningkat, mulai malas kerja, naiknya keberanian untuk
melanggar tata tertib kerja, keberanian untuk menentang atau protes kepada atasan,
maupun perilaku positif yang berbeda dari biasanya, ada kesempatan untuk
meninggalkan organisasi, ada keinginan untuk meninggalkan pekerjaan sekarang dan
berencana untuk mencari pekerjaan baru dalam waktu dekat.
Universitas Indonesia
13
memberikan kompensasi yang sesuai bagi karyawan atau pekerja selama mereka berada
di organisasi.
Kompensasi sering juga disebut dengan penghargaan dan dapat diartikan sebagai
segala bentuk penghargaan yang diberikan kepada karyawan sebagai imbalan atas
kontribusi yang mereka berikan kepada perusahaan (Dessler, 2009). Bagi
organisasi/perusahaan, kompensasi berarti penghargaan kepada pekerja yang telah
berjasa mewujudkan tujuannya, melalui kegiatan yang disebut kerja (Hasibuan, 2012).
Kompensasi dapat diberikan dalam berbagai bentuk, baik berbentuk finansial, maupun
non finansial, sebagai konsekuensi yang diterima oleh pegawai yang memberikan
kontribusi dalam pencapaian tujuan perusahaan/organisasi (Muliati, 2021). Menjamin
kesejahteraan menurut Hasibuan (2012) sangat berguna untuk memenuhi kebutuhan
fisik dan mental pegawai sehingga diharapkan pegawai bekerja dengan tenang,
bersemangat dalam bekerja, berkomitmen, disiplin dan loyal pada organisasi.
Tingkat kesejahteraan yang tinggi diharapkan oleh setiap karyawan. Program
kompensasi diberikan kepada seluruh karyawan berdasarkan hubungan kerja mereka
dan merupakan imbalan atas pekerjaan. Dengan demikian, kesejahteraan karyawan
dapat mempengaruhi motivasi kerja karyawan. Hasibuan (2012) mengemukakan bahwa
kompensasi non finansial dapat dianggap sebagai dukungan tambahan. Khususnya,
pembayaran kepada orang sakit, bonus untuk tabungan karyawan, pembagian saham,
asuransi, perawatan rumah sakit dan pensiun. Artinya, kompensasi dianggap membantu
pekerja dan pemberi kerja, seperti tabungan pensiun, asuransi, pelayanan kesehatan
berupa rawat inap, dan pembayaran santunan sakit dan iuran pensiun.
Pada dasarnya kompensasi diberikan untuk memotivasi karyawan agar bertindak
sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan. Pemberian kompensasi diharapkan
membawa manfaat yang signifikan bagi tujuan pendidikan organisasi, karyawan, dan
keluarganya. Ketika memberikan kompensasi, harus diingat bahwa pemberian itu harus
direncanakan dengan cermat, disesuaikan dengan kebutuhan umum dan bukan
berdasarkan emosi. Hal ini penting agar tidak terjadi kesalahpahaman antara organisasi
dan karyawan. Hasibuan (2012) menjelaskan bahwa program kompensasi suatu
organisasi dapat diukur menggunakan indikator-indikator berikut:
Universitas Indonesia
14
1. Kompensasi yang bersifat ekonomis, antara lain berupa uang pension, uang makan,
uang tunjangan transportasi, uang tunjangan hari raya, uang tunjangan
sukacita/dukacita, pakaian dinas, dan tunjangan pengobatan.
2. Kompensasi yang bersifat fasilitatif, antara lain berupa mushalla/masjid,
kafetaria/kantin, fasilitas olahraga, fasilitas kesenian, kesempatan mengikuti
pendidikan/pelatihan, cuti, koperasi karyawan, dan izin khusus.
3. Kompensasi yang bersifat pelayanan, antara lain puskesmas/dokter perusahaan,
kendaraan jemputan karyawan, fasilitas penitipan bayi, bantuan hukum, penasehat
keuangan, asuransi, dan kredit rumah.
2.3.2. Gaya Kepemimpinan Transformasional
Menurut Veitzal (2014), kepemimpinan adalah proses mempengaruhi pengikut
seseorang melalui proses komunikasi atau memberi contoh untuk mencapai tujuan
organisasi. Menurut Yuki (2010), kepemimpinan adalah proses mencoba mempengaruhi
orang lain, memahami dan menyetujui apa yang perlu dilakukan dan bagaimana
melakukannya secara efektif, dan proses memfasilitasi upaya individu dan kolektif
untuk mencapai tujuan bersama. Pemimpin adalah inisiator, motivator, stimulator dan
inovator dalam organisasi. Pemimpin adalah orang yang karena kemampuan pribadinya
dapat secara langsung mempengaruhi kelompok yang dipimpinnya dalam upaya
bersama untuk mencapai tujuan tertentu, dengan atau tanpa pertemuan formal (Veitzal,
2014).
Menurut Armstrong (2010), gaya kepemimpinan transformasional didefinisikan
sebagai proses di mana seorang pemimpin mencoba untuk meningkatkan kesadaran
pengikut tentang apa yang benar dan penting dan memotivasi pengikut untuk
melakukan hal-hal yang melebihi harapan. Menurut Robbins (2006), gaya
kepemimpinan transformasional adalah perilaku pemimpin yang memberikan perhatian
dan rangsangan mental, yang bersifat individual dan karismatik.
Pemimpin transformasional adalah kebalikan dari model kepemimpinan yang
ingin mempertahankan status quo, sehingga kepemimpinan transformasional dapat
didefinisikan sebagai kepemimpinan yang melibatkan upaya untuk mengubah suatu
organisasi (Veitzal, 2014). Menurut Luthans (2006), kepemimpinan transformasional
mengarah pada kinerja tinggi dalam organisasi menghadapi tuntutan pembaruan dan
perubahan. Tipe pemimpin transformasional adalah pemimpin yang merangsang dan
Universitas Indonesia
15
Universitas Indonesia
16
kepentingan organisasi dan orang lain (masyarakat) di atas kepentingan pribadi. Oleh
karena itu, anggota menjadikan pemimpin karismatik sebagai panutan, idola, dan
panutan. Bawahan mempercayai pemimpin karena pendapat, nilai, dan tujuan pemimpin
dianggap benar, pemimpin dengan karisma yang lebih besar dapat lebih mudah
mempengaruhi dan mengarahkan bawahan untuk berperilaku seperti yang diinginkan
pemimpin. Dikatakan juga kepemimpinan karismatik karena seorang pemimpin dapat
memotivasi bawahan untuk melakukan kerja ekstra karena mereka menyukai
pemimpinnya.
2. Pengaruh idealis
Pemimpin transformasional adalah model bagi pengikut. Karena pengikut
mempercayai dan menghormati pemimpin mereka, mereka meniru dan
menginternalisasi mereka. Mereka percaya pada filosofi bahwa seorang pemimpin dapat
mempengaruhi pengikutnya hanya jika pemimpin melakukan apa yang dia katakan.
Pemimpin adalah panutan bagi pengikutnya. Tipe pemimpin ini mencoba untuk
mempengaruhi bawahan melalui komunikasi langsung, menekankan pentingnya nilai-
nilai, asumsi, tugas dan keyakinan, dan bertekad untuk mencapai tujuan dengan tetap
mempertimbangkan konsekuensi moral dan etika dari setiap keputusan yang dibuat. Dia
menunjukkan keyakinan pada cita-cita, keyakinan, dan nilai-nilai hidupnya. Pengaruh
dikagumi, dipercaya, dihargai, dan bawahan mencoba mengidentifikasikannya. Hal ini
disebabkan oleh perilaku yang mengutamakan kebutuhan anggotanya, terus-menerus
berbagi risiko dengan bawahan dan menghindari penggunaan kekuasaan untuk
keuntungan pribadi. Dengan demikian, bawahan bertekad dan termotivasi untuk
mengoptimalkan upaya dan bekerja menuju tujuan bersama.
3. Motivasi Inspiratif
Pemimpin transformasional memiliki visi yang jelas yang dapat mereka
ungkapkan kepada anggotanya. Para pemimpin ini dapat membantu meningkatkan
semangat dan motivasi pengikut untuk mencapai tujuan. Pemimpin perubahan bertindak
dengan memotivasi dan menginspirasi bawahannya, memberi makna dan tantangan
pada tugas-tugas anggotanya. Perilaku kepemimpinan yang inspiratif dapat
membangkitkan semangat bawahan terhadap tugas-tugas kelompok dan juga dapat
mengatakan hal-hal yang dapat meningkatkan kepercayaan bawahan terhadap
kemampuannya dalam melaksanakan tugas dan mencapai tujuan organisasi.
Universitas Indonesia
17
Universitas Indonesia
18
perbedaan individu adalah untuk menjaga kontak tatap muka langsung dan komunikasi
terbuka dengan karyawan. Untuk membina hubungan yang mendukung, pemimpin
transformasional menjaga jalur komunikasi tetap terbuka sehingga pengikut memiliki
kesempatan untuk berbagi dan berbagi ide sehingga pemimpin segera belajar tentang
kontribusi unik setiap pengikut. Perhatian ini dapat digunakan untuk awalnya
mengidentifikasi bawahan, terutama yang berpotensi menjadi pemimpin. Pemimpin
bertindak sebagai mentor bagi anggota mereka dan memberi penghargaan kepada
pengikut atas kreativitas dan inovasi mereka. Anggota diperlakukan berbeda
berdasarkan keterampilan dan keahlian mereka. Mereka memiliki hak untuk membuat
keputusan dan selalu memberikan dukungan yang diperlukan untuk pelaksanaan
keputusan, sedangkan pemantauan adalah perhatian individu yang ditunjukkan oleh
orang tua kepada orang muda yang tidak berpengalaman melalui konsultasi, saran dan
tuntutan. Pengaruh terhadap bawahan meliputi perasaan peduli dan perlakuan
manusiawi oleh atasan.
2.3.3. Work Life Balance
Menurut Frame & Hartog (2003), work-life balance berarti karyawan dapat
dengan bebas menggunakan jam kerja yang fleksibel untuk menyeimbangkan pekerjaan
atau karyanya dengan komitmen lain seperti keluarga, hobi, seni, studi, dan tidak hanya
fokus terhadap pekerjaannya. Lockwood (2003) berpendapat bahwa work-life balance
adalah suatu keadaan seimbang pada dua tuntutan dimana pekerjaan dan kehidupan
seorang individu adalah sama. Worklife balance dalam pandangan karyawan adalah
pilihan mengelola kewajiban kerja dan pribadi atau tanggung jawab terhadap keluarga.
Sedangkan dalam pandangan perusahaan work-life balance adalah tantangan untuk
menciptakan budaya yang mendukung di perusahaan dimana karyawan dapat fokus
pada pekerjaaan mereka sementara di tempat kerja.
Robbins & Coulter (2012) menjelaskan bahwa program work-life balance
meliputi sumber daya pada perawatan orang tua dan anak, perawatan kesehatan dan
kesejahteraan karyawan, dan relokasi dan lain-lain. Dimana banyak perusahaan
menawarkan program family-friendly benefits yang dibutuhkan karyawan untuk
menyeimbangkan kehidupan dan pekerjaan, yang termasuk flexy-time, job sharing,
telecommunicating dan lain-lain. Berdasarkan pemaparan di atas, peneliti memaknai
work life balance sebagai kondisi seimbang antara peran dalam pekerjaan dan peran
Universitas Indonesia
19
dalam kehidupan pribadi yang dimiliki oleh seorang individu tanpa mengorbankan salah
satu peran yang dimilikinya, serta meminimalkan konflik yang terjadi di antara kedua
peran tersebut.
Menurut Hudson (2005), terdapat tiga aspek work-life balance yaitu aspek
keseimbangan waktu, keseimbangan keterlibatan, dan keseimbangan kepuasan. Aspek-
aspek tersebut membuat individu merasakan bahwa pekerjaan dan peran kehidupan
pribadinya dapat berjalan bersamaan tanpa saling mengganggu.
1. Time balance (Keseimbangan waktu)
Keseimbangan waktu mengacu pada kesetaraan antara waktu yang diberikan
seseorang untuk karirnya dengan waktu yang diberikan untuk keluarga atau aspek
kehidupan selain karir. Waktu yang dibutuhkan dalam melaksanakan tugas dalam
organisasi dan perannya dalam kehidupan individu tersebut, misalnya seorang
karyawan di samping bekerja juga membutuhkan waktu untuk rekreasi, berkumpul
bersama teman juga menyediakan waktu untuk keluarga.
2. Involvement balance (Keseimbangan keterlibatan)
Keseimbangan keterlibatan psikologis individu dalam memenuhi tuntutan peran
dalam pekerjaan dan keluarga. Keseimbangan yang melibatkan individu dalam diri
individu seperti tingkat stres dan keterlibatan individu dalam bekerja dan dalam
kehidupan pribadinya.
3. Satisfaction balance (Keseimbangan kepuasan)
Tingkat kepuasan dalam pekerjaan maupun di luar pekerjaan. Kepuasan yang
dirasakan, individu memiliki kenyamanan dalam keterlibatan di dalam pekerjaannya
maupun dalam kehidupan diri individu tersebut.
Menurut Fisher (2009), terdapat empat dimensi work-life balance. Keempat
dimensi tersebut yaitu:
1. Work Interference with Personal Life (WIPL). Dimensi ini mengacu pada sejauh
mana pekerjaan dapat mengganggu kehidupan pribadi individu. Misalnya, bekerja
dapat membuat seseorang sulit mengatur waktu untuk kehidupan pribadinya.
2. Personal Life Interference with Work (PLIW). Dimensi ini mengacu pada sejauh
mana kehidupan pribadi individu mengganggu kehidupan pekerjaannya. Misalnya,
apabila individu memiliki masalah didalam kehidupan pribadinya, hal ini dapat
mengganggu kinerja individu pada saat bekerja.
Universitas Indonesia
20
3. Personal Life Enhancement of Work (PLEW). Dimensi ini mengacu pada sejauh
mana kehidupan pribadi seseorang dapat meningkatkan performa individu dalam
dunia kerja. Misalnya, apabila individu merasa senang dikarenakan kehidupan
pribadinya menyenangkan maka hal ini dapat membuat suasana hati individu pada
saat bekerja menjadi menyenangkan.
4. Work Enhancement of Personal Life (WEPL). Dimensi ini mengacu pada sejauh
mana pekerjaan dapat meningkatkan kualitas kehidupan pribadi individu. Misalnya
keterampilan yang diperoleh individu pada saat bekerja, memungkinkan individu
untuk memanfaatkan keterampilan tersebut dalam kehidupan sehari-hari.
Schabracq, Winnubst, & Cooper (2003) mengemukakan bahwa terdapat 4 faktor
yang dapat berpengaruh pada work life balance seseorang. Keempat faktor tersebut
yaitu:
1. Karakteristik kepribadian
Work life balance memiliki hubungan dengan tipe attachment yang didapatkan
seseorang saat masih anak-anak. Individu yang merasakan secure attachment dengan
orang tuanya memiliki kecenderungan mengalami positive spillover jika dibandingkan
dengan individu yang merasakan insecure attachment dengan orang tuanya.
2. Karakteristik Keluarga
Karakteristik keluarga adalah faktor penting yang dapat mempengaruhi terjadinya
konflik antara kehidupan pribadi dan pekerjaan. Konflik antar peran dan ambiguitas
peran dalam keluarga dapat berpengaruh terhadap work life balance seseorang.
3. Karakteristik Pekerjaan
Karakteristik pekerjaan mencakup beban kerja, pola kerja, serta jumlah waktu yang
dihabiskan pada pekerjaan dapat memunculkan konflik, baik konflik dalam kehidupan
pribadi atau pekerjaaan yang dapat mempengaruhi work life balance.
4. Sikap
Sikap adalah evaluasi seseorang kepada berbagai aspek yang terdapat di dalam dunia
sosial. Di dalam sikap terdapat beberapa komponen diantaranya yaitu pengetahuan,
perasaan dan kecenderungan berperilaku. Sikap dari setiap individu dapat berpengaruh
terhadap work life balance.
Poulose & Sudarsan (2014) mengungkapkan bahwa terdapat empat faktor yang
dapat mempengaruhi tercapainya work life balance baik dari individu itu sendiri
Universitas Indonesia
21
Universitas Indonesia
22
dapat berdampak baik ataupun buruk bagi karyawan dalam mencapai work life
balance.
f. Peran, konflik antara peran yang dimiliki, ketidakseimbangan keterlibatan dari
peran dapat menyebabkan timbulnya work life conflict. Akan menjadi sulit bagi
seseorang untuk mencapai work life balance ketika tingkat kekacauan peran
yang terjadi semakin tinggi.
3. Lingkungan sosial
a. Anak, banyak anak dan tanggung jawab dalam pengasuhan anak dapat memicu
terjadinya stress dan konflik antar peran dalam kehidupan pribadi dan
pekerjaan.
b. Dukungan Keluarga, dukungan yang diterima dari anggota keluarga dapat
mempermudah seorang karyawan dalam mencapai work life balance.
Pekerjaan pasangan, keharmonisan serta harapan terhadap perhatian dan
penerimaan juga dapat mempengaruhi work life balance.
4. Faktor lainnya
Faktor lainnya seperti jenis kelamin, status pernikahan, usia, pengalaman, jabatan, jenis
pekerjaan dan penghasilan juga dapat mempengaruhi work life balance.
2.3.4. Kepuasan Kerja
Pada dasarnya seorang individu akan merasa nyaman dan menikmati
pekerjaannya ketika mendapatkan kepuasan dalam bekerja sesuai dengan keinginan
mereka. Kepuasan adalah luapan emosi yang dialami seseorang yang merasa nyaman
dan senang ketika harapannya akan sesuatu terpenuhi atau terlampaui. Bekerja adalah
usaha individu untuk mencapai tujuan dengan menerima imbalan atau kompensasi atas
kinerjanya dalam organisasi tempatnya bekerja (Hasibuan, 2012).
Kepuasan kerja adalah respon afektif atau emosional terhadap berbagai aspek
pekerjaan. Oleh karena itu, kepuasan kerja bukanlah konsep tunggal karena berasal dari
berbagai elemen pekerjaan, antara lain tugas yang diberikan, gaji, promosi, pengawasan,
dan rekan kerja (Robbins, 2006). Berdasarkan beberapa penelitian yang dilakukan
ketika karyawan ditanya bagaimana perasaan mereka tentang pekerjaan mereka,
hasilnya bervariasi sesuai dengan faktor pekerjaan yang berbeda, namun penelitian
umumnya menemukan bahwa karyawan menunjukkan kepuasan umum (Robbins &
Coulter, 2011). Kepuasan kerja adalah sikap emosional seseorang yang mencintai
Universitas Indonesia
23
pekerjaannya. Sikap ini tercermin dari etos kerja karyawan yang menunjukkan tingkat
kepuasan yang tinggi dan memberikan kontribusi yang signifikan untuk meningkatkan
kinerja dan kualitas tenaga kerja (Hasibuan, 2012).
As’ad (2005) merumuskan bahwa teori kepuasan kerja terutama didasarkan pada
3 teori besar, yaitu teori disonansi/ketidaksesuaian (discrepancy theory), teori keadilan
(equity theory), dan teori dua faktor (two factor theory). Teori disonansi mengukur
kepuasan kerja seseorang untuk menghitung perbedaan antara apa yang seharusnya dan
kenyataan yang dirasakan. Dengan kata lain, ketika yang dicapainya lebih besar dari
yang diinginkan, seseorang merasakan kontradiksi, tetapi dalam bentuk kontradiksi
positif. Kepuasan kerja seseorang tergantung pada perbedaan antara apa yang mereka
anggap sebagai prestasi dan apa yang ingin mereka capai. Orang puas ketika tidak ada
perbedaan antara keadaan yang diinginkan dan keadaan yang sebenarnya. Semakin
besar jaraknya, atau semakin banyak hal penting yang diinginkan tetapi tidak terpenuhi,
semakin besar ketidakpuasannya. Sebaliknya, semakin banyak hal yang terpenuhi dan
menguntungkan seseorang, semakin tinggi kebahagiaannya, dan tentunya akan merasa
semakin puas.
Teori keadilan menunjukkan bahwa orang puas atau tidak puas tergantung pada
apakah situasi mereka, terutama situasi ada tidaknya keadilan yang diterima pada
pekerjaan mereka. Wexley & Yuki (1995) berpendapat bahwa unsur dasar teori keadilan
pada konteks kepuasan adalah keuntungan, konsekuensi, perbandingan, keadilan, dan
ketidakadilan. Input adalah faktor-faktor yang dihargai dan dipertimbangkan oleh
karyawan untuk membantu mereka melakukan pekerjaannya, seperti pendidikan,
pengalaman, keterampilan, jumlah tugas, perlengkapan, dan peralatan yang digunakan
untuk menyelesaikan pekerjaan. Hasil adalah apa yang karyawan temukan nilai dalam
pekerjaan mereka. Misalnya upah, manfaat, simbol status, hadiah, dan peluang untuk
sukses atau kenaikan jabatan. Namun, referensi ini bisa jadi seseorang di perusahaan
yang sama atau di tempat lain, atau mungkin ditujukan kepada mereka di masa lalu. Jika
perbandingannya cukup adil, karyawan akan puas. Jika perbandingannya tidak sama
tetapi bermanfaat, itu mungkin membawa kepuasan atau tidak. Pada dasarnya, rasa
keadilan seseoranglah yang membuatnya merasa puas, tidak puas, atau tidak puas
dengan situasi dirinya yang relatif terhadap orang lain.
Universitas Indonesia
24
Herzberg mengemukakan teori dua faktor terjadi kepuasan kerja. Kedua faktor
tersebut mempengaruhi kepuasan kerja dengan cara yang berbeda yaitu faktor satisfiers
dan disatisfiers (Herzberg, 1968 dalam Sanjeev & Surya, 2016). Faktor satisfier adalah
faktor yang memotivasi karyawan, sedangkan faktor dissatisfier adalah faktor yang
menghambat kepuasan karyawan.
1. Faktor satisfiers/motivator
a. Pekerjaan itu sendiri (the work itself)
Pekerjaan itu sendiri adalah sejauh mana karyawan menganggap pekerjaannya
sebagai pekerjaan yang menarik yang menawarkan kesempatan belajar dan
kesempatan untuk mengambil tanggung jawab (Purwanto, 2015). Pekerjaan
atau tugas yang menciptakan rasa puas mencapai sesuatu, tugas itu cukup
menarik, faktor motivasi merupakan tugas yang sulit bagi karyawan. Seseorang
menyukai suatu tugas apabila pekerjaan tersebut sesuai dengan keterampilan
dan kemampuannya, sehingga merasa bangga terhadapnya. Pekerjaan yang
tidak menyenangkan dan kurang menantang biasanya tidak memberikan
kepuasan motivasi, meskipun pekerjaan tersebut menjadi rutinitas,
membosankan dan membanggakan. Karyawan menyukai pekerjaan yang
menarik dan tidak rutin.
b. Pencapaian/prestasi
Setiap orang pasti menginginkan keberhasilan dalam tugas yang mereka
lakukan. Mencapai atau berhasil dalam suatu tugas mengarahkan orang yang
terlibat untuk menyelesaikan tugas berikutnya. Berikut beberapa hal yang
termasuk dalam prestasi, seperti aktivitas, waktu penyelesaian, kebebasan
mengembangkan kebiasaan kerja. Prestasi kerja adalah hasil kerja yang telah
dilakukan seseorang berdasarkan keahlian, pengalaman, kesungguhan dan
waktu, melaksanakan tugas yang diberikan kepadanya.
c. Peluang untuk maju
Peluang untuk maju adalah pengembangan kekuatan diri karyawan untuk
bekerja. Setiap karyawan pasti menginginkan kemajuan atau pertumbuhan
dalam pekerjaannya, yang tidak hanya berbeda atau berbagai bentuk pekerjaan,
tetapi juga posisi yang lebih baik. Setiap karyawan ingin mencapai tingkat
yang lebih tinggi dan mendapatkan kesempatan untuk meningkatkan
Universitas Indonesia
25
Universitas Indonesia
26
a. Gaji/Pekerjaan (gaji)
Gaji adalah suatu bentuk balas jasa tetap yang diberikan oleh perusahaan,
berdasarkan kontribusi karyawan terhadap pencapaian tujuan perusahaan, dan
gaji tersebut dibayarkan secara berkala. Gaji adalah jumlah uang yang
dibayarkan kepada karyawan dan berapa banyak yang dianggap adil di
perusahaan. Gaji merupakan faktor penting bagi pekerja untuk memenuhi
kebutuhannya sendiri dan keluarganya. Selain untuk memenuhi kebutuhan
dasar setiap karyawan, gaji juga harus menjadi kekuatan motivasi bagi
karyawan untuk bekerja dengan penuh semangat. Tidak ada organisasi yang
dapat merevitalisasi tenaga kerjanya atau meningkatkan produktivitas kecuali
memiliki sistem kompensasi yang realistis.
b. Kondisi kerja
Kondisi kerja dipahami sebagai segala sesuatu di sekitar karyawan, yang dapat
mempengaruhi karyawan dalam pelaksanaan tugas yang diberikan kepadanya.
Pada dasarnya, konsep lingkungan mengacu pada unsur-unsur di sekitar
karyawan yang memiliki efek langsung dan tidak langsung terhadap kinerja
karyawan. Kondisi kerja yang aman, nyaman dan tenang serta lokasi dan
infrastruktur yang sesuai tentunya akan membuat karyawan betah. Dalam
kondisi kerja yang nyaman, karyawan merasa aman dan produktif dalam
bekerja. Kondisi kerja yang termasuk dalam kategori ini adalah kondisi fisik
tempat kerja, jumlah pekerjaan atau ruang yang tersedia untuk bekerja. Yaitu
ventilasi, pencahayaan, lokasi dan lingkungan.
c. Pengawasan/supervisi
Pengawasan adalah upaya untuk membantu mengembangkan dan
meningkatkan kemampuan pengawas agar dapat melaksanakan tugas yang
diberikan kepadanya secara efisien dan efektif. Pelatihan yang efektif
membantu meningkatkan produktivitas karyawan melalui kinerja yang baik,
pelatihan sesuai dengan standar kerja tertentu dan peralatan yang sesuai serta
dukungan lainnya. Pengawasan mengkoordinasikan sistem kerja dalam tiga hal
penting, yaitu dengan memberikan arahan/instruksi, memantau proses
pelaksanaan pekerjaan, dan mengevaluasi serta memberikan umpan balik atas
hasil sistem kerja.
Universitas Indonesia
27
Universitas Indonesia
28
Universitas Indonesia
29
Menurut Allen & Mayer (1990), pengukuran komitmen anggota organisasi kepada
organisasi dapat dinilai dari tiga idikator berikut ini:
a. Affective commitment, adalah komitmen yang mengacu pada keterikatan pribadi
secara emosional terhadap identitas organisasi, dan kemauan untuk terlibat dengan
organisasi.
b. Continuance commitment, adalah komitmen yang mengacu pada kebutuhan rasional,
sehingga komitmen ini terbentuk atas dasar perhitungan untung rugi oleh karyawan.
Komitmen ini membuat karyawan memilih hal apa yang mau dikorbankan untuk
menetap pada suatu organisasi.
c. Normative commitment, adalah komitmen yang mengacu pada norma yang ada
dalam diri karyawan, salah satunya adalah keyakinan individu dalam hal
akuntabilitas kepada organisasi, sehingga menjadi loyal dan tetap bertahan di
organisasi.
Komitmen kepada organisasi tidak datang dengan mudah, tetapi melalui proses
yang panjang dan bertahap. Komitmen organisasional juga ditentukan oleh banyak
faktor. Sopiah (2008) mengklasifikasikan pemicu komitmen karyawan kepada
organisasinya ke dalam empat kategori, yaitu:
1. Karakteristik pribadi, meliputi usia, masa kerja, dan motivasi, yang berhubungan
positif dengan komitmen kerja. Efek ras, jenis kelamin dan kepuasan kerja juga
terlihat mempengaruhi komitmen kerja. Akan tetapi, tingkat pendidikan berhubungan
negatif dengan komitmen organisasional.
2. Karakteristik pekerjaan, meliputi stress kerja yang berkorelasi negatif dengan
komitmen kerja. Tingkat kesulitan penyelesaian pekerjaan, kejelasan tugas,
kesesuaian peran, tantangan pekerjaan, peluang untuk berinteraksi dengan orang lain,
dan umpan balik juga memberikan hubungan yang terkait dengan komitmen kerja.
3. Karakteristik struktural, meliputi tingkat formalisasi, jaminan kerja, desentralisasi,
partisipasi dalam proses pengambilan keputusan, jumlah saham yang diinvestasikan
oleh karyawan, dan fungsi kontrol oleh manajemen perusahaan. Semua hal tersebut
berkorelasi positif terhadap komitmen kerja.
4. Karakteristik pengalaman kerja, meliputi jumlah karyawan yang memiliki sikap
positif terhadap perusahaan, jumlah karyawan yang mempercayai perusahaan, apa
Universitas Indonesia
30
yang menjadi perhatian perusahaan, rasa memiliki dalam diri karyawan kepada
perusahaan, dan tingkat harapan karyawan terhadap pekerjaan dan perusahaannya.
Komitmen organisasional diungkapkan dalam bentuk pikiran dan tindakan oleh
karyawan yang loyal terhadap perusahaan. Beberapa tindakan yang mencerminkan
komitmen organisasional antara lain tetap bekerja di perusahaan, tidak berpindah ke
perusahaan lain, bersedia melakukan pekerjaan ekstra/lembur, menjaga kerahasiaan
perusahaan, mempromosikan perusahaan, merasa bangga menjadi bagian dari
perusahaan, bersedia mengorbankan tujuan atau kepentingan pribadi untuk mencapai
tujuan perusahaan, menggunakan dan/atau membeli produk (jasa) yang dihasilkan oleh
perusahaan, menawarkan saran untuk perbaikan, melindungi aset perusahaan, tidak
menyalahgunakan waktu istirahat atau cuti, dan dengan senang hati membantu
karyawan lain (Sopiah, 2008).
Karyawan dengan komitmen tinggi akan sangat terlibat dengan organisasi, terlibat
secara serius dalam pekerjaan mereka, dan setia serta memiliki sikap positif. Selain itu,
perilaku terhadap tujuan organisasi dan keinginan untuk tetap menjadi anggota
organisasi dalam jangka panjang dapat terlihat.
Universitas Indonesia
31
atas kontribusi mereka kepada perusahaan (Dessler, 2009). Kompensasi juga merupakan
ukuran nyata dari nilai individu bagi organisasi. Pembayaran kompensasi merupakan
fungsi SDM strategis yang memiliki dampak signifikan terhadap fungsi SDM lainnya.
Penelitian Amir et al. (2023) pada perawat di RSUD Kotamobagu menunjukkan bahwa
kompensasi bersama dengan kepuasan kerja adalah faktor penting yang mempengaruhi
turnover intention. Bukti empiris lainnya dari Irmayanti et al. (2023) juga
mengungkapkan bahwa kompensasi berdampak signifikan terhadap menurunnya
turnover intention perawat di RS Grandmed Lubuk Pakam.
Gaya kepemimpinan transformasional adalah perilaku kepemimpinan yang
menarik perhatian, merangsang secara emosional, khas dan karismatik (Robbins, 2006).
Penelitian Matande et al. (2022) pada pekerja medis di Rumah Sakit Mimika, Papua
menunjukkan bahwa gaya kepemimpinan transformasional menurunkan turnover
intention pekerja medisnya. Sebelumnya, Yucel (2021) yang meneliti 478 responden
pekerja medis rumah sakit khusus Covid di Turki juga menemukan hal yang serupa,
yaitu bahwa penerapan gaya kepemimpinan transformasional menurunkan turnover
intention.
Menurut Frame & Hartog (2003), work-life balance adalah kemampuan karyawan
untuk menjadi cukup fleksibel sehingga tidak hanya fokus pada pekerjaannya, tetapi
juga menggabungkan pekerjaan dengan kehidupannya lain seperti keluarga, hobi, seni
dan studi. Artinya, karyawan dapat menggunakan jam kerjanya dengan bebas.
Penelitian Sandunika & Jayaekara (2020) menunjukkan adanya pengaruh antara
keseimbangan kehidupan kerja terhadap turnover intention 180 responden perawat di
distrik Colombo, Sri Lanka. Dimensi worklife balance yang paling dominan
mempengaruhi turnover intention adalah kebijakan perusahaan terkait worklife balance.
Perawat di rumah sakit swasta di Tangerang yang diteliti oleh Wardana et al. (2020)
menunjukkan bahwa peningkatan worklife balance yang diukur dengan indikator
jumlah konflik akan meningkatkan turnover intention.
Kepuasan kerja adalah sikap emosional seseorang yang mencintai pekerjaannya
(Hasibuan, 2012). Sikap ini tercermin dari etos kerja karyawan yang menunjukkan
tingkat kepuasan yang tinggi dan memberikan kontribusi yang signifikan untuk
meningkatkan kinerja dan kualitas tenaga kerja. Bukti empiris dari penelitian Amir et
al. (2023) terhadap perawat di RSUD Kotamobagu maupun Hasibuan, 2012).Surbakti
Universitas Indonesia
32
Universitas Indonesia
33
Universitas Indonesia
34
Universitas Indonesia
35
Universitas Indonesia
36
BAB 3
GAMBARAN UMUM RSIA VIOLA
Universitas Indonesia
37
Universitas Indonesia
38
May-2022 60 % 3 8 2 - -
Jun-2022 77 % 4 5 3 - -
Jul-2022 71 % 3 6 3 - -
Aug-2022 59 % 6 7 2 - -
Sep-2022 68 % 3 7 3 - -
Oct-2022 74 % 3 6 3 - -
Nov-2022 50 % 4 10 2 - -
Dec-2022 45 % 3 12 2 - -
Jan-2023 34 % 3 17 2 - -
Feb-2023 19 % 3 27 1 - -
Mar-2023 35 % 3 14 2 - -
Apr-2023 28,07% 3 19 2 - -
May-2023 35,00% 3 11 2 0 40,54
Sumber: Bagian Yanmed RSIA Viola (2023).
Universitas Indonesia
39
BAB 4
KERANGKA TEORI DAN KERANGKA KONSEP
Kompensasi
Gaya kepemimpinan
transformasional Turnover intention
Kepuasan kerja
Komitmen organisasional
Universitas Indonesia
40
Kompensasi
Ekonomi
Fasilitas
Pelayanan
Kepemimpinan
Transformasional
Karisma
Pengaruh ideal
Motivasi inspirasi
Stimulasi intelektual
Perhatian individual
Turnover intention
Work Life Balance
Thinking of quitting
WIPL Search for alternatives
PLIW Intention to quit
PLEW
WEPL
Kepuasan Kerja
Pekerjaan itu sendiri
Prestasi
Pengakuan
Tanggung jawab
Kesempatan promosi
Status
Jaminan pekerjaan
Komitmen Organisasional
Afektif
Kontinuan
Normatif
Universitas Indonesia
41
Universitas Indonesia
42
masukan dan
situasi terkini
dari karyawan,
dan memberikan
perhatian yang
individual
kepada setiap
karyawan
3. Komitmen Komitmen Komitmen Pedoman Wawan 1. komitmen
organisa- organisasional organisasional wawancara -cara afektif
sional adalah adalah 2. komitmen
kontinuan
kesadaran kesadaran
3. komitmen
karyawan afektif,
normatif
terhadap kontinuan, dan
organisasi dan normatif
komitmen perawat dan
terhadap bidan RSIA
tujuannya Viola dan
berkomitmen
terhadap tujuan
rumah sakit.
4. Kepuasan Kepuasan kerja Kepuasan kerja Pedoman Wawan 1. kepuasan
Kerja adalah respon adalah respon wawancara -cara terhadap
emosional emosional pekerjaan
individu perawat dan 2. prestasi
karyawan bidan RSIA kerja
terhadap Viola terhadap 3. pengakuan
berbagai aspek perkerjaan, 4. tanggung
dalam prestasi, jawab
pekerjaan yang pengakuan, 5. kesempatan
dilakukannya tanggung jawab, promosi
di Perusahaan kesempatan 6. status
(Hezberg, promosi, status pekerjaan
1968) dan jaminan 7. jaminan
pekerjaan yang pekerjaan
dilakukannya di
RSIA Viola.
5. Work life Work life Work life Pedoman Wawan 1. work
balance balance adalah balance adalah wawancara -cara interferes
kondisi kondisi personal
seimbang seimbang antara life
antara peran pengaruh 2. personal
karyawan pekerjaan life
dalam terhadap interferes
pekerjaan dan kehidupan work
kehidupan pribadi perawat 3. personal
Universitas Indonesia
43
Universitas Indonesia
44
BAB 5
METODOLOGI PENELITIAN
Universitas Indonesia
45
Data primer pada penelitian ini diperoleh langsung melalui wawancara mendalam
yang bersumber dari informan. Informan penelitian mempertimbangkan kesesuaian
penelitian, maka wawancara mendalam tentang turnover intention perawat dan bidan
di RSIA Viola dilakukan kepada informan yang telah ditentukan yaitu perawat dan
bidan yang sudah berhenti bekerja, perawat dan bidan yang masih bekerja di RSIA
Viola, dan manajemen RSIA Viola dengan total informan berjumlah 25 orang.
2. Data sekunder adalah data yang diperoleh dari dokumen resmi, dan buku-buku yang
berkaitan dengan objek penelitian (Creswell, 1998). Data sekunder pada penelitian
ini diperoleh melalui telaah dokumen berupa laporan tahunan dan data internal dari
RSIA Viola. Adapun laporan tahunan yang digunakan adalah laporan keuangan
semester 1 tahun 2023. Sedangkan data internal RSIA Viola berupa sertifikat
akreditasi rumah sakit, ketentuan lembur, surat perintah lembur, notulen meeting,
daftar pemberian jaminan kesehatan pekerja, slip gaji, dan bukti pemberikan
pelatihan kepada karyawan.
Pengumpulan data dilakukan oleh peneliti sendiri melalui tatap muka sehingga
instrumen penelitian diharapkan dapat terisi dan terjawab dengan baik.
Universitas Indonesia
46
Variabel Pertanyaan
transformasional perhatian individu) yang mempengaruhi turnover intention?
5. Mengapa faktor-faktor tersebut dapat mempengaruhi turnover
intention?
6. Bagaimana faktor-faktor tersebut mempengaruhi turnover
intention?
Kepuasan kerja 7. Apa saja faktor kepuasan kerja (pekerjaan, prestasi kerja,
pengakuan, tanggung jawab, kesempatan promosi, status,
jaminan pekerjaan) yang mempengaruhi turnover intention?
8. Mengapa faktor-faktor tersebut dapat mempengaruhi turnover
intention?
9. Bagaimana faktor-faktor tersebut mempengaruhi turnover
intention?
Work-life 10. Apa saja faktor work-life balance (WIPL, PLIW, PLEW, WEPL)
balance yang mempengaruhi turnover intention?
11. Mengapa faktor-faktor tersebut dapat mempengaruhi turnover
intention?
12. Bagaimana faktor-faktor tersebut mempengaruhi turnover
intention?
Komitmen 13. Apa saja faktor komitmen (afektif, kontinuan, normatif) yang
mempengaruhi turnover intention?
14. Mengapa faktor-faktor tersebut dapat mempengaruhi turnover
intention?
15. Bagaimana faktor-faktor tersebut mempengaruhi turnover
intention?
Faktor lainnya 16. Apakah ada faktor lainnya selain yang sudah disebutkan di atas
yang mempengaruhi komitmen perawat dan bidan?
Universitas Indonesia
47
Universitas Indonesia
48
Hasil akhir dari penelitian kualitatif adalah informasi deskriptif dan informasi
asosiatif. Deskriptif berarti memberikan gambaran yang jelas tentang variabel yang
diteliti dan asosiatif berarti memberikan penjelasan tentang hubungan antara variabel
dengan output penelitian, serta menjawab pertanyaan penelitian.
Universitas Indonesia
BAB 6
HASIL PENELITIAN
Universitas Indonesia
51
APD. Pemberian hampers karyawan baru dimulai di tahun 2023 ini dan hal ini
diungkapkan oleh 2 informan perwaat dan bidan. Sementara itu, manajemen
mengutarakan hal yang serupa di mana penyediaan fasilitas hanya sebatas yang
mendukung pekerjaan. Pemberian izin khusus berupa kesempatan untuk melanjutkan
pendiidikan dengan biaya sendiri. Berikut adalah beberapa kutipan wawancara terhadap
informan:
“…peralatan kerja memang sudah seharusnya disediakan jadi bukan nilai lebih
yang kita terima …” (A10)
“…kita memberikan izin khusus untuk yang mau melanjutkan Pendidikan, namun
dengan biaya sendiri…” (C1)
Peneliti juga melakukan penelusuran data sekunder untuk triangulasi metodologi.
Hasil penelusuran peneliti terhadap data sekunder menemukan bahwa RSIA Viola
memberikan pelatihan internal kepada perawat dan bidan, ditunjukkan pada Gambar 6.2
dan Gambar 6.3.
Universitas Indonesia
53
Universitas Indonesia
54
Universitas Indonesia
55
bantuan hukum, penasehat keuangan, asuransi, dan kredit rumah (Hasibuan, 2012).
Satu-satunya kompensasi bersifat pelayanan yang diberikan oleh RSIA Viola kepada
perawat dan bidan hanyalah jaminan kesehatan, sebagaimana yang diungkapkan oleh 3
informan perawat bidan dan 1 informan dari manajemen rumah sakit. Berikut adalah
kutipan hasil wawancara terhadap informan mengenai kompensasi bersifat pelayanan
yang berupa jaminan kesehatan.
“…ada jaminan kesehatan sesuai dengan plafon masing-masing…” (B7)
“…ada pemberian JPK (jaminan kesehatan) yang bisa dipakai untuk karyawan
dan keluarga inti, namun tidak dapat diuangkan…” (C2)
Peneliti melakukan triangulasi metodologi dengan melakukan penelusuran
terhadap dokumen klaim jaminan kesehatan supaya dapat membandingkannya dengan
hasil wawancara kepada informan. Hasil penelusuran terhadap penggunaan jaminan
kesehatan oleh perawat RSIA Viola terdapat pada Gambar 6.4.
6.3. Faktor Penyebab Turnover Intention Ditinjau dari Sisi Gaya Kepemimpinan
Kepemimpinan dari pemimpin menjadi salah satu faktor penting yang membuat
karyawan semakin berkomitmen terhadap organisasinya, karena kemampuannya yang
secara langsung dapat mempengaruhi kelompok yang dipimpinnya (Veitzal, 2014).
Universitas Indonesia
56
6.3.1. Karisma
Salah satu ciri pemimpin yang menerapkan gaya kepemimpinan transformasional
adalah adanya karisma, yang diakui oleh seluruh anggota timnya (Bass & Avolio,
2003). Perawat dan bidan yang sudah keluar dari RSIA Viola menyoroti kepemimpinan
direktur sebelumya yang plin-plan, ditunjukkan dengan perubahan kebijakan yang
mendadak dan sering (7 dari 10 informan); dan tidak dapat dipercaya, ditunjukkan
dengan manajemen tidak melakukan peraturan dan kebijakan yang sudah dibuat (4 dari
10 informan). Akan tetapi, perubahan direktur yang dimulai pada Bulan Maret 2023
memberikan perubahan ke arah yang lebih baik, yang tampak pada jawaban informan
perawat dan bidan yang masih bertahan (7 dari 10 informan). Peneliti tidak tidak
melakukan wawancara mendalam terhadap manajemen rumah sakit terkait variabel
gaya kepemimpinan transformasional. Berikut adalah beberapa kutipan wawancara
kepada perawat dan bidan RSIA Viola.
“…plin plan ah pemimpinnya…” (A7)
“…atasan-atasan yang lama hanya menuntut kami untuk melakukan kewajiban,
tapi pada saat giliran pemberian hak kepada kami, selalu terlambat…” (B10)
Selama peneliti melakukan penelitian di rumah sakit, dan juga mewawancarai
manajemen rumah sakit, peneliti mengobservasi penerapan gaya kepemimpinan
transformasional yang dicerminkan dengan karisma. Hasil observasi mengungkapkan
bahwa manajemen rumah sakit memiliki ketegasan dan memiliki rencana kerja yang
spesifik dan detail untuk peningkatan kinerja rumah sakit. Hasil penelusuran terhadap
data sekunder berupa program kerja direktur ditampilkan pada Gambar 6.5.
Universitas Indonesia
57
Gambar 6.5. Program Kerja Direktur RSIA Viola Maret 2023 – Februari 2024.
Berdasarkan hasil wawancara mendalam dan observasi, manajemen RSIA Viola
yang terdahulu tidak memiliki karisma yang diakui oleh para perawat dan bidan,
sehingga mempengaruhi komitmen perawat dan bidan. Manajemen yang terdahulu
dirasakan sebagai pemimpin yang tidak tegas, dan bahkan hanya menuntut bawahannya
untuk melakukan kewajibannya saja, tanpa diimbangi dengan pemberian hak yang
sesuai. Akan tetapi, perawat dan bidan yang masih bertahan di RSIA Viola merasakan
perubahan setelah kepemimpinan direktur Rumah Sakit yang baru.
6.3.2. Pengaruh idealis
Pengaruh idealis seorang pemimpin tampak ketika seorang pemimpin dapat
mempengaruhi pengikutnya hanya jika pemimpin melakukan apa yang dia katakan,
sehingga menjadi panutan bagi seluruh anggota timnya. Sejumlah 10 dari 10 perawat
dan bidan yang masih bertahan di RSIA Viola menyatakan bahwa direktur baru dan
manajemen rumah sakit sekarang lebih tegas, dan dapat memberikan contoh yang
membuat mereka lebih semangat bekerja. Beberapa kutipan hasil wawancara mendalam
kepada informan antara lain:
“…peraturan selalu berubah-ubah, tidak konsisten, dan juga tidak dijalankan
oleh yang membuat peraturan…” (A1)
Universitas Indonesia
58
“…direktur yang sekarang lebih tegas, dan karena berasal dari dokter kita juga
yang naik menjadi direktur…” (B2)
Peneliti melakukan observasi terkait pengaruh idealis yang diberikan oleh
manajemen RSIA Viola kepada perawat dan bidan sebagai upaya untuk triangulasi
metodologi. Hasil observasi mengungkapkan bahwa manajemen RSIA Viola yang baru
memberikan teladan yang mampu menggerakkan seluruh karyawan untuk kolaborasi
aktif membangun rumah sakit.
Hasil wawancara mendalam kepada informan dan observasi menunjukkan bahwa
manajemen RSIA Viola yang terdahulu cenderung tidak dapat memberikan pengaruh
idealis dan menjadi panutan bagi perawat dan bidan di RSIA Viola.
6.3.3. Motivasi inspiratif
Informan perawat dan bidan menyatakan bahwa direktur yang sebelumnya tidak
menjadi motivator yang inspiratif bagi mereka (6 dari 10 informan perawat dan bidan
yang sudah keluar dari RSIA Viola), namun manajemen yang baru dianggap
memberikan motivasi yang inspiratif (7 dari 10 informan perawat dan bidan yang masih
bertahan di RSIA Viola). Berikut adalah beberapa kutipan wawancara kepada perawat
dan bidan:
“…atasan-atasan asal membuat kebijakan, tidak paham kerjaan di lapangan, jadi
ga sinkron…” (A3)
“…direktur baru, manajer keuangan baru, dan banyak tim baru lainnya, dan
lebih bisa diajak bekerjasama…” (B5)
Peneliti melakukan observasi terkait motivasi inspiratif yang diberikan oleh
manajemen RSIA Viola kepada perawat dan bidan sebagai upaya untuk triangulasi
metodologi. Hasil observasi peneliti menunjukkan bahwa manajemen RSIA Viola yang
baru memberikan semangat kerja yang baru kepada seluruh karyawan, tidak terkecuali
perawat dan bidan RSIA Viola.
Berdasarkan hasil wawancara mendalam dan observasi, peneliti menemukan
bahwa manajemen RSIA Viola yang baru lebih dapat memberikan motivasi inspiratif
kepada karyawan, dibandingkan dengan manajemen terdahulu. Adanya perubahan ini
menyebabkan informan yang masih bertahan memberikan jawaban yang berbeda
dibandingkan dengan informan yang sudah keluar dari RSIA Viola
Universitas Indonesia
59
Universitas Indonesia
60
Viola menyatakan bahwa saat ini jumlah jam lembur sudah tidak terlalu banyak
dibandingkan dengan sebelumnya. Informan manajemen rumah sakit mengemukakan
perubahan tersebut disebabkan oleh adanya perombakan terhadap cara kerja dan
struktur organisasi. Adapun kutipan wawancara terhadap informan adalah sebagai
berikut:
“…beban kerja tidak banyak, karena pasien juga tidak terlalu ramai, tapi karena
banyak yang resign, jadi sering lembur dan juga harus standby on call…” (A5)
“…jam kerja bisa sampai hampir 2 shift karena ketambahan lembur, saya bahkan
ga sempat kondangan…” (A9)
“...sempat ada perombakan terhadap cara kerja, di mana beberapa bidan
digabungkan ke perawat karena workload nya masih kecil…” (C1)
Peneliti melakukan telaah data sekunder berupa surat kebijakan fee lembur yang
dituangkan pada Gambar 6.7. dan surat perintah lembur yang dituangkan pada Gambar
6.8. Hasil telaah data sekunder peneliti menunjukkan bahwa informasi yang
disampaikan oleh informan sudah sesuai dengan data sekunder yang didapatkan
peneliti.
Universitas Indonesia
62
Universitas Indonesia
63
“…saya perantau, tapi saya kos dekat RS Viola, sehingga memudahkan saya
menuju RS, terlebih pada saat on call…” (A3)
Peneliti melakukan penelusuran terhadap alamat tempat tinggal beberapa
informan untuk keperluan triangulasi metodologi. Hasil penelusuran peneliti adalah
bahwa alamat RSIA Viola di Jalan Raya Pondok Ungu Permai Sektor V Blok. A1
No.22-26, Kelurahan Bahagia, Kecamatan Babelan, Kabupaten Bekasi ternyata
memang sangat berdekatan dengan alamat tempat tinggal informan, yang antara lain
bertempat tinggal di:
- Babelan, RT 010/RW 001.
- Jalan Raya Babelan, RT 09/RW 02.
- Kp. Pulo Asem, RT 06/RW 05, Babelan Kota.
Peneliti menemukan bahwa kedekatan antara tempat tinggal karyawan dengan
RSIA Viola menjadi faktor penting dari kehidupan pribadi yang mempengaruhi dan
meningkatkan kualitas pekerjaan yang dilakukan. Hasil ini ditunjukkan dari hasil
wawancara mendalam terhadap informan, dan didukung dengan hasil penelusuran data
sekunder berupa alamat tempat tinggal tiga informan penelitian.
6.4.4. Work Enhancement of Private Life
Informan penelitian mengungkapkan bahwa faktor pekerjaan yang mempengaruhi
kehidupan pribadi mereka secara positif disebabkan karena kepala perawat sudah seperti
keluarga sendiri (diungkapkan oleh 10 dari 20 informan), selalu mengajari hal-hal baru
terkait pekerjaan kepada informan (diungkapkan oleh 6 dari 20 informan), dansuasana
kerja yang nyaman (diungkapkan oleh 4 dari 20 informan). Peneliti tidak melakukan
wawancara mendalam terhadap manajemen rumah sakit terkait faktor ini, maupun
melakukan telaah data sekunder dan observasi untuk keperluan triangulasi data dan
metodologi terhadap faktor ini. Beberapa kutiapn wawancara mendalam kepada
informan antara lain:
“…kepala perawat sudah seperti keluarga sendiri, selalu mengajari kita hal-hal
baru, yang lebih baik dalam menyelesaikan pekerjaan…” (B3)
“…rumah sakit Viola sebenarnya tempat yang nyaman untuk bekerja, jadi kalau
tidak keluar dari zona nyaman ya asik aja bertahan di sana…” (B8)
Hasil wawancara mendalam mengungkap bahwa lingkungan kerja khususnya di
perawat dan bidan yang sangat terasa kekeluargaan, menjadikan RSIA Viola sebenarnya
menjadi tempat yang nyaman untuk bekerja, dan juga dapat meningkatkan kualitas
Universitas Indonesia
64
kehidupan pribadi dari perawat dan bidan. Akan tetapi, lingkungan kerja yang
memberikan dampak positif terhadap kehidupan pribadi perawat dan bidan tidak cukup
untuk mengurangi turnover intention mereka, karena adanya faktor lain yang lebih
penting yaitu dari faktor kompensasi.
6.5. Faktor Penyebab Turnover Intention Ditinjau dari Sisi Kepuasan Kerja
Kepuasan kerja tercermin dari etos kerja karyawan yang tinggi dan memberikan
kontribusi yang signifikan untuk meningkatkan kinerja dan kualitas tenaga kerja serta
turnover intention (Hasibuan, 2012)
6.5.1. Pekerjaan Itu Sendiri
Informan perawat dan bidan merasakan kepuasan terhadap pekerjaan mereka
setelah adanya pergantian direktur, di mana mereka merasakan adanya peningkatan
jumlah pasien (diungkapkan oleh 3 informan), meskipun 2 informan lainnya merasa tim
pemasaran rumah sakit masih perlu bekerja ekstra untuk meningkatkan jumlah pasien
yang ada. Informan manajemen rumah sakit juga mengakui adanya perombakan
terhadap cara kerja dengan menggabungkan perawat dan bidan menjadi 1 bagian yang
sama. Temuan tersebut didasarkan pada kutipan hasil wawancara mendalam berikut:
“…bidan dan perawat adalah 2 profesi yang berbeda namun digabung menjadi 1
karena kekurangan karyawan…” (A10)
“…jumlah pasien meningkat dan ada perubahan setelah penggantian direktur
baru…” (B7)
“...sempat ada perombakan terhadap cara kerja, di mana beberapa bidan
digabungkan ke perawat karena workload nya masih kecil…” (A1)
Hasil telaah data sekunder terhadap renstra direktur RSIA Viola Maret 2023
hingga Februari 2024, manajemen RSIA Viola sudah menargetkan untuk memastikan
semua sumber daya manusia yang ada tersertifikasi sesuai kompetensinya masing-
masing. Rencana strategis tersebut diukur menggunakan lembar monitoring kinerja
manajer pelayanan medis sebagaimana terdapat pada Gambar 6.9.
Universitas Indonesia
65
Universitas Indonesia
66
Universitas Indonesia
67
menjadi faktor yang membuat perawat dan bidan mempertimbangkan untuk tetap
bertahan di RSIA Viola.
6.5.4. Rekan Kerja
Informan perawat dan bidan mengungkapkan peran rekan kerja terhadap kepuasan
kerja informan. Rekan kerja yang baik, suportif dan saling mendukung (diungkap oleh 4
informan), tidak bermasalah dengan rekan kerja (diungkap oleh 4 informan) membuat
informan merasa rekan kerja adalah satu keluarga besar (diungkap oleh 10 informan).
Peneliti tidak mendapatkan jawaban dari wawancara mendalam terhadap manajemen
rumah sakit terkait faktor ini. Sementara itu, hasil observasi peneliti terhadap suasana
kerja perawat dan bidan menunjukkan suasana kekeluargaan yang sangat tinggi.
Beberapa kutipan hasil wawancara terhadap informan antara lain:
“…teman-teman tidak ada masalah satu sama lain …” (A9)
“…rekan kerja adalah satu keluarga besar …” (B1)
Hasil wawancara mendalam dan observasi menunjukkan bahwa faktor rekan kerja
yang bersahabat dan semua merasa menjadi satu bagian keluarga besar menjadi faktor
yang meningkatkan kepuasan kerja perawat dan bidan di RSIA Viola. Kepuasan kerja
yang tinggi diharapkan turut menurunkan turnover intention perawat dan bidan RSIA
Viola.
6.5.5. Pengakuan
Informan mengungkapkan bahwa selama ini tidak ada pengakuan dari
manajemen, dan hanya ada pengakuan dari atasan langsung. Namun, peneliti tidak
mendapatkan jawaban dari wawancara mendalam terhadap manajemen rumah sakit
terkait faktor ini. Demiikian pula peneliti tidak menemukan data sekunder dan hasil
observasi yang sesuai untuk faktor ini. Beberapa hasil wawancara kepada informan
antara lain:
“…tidak ada pengakuan terkait hasil kerja dari manajemen…” (A8)
“…hanya ada pengakuan dari atasan langsung…” (B1)
Hasil wawancara mendalam menunjukkan bahwa atasan langsung yaitu kepala
perawat maupun bidan memberikan pengakuan atas hasil kerja perawat dan bidan. Akan
tetapi, manajemen rumah sakit tidak memberikan pengakuan terhadap hasil kerja dalam
bentuk apapun.
Universitas Indonesia
68
“…saya ingin secepat mungkin meninggalkan RSIA Viola dan pindah ke rumah
sakit lain…” (A4)
“…saya senang dengan atasan dan rekan kerja saya, dan melihat adanya
perubahan suasana setelah pergantian direktur, saya mungkin akan bertahan…”
(B5)
Hasil wawancara mendalam mengungkap bahwa terdapat perbedaan komitmen
afektif antara perawat dan bidan yang sudah meninggalkan RSIA Viola dengan perawat
dan bidan yang masih bertahan di RSIA Viola. Perawat dan bidan tidak mengalami
Universitas Indonesia
70
keterikatan emosional dengan RSIA Viola dikarenakan oleh faktor pemimpin, dalam hal
ini adalah direktur RSIA Viola.
6.6.2. Komitmen Kontinuan
Sejumlah 14 informan mengungkapkan rendahnya komitmen kontinuan yang
dimiliki, yang ditunjukkan dengan niat untuk keluar dari RSIA Viola setelah diterima
rumah sakit lain dengan gaji lebih tinggi. Sedangkan manajemen menyoroti bahwa
rendahnya komitmen kontinuan perawat dan bidan disebabkan banyaknya perawat dan
fresh graduate. Peneliti tidak mendapatkan data sekunder dan hasil observasi yang
sesuai untuk melakukan triangulasi metodologi penelitian terhadap faktor ini. Kutipan
beberapa hasil wawancara terhadap informan antara lain:
“…saya mempertimbangkan untuk menerima tawaran dari rumah sakit lain
dengan gaji lebih besar …” (B7)
“...perawat di sini banyak yang fresh graduate. Setelah mendapat banyak
pengalaman kerja di sini, dan mendapat tawaran dari rumah sakit lain dengan
gaji lebih besar, mereka keluar dari rumah sakit ini…” (C4)
Hasil wawancara mendalam mengungkap bahwa komitmen kontinuan
mempengaruhi turnover intention perawat dan bidan RSIA Viola. Akan tetapi,
komitmen kontinuan yang juga rendah dipengaruhi oleh besaran gaji, sehingga dapat
dikatakan bahwa komitmen kontinuan adalah faktor perantara karena gaji yang kecil
menyebabkan tingginya turnover intention.
6.6.3. Komitmen Normatif
Terkait dengan komitmen normatif, 14 informan dari perawat dan bidan
menyatakan bahwa mereka tidak berkeberatan ataupun merasakan penyesalan setelah
keluar dari RSIA Viola. Namun peneliti tidak mendapatkan hasil wawancara terhadap
informan dari manajemen untuk triangulasi data maupun hasil telaah dokumen dan
observasi untuk triangulasi metodologi. Beberapa kutipan wawancara kepada informan
perawat dan bidan antara lain:
“…saya tidak menyesal keluar dari RSIA Viola…” (A4)
“…saya tidak berkeberatan untuk keluar dari RSIA Viola …” (B8)
Hasil wawancara mendalam mengungkap bahwa perawat dan bidan RSIA Viola
memiliki komitmen normatif yang rendah. Rendahnya komitmen cenderung akan
meningkatkan turnover intention.
Universitas Indonesia
71
Universitas Indonesia
72
BAB 7
PEMBAHASAN
Universitas Indonesia
73
dianggap merupakan fasilitas wajib yang memang harus disediakan oleh rumah sakit,
bukan sebagai fasilitas yang memberi nilai lebih kepada para karyawan. Pelatihan yang
minim dan hanya diberikan kepada bagian tertentu juga menjadi pertimbangan yang
mempengaruhi komitmen. Meskipun RSIA Viola mengijinkan atau memberikan ijin
khusus kepada perawat dan bidan yang akan melanjutkan Pendidikan, namun
Pendidikan ditempuh menggunakan uang pribadi dan tidak mendapatkan dukungan dari
RSIA Viola. Manajemen RSIA viola mengakomodasi karyawan yang akan menempuh
pendidikan lanjutan dengan menyusun jadwal kerja dengan menyesuaikan jadwal kuliah
dari karyawan yang bersangkutan. Akan tetapi, perawat dan bidan mengapreasiasi
adanya pemberian JPK (jaminan kesehatan) bagi seluruh karyawan RSIA Viola, yang
juga dapat digunakan oleh keluarga inti karyawan. Pemberian fasilitas tambahan di luar
fasilitas wajib, dan pemberian jaminan kesehatan merupakan opsi yang dapat dialukan
oleh manajemen RSIA Viola untuk meningkatkan komitmen perawat dan bidan di
RSIA Viola
RSIA Viola belum memberikan kompensasi kepada karyawannya dalam bentuk
pelayanan. Kompensasi yang diberikan masih lebih banyak berupa tunjangan yang
bersifat ekonomis. Manajemen RSIA Viola akan mempertimbangkan untuk
memberikan kompensasi yang berupa pelayanan kepada karyawannya apabila
pendapatan rumah sakit sudah mulai meningkat. Tidak adanya kompensasi dalam
bentuk pelayanan yang diberikan kepada karyawan RSIA Viola menyebabkan peneliti
tidak dapat menganalisis pengaruh faktor ini lebih lanjut dalam pengaruhnya terhadap
komitmen perawat dan bidan.
Tingkat kesejahteraan yang tinggi diharapkan oleh setiap karyawan. Program
kompensasi diberikan kepada seluruh karyawan berdasarkan hubungan kerja mereka
dan merupakan imbalan atas pekerjaan. Dengan demikian, kesejahteraan karyawan
dapat mempengaruhi motivasi kerja karyawan (Hasibuan, 2012). Pemberian kompensasi
diharapkan membawa manfaat yang signifikan bagi tujuan organisasi. Filippo (2004)
mengatakan bahwa fungsi retensi karyawan adalah tentang perlindungan keadaan fisik,
mental dan emosional. Dalam melaksanakan fungsi retensi, metode yang tepat harus
diperhatikan agar pelaksanaannya secara efektif mendukung pencapaian tujuan
organisasi. Salah satu praktik retensi yang berpengaruh besar dalam meningkatkan
Universitas Indonesia
74
motivasi adalah memberikan kompensasi yang sesuai bagi karyawan atau pekerja
selama mereka berada di organisasi.
Hasil penelitian ini sesuai dengan beberapa bukti empiris yang ada antara lain
penelitian Amir et al. (2023) yang mengungkapkan bahwa kompensasi berpengaruh
negatif signifikan terhadap turnover intention perawat di RSUD Kotamobagu. Irmayani
et al. (2023) juga menemukan hasil yang serupa di mana semakin rendahnya
kompensasi akan meningkatkan turnover intention perawat Rumah Sakit Grandmed
Lubuk Pakam. Demikian halnya juga Amanda et al. (2021) juga menemukan bahwa
kompensasi berpengaruh terbalik dengan turnover intention perawat Rumah Sakit
Ananda Bekasi. Akan tetapi, penelitian Amanda et al. (2021) menemukan bahwa
kompensasi tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap turnover intention
perawat di Rumah Sakit Mitra Sejati Medan. Hasil yang berbeda ini mungkin
disebabkan karena faktor yang lebih dominan mempengaruhi turnover intention adalah
lingkungan kerja dan stress kerja.
7.2.2. Faktor Gaya Kepemimpinan Tranformasional
Pemimpin di RSIA Viola sebelum penggantian direktur dianggap oleh perawat
dan bidan di RSIA Viola sebagai pemimpin yang tidak memiliki karisma. Perawat dan
bidan RSIA Viola mempersepsikan manajamen rumah sakit yang terdahulu di bawah
pimpinan direktur rumah sakit sebelumnya tidak menunjukkan contoh yang
menjadikannya panutan bagi karyawan. Hal ini mempengaruhi komitmen perawat dan
bidan, sehingga menyebabkan banyaknya perawat dan bidan memutuskan keluar dari
RSIA Viola.
Pemimpin yang ideal adalah pemimpin yang dapat menularkan idealismenya
kepada seluruh anggota timnya. Dengan demikian, seluruh anggota dalam tim dapat
berkolaborasi untuk mencapai tujuan bersama. Pemimpin bertanggung jawab untuk
merumuskan kebijakan dan peraturan sebagai sarana kontrol manajemen untuk
memastikan pencapaian tujuan bersama. Akan tetapi, perubahan kebijakan dan
peraturan di RSIA Viola terlalu sering terjadi, sehingga membingungkan perawat dan
bidan sebagai elemen sumber daya manusia di RSIA Viola dalam menjalankan
kebijakan dan peraturan tersebut. Hal ini diperparah pula dengan pimpinan yang tidak
tegas, dan juga tidak berkomitmen tinggi untuk menjalankan kebijakan dan peraturan
yang telah disusun. Sikap pimpinan RSIA Viola ini menyebabkan adanya penilaian
Universitas Indonesia
75
negatif dari karyawan khususnya RSIA Viola kepada pimpinan rumah sakit, dan
mempengaruhi rendahnya komitmen perawat dan bidan di RSIA Viola.
Penunjukan direktur baru di RSIA Viola baru-baru ini mengubah kembali pola
kerja perawat dan bidan yang ada, dikarenakan kebijakan baru yang dirumuskan.
Meskipun informan merasakan bahwa kebijakan yang dirumuskan oleh direktur baru
masih belum ideal, akan tetapi informan yang masih sempat bekerja di bawah pimpinan
direktur baru menyampaikan bahwa terasa perubahan ke arah yang lebih baik. Direktur
baru lebih merangkul semua pihak untuk bekerja sama mencapai tujuan dan membawa
RSIA Viola menjadi lebih baik lagi. Selain itu, perawat dan bidan mengharapkan
kebijakan baru yang dirumuskan oleh direktur baru lebih sesuai dengan keadaan yang
dihadapi oleh mereka dalam pekerjaannya sehari-hari. Meskipun adanya perubahan kea
rah yang lebih baik dari direktur baru dibandingkan direktur yang sebelumnya, namun
komitmen perawat dan bidan tidak terlalu terpengaruh, dan informan lebih menekankan
faktor kompensasi sebagai alasan utama yang mempengaruhi komitmen perawat dan
bidan di RSIA Viola.
Kepala perawat perawat dan manajer perawat dan bidan sebagai atasan langsung
yang bersinggungan dengan pekerjaan perawat dan bidan RSIA Viola sehari-hari
dianggap sebagai sosok yang menerapkan gaya kepemimpinan transformasional yang
tercermin dari pemberian stimulasi intelektual. Informan menyampaikan bahwa perawat
dan bidan terutama yang baru lulus dari pendidikan profesi dan baru bekerja banyak
dibimbing dan diarahkan oleh kepala bagian perawat. Bimbingan dan ararahan ini
memudahkan mereka untuk segera beradaptasi dengan pola dan kecepatan kerja yang
dibutuhkan dalam menangani pasien sehari-hari, sehingga mereka merasa unit kerja
perawat dan bidan merupakan unit kerja yang terasa seperti keluarga sendiri. Akan
tetapi, kedekatan antara kepala bagian perawat, dan juga manajer perawat dan bidan
yang sangat baik dengan perawat dan bidan tidak dapat meningkatkan komitmen
perawat dan bidan di RSIA Viola apabila mereka mendapatkan tawaran pekerjaan dari
rumah sakit lain yang tidak berjauhan dari RSIA Viola dengan kompensasi yang lebih
besar.
Salah satu indikator penerapan gaya kepemimpinan tranformasional yang juga
dirasakan informan khususnya perawat dan bidan yang sudah keluar dari RSIA Viola
adalah bahwa manajemen rumah sakit yang baru di bawah pimpinan direktur baru lebih
Universitas Indonesia
76
banyak memberikan perhatian yang individualis kepada mereka. Perawat dan bidan pun
dilibatkan untuk memberikan saran dan ide untuk berkontribusi terhadap kemajuan
organisasi. Namun perubahan ini pun masih belum menjadi pertimbangan bagi perawat
dan bidan untuk memilih bertahan di RSIA Viola apabila mendapatkan tawaran atau
pekerjaan di rumah sakit lain dengan kompensasi yang lebih baik.
Pemimpin adalah inisiator, motivator, stimulator dan inovator dalam organisasi.
Pemimpin adalah orang yang karena kemampuan pribadinya dapat secara langsung
mempengaruhi kelompok yang dipimpinnya dalam upaya bersama untuk mencapai
tujuan tertentu, dengan atau tanpa pertemuan formal (Veitzal, 2014). Penerapan gaya
kepemimpinan transformasional oleh direktur baru dan jajaran manajemennya menjadi
faktor yang menurunkan turnover intention, terbukti dari hasil wawancara mendalam
kepada perawat dan bidan yang masih bertahan. Akan tetapi, penerapan gaya
kepemimpinan transformasional tidak dapat berdiri sendiri, dan harus digabungkan
dengan perbaikan di faktor-faktor lainnya untuk menurunkan turnover intention.
Hasil penelitian ini mendukung bukti empiris oleh Matande et al. (2022) pada
tenaga kesehatan di Rumah Sakit X Kabupaten Mimika, dan Yucel (2021) pada tenaga
kesehatan di Turki. Para profesional kesehatan merasa bahwa kepemimpinan telah gagal
untuk menjadi panutan dalam mencapai tujuan organisasi. Para pemimpin gagal
memberikan perhatian, bimbingan, dan penilaian terhadap hasil kerja, yang
mengakibatkan berkurangnya motivasi di antara para tenaga kesehatan. Tidak adanya
insentif yang jelas yang diberikan oleh pimpinan atas kontribusi tenaga kesehatan
profesional telah mengakibatkan kurangnya motivasi untuk meningkatkan keterampilan
mereka dan kecenderungan untuk mengadopsi pendekatan pasif, hanya menunggu
berakhirnya kontrak mereka untuk mencari peluang yang lebih baik di tempat lain
(Matande et al., 2022). Akan tetapi, Rindu et al. (2020) menjelaskan bahwa model
kepemimpinan transformasional sebagai satu kesatuan yang lengkap, mencakup
karisma, keramahan kepada pekerja, stimulasi intelektual, motivasi inspirasional, dan
pengaruh ideal sehingga dapat menghasilkan usaha ekstra dari pekerja, produktivitas
yang tinggi, turnover yang lebih rendah, tingkat ketidakhadiran yang lebih rendah, dan
kemampuan beradaptasi dengan organisasi. Penerapan model kepemimpinan
transformasional yang tidak lengkap menyebabkan penerapan gaya kepemimpinan
transformasional tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap turnover intention.
Universitas Indonesia
77
Universitas Indonesia
78
Viola. Akan tetapi, lingkungan kerja yang memberikan dampak positif terhadap
kehidupan pribadi perawat dan bidan tidak cukup untuk meningkatkan komitmen
mereka terhadap RSIA Viola, karena adanya faktor lain yang lebih penting yaitu dari
faktor kompensasi.
Hasil penelitian ini serupa dengan semua bukti empiris yang ada bahwa work-life
balance adalah faktor yang mempengaruhi turnover intention. Penelitian Sandunika &
Jayaekara (2021) pada perawat yang sudah menikah di Srilanka, dan penelitian
Wardana et al. (2020) pada perawat di Rumah Sakit X di Tangerang mengungkapkan
adanya peran worklife balance terhadap turnover intention.
7.2.4. Faktor Kepuasan Kerja
Perawat dan bidan di RSIA Viola sebenarnya menikmati pekerjaan mereka. Beban
kerja yang tidak tinggi dikarenakan jumlah pasien rawat inap yang sedikit menjadi
faktor yang meningkatkan kepuasan kerja. Pekerjaan yang diberikan pun sesuai dengan
tupoksi masing-masing profesi. Akan tetapi, ketika direktur mengambil kebijakan untuk
menggabungkan perawat dan bidan menjadi 1 unit kerja yang sama, yang disebabkan
kekurangan tenaga perawat dan bidan akibat banyaknya perawat dan bidan yang keluar,
membuat kepuasan kerja perawsat dan bidan RSIA Viola menurun. Hal ini menjadi
pencetus meningkatnya turnover intention, sehingga perawat dan bidan mulai
mempertimbangkan untuk meninggalkan RSIA Viola.
Prestasi dan promosi jabatan yang menurut berbagai literatur menjadi indikator
yang mempengaruhi kepuasan kerja, ternyata tidak menjadi faktor yang mempengaruhi
kepuasan kerja perawat dan bidan di RSIA Viola. Hal ini disebabkan karena selama ini
belum ada penilaian kinerja di RSIA Viola sehingga tidak ada pula penilaian prestasi
karyawan, dan tidak adnya pemberian penghargaan kepada karyawan berprestasi,
maupun dalam bentuk promosi jabatan. Akan tetapi, ketiadaan promosi jabatan ini
menyebabkan perawat dan bidan di RSIA Viola mempersepsikan bahwa pekerjaan di
RSIA Viola tidak memberikan masa depan yang menjanjikan, dan mendorong tingginya
turnover intention.
Perawat dan bidan di RSIA Viola merasakan kepuasan kerja yang tinggi karena
faktor supervisi dan rekan kerja. Kepala perawat dipandang sebagai atasan yang
menyenangkan, memberikan bimbingan dan arahan yang baik kepada seluruh tim,
mempercayakan tim untuk dapat menyelesaikan pekerjaannya dengan baik, sehingga
Universitas Indonesia
79
dianggap memberikan perhatian terhadap kinerja perawat. Beberapa faktor inilah yang
menyebabkan turunnya turnover intention di kalangan perawat dan bidan. Selain dari
faktor supervisi oleh atasan langsung, faktor rekan kerja yang bersahabat juga membuat
suasana kerja seperti keluarga besar. Semua rekan kerja perawat dan bidan saling
membantu dan mendukung satu sama lain.
Faktor pengakuan yang merupakan indikator kepuasan kerja tidak menjadi faktor
yang mempengaruhi turnover intention. Hal ini disebabkan karena belum berjalannya
sistem penilaian kinerja, sehingga tidak ada parameter pengakuan yang jelas dari
manajemen rumah sakit terhadap kinerja perawat dan bidan. Pengakuan terhadap hasil
kerja hanya berupa pengakuan lisan dari kepala perawat, dan tidak tertuang dalam data
sekunder yang didokumentasikan oleh rumah sakit.
Indikator tanggung jawab juga menjadi faktor yang mempengaruhi turnover
intention, dan indikator ini terkait langsung dengan faktor kompensasi dan kepuasan
terhadap atasan. Perawat dan bidan yang sudah keluar dari RSIA Viola menyebutkan
bahwa pemberian gaji yang sesuai dengan beban kerja dan lingkup tanggung jawab
profesi yang mereka miliki menjadi faktor pendorong kepuasan, dan akhirnya
mempengaruhi turnover intention. Demikian halnya kesempatan yang diberikan oleh
atasan kepada perawat dan bidan untuk mengambil keputusan sendiri sesuai dengan
lingkup tanggung jawab profesinya membuat perawat dan bidan mempertimbangkan
untuk bertahan di RSIA Viola.
Jaminan pekerjaan yang merupakan salah satu indikator kepuasan kerja juga
mempengaruhi turnover intention perawat dan bidan di RSIA Viola. Pengaruh ini
terlihat jelas berdasarkan hasil wawancara mendalam, di mana perawat dan bidan yang
sudah keluar dari RSIA Viola menyebutkan mereka meninggalkan RSIA Viola karena
menganggap rumah sakit tidak dapat memberikan jaminan pekerjaan yang baik kepada
mereka. rumah sakit yang sering telat membayarkan gaji dipersepsikan membuat
pekerjaan mereka terancam, sehingga meningkatkan keinginan mereka untuk segera
meninggalkan RSIA Viola, dan mendorong mereka untuk aktif mencari lowongan
pekerjaan di tempat lain. Akan tetapi sejak penggantian direktur dan beberapa
manajemen baru di RSIA Viola, perawat dan bidan yang masih bertahan merasakan
adanya perubahan sebagai akibat dari kebijakan yang diterapkan oleh direktur baru,
sehingga mempersepsikan adanya peningkatan jaminan pekerjaan dan berdampak pada
Universitas Indonesia
80
Universitas Indonesia
81
Universitas Indonesia
82
BAB 8
KESIMPULAN DAN SARAN
8.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis data kualitatif yang didapatkan dari penelitian ini, dapat
disimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi turnover intention perawat dan
bidan RSIA Viola antara lain:
1. Faktor kompensasi merupakan faktor utama yang meningkatkan turnover intention
perawat dan bidan di RSIA Viola, terdiri dari gaji yang kecil dengan pembayaran
yang sering telat, fasilitas yang diberikan hanya fasilitas standar, dan kompensasi
bersifat pelayanan dalam bentuk jaminan kesehatan.
2. Faktor gaya kepemimpinan transformasional, di mana penerapan gaya
kepemimpinan transformasional menurunkan turnover intention perawat dan bidan
RSIA Viola. Faktor gaya kepempinan transformasional yang menurunkan turnover
intention perawat dan bidan antara lain adanya karisma, pengaruh idealis, motivasi
inspiratif, stimulasi intelektual, dan perhatian individual yang diterapkan oleh
direktur baru RSIA Viola.
3. Faktor work-life balance juga mempengaruhi turnover intention perawat dan bidan
RSIA Viola. Faktor work-life balance tersebut antara lain berupa jumlah jam lembur
yang tinggi (work interfere personal life), tempat tinggal yang dekat dengan rumah
sakit (personal life enhance work), dan atasan yang banyak memberikan sharing
ilmu dan pengalaman sehingga membantu pengembangan diri perawat dan bidan
(work enhance personal life).
4. Faktor kepuasan kerja, yang memiliki pengaruh terbalik dengan turnover intention.
Faktor kepuasan kerja yang mempengaruhi turnover intention perawat dan bidan
RSIA Viola antara lain lain pekerjaan yang sesuai dengan profesi, mendapatkan
supervisi yang baik, rekan kerja yang bersahabat, dan jaminan pekerjaan yang
membaik setelah penggantian direktur baru.
5. Faktor komitmen organisasional, yang memiliki pengaruh bertolak belakang
terhadap turnover intention. Faktor komitmen organisasional yang mempengaruhi
turnover intention antara lain komitmen kontinuan karena nominal gaji yang kecil.
Universitas Indonesia
83
8.2. Saran
Uraian pada pembahasan menunjukkan terdapat masalah kompensasi yang
berefek domino terhadap work life balance pada perawat dan bidan RSIA Viola.
Diperlukan komitmen dan dukungan dari manajemen dan pemilik RSIA Viola untuk
memperbaiki kompensasi dan work life balance pada perawat dan bidan RSIA Viola
sehingga dapat meningkatkan komitmen perawat dan bidan. Solusi atau alternatif
strategi yang disarankan kepada manajemen RSIA Viola antara lain:
1. Memperbaiki struktur gaji perawat dan bidan sehingga sesuai dengan upah
minimum setempat di mana RSIA Viola berada.
2. Mengupayakan sistem payroll yang lebih reliabel sehingga pembayaran gaji
menjadi selalu tepat waktu
3. Tetap mempertahankan penerapan gaya kepemimpinan transformasional.
4. Mengurangi jam lembur dan standby on call sehingga meningkatkan work-life
balance
5. Mempertahankan supervisi yang baik dari atasan langsung, dan memperbaiki sistem
penilaian prestasi karyawan sehingga perawat dan bidan dapat memiliki kesempatan
untuk promosi jabatan dan mendapatkan jaminan yang lebih baik terhadap
pekerjaannya.
Universitas Indonesia
84
DAFTAR PUSTAKA
Allen, N.J., & Meyer, J.P. (1990), The Measurement and Antecedents of Affective,
Continuance and Normative Commitment to the Organization. Journal of
Occupational Psychology, 63, 1-18.
Alzahrani, S., & Hasan, A.A. (2019). Transformational Leadership Style on Nursing
Job Satisfaction Amongst Nurses in Hospital Settings: Findings from Systematic
Review. Global Journal of Health Science, 11(6), 25-52.
Aras, R.A., Rahmadani, A.R., Nurkhalifa, N., & Rahmiani, N. (2022). Job Stress Impact
On Nurse's Organizational Commitment And The Role Of Work Life Balance.
Jurnal Manajemen Bisnis, 204-213.
Armstrong, M. (2010). Human Resource Management. Great Britain and The United
States: Kogan Page Limited.
As’ad, M. (2005). Psikologi Sosial untuk Perusahaan dan Industri. Jakarta: Rajawali.
Asuah-Duodu, E., Smith, S., & Thein, P.W.L. (2019). Relationship of Job Design,
Organizational Commitment on Compensations of Physicians in A Private
Hospital, Philippines. Abstract Proceedings International Scholars Conference,
2(1), 1067-1086.
Ausat, A.M.A., Suherlan, Peirisal, T., & Hirawan, Z. (2022). Effect of Transformational
Leadership on Organizational Commitment and Work Performance. Journal of
Leadership in Organizations, 4(4), 61-82.
Baisa, Q.N.M., & Nilasari, B.M. (2022). Mediation Role Of Work-Life Balance On The
Effect Of Job Demand And Workplace Resources On Nurse Job Satisfaction
During The Covid-19 Pandemic. Journal of Applied Management, 20(3), 528-
541.
Bass, B.M. (1985). Transformational Leadership, Looking at Other Possible
Antecedents and Consequences. Journal of Management Inquiry, 4(3), 293-297.
Bass, B.M., Avolio, B.J., Jung. D.I. & Berson, Y. (2003). Predicting Unit Performance
by Assessing Transformational and Transactional Leadership, Journal of Applied
Psychology, 88(2), 207-218.
Darmawan, H.D. (2013). Prinsip-Prinsip Perilaku Organisasi.Surabaya: Pena Semesta
Eliyana, A., Maarif, S., & Muzakki. (2019). Job satisfaction and organizational
commitment effect in the transformational leadership towards employee
performance. European Research on Management and Business Economics, 25,
144-150.
Faridi, M., & Sukmana, E.D. (2022). Pengaruh Work Life Balance Terhadap Job
Satisfaction Dimediasi Oleh Affective Commitment. Psychological Journal
Science and Practice, 10(2), 72-78.
Filippo, E.B. (2004). Manajemen Personalia, Edisi Terjemahan. Jakarta: Erlangga
Universitas Indonesia
85
Fitri, E.S., Pribadi, F., & Astuti, R.J. (2018). Analysis of Effect Pay Equity Indirect
Incentive System Toward Organizational Commitment of Employees at The
Hospital in Yogyakarta. Archives of Business Research, 6(1), 255-261.
Hadibroto, J. (1999). Manajemen Psikologi Industri. Yogyakarta: BPFE.
Hasibuan, S. (2012). Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: PT. Bumi Aksara.
Iqbal, K., Fatima, T., & Naveed, M. (2019). The Impact of Transformational Leadership
on Nurses’ Organizational Commitment: A Multiple Mediation Model. European
Journal of Investigation in Health, Psychology, and Education, 1, 262-275.
Kalalo, C.N., Sjattar, E.L., & Natzir, R. (2018). Correlation Between Compensation
And Work Satisfaction With Nurses’ Performance Through Motivation In
Bethesda Public Hospital Of Tomohon. Indonesian Contemporary Nursing
Journal, 3(1), 12-21.
Kreitner, R. & Kinicki, A. (2014). Organizational Behavior, Ninth Ed. Jakarta: Salemba
Empat.
Kusumo, B. (2000). Manajemen dan Motivasi. Bogor: Ghalia Indonesia.
Luthans, F. (2006). Perilaku Organisasi, Edisi Sepuluh. Yogyakarta: Penerbit Andi.
Muliati. (2021). The Effect of Compensation, Motivation and Job Satisfaction on
Employee Performance at Hapsah Hospital Sulawesi. International Organization
of Scientific Research - Journal of Business and Management, 23(6), 59-64.
Mustika, M., Prihanto, Y.J.N., & Winarno, P.M. (2021). The Effects of Compensation
and Benefit Satisfaction on Turnover Intention. Conference Series, 3(2), 249–265.
https://doi.org/10.34306/conferenceseries.v3i2.594
Putri, A.P., Kusnanto, & Yuwono, S.R., (2020). Effects of Job Satisfaction and
Organizational Commitment on Nurse Retention: A Systematic Review.
Indonesian Nursing Journal of Education and Clinic, 5(2), 197-205.
Ramli, A.H., Edward, J., & Milton, A. (2020). Compensation, Job Satisfaction Affects
Employee Performance in Healthcare. Australian Business & Psychology Review,
12(2).
Riang, P., & Rahmat, S.T.Y. (2019). Testing The Effects Of Healthcare Allowance
Compensation On Nursing Profession And Job Satisfaction On Work
Performance Through Organizational Commitment: A Study On Nursing
Profession At Type-A Hospitals In Jakarta Area. Russian Journal of Agriculture
and Socio-Economics Science, 5(89), 119-129.
Rindu, Lukman, S., Hardisman, Hafizurrachman, M., & Bachtiar, A. (2020). The
Relationship between Transformational Leadership, Organizational Commitment,
Work Stress, and Turnover Intentions of Nurse at Private Hospital in Indonesia.
Macedonian Journal of Medical Sciences 8(5), 551-557.
Robbins, S.P. (2006), Perilaku Organisasi, Jilid I, Edisi 9 (Indonesia). Jakarta: PT.
Indeks Kelompok Gramedia.
Universitas Indonesia
86
Robbins, S.P., & Coulter, M. (2011). Management, 11th Ed. London: Pearson Education.
Rumangkit, S., Zuriana, Z. (2019). Work-life balance as a predictor of organizational
commitment: a multidimensional approach. Diponegoro International Journal of
Business, 2(1), 18-22.
Sanjeev, M.A., & Surya, A.V. (2016). Two Factor Theory of Motivation and
Satisfaction: An Empirical Verification. Annals of Data Science, 3(2).
Senjaya, V., & Anindita, R. (2020). The Role Of Transformational Leadership And
Organizational Culture Towards Organizational Commitment Through Job
Satisfaction Among Mining Industry Employees. Journal of Applied
Management, 10(4), 767-782.
Shabir, S., & Gani, A. (2020). Impact of work–life balance on organizational
commitment of women health-care workers: Structural modeling approach.
International Journal of Organizational Analysis, 28(4), 917-939.
Silaban, N., & Rahmat-Syah, T.Y. (2018). The Influence of Compensation and
Organizational Commitment on Employees’ Turnover Intention. Journal of
Business and Management, 20 (3), 1-6.
Sitorus, D.R.H., Raharjo, K., & Kusumawati, A. (2018). The Influence of Work-Life
Balance on Job Satisfaction, Organizational Commitment, and Turnover
Intention. Wacana, 21(4), 181-187.
Sopiah. (2008). Perilaku Organisasi. Yogyakarta: Andi Offset.
Specchia, M.L., Cozzolino, M.R., Carini, E., di-Pilla, A., Galletti, C., Ricciardi, W., &
Damiani, G. (2021). Leadership Styles and Nurses’ Job Satisfaction. Results of a
Systematic Review, 18, 1552.
Sugiyono. (2018). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung.
Alfabeta.
Uktutias, S.A.S., Iswati, S., Hadi, C., & Suhariadi, F. (2022). Servant Leadership and
Job Satisfaction and Organizational Commitment: Empirical Evidence from
Surabaya Health Care Sector. Macedonian Journal of Medical Science, 10(E),
1082-1093.
Veitzal, R. (2014). Manajemen Sumber Daya Manusia untuk Perusahaan: Dari Teori
ke Praktik. Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada.
Wan-Omar, M., Mat-Zaid, D.D., Mohamad, N.H., & Ismail, Z. (2021). Conceptualising
the Impact of Work-Life Balance on Job Satisfaction - Can the Issues be resolved
among Nurses? Journal of Emerging Economies and Islamic Research, 9(1), 1-
15.
Wexley, K.N., & Yukl, G.A. (1995). Perilaku Organisasi dan Psikologi Personalia,
Edisi Terjemahan. Jakarta: Bina Aksara.
Widhy, S., Yuliantoro, H., Azwar, M.Z., & Maharani, A. (2021). The Influence Of
Organizational Culture And Compensation On Organizational Commitment With
Job Satisfaction As Mediation. The Management Journal of Binaniaga( 6(2), 165-
Universitas Indonesia
87
189.
Yuki, G. A. (2010). Leadership in Organizations, Seventh Edition. New Jersey:
Prentice Hall.
Universitas Indonesia