Anda di halaman 1dari 46

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Kepuasan Kerja

2.1.1 Definisi Kepuasan Kerja

Wexley dan Yuki kepuasan kerja adalah cara pandang

seseorang terhadatp pekerjaannya.sikap yang didasarkan atas

aspek pekejaan yang beragam (Fattah, 2017).

Robbins (2015) kepuasan kerja merujuk kepada sikap

individu terhadap pekerjaanya. Apabila seseorang merasa puas

terhadap pekerjaannya, biasanya seseorang tersebut memiliki

sikap yang positif tehadap pekerjaannya, sebaliknya apabila

seseorang tidak puas terhadap pekerjaan yang dilakukannya,

maka akan memunculkan sikap yang negatif (Noermijati, 2013).

Greenberg dan Baron dalam (Langgeng & Yenny, 2019)

mendeskripsikan kepuasan kerja sebagai sikap positif atau

negatif yang dimiliki seseorang terhadap pekerjaannya.

2.1.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja

Nursalam (2015), faktor yang dapat mempengaruhi

kepuasan kerja yaitu:


2.1.2.1 Motivasi

fungsi manajerial yang dapat meningkatkan

kepuasan kerja didasarkan pada faktor-faktor motivasi,

yaitu:

a. Keinginan untuk peningkatan

b. Percaya bahwa gaji yang didapatkan sudah

mencukupi

c. Memiliki pengetahuan, keterampilan serta nilai-nilai

yang diperlukam

d. Umpan balik

e. Kesempatan untuk mecoba

f. Instrumen penampilan promosi, kerja sama dan

penignkatan keterampilan

2.1.2.2 Lingkungan

Faktor lingkungan meliputi:

a. Komunikasi:

1) Penghargaan yang diberikan terhadap usaha

yang telah dilaksanakan

2) Pengetahuan mengenai kegiatan organsisasi

3) Rasa percaya diri yang berhubungan dengan

manajemen organisasi

b. Potensial pertumbuhan
1) Kesempatan seseorang untuk dapat berkembang

melalui karir dan promosi

2) Dukungan untuk berkembang melalui pelaihan

yang didapatkan, beasiswa pendidikan serta

pelatihan bagi staf yang dipromosikan oleh

Rumah Sakit

c. Kebijakan individu

1) Mengakomodasi kebutuhan individu melalui

jadwal kerja, cuti sakit, liburan serta

pembiayaannya.

2) Kemananan pekerjaan

3) Loyalitas terhadap staff

4) Menghargai perawat berdasarkan agama dan

kepercayaannya

2.1.2.3 Peran manajer

Dapat dilihat dari kemampuan manajemer dalam

meningkatkan kepuasan kerjanya melalui kebutuhan

fisik dan psikis karyawannya. Kebutuhan psikis dapat

berupa perlakuan manager terhadap staff nya. Manajer

perlu menciptakan suatu keterbukaan dan memberikan

kesempatan kepada staff dalam mengerjakan

pekerjaanya dengan sebaik-baiknya.


2.1.3 Faktor ketidakpuasan kerja

(Robbins & Timothy, 2015) fator yang menyebabkan

ketidakpuasan seseorang dalam bekerja antara lain:

2.1.3.1 Monotonnya pekerjaan

Bagi sebagian besar karyawan yang sudah lama

bekerja diatas 10 tahun dapat meningkatkan kejenuhan

dalam bekerja.

2.1.3.2 Fasilitas kerja yang kurang

Fasilitas yang kurang selama bekerja meliputi

lngkungan yang kotor, pencahayaaan yang kurang, ac

yang tidak optimal, kebisingan dalam bekerja akan

menurunkan kepuasan kerja yang akan berdampak

terhadap ketidakpuasan.

2.1.3.3 Tingkat risiko

Tingkat risiko meliputi pengaturan tambahan shif

(lembur), keluhan dari pelaggan.

2.1.3.4 Beban kerja

Semakin bertambahnya komsumen yang dilayani

dan semakin tinggi pula tingkat usia petugas, semakin

menyusutnya jumlah tenaga kerja maka beban kerja yang

dirasakan oleh pekerja akan semakin bertambah.

2.1.3.5 Promosi yang lambat.


Atasan yang kurang peduli secara langsung dalam

memberikan promosi kepada bawahannya.

2.1.4 Teori Kepuasan kerja

Teori kepuasan kerja mengungkan tentang bagaimana

perasaan seseorang terhadap kepuasan kerjanya dan bagaimana

seseorang merasa lebih puas terhadap pekerjaannya. Beberapa

teori kepuasan kerja yaitu:

2.1.4.1 Teori Dua Faktor (Two Factor Theory)

Hezberg dalam (Noermijati, 2013) mengatakan

bahwa faktor pemeliharaan (Maintenance factors), dan

faktor pemotivasian (motivational factors) merupakan

dua faktor yang dapat menyebabkan seseorang puas

maupun tidak puas terhadap pekerjaannya. Faktor

pemeliharaan (maintenance factors) disebut juga

dissatisfier hygiene, job context, extrinsic factors.

Sedangkan faktor pemotivasian disebut dengan

satisfiers, motivators, job content, instrinsic factors.

a. Faktor pemeliharaan (hygiene/maintenance factors)

Meupakan faktor untuk mengurangi adanya

ketidakpuasan seseorang dalam dirinya. Artinya

adanya faktor tersebut berkaitan dengan sekitar


pekerjaan, dimana tanpa adanya faktor tersebut

organisasi cenderung menyebabkan ketidakpuasan

dalam bekerja dan menciptakan suasana yang

cenderung negatif terhadap kepuasan kerja. Adanya

faktor pemeliharaan dapat menciptakan suasana

ketidakpuasan nol atau bersikap netral. Faktor

tersebut bukanlah faktor sebagai motivator tetapi

keharusan bagi perusahaan yang terdiri atas:

1) Kebijakan perusahaan dan administrasi

(company policies)

2) Supervisi (supervision)

3) Hubungan interpesonal dengan rekan kerja

4) Hubungan interpersonal dengan atasan

5) Gaji (salary)

6) Keamanan kerja (security)

7) Kondisi kerja (working condition)

b. Faktor pemotivasian (motivational conditions)

Merupakan motivasi terhadap prestasi kerja

seseorang, yang merupakan faktor pemuas kondisi

intrinsik seseorang. Herzber mengatakan bahwa

faktor tersebut merupakan faktor yang berkaitan

dengan pekerjaan itu sendiri sehingga seseorang


terdorong untuk bekerja lebih giat. Faktor tersebut

terdiri atas:

1) Prestasi (achievement)

2) Penghargaan (recognition)

3) Kenaikan pangkat (advancement)

4) Pekerjaan itu sendiri (work it self)

5) Tanggung jawab (responsibility)

2.1.4.2 Teori Pandangan Kelompok (Social Reference Group

Theory)

(Mamik, 2015) Kelompok acuan merupakan tolak

ukur yang dianggap oleh seseorang sebagai cara

pandang dan pendapat dalam kepuasan kerja untuk

menilai dirinya atau lingkungannya, yang tidak hanya

bergantung pada pemebuhan kebutuhan saja. Karyawan

akan puas apabila minat dan kebutuhan yang

diharapkannya oleh kelompok acuan.

2.1.4.3 Teori Keadilan Atau Keseimbangan (Equility Theory)

Teori ini dikembangkan oleh Adams dalam

Sunyoto (2012:211). Teori keadilan mempunyai empat

asumsi, antara lain:


a. Orang berusaha untuk menciptakan dan

mempertahankan satu kondisi keadilan.

b. Jika dirasa adanya ketidakadilan, maka akan

timbul ketegangan yang akan menimbulkan

kehilangan atau kekurangan dari motivasi

seseorang.

c. Kondisi ketegangan akan dikurangi apabila makin

besar ketidakadilan yang dirasakan sehingga

motivasi yang muncul dalam bertindak semakin

besar pula.

d. Orang akan mempersiapkan ketidakadilan yang

menyenangkan dibandingkan dengan ketidakadilan

yang menyenangkan.

Prinsip teori ini adalah orang akan merasa puas

atau tidak puas apabila orang tersebut merasakan

adanya keadilan (equity). Perasaan mendapatkan equity

atau inequity didapatkan apabila individu

membandingkan dirinya dengan teman sekantor,

sekelas. Menurut teori equity dibagi menjadi empat

elemen, yaitu:

a) Input, yaitu segala sesuatu yang dirasakan

individu sebagai sumbangan atas pekerjaannnya.


Seperti pendidikan, pengalaman, keterampilan

serta peralatan dan bahan miliki peribadi yang

digunakan dalam pekeerjaannya.

b) Output, yaitu sesuatu yang berharga yang

dirasakan individu dari hasil pekerjaannya.

Seperti upah atau gaji yang diterima, pengakuan

atas pekerjaan, simbol status serta peluang untuk

berprestasi.

c) Comparison persons, yaitu membandingkan rasio

input-outcomes yang dimilikinya dengan orang

lain, berupa seseorang di tempat kerja, ditempat

lain.

d) Equity-inequity, jika perbandingan di rasa

seimbang (equity), individu akan merasa puas.

Sebaliknya, jika perbandingan dirasa tidak

seimbang (inequity), maka maka menyebabkan

dua kemungkinan, yaitu ketidakseimbangan

menguntungkan diri (over compensation

inequity) atau ketidakseimbangan yang

menguntungkan dapat menguntungkan pegawai

lain (under compensation inequity).


2.1.4.4 Teori Pemenuhan Kebutuhan (Need Fulfillment Theory)

(Supriyono, 2018) Teori pemenuhan kebutuhan

dari Abraham Maslow mengemukakan bahwa manusia

dimotivisi dari keinginan memuaskan kebutuhan yang

ada didalamnya di tempat kerja. Teori ini didasarkan

atas tiga asumsi dasar sebagai berikut:

a. Kebutuhan manusia tersusun dari sebuah hierarki

yang paling dasar sampai pada hierarki yang paling

tinggi

b. Perilaku seseorang dapat tergerakkan apabila

kebutuhan dalam diri seseorang tidak terpuaskan

untuk memenuhi kebutuhannya.

c. Kebutuhan yang lebih tinggi dianggap sebagai

motivator, apabila kebutuhan hierarki seseorang

rendah paling tidak telah terpuaskan secara

minimal.

Kebutuhan dasar seseorang terdiri dari:

a. Kebutuhan Fisiologis

Kebutuhan paling dasar dari pemenuhan manusia,

yaitu kebutuhan makan, minum, oksigen, tidur,

dan sebagainya.

b. Kebutuhan akan rasa aman


Perlindungan dari bahaya atau ancaman, meliputi

perlindungan dari kecelakaan kerja, jaminan

kelangsungan pekerjaan, jaminan pada hari tua.

c. Kebutuhan sosial

Kebutuhan menjalin hubungan dengan sesama,

meliputi kebutuhan persahabatan, hubungan

persaudaraan, hubungan pernikahan, dan

sebagainya.

d. Kebutuhan penghargaan

Kebutuhan untuk dihormati, dihargai atas prestasi

yang dicapai, pengakuan terhadap kemampuan

yang dimiliki.

e. Kebutuhan aktualisasi diri

Berhubungan dengan pengembangan potensi

seseorang, kebutuhan menunjukkan kemampuan,

keahlian dan potensi diri. Kebutuhan aktuaslisasi

diri merupakan kebutuhan yang terpuaskan.

2.1.4.5 Teori ERG (Eksistence, Relatedness, and Growth)

(Darmadi, 2018) Teori ERG dari Clayton

Alderfer, merupakan penyempurnaan teori dari teori


Maslow. Teori ini terdiri dari 3 kelompok kebutuhan

yang utama, yaitu:

a. Kebutuhan akan keberadaan

Kebutuhan ini termasuk dalam kebutuhan fisiologis

dan material serta kebutuhan terhadap rasan aman

dan nyaman. Meliputi kebutuhan makanan,

minumamn, pakaian, perumahan dan rasa aman.

b. Kebutuhan akan keterekaitan

Berkaitan dengan kebutuhan kepuasan antar

hubungan pribadi di tempat kerja

c. Kebutuhan akan pertumbuhan

Berkaitaan dengan pengembangan potensi

seseorang

2.1.4.6 Teori Perbedaan dan Ketidaksesuain (Dicrepancy

Theory)

Teori pertentangan ini menyatakan bahwa

kepuasan dan ketidakpuasan terhadap aspek pekerjaan

mencerminkan pertimbangan terhadap dua nilai, yaitu:

a. Pertentangan anara apa yang diinginkan dengan apa

yang diterima oleh individu

b. Penilaian tentang apa yang diinginkan oleh individu.


Menurut Locke kepuasan dan ketidakpuasan

seseorang tergantung pada diri individu tersebut.

Tergantung bagaimana individu tersebut

mempersiapkan adanya kesesuaian maupun

pertentangan antara keinginan dan jalan keluarnya

(Utaminingsih, 2017).

2.1.5 Indikator Kepuasan Kerja

Indikator kepuasan kerja terdiri dari 5 aspek untuk mengukur

kepuasan kerja (Sudaryo, 2018), yaitu:

2.1.5.1 Kemangkiran

Tingginya tingkat kemangkiran pegawai terjadi

apabila rendahnya tingkat kepuasan yang dirasakan oleh

pegawai. Namun sebaliknya, apabila tingkat kepuasan

kerja yang dirasakan oleh pegawai cenderung tinggi,

maka tingkat kemangkiran pegawai akan cenderung

rendah.

2.1.5.2 Keinginan Pindah

Penghasilan yang diterima kurang memadai dengan

kebutuhan pegawai itu sendiri, hubungan rekan kerja

yang tidak selaras, baik dengan rekan kerja sejawat

maupun dengan atasan serta kondisi dari lingkungan


tempat kerja yang kurang memuaskan seperti

kebisingan, pencahayaan, dan lain sebagainya.

2.1.5.3 Kinerja Karyawan

Kinerja merupakan hasil dari kemampuan yang

dimiliki oleh karyawan terhadap tanggung jawab yang

diberikan baik secara kualitas maupun kuantitas kinerja

tersebut.

2.1.5.4 Rekan kerja

Rekan kerja atau kelompok kerja merupakan

sumber kepuasan yang berasal dari diri individu itu

sendiri. Individu dapat merasakan dukungan yang

dierima melalui kelompok kerja ataupun interaksi antar

rekan kerja terhadap pekerjaannya apakah rekan

kerjanya menyenangkan atau tidak menyenangkan.

2.1.5.5 Kenyamanan kerja karyawan

Kondisi lingkungan kerja yang baik dapat

memberikan pengaruh yang positif terhadap efisien

pekerjaan oleh pekerja. Lingkungan kerja yang nyaman

di tempat kerja dapat membantu mengurangi tingkah

kejenuhan dan kelelahan yang dirasakan oleh karyawan.


2.1.6 Dampak Kepuasan Kerja

Mengungkapkan bahwa ada beberapa dampak dari

kepuasan kerja, diantaranya sebagai berikut (Soetrisno, 2017):

2.1.6.1 Terhadap Produktivitas

Produktivitas yang tinggi menyebabkan

peningkatan kepuasan kerja apabila pekerja merasa

bahwa apa yang telah mereka berikan kepada orgaisasi

sesuai dengan apa yang mereka terima dalam hal

upah/gaji secara adil dan wajar.

2.1.6.2 Ketidakhadiran

Ketidakhadiran bersifat spontan dan kurang

mencerminkan kepuasan kerja. Tidak ada hubungan

antara kepuasan kerja dengan ketidakhadiran, karena

hadir tidaknya pekerja berasal dari motivasi diri pekerja

itu sendiri.

2.1.6.3 Keluarnya pekerja

Keluarnya pekerja memiliki pengaruh yang besar

terhadap ekonomi dan sumber daya manusia. Robbins

mengungkapkan bahwa ketidakpuasan kerja dapat

tercemin melalui sikap membangkang, mengeluh serta

menghindar dari tanggung jawab pekerjaannya (Robbins

& Timothy, 2015).


2.1.6.4 Respon terhadap ketidakpuasan kerja

Ada 4 cara tenaga kerja mengungkapkan

ketidakpuasan kerjanya, diantaranya:

a. Keluar (exit), yaitu pekerja memutuskan untuk

meninggalkan pekerjaannya.

b. Menyuarakan (voice), yaitu memberikan suara dan

mendiskusikan bagaimana untuk melakukan

perbaikan kondisi.

c. Mengabaikan (neglect), yaitu sikap yang ditunjukkan

dengan tidak mempedulikan keadaan sehingga

keadaan menjadi lebih buruk.

d. Kesetiaan (nobility), yaitu tidak meninggalkan

pekerjaan, tetapi menunggu sampai keadaan dalam

kondisi yang lebih baik.

2.1.7 Cara Meningkatkan Kepuasan Kerja

Rigio dalam (Langgeng & Yenny, 2019) mengungkapkan

cara peningkatan kepuasan kerja sebagai berikut:

2.1.7.1 Melakukan perubahan struktur kerja

Yaitu dengan melakukan perpuataran pekerja

dengan mendeskripskan pekerjaan yang dikerjakan yang


telah disesuaikan dari salah satu tipe tugas ke tugas yang

lain.

2.1.7.2 Melakukan perubahan struktur pembayaran

Perubahan berdasarkan pada keahlian (skill-based

pay) dimana tenaga kerja digaji berdasarkan kemampuan

dan pengetahuan yang dimiliki dibanding dengan

kedudukannya. Pembayaran berdasarkan jasanya (merit

pay), pekerja digaji berdasarkan performance yang

dimiliki, serta pembayaran di berikan berdasarkan

keberasilan anggota team/kelompok.

2.1.7.3 Pemberian jadwal kerja yang fleksibel

Memberikan kontrol kerja kepada tenaga kerja,

dimana pada jadwal hari pekerjaan dikurangi tetapi jam

kerja pada hari kerja di padatkan. Sehingga pada hari

senin hingga jum’at pekerja mempunyai jam kerja padat,

tetapi di hari sabtu dan minggu memiliki jam kerja yang

longgar atau sistem penjadwalan pekerja menjalankan

pekerjaannya pada sejumlah jam khusus per minggu

(flextime), tetapi fleksibel terhadap kerjanya yaitu kapan

pekerja akan memulai dan mengakhirinya.

2.1.7.4 Mengadakan program yang mendukung


Mengadakan kegiatan yang dapat meningkatkan

kepuasan kerja, seperti profit sharing, health center, dan

employee sponsored child care.

2.1.8 Survei Kepuasan Kerja

Greenberg dan Baron dalam (Bahri, 2018) menyatakan

bahwa untuk mengukur kepuasan kerja diukur menggunakan

skala rating, seperti Job Descriptive Index (JDI), Minnesota

Satisfaction Questionnaire (MSQ), serta Pay Satisfaction

Questionnaire (PSQ).

2.1.8.1 Job Descriptive Index (JDI)

Sebuah pengukuran kuisioner yang didalam nya

teradapat askep pekerjaan, diantaranya gaji, mengenai

pekerjaan itu sendiri, peluang promosi, supervision, dan

hubungan kerja. Bentuk pertanyaan yang digambarkan

yaitu “ya” atau “tidak” yang tergolong dalam skala

nominal.

2.1.8.2 Minnesota Satisfaction Questionnaire (MSQ)

Sebuah pengukuran yang didalamnya

mengindikasikan kepuasan dengan memperluas aspek-

aspek mengenai pekerjaannya. Bentuk jawabannya


berupa skala likert, dimana nilai tertingginya merupakan

tingkatan kepuasan kerja (Pawesti & Wikansari, 2016).

2.1.8.3 Pay Satisfaction Questionnaire (PSQ)

Sebuah pengukuran untuk mengukur tingkat

kepuasan dengan berbagai aspek mengenai gaji, level

gaji, kenaikan gaji dan benefit yang diperoleh.

2.1.8.4 Job Satisfaction Suervey (JSS)

Spector dalam (Desi, Dary, 2019) mengembangkan

kepuasan kerja menjadi sembilan aspek sebagai berikut:

a. Gaji

Mengukur kepuasan kerja berdasarkan gaji yang

diterima dan kenaikan terhadap gaji. Besarnya gaji

yang diterima sesuai dengan tingkat yang dianggap

sepadan. Karyawan memandang gaji sebagai sesuatu

hak yang harus diterima dan kewajiban yang harus

diberikan kepada karyawan.

b. Promosi

Promosi merupakan kesempatan bagi karyawan

dalam meningkatkan karir. Kebijakan promoso harus

dilakukan dengan adil, yaitu setiap pekerja yang

melakukan pekerjaannya dengan baik mempunyai

kesempatan yang sama untuk di promosikan.


c. Supervisi

Pegawai lebih menyukai atasan yang ramah, atasan

yang bersifat mendukung, penuh perhatian dan

hangat terhadap bawahannya, serta memberikan

pujian atas kinerja yang baik yang telah di kerjakan

oleh karyawan daripada bekerja dengan atasan yang

bersifat acuh tak acuh kepada bawahannya,

memusatkan diri terhadap pekerjaannya saja.

d. Tunjangan Tambahan

Tunjangan tambahan diberikan oleh organisasi secara

adil dan sebanding kepada karyawan.

e. Penghargaan

Indivu merasa puas terhadap hasil kerjanya karena

pekerjaan yang dilakukan dengan kerja keras dan

pengabdiannya terhadap kemajuan organisasi

dihargai dengan seharusnya.

f. Prosedur dan Peraturan Kerja

Pengaturan seperti birokrasi dan beban kerja

merupakan hal-hal yang berkaitan dengan prosedur

dan pengaturan kerja dalam meningkatkan kepuasan

kerja karyawan.

g. Rekan Kerja
Rekan kerja yang solid, saling memberikan dukungan

terhadap yang lain serta suasan kerja yang nyaman

merupakan kepuasan tersendiri bagi karyawan.

Karyawan akan merasa nyaman dalam bekerja

apabila rekan sekerjanya bersikap ramah dan tidak

acuh tak acuh kepada yang lain, serta rekan kerja

yang bisa diajak dalam bekerja sama.

h. Pekerjaan Itu Sendiri

Meliputi kesempatan untuk berekreasi dari variasi

tugas, kesempatan untuk menyibukkan tugas serta

peningkatan pengetahuan dan tanggung jawab

terhadap tugas yang diberikan.

i. Komunikasi

Komunikasi yang lancar dalam organisasi, tidak

adanya miss komunikasi dalam pekerjaan akan

membantu pegawai dalam memahami tugas-tugas

yang diberikan dan tidak adanya kesejangan dalam

melaksanakan pekerjaan yang dilakukan.


2.2 Konsep Turnover Intention

2.2.1 Definisi

Turnover intention merupakan keinginan karyawan untuk

keluar dari pekerjaannya dan ingin mencari pekerjaan yang lain.

Turnover intention merupakan intensi keluarnya karyawan dari

pekerjaannya (Sunyoto, 2015).

Tunrover intention merupakan niat karyawan yang secara

sadar mencari pekerjaan lain di tempat yang berbeda untuk

meninggalkan pekerjaan lamanya (Iswandi, 2019).

Robbins & Timothy (2015) mengungkapkan bahwa

turnover intention merupakan keinginan pindah kerja karyawan

secara permanen untuk keluar dari organisasi tempat kerjanya

baik secara sukarela maupun tidak sukarela. Perilaku yang

terlihat dari diri seseorang yaitu mencari pekerjaan yang lain

yang lebih baik dan mencari keuntungan pekerjaan ditempat

kerja yang lain.

2.2.2 Aspek-aspek Turnover Intention

Terdapat 3 aspek dari turnover intention (Halimah, 2016),

yaitu :

2.2.2.1 Adanya pemikiran untuk keluar (thinking of quiting)


Yaitu keinginan karyawan untuk meninggalkan

pekerjaan akibat adanya ketidakpuasan terhadap

pekerjaan yang dijalankan nya di tempat kerja.

2.2.2.2 Adanya keinginan mencari alternatif pekerjaan lain

(intention to search for alternatives)

Yaitu individu mecari lowongan pekerjaan di

tempat lain dimana pekerjaan yang dicarinya itu

merupakan tempat yang lebih menguntungkannya

dibandingkan di tempat pekerjaannta yang sekarang ini.

2.2.2.3 Adanya keinginan mengundurkan diri (intention to quit)

Yaitu karyawan yang berniat mengundurkan diri

dari pekerjaannya yang sekarang dari organisasi karena

telah menemukan tempat kerja yang lebih baik dari yang

sebelumnya sehingga karyawan berkeinginan untuk

mengundurkan dirinya.

2.2.3 Faktor Yang Mempengaruhi Turnover Intention

Menurut Mobley (2011) faktor yang mempengaruhi

turnover intention karyawan di bagi menjadi dua yaitu:

2.2.3.1 Faktor Internal


Faktor internal merupakan faktor yang berasal dari

psikologis diri seseorang dan dari organsisasi tempat

bekerja. Faktor internal terdiri dari:

a. Budaya Organisasi

Lingkungan kerja mempengaruhi kenyaman

karyawan dalam bekerja. Apabila karyawan merasa

nyaman dengan suasana dan lingkunga pekerjaannya,

maka karyawan tersebut akan merasa puas dan tidak

perlu untuk mencari pekerjaan di tempat lain. Tetapi

sebaliknya, apabila suasana lingkungan kerja tidak

memberikan kesan yang nyaman kepada karyawan,

maka akan timbul keinginan untuk mencari tempat

kerja yang lain yang lebih bagus (Sudaryo, 2018).

b. Gaya Kepemimpinan

Gaya kemepemimpinan merupakan perilaku

pemimpin dalam mempengaruhi bawahannya untuk

mencapai tujuan yang ditetapkan organisasi.

Karyawan akan merasa puas apabila sikap atasan

yang mampu mempengaruhi nya sesuai dengan yang

diharapkan oleh bawahannya (Robbins & Timothy,

2015).

c. Kompensasi
Merupakan bentuk penghargaan yang diberikan

oleh organisasi sebagai bentuk balas jasa atas usaha

dan kerja keras karyawan dalam berkontribusi di

dalam pekerjaannya dan juga untuk organisasi yang

diterima karyawan sebagai pengganti jasa (Sudaryo,

2018).

d. Kepuasan kerja

Kepuasan kerja merupakan cerminan sikap

karyawan terhadap pekerjaannya baik yang

menyenangkan maupun yang tidak menyenangkan.

Apabila seorang karyawan memiliki tingkat kepuasan

yang tinggi akan memiliki sikap yang positif terhadap

pekerjaannya dan tidak memiliki niatan dalam

mencari pekerjaan yang lain, apabila tingkat kepuasan

yang dirasakan karyawan rendah maka akan

mencerminkan sikap negatif karyawan terhadap

pekerjaannya dan memunculkan niatan untuk mencari

pekerjaannya yang lain dan berhenti untuk

berkontribusi bagi pekerjaannya yang sekarang

(Langgeng & Yenny, 2019).


2.2.3.2 Faktor Eksternal

Faktor yang mempengaruhi turnover intention

karyawan yang berasal dari luar individu yaitu:

a. Aspek lingkugan

Ketersediaan pekerjaan alternatif yang lain

akan memicu karyawan untuk beralih dari tempat

karyawan bekerja terdahulu ke tempat kerja yang lain

yang memiliki keuntungan lebih baik dibandingkan

tempat kerja yang terdahulu yang diakibatkan oleh

ketidakpuasan karyawan di tempat kerja.

b. Aspek individu

Aspek individu seseorang dapat dilihat dari usia,

pendidikan, masa kerja. Karakter dari individu yang

dapat memunculkan keinginan untuk pindah dari

pekerjaannya (Mobley, 2011), diantaranya:

1) Usia

Faktor usia yang biasanya ditemukan

ditempat kerja yang memiliki keinginan pindah

dari pekerjaannya biasanya dijumpai pada usia

muda dibandingkan usia tua. Niatan karyawan

yang berusia muda untuk meninggalkan

pekerjaannya biasanya berhubungan dengan


karyawan yang ingin mencari keuntungan yang

lebih untuk kehidupan pribadi masa mudanya dan

masih memiliki semangat dan masih memiliki

energi yang mendukung diusia mudanya.

2) Pendidikan

Bahwa latar belakang pendidikan seseorang

mampu menduduki posisi yang tinggi. Apabila

karyawan yang tidak memiliki tingkat pendidikan

yang tinggi mendapatkan tugas-tugas yang tidak

sesuai dengan pendidikannya, akan memicu

tekanan pada diri karyawan tersebut. Apabila

karyawan yang dengan latar belakang pendidikan

yang tinggi memiliki asumsi bahwa gaji yang

didapatkan tidak sesuai dengan latar belakang

pendidikannya hal tersebut juga dapat memicu

timbulnya keinginan dalam mencari pekerjaan

atau mencari alternatif pekerjaan yang lain.

c. Masa Kerja

Apabila karyawan yang memiliki masa kerja

yang lama akan cenderung memilih untuk menetap

di tempat kerjanya dan telah menyesuaikan diri di

tempat kerjanya. Seseorang yang memiliki masa


kerja yang lama akan cenderung lebih memilih

menetap dibandingkan dengan seseorang yang

memiliki masa kerja yang baru atau singkat.

2.2.4 Proses Turnover Intention Menjadi Turnover

Proses keluarnya karyawan berasal dari dalam diri

karyawan itu sendiri, yaitu psikologis karyawan yang berasal

dari ketidakpuasan karyawan ditempat kerjanya, baik dari segi

gaji, lingkungan maupun rekan kerja karyawan sehingga muncul

pikiran karyawan untuk mecari alternatif pekerjaan lain. Ketika

timbuul keinginan karyawan untuk mecari alternatif pekerjaan

yang lain, maka akan timbul pikiran untuk berhenti dari

pekerjaannya. Ketika karyawan berhenti dari pekerjaanya, maka

terjadilah turnover karyawan (Mobley, 2011).

2.2.5 Karakteristik Turnover

Karakteristik turnover terbagi menjadi 3 bagian dasar

(Kartono, 2017) yaitu:

a. Sukarela (Voluntariness)

Terdiri dari dua, yaitu secara sukarela (voluntariness)

dan tidak sukarela (involuntariness). Turnover voluntary

merupakan keluarnya pekerja secara sukarela tanpa adanya


paksaan ataaupun dikeluarkan secara tidak adil, sementara

turnover involuntary merupakan keluarnya pekerja dari

perusahaan secara tidak sukarela atau dengan kata lain bahwa

perusahaan tersebut melakukan pemecatan terhadap

karyawan.

b. Dihindari (Avoidability)

Turnover ini merupakan bagian dari turnover sukarela

yang dibedakan menjadi dua, yaitu sukarela yang dapat

dihindari (avoidable) dan sukarela yang tidak dapat dihindari

(unvoidable). Turnover yang dapat dihindari (avoidable)

merupakan keluarnya karyawan dari tempat kerjanya yang

disebabkan oleh alasan terhadap gaji yang diperoleh ditempat

kerja yang lebih baik, jenjang karir yang dapat didapatkan

ditempat kerja lain yang memiliki keuntungan yang lebih

baik. Sementara turnover sukarela yang tidak dapat dihindari

(unavoidable) merupakan keluarnya karyawan disebakan

oleh pindahnya tugasnya pasangan ke luar kota yang

mengharuskan karyawan tersebut juga ikut berpindah,

kehamilan, dan lain-lain.

c. Fungsionalitas

Fungsionalitas terjadi apabila karyawan yang lebih

produktif keluar dari pekerjaan dan tidak fungsional terjadi


apabila karyawan yang tidak produktif keluar dari

pekerjaannya.

2.2.6 Indikator Turnover Intention

Wilandha & Wahyuningtyas dalam (Kartono, 2017)

mengemukakan bahwa indikator turnover intention terdiri dari 5

indikasi, diantara:

2.2.6.1 Kecenderungan untuk meninggalkan perusahaan

(tedency to leave the company)

2.2.6.2 Kemungkinan untuk mencari pekerjaan yang lain

(possibility to find another job)

2.2.6.3 Kemungkinan untuk berfikir keluar dari perusahaan

(possibility to think out of the company)

2.2.6.4 Kemungkinan untuk berfikir keluar dalam waktu dekat

(possibility to think out of the company in the near time)

2.2.6.5 Kemungkinan untuk berfikir keluar jika ada kesempatan

yang lebih baik (possibility to think out of the company if

the company if there is any better opportunity)

2.2.7 Dampak Turnover

(Ridlo, 2012) Dampak yang ditimbulkan apabila seorang

karyawan keluar dari pekerjaannya atau berkeinginan untuk


keuar dari pekerjaannya terhadap tempat kerja karyawan

terdahulu akan berdampak pada:

a. Terjadinya biaya penarikan karyawan

Terjadinya penarikan biaya karyawan terjadi ketika

diadakannya seleksi untuk perekrutan pegawai baru, waktu

serta fasilitas yang disediakan untuk menyeleksi karyawan

baru dalam wawancara.

b. Terjadinya biaya pelatihan

Meyangkut pelatihan karyawan baru yang perlu dilatih

sebelum memulai untuk bekerja, serta pengeluaran untuk

biaya pengawasan selama proses pelatihan karyawan baru.

c. Terjadinya jam kerja tambahan (Lembur kerja)

Akibat dari kurangnya pegawai di tempat kerja

menyebabkan jam kerja tambahan pada karyawan lama atau

karyawan yang masih menetap di tempat kerja terdahulu

untuk mengurangi penumpukkan produksi dari pekerjaan

yang belum dikerjakan akibat kurangnya sumber daya

manusia yang diperlukan.

d. Adanya pemborosan terhadap karyawan yang baru dalam

melakukan pelatihan sehingga produktivitas kerja karyawan

belum mengalami target atau peningkatan yang diharapkan


sehingga pelayanan yang diberikan kepada pelanggan

menjadi kurang maksimal.

2.2.8 Pengendalian Turnover Intention

Grensing dalam (Ridlo, 2012) mengemukakan bahwa

pengendalian untuk mengurangi tingginya tingkat turnover

intention diantara sebagai berikut:

a. Mengevaluasi kembali perekrutan karyawan

Menilai kembali tingkat kualifikasi yang dimiliki oleh

karyawan,

b. Membuka saluran komunikasi bagi manajemen

c. Meningkatkan insentif non finansial

Memberikan penghargaan atas prestasi kerja kepada

karyawan dan memberikan pengakuan atas hasil kerja

karyawan, sehingga karyawan merasa bahwa apa yang

dikerjakan dan dedikasi yang diberikan kepada perusahaan

mendapat perhatian yang baik dari tempat kerjanya sehingga

menimbulkan dorongan dalam diri untuk meningkatkan hasil

produktifitas yang lebih maksimal lagi.


2.3 Konsep Manajemen Keperawatan

2.3.1 Definisi

Manajemen merupakan suatu proses untuk melaksakan

kegiatan pekerjaan yang telah direncanakan untuk mencapai

tujuan dalam organisasi melalui orang lain (Dewi, 2019).

Manajemen keperawatan merupakan proses bekerja

anggota keperawatan dalam memberikan asuhan keperawatan

secara profesional kepada pasien dalam meningkatkan mutu

pelayanan yang berkualitas (Sudarta, 2019).

Manajemen keperawatan merupakan proses bekerja yang

dilakukan oleh staff keperawatan dalam memberikan pelayanan

kepada pasien, baik berupa pemberian asuhan keperawatan,

pengobatan dan bantuan terhadap pasien (Mugianti, 2016).

2.3.2 Prinsip-Prinsip yang Mendasari Manajemen Keperawatan

Prinsip yang mendasari manajemen keperawatan (Kuntoro,

2015) terdiri dari:

2.3.2.1 Manajemen keperawatan seyogianya berladaskan pada

perencanaan, dimana pemimpin dapat mengurangi resiko

dalam pengambilan keputusan, dan pemecahan masalah

dapat dipecahkan secara efisien.


2.3.2.2 Manajemen keperawatan dilaksanakan dengan

menggunakan waktu yang efektif.

2.3.2.3 Manajemen kebutuhan asuhan keperawatan pasien

merupakan fokus utama dalam memberikan pelayanan

keperawatan kepada pasien dalam meningkatkan

kepuasan pasien terhadap pelayanan yang diberikan

dengan mempertibangkan apa yang difikirkan, diyakini

dan yang diinginkan oleh pasien dapat tercapai dengan

maksimal.

2.3.2.4 Manajemen keperawatan harus terorganisir

2.3.2.5 Manajemen keperawatan harus mengunakan komunikasi

yang efektif

2.3.3 Lingkup manajemen keperawatan

Lingkup manajemen keperawatan terdiri dari manajemen

operasional/ manajemen layanan dan manajemen asuhan

keperawatan (Kuntoro, 2015).

2.3.3.1 Manajemen layanan/operasional

Pelayanan keperawatan dirumah sakit dikelola oleh

bidang perawatan dimana bidang perawatan terdiri dari

tiga tingkatan manajerial dan setiap tingkatan dipimpin

oleh seseorang yang memiliki kompetensi yang relevan.


2.3.3.2 Manajemen asuhan keperawatan

Manajemen asuhan keperawatan menekankan pada

proses keperawatan, dimana setiap perawat

melaksanakan asuhan keperawatannya kepada pasien.

2.3.4 Prinsip-prinsip manajemen keperawatan

Mugianti (2016) Terdapat tujuh prinsip manajemen

keperawatan, yaitu:

2.3.4.1 Perencanaan (planning)

2.3.4.2 Penggunaan waktu efektif (effective utilization of time)

2.3.4.3 Pengambilan keputusan (decission making)

2.3.4.4 Pengelola/pemimpin (manajer/leader)

2.3.4.5 Tujuan sosial (social goal)

2.3.4.6 Pengorhanisasian (organizing)

2.3.4.7 Perubahan (change)

2.3.5 Perencanaan dan pengorganisasian dalam keperawatan

2.3.5.1 Perencanaan dalam manajemen keperawatan

a. hakekat perencanaan

Dalam mencapai sebuah tujuan yang

diinginkan diperlukan sebuah perencanaan yang

tepat. Hasil dari perencanaan tersebut merupakan


rencana kerja yang efektif untuk mencapai tujuan

yang diharapkan. Perencaan merupakan upaya yang

ingin dicapai melalui sumber daya manusia untuk

mewujudkan tercapainya tujuan tersebut (Mamik,

2015).

b. Tujuan perencanaan

Tujuan perencanaan dalam manajemen

diantaranya adalah:

1) Meningkatkan peluang untuk sukses

2) Menstimulasi berfikir analisis

3) Mencegah terjadinya krisis manajemen

4) Menfasilitasi berfikir kritis dan membuat

keputusan secara fleksibel

5) Meningkatkan keterlibatan staff dan komunikasi

6) Menjamin biaya yang efektif

c. Jenis perencanaan dalam manajemen keperawatan

Berdasarkan jangka waktu, perencanaan

manajemen keperawatan dibagi menjadi tiga, yaitu

Perencanaan jangka pendek merupakan perencanan

kegiatan dalam kurun waktu satu jam sampai

dengan kurun waktu satu tahun. Perencanaan jangka

menengah merupakan perencanaan yang dibuat


berdasarkan kurun waktu satu tahun sampai dengan

kurun waktu lima tahun (Marquis & Huston dalam

Mugianti (2016)). Perencanaan jangka panjang

merupakan perencaan yang strategis yang dibuat

dalam kurun waktu tiga tahun sampai dua puluh

tahun.

2.3.5.2 Pengorganisasian dalam manajemen keperawatan

a. Hakekat pengorganisasian

Pengorganisasian pelayanan keperawatan

merupakan pengelompokkan terhadap tugas,

wewenang, tanggung jawab yang dilakukan oleh

staff atau anggota keperawatan dalam meningkatkan

kegiatan untuk mecapai tujuan yang ditetapkan dan

mencegah terjadinya tumpang tindih terhadap

proses kegiatan (Nursalam, 2015).

b. Tipe-tipe organisasi

Secara umum terdapat tiga tipe organisasi

(Harmali, 2019) yaitu:

1) Organisasi lini

Organisasi lini merupakan organisasi

tertua yang mencirikan bahwa dalam pembagian


tugas dan wewenang memiliki perbedaan yang

nyata antara satuan organisasi pemimpin dengan

satuan organisasi pelaksana.

2) Organisasi staff

Organisasi staff dicirikan oleh staff,

dimana anggota staff merupakan satuan

pengembangan dalam organisasi yang memiliki

peran sebagai pembantu pemimpin.

3) Organisasi lini dan staff

Organisasi ini dikembangkan oleh staff,

dimana staff tidak hanya berperan sebagai

penasihat saja melainkan dapat berperan dalam

pelaksanaan tugas. Satuan staff dalam organisasi

ini juga diberikan tanggung jawab terhadap

pemberian suatu ide untuk dalam suatu

permasalah yang dihadapi oleh oerganisasi

secara kompleks.

c. Kegiatan pengorganisasian

Kegiatan pengorganisasian yang biasa

dilakukan oleh manajemen keperawatan

diantaranya:
1) Mengelompokkan dan membagikan tugas yang

harus dilakukan oleh staff

2) Menentukkan jalinan kerja antar tenaga

kesehatan

3) Menentukan penugasan tugas yang kondusif

d. Tujuan pengorganisasian

Berikut merupakan penguraian tujuan

pengorganisasian adalah:

1) Pencapaian tujuan organisasi

2) Pengorganisasian sumber daya secara efektif

dan efisien

3) Melakukan pembagian tugas dan

pertanggungjawaban yang efektif

4) Menentukan jalur komunikasi dan koordinasi

yang efektif

5) Melakukan pengambilan keputusan secara tepat

6) Melakukan pengawasan terhadap kegiatan

organisasi secara efektif

7) Melakukan antisipasi terhadap perubahan yang

mungkin terjadi
2.3.6 Pengarahan dan pengendalian dalam manajemen

keperawatan

2.3.6.1 Pengarahan dalam manajemen keperawatan

a. Definisi

George R Terry dalam (Astuti, 2019)

mengungkapkan pengarahan dilakukan oleh

pemimpin untuk menggerakkan bawahannya dalam

menyumbangakan tenaganya melalui sumber daya

manusia untuk secara bersama mencapai tujuan

organisasi.

b. Tujuan pengarahan

Tujuan dari fungsi pengarahan terdiri dari 5

(Astuti, 2019), yaitu:

1) Menciptakan kerja sama yang lebih efisien

Meningkatkan komunikasi yang lebih

efektif serta peningkatan kerja yang lebih efisien

diarahkan oleh kepala tuang atau atasan kepada

bawahannya sehingga meminimalkan kesalahan

tindakan yang akan terjadi.

2) Mengembangkan kemampuan dan keterampilan

staff
Memberikan peluang kepada bawahan

dalam mengerjakan tugas yang ditanggung

jawabkan secara mandiri.

3) Menumbuhkan rasa memiliki dan menyukai

pekerjaan

Kepala ruangan memberikan dukungan

ketika terjadi suatu masalah yang terjadi ketika

bekerja, tidak menjatuhkan bawahan melainkan

memberikan motivasi terhadap bawahan nya

serta memberikan prestasi terhadap kinerja

karyawan sehigga dapat meningkatkan rasa

memiliki dan menyukai pekerjaannya.

4) Mengusahakan suasana lingkungan kerja yang

dapat meningkatkan motivasi dan prestasi kerja

staff

Kepemimpinan yang adil dalam

memberikan motivasi dan meningkatkan

prestasi kerja bawahan, merupakan kunci

kesuksesan. Pemimpin yang baik mampu

meciptakan hubungan yang harmonis kepada

bawahan nya dan mampu menciptakan suasana

yang kondusif bagi bawahannya.


5) Pengarahan bertujuan membuat organisasi

berkembang lebih dinamis

Kepala ruangan memiliki perananan

penting dalam pengembangan diri dari masing-

masing perawat untuk membuat organisasi

berkembang lebih dinamis

c. Unsur pengarahan

Pengarahan merupakan upaya untuk

menggerakkan bawahannya dalam mencapai tujuan

organisasi melalui kepemimpinan, motivasi, dan

komunikasi.

2.3.6.2 Pengendalian dalam manajemen keperawatan

a. Definisi

Mockler dalam Mugianti (2016) pengendalian

dalam manajemen merupakan usahan untuk

menetapkan standar prestasi dalam mencapai tujuan

organisasi. Pengendalian merupakan merupakan

suatu proses aktivitas yang direncanakan dan

memiliki fungsi dalam menjamin mutu dan evaluasi

kerja.

b. Prinsip pengawasan dan pengendalian


Prinsip pengawan dan pengendalian

diantaranya:

1) Pengawasan yang dilakukan oleh manajer

keperawatan dapat dimengerti oleh staf, serta

hasilnya dapat diukur

2) Fungsi pengawasan merupakan kegiatan

manajemen yang pneting

3) Standar kerja harus dijelaskan kepada semua

staff pelaksana

c. Manfaat pengawasan

1) Dapat mengetahui kegiatan program yang sudah

dilaksanakan oleh staf dalam kurun waktu

tertentu

2) Dapat mengetahui adanya penyimpangan

pemahaman staf yang melaksanakan tugas

3) Dapat mengetahui apakah waktu dan sumber

daya organisasi sudah digunakan secara efisien

dan tepat

4) Dapat mengetahui staf yang perlu diberikan

penghargaan (reward)

d. Karakteristik pengendalian yang baik


Mugianti (2016) Pengendalian yang

dilakukan manajer dikatakan berhasil bila

mengandung karakteristik:

1) Menggambarkan kegiatan sebenarnya

2) Berpandangan ke depan

3) Melaporkan kesalahan yang tepat

4) Menunjukkan kesalahan pada hal-hal kritis dan

penting

5) Bersifat obyektif

6) Bersifat fleksibel

7) Menggambarkan pola kegiatan organisasi

8) Bersifat ekonomis

9) Bersifat mudah dimengerti

10) Menunjukkan kegiatan perbaikan


2.4 Kerangka Konseptual

Fakor yang mempengaruhi turnover Intention:

Faktor Internal
1. Budaya Organisasi
2. Gaya Kepemimpinan
3. Kepuasan Kerja
4. Kompensasi

Turnover Intention
pada perawat
Faktor Eksternal
1. Usia
2. Pendidikan Kartono (2017)
3. Masa kerja

Mobley (2011)

Keterangan

Variabel yang diteliti :

Variabel yang tidak diteliti :

Skema 2.1 Kerangka Konseptual Lawrence Green (1980)

Hubungan Kepuasan Kerja Dengan Turnover Intention

Pada Perawat di Ruang Rawat Inap RSHB

Kota Batam
2.5 Hipotesis Penelitian

Hipotesis merupakan jawaban sementara dari suatu masalah

penelitian, yang kebenarannya harus diuji secara empiris. Hipotesis

dirumuskan untuk untuk menggambarkan hubungan dua variabel, yaitu

variabel penyebab dan variabel akibat (Anshori, 2017). Hipotesis yang

diajukan dalam penelitian ini antara lain sebagai berikut:

Ha : “Ada hubungan kepuasan kerja dengan turnover intention pada

perawat di ruang rawat inap RSHB Kota Batam Tahun 2020”

Ho : “Tidak ada hubungan kepuasan kerja dengan turnover intention

pada perawat di ruang rawat inap RSHB Kota Batam Tahun

2020”

Anda mungkin juga menyukai