Anda di halaman 1dari 26

TEORI DATE AND DYING DAN PATOFISIOLOGI PENYAKIT PADA

PASIEN TERMINAL (KANKER)

DISUSUN OLEH:

KELOMPOK 5

FRANSISKA MARIONA N 616080716012

HERVINA LUZWINTA Z 616080716015

NURUL FAKHRULDINI 616080716037

NORFAIZAH 616080715026

HARYATI ELIAS L 616080715012

UMI 6160807160

YANTI OKTAVINA 616080716055

MUHAMMASRUDIN 6160807160

STIKES MITRA BUNDA PERSADA


PRODI SARJANA PENDIDIKAN KEPERAWATAN DAN
PROFESI NURSE
TAHUN AJARAN 2018/2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur, penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena berkat Rahmat dan
hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah mata kuliah paliatif care yang
berjudul “Teori Date And Dying Dan Patofisiologi Penyakit Pada Pasien Terminal
(Kanker) ” Dalam penyusunan makalah ini, penulis tidak lepas dari bantuan berbagai
pihak.
Penulis menyadari, makalah ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu, penulis
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari berbagai pihak demi
sempurnanya makalah. Semoga makalah ini dapat bermanfaat baik bagi penulis
maupun bagi pembaca.

Batam, 03 April 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGATAR ........................................................................................................... ii


DAFTAR ISI ....................................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................... 1
A. Latar Belakang ........................................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................................... 2
C. Tujuan ..................................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN .................................................................................................... 3
Konsep Date and Dying, Perawatan Palliatif ...................................................................... 3

A. Konsep perawatan palliatif ...................................................................................... 3


B. Tujuan Perawatan Paliatif ....................................................................................... 3
C. Prinsip Perawatan Paliatif ....................................................................................... 4
D. Tahap-tahap Kehilangan ......................................................................................... 4
Konsep Patofisiologi Penyaki ............................................................................................. 5
A. Patofisiologi proses Maligna .................................................................................. 5
B. Peran Sitem Imun .................................................................................................... 5
C. Deteksi dan Pencegahan Kanker ............................................................................. 8
D. Diagnosis Kanker ( pertahapan dan penderajatan) .................................................. 10
E. Penatalaksanaan Kanker (Kemoterapi) ................................................................... 14

BAB III SKENARIO DAN PEMBAHASAN .................................................................... 19

BAB IV PENUTUP ............................................................................................................ 22

A. Kesimpulan ............................................................................................................ 22

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................ 23

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Sekarat (dying) merupakan kondisi pasien yang sedang menghadapi kematian
, yang memiliki bebagai hal dan harapan tertentu untuk meninggal,kematian
(death) merupakan kondisi terhentinya pernapasan, nadi, dan tekanan darah,
serta hilangnya respon otak, atau dapat juga dikatakan terhentinya fungsi jantung
dan paru secara menetap atau terhentinya kerja otak secara menetap. (Hidayat,
2006).
Kanker merupakan istilah umum untuk pertumbuhan sel tidak normal, kondisi
yang tumbuh sangat cepat, tidak terkontrol dan tidak berirama yang dapat
menyusup ke jaringan tubuh yang normal, dan akhirnya menekan perkembangan
jaringan yang normal (Diananda, 2008). Kanker menjadi masalah kesehatan
serius baik di negara maju maupun berkembang. Kanker merupakan penyebab
utama kematian di seluruh dunia dan menyumbang 7,6 juta kematian, sehingga
jumlah kematian yang disebabkan kanker mencapai 13% dari semua kematian
(WHO, 2008). Berdasarkan proyeksi WHO, kematian akibat kanker akan terus
meningkat dengan perkiraan 9 juta orang meninggal akibat kanker pada tahun
2015 dan 11,4 juta kematian pada tahun 2030.
Perawatan paliatif merupakan pendekatan untuk meningkatkan kualitas hidup
pasien dan keluarga dalam menghadapi penyakit yang mengancam jiwa, dengan
cara meringankan penderitaan terhadap rasa sakit dan memberikan dukungan
fisik, psikososial dan spiritual yang dimulai sejak tegaknya diagnosa hingga
akhir kehidupan pasien (World Health Organization, 2014). Perawatan paliatif
juga merupakan suatu pendekatan dalam perawatan pasien yang terintegrasi
dengan terapi pengobatan untuk mengoptimalkan kualitas hidup pasien dengan
penyakit kronis atau mengancam jiwa (National Consensus Project for Quality
Palliative Care, 2009).

1
B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana Patofisiologi proses Maligna ?
2. Bagaimana Peran Sitem Imun ?
3. Bagaimana Deteksi dan Pencegahan Kanker?
4. Bagaimana Diagnosis Kanker ( pertahapan dan penderajatan)?
5. Bagaimana Penatalaksanaan Kanker (Kemoterapi)?

C. TUJUAN PENULISAN
1. Untuk mengetahui Patofisiologi proses Maligna
2. Untuk mengetahui Peran Sitem Imun
3. Untuk mengetahui Deteksi dan Pencegahan Kanker
4. Untuk mengetahui Diagnosis Kanker ( pertahapan dan penderajatan)
5. Untuk mengetahui Penatalaksanaan Kanker (Kemoterapi)

2
BAB II

PEMBAHASAN

Konsep Date and Dying, Perawatan Palliatif

A. Pengertian Paliatif Care


Perawatan paliatif care adalah penedekatan yang bertujuan memperbaiki
kualitas hidup pasien dan keluarga yang menghadapi masalah berhubungan
dengan penyakit yang dapat mengancam jiwa, mealaui pencegahan dan
membantu meringankan penderitaan, identifikasi dini dan penilaian yang tertib
serta penanganan nyeri dan masalah lain baik fisik, psikososial dan spiritual
(WHO 2011).

Perawatan paliatif adalah semua tindakan aktif guna meringankan beban


penderita kanker terutama yang tidak mungkin desembuhkan tetapi juga pada
penderita yang mempunyai harapan untuk sembuh bersama-sama dengan
tindakan kuratif (Menghilangkan nyeri dan keluhan lain serta perbaikan dalam
bidang psikologis, sosial dan spiritual). (Depkes Pedoman Knker Terpadu
Paripurna 1997).

B. Tujuan Perawatan Paliatif


Tujuan dari perawatan palliative adalah untuk mengurangi penderitaan pasien,
memperpanjang umurnya, meningkatkan kualitas hidupnya, juga memberikan
support kepada keluarganya. Meski pada akhirnya pasien meninggal,
yang terpenting sebelum meninggal dia sudah siap secara psikologis dan
spiritual, tidak stres menghadapi penyakit yang dideritanya.
Perawatan paliatif meliputi :
1. Menyediakan bantuan dari rasa sakit dan gejala menyedihkan lainnya
2. Menegaskan hidup dan memepercepat atau menunda kematian.
3. Mengntegrasikan aspek-aspek psikologis dan spiritual perawatan pasien

3
4. Tidak mempercepat atau memperlambat kematian
5. Meredakan nyeri dan gejala fisik lain yang mengganggu
6. Menawarkan sistem pendukung untuk membantu keluarga menghadapi
penyakit pasien dan kehilangan mereka.

C. Prinsip Perawatan Paliatif


Menghormati atau menghargai martabat dan harga diri dari pasien dan keluarga
pasien, Dukungan untuk caregiver, Palliateve care merupakan accses yang
competent dan compassionet, Mengembangkan professional dan social support
untuk pediatric palliative care, Melanjutkan serta mengembangkan pediatrik
palliative care melalui penelitian dan pendidikan (Ferrell, & Coyle, 2007: 52)
Perawatan paliatif berpijak pada pola dasar berikut ini :

1. Meningkatkan kualitas hidup dan menganggap kematian sebagai


proses yang normal
2. Tidak mempercepat atau menunda kematian.
3. Menghilangkan nyeri dan keluhan lain yang menganggu.
4. Menjaga keseimbangan psikologis, sosial dan spiritual.
5. Berusaha agar penderita tetap aktif sampai akhir hayatnya
6. Berusaha membantu mengatasi suasana dukacita pada keluarga.
7. Menggunakan pendekatan tim untuk mengatasi kebutuhan pasien dan
keluarganya
8. Menghindari tindakan yang sia-sia

D. Tahap-tahap Kehilangan
Menurut dr. Kubler Ross Menurut beliau, penerimaan (acceptance) terjadi bila
seseorang mampu menghadapi kenyataan daripada hanya menyerah pada tidak
adanya harapan.Ssebelum mencapai pada tahap penerimaan sesorang akan
melalui beberapa tahapan yakni, tahap denial, anger, bargainning, depression,
dan acceptance.

4
1. Denial (Penolakan)
2. Anger (Marah)
3. Bargaining (Tawar-menawar)
4. Depresion (Depresi)
5. Acceptance (Penerimaan)

Konsep Patofisologi

A. Patofisiologi proses Maligna


Kanker adalah proses penyakit yang bermula ketika sel abnormal diubah
oleh mutasi genetic dari DNA selular. Sel abnormal ini membentuk klon dan
mulai berproliferasi secara abnormal, mengabaikan sinyal mengatur
pertumbuhan dalam lingkungan sekitar sel tersebut
Kemudian di capai suatu tahap dimana sel mendapakan ciri-ciri invasive,
dan terjadi perubahan pada jaringan sekitarnya. Sel-sel tersebut menginfiltrasi
jaringan sekitar dan memperoleh akses ke limfe dan pembuluh-pembuluh darah,
melalui pembuluh tersebut sel-sel dapat terbawa ke area lain dalam tubuh unuk
membentuk metastase ( penyebaran kanker ) pada baigian tubuh yang lain
Meskipun penyakit ini dapat di uraikan secara umum seperti yang telah
digunakan , namun kanker bukan suatu penyakit tunggal dengan penyebab
tunggal; tetapi lebih kepda suatu kelompok penyakit yang jelas dengan
penyebab, manifestasi, pengobatan dan prognosa yang berbeda.

B. Peran Sistem Imun


Pada manusia, sel-sel maligna mampu berkembang secara teratur. Terdapat
bukti bahwa fungsi surveliens dari sistem imun sering lebih mampu mendeteksi
perkembangan sel-sel maligna dan merusak sel-sel tersebut sebelum
pertumbuhannya menjadi tidak terkontrol apabila sistem imun gagal
mengidentifikasi dan menghentikan penumbuhan sel-sel maligna, kanker secara
klinis.

5
Pasien yang untuk berbagai alasan mengalami immunokompeten
menunjukan adanya peningkatan insiden kanker. Resipien transplatasi organ
yang menerima terapi imunosupresif untuk mencegah penolakan organ yang di
transplatasi mengalami peningkatan insiden limfoma, sarkoma Kaposi (KS),
kanker sulit sel skuamosa, dan kanker servikal dan anogenital. Pasien dengan
penyakit imunodefisiensi seperti acquired immunodeficiency disease syndrome
(AIDS) mengalami peningkatan insiden KS, limfoma dan kanker rektal kepala
dan leher. Beberapa pasien yang mendapat agens kemoterapi alkylating untuk
mengobati penyakit Hodgkin telah menunjukan peningkatan insiden sekunder
terhadap malignansi. Penyakit otoimun seperti atritis rheumatoid dan sindrom
sjogren berkaitan dengan peningkatan terjadinya kanker. Akhirnya, perubahan
yang berhubungan yang berhubungan dengan proses penuaan, seperti
penurunan fungsi organ, peningkatan insiden penyakit kronis, dan penurunan
imunokompetens dapat menunjang pada peningkatan insiden kanker pada
individu lansia.

Respon Imun Normal

Normalnya, sistem imun yang utuh mampu untuk melawan sel-sel kanker
dengan berbagai cara. Dikenal sebagai antigen tumor-associated, biasanya
dikenali oleh sistem imun sebagai benda asing. Antigen ini mampu
menstimulasi respons imun selular dan humoral. Limfosit-T, yang merupakan
tentara dari respons imun selular, bersama makrofag bertanggungb jawab untuk
mengenali antigen sel tumor. Bila antigen tumor dikenali oleh Limfosit T,
Limfosit T lain yang toksik terhadap sel-sel tumor terstimulasi, berproliferasi,
dan dilepaskan ke dalam sirkulasi. Selain memiliki property sitotoksik, limfosit
T juga mampu menstimulasi komponen sistem imun lain untuk menyingkirkan
sel-sel maligna.

Limfokin tertentu, yang merupakan subtansi yang dihasilkan oleh


limfosit, mampu membunuh atau merusak berbagai tipe sel-sel malihna.

6
Limfokin lain dapat mengerahkan sel-sel lain, seperti makrofag, yang
mengganggu sel-sel kanker. Interferon, suatu substansi yang dihasilkn oleh
tubuh dalam berespons terhadap infeksi virus, juga mempunyai beberapa
karakteristik antitumor. Antibody yang dihasilkan oleh respons imun humoral
limfosit B, baik sendiri maupundalam kombinasi dengan sistem komplemen,
juga merupakan alamiah (NK), baru-baru ini telah ditemukan sebagai
komponen utama pertahanan tubuh terhadap kanker. Sel-sel NK adalah
subpopulasi dari limfosit yang bertindak melalui penghancuran langsung sel-sel
kanker atau melalui pembentukan limfokin yang membantu penghancuran sel.

Kegagalan sistem Imun

Bagaimana jadinya jika kemudian, bahwa sel-sel maligna dapat bertahap


dan berproliferasi walaupun ada mekanisme pertahanan sistem imun? Terdapat
beberapa teori tentang bagaimana sel-sel tumor dapat mengalahkan pertahanan
sistem imun yang tampaknya utuh. Jika tubuh gagal mengenali sel-sel tumor
sebagai sel yang berbeda dengan “dirinya”, respons imun dapat gagal di
stimulasi, kegagalan sistem imun untuk berespons dengan tepat terhadap sel-sel
maligna memungkinkan tumor tumbuh sampai pada ukuran yang terlalu besar
untuk diatasi oleh mekanisme imun normal.

Sel-sel tumor secara nyata dapat meenkan pertahanan imun pasien.


Antigen tumor dapat berkaitan dengan antibody yang dihasilkan oleh tubuh dan
bersembunyi atau menyamarkan dirinya dari mekanisme pertahanan imun
normal. Kompleks antigen-antibodi tumor ini dapat juga menekan lebih jauh
produkdi antibody. Tumor juga mampu merubah penampilan mereka
pertahanan imun biasa. Substansi ini tidak hanya merangsang pertumbuhan
tumor, tetapi juga meningkatkan kerentanan pasien terhadap infeksi oleh
berbagai jenis organisme patogen. Sebagai akibat dari kontak yang lama dengan
antigen tumor, tubuh pasien mengalami kehabisan limfosit spesifik dan tidak
mampu lagi untuk memberikan respons imun yang sesuai.

7
Konsentasi abnormal supresor limfosit T dapat berperan dalam
perkembangan malignansi. Limfosit T supresor normalnya membantu dalam
pengaturan produksi antibody dan menghilangkan respons imun apabila tidak
dibutuhkan lagi. Studi telah menunjukan bahwa kadar antibody serum yang
rendah dan kadar sel-sel supresor yang tinggi telah ditemukan pada pasien-
pasien dengan multipel myeloma, malignasi yang berhubungan dengan
hipogamaglobunemia (jimlah antibody serum yang rendah). Karsinogen seperti
virus atau zat-zat kimia tertentu, termasuk agens kemoterapi dapat melemahkan
sistem imun dan akhirnya meningkatkan pertumbuhan tumor.

C. Deteksi dan pencegahan kanker


Perawat juga dokter lazimnya telah terlibat dengan pencegahan tertier,
perawatan dan rehabilitasi pasien setelah kanker didiagnosa dan diobati. Pada
tahun-tahun terakhir ini, American cancer society, national cancer institute,
prakisi dan peneliti telah memberikan penekananan yang lebih besar pada
pencegahan kanker primer dan sekunder. Pencegahan primer berkenaan dengan
penurunan resiko atau mencegah terjadinya kanker pada orang orang yang
sehat. Pencegahan sekunder mencakup upaya-upaya pendeteksian dan skrining
untuk mencapai diagnosis dini dan intervensi segera untuk menghambat proses
kanker.
Perawat pada semua tatanan mempumyai peran yang penting dalam
pencegahan kanker,dengan mendapat pengetahuan dan keterampilan yang
diperlukan untuk mendidik masyarakat mengenai perilaku yang berhubungan
dengan kesehatan,factor-faktor risiko yang dihubungkan dengan terjadinya
kanker, dan metode-metode skrining dan deteksi. Studi tentang epidemiologi
dan laboratorium menunjukan bahwa kebiasaan diet, pajanan terhadap sinar
matahari, penggunaan tembakau, dan konsumsi alcohol dapat sangat
mempengaruhi risiko terjadinya kanker. Perawat juga membutuhkan
keterampilan mengajar dan membimbing untuk memfasilitas partisipasi klien

8
dalam program-program pencegahan kanker dan unuk meningkatkan gaya
hidup yang sehat.
Beberapa penelitin menunjukan bahwa factor-faktor seperi ras, pengaruh-
pengaruh kebudayaan, tingkat pendidikan, penghasilan, dan usia mempengaruhi
tingkat pengetahuan yang dimiliki seseorang mengenai factor-faktor risiko
kanker dan tipe perilaku peningkatan kesehatan yang dilakukan. Sebagai
contoh, underwood (1991) menguji persepsi-persepsi dari pria afrika-amerika
dengan memperhatikan perilaku pemeliharaan kesehatan, skrining kanker ,
factor-faktor risiko kanker, dan pencegahan kanker. Penemuan tersebut
menyebutkan bahwa sikap-sikap yang fatalism, pesimisme, dan takut akan
kanker mempengaruhi derajat pengharapan pada pria-pria tersebut untuk
mendapatkan informasi kesehatan atau mengikuti prilaku yang meningkatkan
kesehatan yang berujuan untuk menurunkan resiko kanker.
Dalam merencanakan program-program pencegahan dan skrining, perawat
menggunakan informasi mengenai populasi tertentu untuk meningkatkan
keberhasilan program. Sebagai contoh, coleman dkk (1991) menemukan bahwa
banyak manfaat dari metode pengajaran pemeriksaan payudara mandiri pada
wanita lansia yang dikombinasikan dengan penggunakan instruksi individual,
model peran dan model payudara.
Kesadaran masyarakat tentang promosi kesehatan dapat ditingkatkan dalam
berbagai cara. Program penyuluhan kesehatan dan pemeliharaan kesehatan
didanai oleh organisasi masyarakat seperti gereja, kelompok-kelompok warga
Negara yang berpengaruh, dan persatuan orang tua-guru. Program-program
pencegahan primer dapat berfokus pada bahaya-bahaya penggunaan tembakau
atau pentingnya nutrisi. Program-program pencegahan sekunder dapat
menggalakkan pemeriksaan payudara dan testis mandiri dan tes papaniccolaou.
American cancer society telah mengembang program penyuluhan, taking
control, yang memandukan tip-tip diet, olahraga, dan kesehatan umum yang
dapat diikuti oleh orang-orang untuk mengurangi risiko mereka mengalami
kanker (bagan 16-2). Perawat yang bekerja dalam tatanan akut dapat

9
mengidentifikasi risiko risiko pada pasien dan keluarga dan memadukan
pengajaran serta konseling dalam perencanaan pemulangan.
Perawat juga mengembangkan program-program edukasi dan konseling
yang ditargetkan pada pasien dan keluarga dengan insiden tinggi kanker.
Melanoma maligna dan kanker payudara adalah contoh malignansi yang sering
terjadi pada lebih dari satu orang dalam keluarga.
Upaya skrining untuk mendeteksi kejadian dini kanker biasanya berfokus
pada kanker dengan angka insiden tertinggi atau mereka yang mempunyai
angka bertahan hidup yang lebih baik jika didiagnosa lebih dini. Contoh contoh
dari tipe kanker ini termasuk kanker payudara, kolokretal, servikasi,
endometrial, testicular, dan orofaringeal. Perawat dan dokter dapat memberikan
dorongan pada individu untuk menyelesaikan upaya-upaya pendeteksian seperti
yang disarankan American cancer society (tabel 16-3)

D. Diagnosis Kanker
Diagnosis kanker didasarkan pada pengkajian fisiologi dan perubahan
fungsi juga hasil dari evaluasi diagnosa. Pasien yang diduga kanker menjalani
pemeriksaan diagnostik luas untuk (1) menentukan adanya tumor dan keluasan
penyakit, (2) mengidentifikasi kemungkinan penyebaran ( metastatis ) atau
invasi ke jaringan tubuh lainnya, (3) mengevaluasi fungsi baik system dan
organ tubuh yang sakit dan tidak sakit, dan (4) mendapatkan jaringan dan sel-sel
untuk analisis kanker, termasuk tahap dan derajatnya. Pemeriksaan yang luas
paling sering mencakup riwayat kesehatan yang lengkap dan pemeriksaan fisik
sera radiologi, serologi, dan diagnostic lainnya serta prosedur bedah (Tabel 16-
4).
Pertimbangan keperawatan. Pasien yang menjalani pemeriksaan yang luas
biasanya takut akan prosedur-prosedur tersebut dan cemas tentang kemungkinan
hasil dari pemeriksaan tersebut. Pasien dan keluarga membutuhkan informasi
tentang pemeriksaan-pemeriksaan yang dilakukan, sensasi yang mungkin akan
dialami, dan peran pasien dalam prosedur pemeriksaan. Perawat memberikan

10
kesempatan kepada pasien dan keluarga untuk mengungkapkan ketakutan
mereka mengenai hasil-hasil pemeriksaan, berikan dukungan pada pasien dan
keluarga sepanjang periode pemeriksaan diagnostic, dan pertegas serta
klarifikasi informasi yang disampaikan pada mereka oleh dokter. Perawat juga
mendorong pasien dan anggota keluarga untuk mengkomunikasikan dan
menceritakan kekhawatiran mereka dan untuk mendiskusikan pertanyaan-
pertanyaan mereka satu sama lain.
 Pentahapan dan Penderajatan
Suatu evaluasi diagnostik yang lengkap termasuk mengidentifikasi tahap
dan derajat malignasi. Proses ini harus diselesaikan sebelum diberikan
pengobatan untuk memberikan dan mempertahankan pendekatan yang
sistematik dan sesuai untuk mendiagnosa, mengobati, dan mengevaluasi
hasil akhirnya. Pilihan pengobatan dan prognosa ditentukan dengan dasar
pentahapan dan penderajatan. Pentahapan menentukan ukuran tumor dan
keberadaan metastatis. Ada beberapa sistem untuk mengklarifikasikan
keluasan anatomis dari penyakit. Sistem TNM, dikembangkan dari usaha
International Union Against Cancer ( IUCC ) dan American Joint
Committee for Cancer Staging and End Stage Reporting ( AJCCS ), sering
digunakan dalam menggambarkan malignasi seperti kanker payudara, paru,
atau kelapa dan leher. Dalam sistem ini, T mengacu pada keluasan tumor
primer, N mengacu pada keterlibatan nodus limfe, dan M mengacu pada
keluasan metastatis (Tabel 16-5). Berbagai sistem pentahapan lain tersedia
untuk kanker yang tidak mengunakan sistem TNM.
Penderajatan mengacu pada klasifikasi sel-sel tumor. Sistem
penderajatan digunakan untuk menentukan jenis jaringan yang menjadi asal
dari tumor dan tingkat sel-sel mempertahankan fungsi dan karakteristik
histologis dari jaringan asal.
Informasi ini membantu dalam memprediksi perilaku dan prognosa
dari berbagai tumor. Penderajatan dituliskan dengan nilai numerik dengan
rentang I sampai IV. Tumor derajat I, juga dikenal sebagai tumor yang

11
berdiferensiasi dengan baik, struktur dan fungsinya hampir menyerupai
dengan jelas jaringan asal. Tumor yang tidak menyerupai dengan jelas
jaringan asal dalam struktur atau fungsinya disebut sebagai tumor
berdiferensiasi buruk atau tumor tidak dapat berdiferensiasi dan disebut
sebagai tumor derajat IV. Tumor-tumor ini cenderung menjadi lebih agresif
dan kurang responsif terhadap pengobatan di banding tumor-tumor yang
berdiferensiasi dengan baik.

Tabel 16-4 Contoh-contoh Prosedur Diagnostik yang Digunakan dalam Mengevaluasi Malignasi
Prosedur Deskripsi Penggunaan Utama Pada
Marker tumor Substansi yang ditemukan dalam darah atau Kanker payudara, kolon,
cairan tubuh lain yang dibentuk oleh tumor paru, ovarium, testis
atau oleh tubuh dalam berespons terhadap
tumor
Pencitraan resonans Penggunaan medan magnet dan sinyal Kanker neurologik, pelvik,
magnetic ( MRI ) frekuensi-radio untuk menghasilkan gambaran abdomen, toraks
berbagai struktur tubuh
CT scan Menggunakan pancaran sempit sinar-X untuk Kanker neurologik, pelvik,
memindai susunan lapisam jaringan untuk skeletal, abdomen, torak
memberikan pandangan potongan melintang
Fluoroskopi Menggunakan sinar-X yang memperlihatkan Kanker skeletal, paru,
perbedaan ketebalan antara jaringan, dapat gastrointestinal
mencakup penggunaan bahan kontras
Ultrasound Echo dari gelombang bunyi berfrekuensi tinggi Kanker abdomen dan pelvik
direkam pada layar penerima, digunakan untuk
mengkaji jaringan yang ada di dalam tubuh
Endoskopi Memvisualisasikan langsung rongga tubuh atau Kanker bronkial,
saluran dengan memasukkan suatu endoskopi gastrointestinal
ke dalam organ tubuh atau ostium tubuh,
memungkinkan dilakukannya biopsy jaringan

12
yang dalam pada tubuh
Pencitraan kedokteran Menggunakan suntikan intravena atau menelan Kanker tulang, hepar, ginjal,
nuklir bahan radioisotope yang diikuti dengan limpa, otak tiroid
pencitraan jaringan yang menjadi tempat
berkumpulnya radioisotop

Table 16-5 Sistem Klasifikasi TNM


Subklas T* Suklas M╪
Tx—tumor tidak dapat dikaji secara adekuat Mx—tidak dapat dikaji
T0—tidak ada bukti tentang tumor primer M0—tidak ( diketahui ) adanya metastasis jauh
TIS—karsinoma in situ M1—ada metastasis jauh, uraikan letaknya
T1, T2, T3, T4—peningkatan progresif ukuran dan
keterlibatan tumor
Subklas N┼ Histopatologis
Nx—nodus limfe regional tidak dapat dikaji secara G1—derajat dapat dibedakan dengan baik
klinis G2—derajat dapat dibedakan secara moderat
N0—nodus limfe regional menunjukkan normal G3, G4—derajat yang dibedakan dengan buruk
N1, N2, N3, N4—tingkat yang menunjukkan atau sangat buruk
abnormalitas nodus limfe regional terus meningkat
*T = Tumor primer
┼N = Nodus limfe regional
╪M = Metastasis jauh
( American Joint Committee on Cancer. Manual for Staging of Cancer. Chicago, American Joint
Committee )

13
E. Penatalaksanaan Kanker
Pengobatan yang ditawarkan kepada pasien kanker harus berdasarkan
pada tujuan yang realistik dan yang dapat dicapai untuk setiap tipe kanker yang
spesifik. Rentang mengenai tujuan pengobatan yang mungkin meliputi eradikasi
menyeluruh dari penyakit malignasi ( penyembuhan ), memperpanjang survival
dan menghambat pertumbuhan sel-sel kanker, atau menghilangkan gejala yang
berhubungan dengan proses penyakit kanker ( paliatif ).
Sangat penting artinya dimana tim perawatan kesehatan, pasien, dan
keluarga pasien mempunyai pemahaman yang jelas tentang pilihan pengobatan
dan tujuannya. Komunikasi terbuka dan dukungan adalah penting saat pasien
dan keluarga secara periodik mengkaji ulang rencana dan tujuan pengobatan
ketika terjadi komplikasi terapi atau penyakit berkembang.
Berbagai modalitas sering diterapkan pada pengobatan kanker. Beragam
therapy, termasuk pembedahan, terapi radiasi dan kemoterapi dan terapi
mengubah respons biologis mungkin digunakan pada berbagai waktu selama
perjalanan pengobatan. Suatu pemahaman hal-hal prinsip dari setiap pengobatan
dan bagaimana pengobatan tersebut saling berhubungan adalah penting dalam
memahami rasional dan tujuan pengobatan.

KEMOTERAPI
Kemoterapi adalah penggunaan preparation antineoplastik sebagai upaya
untuk membunuh sel-sel tumor dengan menggunakan fungsi dan reproduksi
selular. Kemoterapi terutama digunakan untuk mengobati penyakit sistemik
daripada lesi setempat dan dapat diatasi dengan pembedahan dan radiasi.
Kemoterapi mungkin dikombinasi dengan pembedahan atau radiasi atau
keduanya, untuk menurunkan ukuran tumor sebelum operasi, untuk merusak
semua sel-sel tumor yang masih tertinggal pasca operasi, atau untuk mengobati
beberapa bentuk leukimia. Tujuan dari kemoterapi yaitu penyembuhan,
pengontrolan, paliatif harus realistik karena tujuan tersebut akan menetapkan
mediasi yang digunakan dan keagresifan dari rencana pengobatan.

14
Setiap kali tumor terpajan terhadap agensi kemoterapeutik, persentase sel-
sel tumor (20% sampai 99%, bergantung pada dosis) mengalami kerusakan.
Pengulangan dosis obat diperlukan sepanjang periode yang diperpanjang untuk
mencapai regresi tumor. Eradikasi 100% tumor adalah hampir tidak mungkin,
tetapi tujuan dari kemoterapi adalah untuk mengeradikasi cukup tumor sehingga
sel-sel tumor yang tersisa dapat dirusak oleh sistem imun tubuh.
Sel-sel yang berpoliferasi secara aktif di dalam suatu tumor (fraksi
pertumbuhan) sangat sensitif terhadap preparat kemoterapeutik. Sel-sel yang
tidak membelah yang mampu berpoliferasi dimasa mendatang sedikit sensitif
terhadap obat-obatan antineoplastik dan konsekuensinya secara potensial adalah
potensial berbahaya. Bagaimanapun sel-sel tersebut harus dihancurkan, untuk
menyingkirkan malignasi dengan tuntas, pengulangan siklus kemoterapi
digunakan untuk membunuh sel-sel tumor lebih banyak dengan merusak sel-sel
yang tidak membelah diri ini ketika sel-sel tersebut menunjukkan keadaan
poliferasi aktif. Efek-efek ini berhubungan dengan fase dari siklus reproduksi
sel yaitu siklus sel.
Reproduksi baik sel-sel sehat maupun malignasi mengikuti pola siklus sel.
Siklus sel adalah waktu yang dibutuhkan oleh satu sel jaringan untuk membelah
diri dan menghasilkan dua sel anak yang identik. Siklus sel dari sembarang sel
memiliki empat fase yang berbeda, masing-masing dengan suatu fungsi utama
yang vital :
 Fase G1 - terjadi sintesa RNA dan protein
 Fase S - terjadi sintesa DNA
 Fase G2 - fase pramitosis, sintesa DNA selesai, terbentuk kumparan
mitosis
 Mitosis - terjadi pembelahan sel

Fase G fase sel istirahat atau Dorman, dapat terjadi setelah mitosis dan
selama fase G2 dalam fase G yaitu sel-sel yang berbahaya yang tidak membelah
diri secara aktif tetapi mempunyai potensi replikasi dimasa mendatang.

15
Pemberian agens kemoterapeutik tertentu juga pemberian beberapa bentuk
terapi yang lain dikoordinasikan dengan siklus sel.

KLASIFIKASI AGENS KEMOTERAPEUTIK

Agen kemoterapeutik tertentu (obat-obat spesifik-siklus sel)


menghancurkan sel dalam fase spesifik dalam siklus sel. Kebanyakan
mempengaruhi sel dalam fase S dengan mengganggu sintesa DNA dan RNA.
Agens lainnya seperti vinca atau alkolid tumbuhan, spesifik untuk fase M,
dimana agens tersebut menghambat pembentukan kumparan mitosis

Agens kemoterapeutik yang beraksi secara mandiri pada fase-fase siklus


disebut obat-obat non spesifik siklus sel. Agens ini biasanya mempunyai efek
jangka panjang pada sel, yang mengakibatkan kerusakan atau kematian sel.
Banyak rencana pengobatan menghubungkan obat-obat spesifik siklus sel dan
non spesifik siklus sel untuk meningkatkan jumlah sel-sel tumor rentan yang
dibunuh selama periode pengobatan.

Agens kemoterapeutik juga diklasifikasikan berdasarkan pada berbagai


kelompok kimiawi, masing-masing dengan mekanisme aksi yang berbeda.
Agens ini termasuk agens alkilasi, nitrosoureas, antimetabolit, anti tumor,
alkaloid tumbuhan, agens hormonal dan berbagai agens lain. Klasifikasi,
mekanisme aksi, obat-obat umum spesifisitas siklus sel, dan efek samping
umum agens antineoplastik. Agens kemoterapeutik dari setiap kategori mungkin
digunakan untuk meningkatkan pembunuhan sel-sel tumor selama terapi dengan
membuat lesi multipel pada sel. Terapi obat gabungan yang digunakan harus
juga mencakup obat-obat dari toksisitas yang berbeda dan dengan aksi sinergis.
Penggunaan kombinasi terapi obat untuk mencegah terbentuknya mekanisme
resisten-obat.

Riset terus dilakukan dalam upaya untuk menemukan cara-cara melawan


resistensi sel-sel tumor terhadap agens kemoterapeutik. Mengkombinasikan

16
obat-obat dengan preparat lain seperti blokir saluran kalsium, hormon, atau
interferon telah menunjukkan suatu manfaat.

Obat-obat yang diteliti dan percobaan klinik. Obat-obat anti neuplastik


yang diteliti menjalani percobaan menyeluruh untuk menguji toksisitas dan
keefektifitasannya. Sebelum agens kemoterapeutik yang baru disetujui untuk
penggunaan klinik dalam pengobatan kanker, obat-obat tersebut harus
menjalani evaluasi yang sangat ketat dan seringkali berkepanjangan untuk
mengidentifikasi efek-efek nya yang menguntungkan, efek samping, dan
keamanannya. Percobaan klinik fase I menemukan pendosisan obat optimal,
penjadwalan, dan toksisitas nya. Percobaan fase II menemukan keefektifitasan
obat Dengan jenis tumor spesifik. Fase dalam percobaan klinik fase III
menerapkan keefektifan terapi obat baru ketika dibandingkan dengan terapi
konvensional yang telah diterapkan.

PEMBERIAN AGENS KEMOTERAPEUTIK.

Rute pemberian obat-obat kemoterapeutik mungkin diberikan melalui rute


topikal, oral, intra Vena, intramuskular, subkutis, arteri, interakavitasi,
intratekal. Rute pemberian biasanya bergantung pada tipe obat, dosis yang
dibutuhkan, dan jenis, lokasi, dan luasnya tumor yang diobati.

Dosis. Dosis preparat antineoplastik terutama didasarkan pada area


permukaan tubuh total pasien, respons terhadap kemoterapeutik atau terapi
radiasi terdahulu, fungsi organ utama dan status kinerja fisik.

Ekstavasasi. Perhatian khusus harus diterapkan bilamana diberikan agens


intravena yang dapat mengakibatkan vesikan. Obat-obat vesikan adalah agens
yang bila tertumpuk kedalam jaringan subkutan, menyebabkan nekrosis
jaringan atau kerusakan pada tendon, saraf, pembuluh darah dibawahnya.
Meskipun mekanisme komplek tentang destruktif jaringan tidak jelas, diketahui
bahwa PH dari banyak obat-obatan neuplastik bertanggungjawab terhadap

17
reaksi inflamasi hebat sebagaimana kemampuan berikatan obat dengan jaringan
DNA. Kerontokan dan ulserasi jaringan mungkin sedemikian hebatnya sehingga
penanduran kulit mungkin diperlukan. Kerusakan jaringan dengan ketebalan
penuh memerlukan beberapa minggu untuk tampak. Obat-obat yang
diklasifikasikan sebagai preparat vesikan termasuk dektinomisi, vinkristin, dan
vindesin.

TOKSISITAS

Toksisitas yang berkaitan dengan kemoterapi dapat akut atau kronik. Sel-
sel dengan kecepatan pertumbuhan yang tinggi sangat rentan terhadap
kerusakan akibat obat-obat ini. Berbagai sistem tubuh juga dapat dipengaruhi
oleh obat-obat ini.

Sistem gastointestinal. mual dan muntah adalah efek samping yang lebih
sering terjadi dari kemoterapi dan dapat menetap hingga 24 jam setelah
pemberian obat pusat muntah diotak di stimulasi oleh (1) stimulasi reseptor
yang ditemukan pada zona pemicu kemoreseptor (CTZ) medula; (2) stimulasi
jaras otonom Perifer ( traktus gastrointestinal ) dan faring; (3) stimulasi dari
jaras Vestibular ( keseimbangan telinga-dalam, input labirin); (4) dan berbagai
factor

Obat-obat yang dapat membantu mengurangi mual dan muntah termasuk


Bloker serotonin seperti ondansetron( yang memblok reseptor Dopamin dari
CATZ), Bloker dopominergik seperti metoclopramide (tegalan) (yang memblok
reseptor Dopamin dari CTZ), fenotiasin sedatif, steroid, dan histamin, sendiri
atau dalam kombinasi. Mual dan muntah tertunda yang terjadi kemudian pada
lebih dari 48-72 jam setelah kemoterapi dapat menyulitkan pada beberapa
pasien.

18
BAB III
SKENARIO KASUS DAN PEMBAHASAN

Skenario 1

Tn.Arman (61 tahun) dan Ny.Nam (60 tahun) sudah 35 tahun menikah. Mereka
dikaruniai dua orang anak perempuan yang semuanya sudah berumahtangga dan
memberikan dua orang cucu. Kondisi ekonomi keluarga Tn.Arman cukup baik,
memiliki dua perusahaan yang berjalan dengan baik. Tn.Arman dan Ny.Nam cukup
dikenal di lingkungannya karena kaduanya aktif dalam kegiatan sosial dan
keagamaan, bahkan Tn.Arman menjadi salah satu donatur tetap pada sebuah panti
asuhan. Walaupun sebelumnya Tn.Arman adalah perokok berat, namun sudah sejak 5
tahun terakhir ini berhenti total merokok dan aktif berolah raga. Sejak satu tahun
yang lalu, Tn.Arman kerap kali merasa pusing dan sakit didaerah lehernya serta
batuk-batuk. Pemeriksaan oleh dokter di kantornya dinyatakan tensinya 130/80
mmHg. Jantung dan paru-parunya baik. Tn.Arman diberi obat simtomatik biasa
namun tidak ada perbaikan

Pembahasan: Pada skenario 1 tidak ditemukan tahap kehilangan, pasien hanya


datang berobat dan dokter tidak menjelaskan detail mengenai sakit yang diderita pada
pasien tersebut.

Skenario 2

Tn.Arman lalu diperiksa ke dokter spesialis di klinik yang cukup besar. Hasil
pemeriksaan menunjukkan Tn.Arman menderita kanker paru-paru yang sudah
bermestastase ke tulang. Dokter menganjurkan untuk dilakukan penyinaran dan
kemoterapi. Tn.Arman dan istrinya tidak 100% percaya pada hasil pemeriksaan
dokter tadi dan menginginkan second opinion di luar negeri, Istrinya, Ny,Nani,begitu
terpukul mendengar keterangan dokter dan merasa heran dan tidak mengerti mengapa
Tuhan memberikan cobaan yang begitu berat kepadanya. Sambil menangis ia

19
menyatakan bahwa ia belum siap bila di tinggal suaminya untuk selamanya,
Sebaliknya Tn.Arman tampak lebih tegar dan merasa yakin bahwa ia adalah sapaan
Tuhan dan Tuhan pasti punya rencana sendiri dengan memberikan penyakit
kepadanya.

Pembahasan: Pada scenario kasus 2 diatas, Tn.Arman menerima penyakit yang


dideritanya dan yakin bahwa Tuhan Punya rencana sendiri dengan memberikan
penyakit kepadanya. Sementara sang istri mengalami tahap penyangkalan, karna
Ny.Nani begtiu terpukul mendengar keterangan dokter mengenai penyakit Tn.Arman

Skenario 3

Tn.Arman da Ny.Nani ingin memperoleh second opinion, lalu berangkatlah keluar


negeri untuk berobat. Hasil pemeriksaan medis di luar negeri menyatakan bahwa
Tn.Arman menderita kanker paru-paru stadium lanjut,yang sudah bermetastase ke
tulang-tulang, Beberapa ruas tulang vertebra servikanya sudah begitu rapuh dan harus
segera diatasi agar tidak menjepit saraf-sarafnya. Operasi perbaikan vertebra servikal
berhasil baik, Untuk kankernya, Tn,Arman harus menjalani pengobatan penyinaran
dan kemoterapi, Setelah pengobatan selesai, Tn.Arman dan istrinya pulang ke
Jakarta. Kondisi Tn.Arman tampak ada kemajuan dan semangat hidupnya tetap
tinggi.

Pembahasan: Pada kasus skenario 3 diatas, terdapat tahap tawar menawar


dikarnakan Ny.Nani hanya ingin mendapatkan opini kedua untuk kesembuhan
Tn.Arman

Skenario 4

Sebulan kemudian Tn.Arman kembali ke luar negeri untuk control penyakitnya.


Hasilnya begitu menggembirakan, Kanker parunya dinyatakan sudah hampir
menghilang, Kemoterapi diteruskan dan kemudian Tn.Arman kembali lagi ke Jakarta,
Namun beberapa minggu kemudian kondisi Tn.Arman justru malah menurun, ia
menjadi kesulitan untuk berjalan. Bicaranya sangat pelan dan cenderung banyak

20
tidur. Bila makan dan minum Tn.Arman selalu kesulitan menelan (keselak).
Tn.Arman secara drastis tampak sangat lemah. Saat kembali periksa ke luar negeri,
dokter menyatakan bahwa kankernya sudah menjalar ke otak. Dokter menyarankan
agar Tn.Arman menjalani pengobatan paliatif saja, Ny,Nani tidak setuju dengan saran
dokter, ia tetap minta agar dokter mau mengobati suaminya dengan segala cara agar
dapat disembuhkan.

Pembahasan: Pada skenario 4 diatas, terdapat tahap Penolakan dan tawar menawar
dikarenakan Ny.Nani tidak setuju dengan saran dokter untuk dilakukan perawatan
paliatif pada Tn.Arman. Ny.Nani juga berharap agar dokter mau mengobati suaminya
sampai sembuh

21
BAB IV
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Meningkatnya jumlah pasien dengan yang belum dapat disembuhkan baik
pada dewasa dan anak seperti penyakit kanker, penyakit degenaratif, penyakit
paru obstruksif kronis, cysticfibrosis, stroke, parkison, gagal jantung, penyakit
genetika dan penyakit infeksi seperti HIV/AIDS yang memerlukan perawatan
paliatif, disamping kegiatan promotif, preventif, kuratif, rehabilitative. Namun
saat ini, pelayanan kesehatan di Indonesia belum menyentuh kebutuhan pasien
degan penyakit yang sulit disembuhkan tersebut, terutama pada stadium lanjut
dimana prioritas pelayana tidak hanya pada penyembuhan tetapi juga perawtan
agar mencapai kualitas hidup yang terbaik bagi pasien yang berada si ruang
keperawtan kritis dan keluarganya.
Keadaan sarana pelayanan perawtan palliative di Indonesia masih belum
merata sedangkan pasien memiliki hak untuk mendapatkan pelayana yang
bermutu, komprehensif dan holistic, maka diperlukan kebijakan perawatan
paliatif di Indonesia yang memberikan arah bagi sarana pelayanan kesehatan
yang berada di keperawatan kritis untuk menyelenggarakan pelayana perawatan
secara maksimal

22
DAFTAR PUSTAKA

Keperawatan Medikal Bedah: Brunner and Suddart, Ed. 8, vol 2, Suzanne C Smeltzer
dan Brenda G Bare

23

Anda mungkin juga menyukai