DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 5
NORFAIZAH 616080715026
UMI 6160807160
MUHAMMASRUDIN 6160807160
Puji syukur, penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena berkat Rahmat dan
hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah mata kuliah paliatif care yang
berjudul “Teori Date And Dying Dan Patofisiologi Penyakit Pada Pasien Terminal
(Kanker) ” Dalam penyusunan makalah ini, penulis tidak lepas dari bantuan berbagai
pihak.
Penulis menyadari, makalah ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu, penulis
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari berbagai pihak demi
sempurnanya makalah. Semoga makalah ini dapat bermanfaat baik bagi penulis
maupun bagi pembaca.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
A. Kesimpulan ............................................................................................................ 22
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Sekarat (dying) merupakan kondisi pasien yang sedang menghadapi kematian
, yang memiliki bebagai hal dan harapan tertentu untuk meninggal,kematian
(death) merupakan kondisi terhentinya pernapasan, nadi, dan tekanan darah,
serta hilangnya respon otak, atau dapat juga dikatakan terhentinya fungsi jantung
dan paru secara menetap atau terhentinya kerja otak secara menetap. (Hidayat,
2006).
Kanker merupakan istilah umum untuk pertumbuhan sel tidak normal, kondisi
yang tumbuh sangat cepat, tidak terkontrol dan tidak berirama yang dapat
menyusup ke jaringan tubuh yang normal, dan akhirnya menekan perkembangan
jaringan yang normal (Diananda, 2008). Kanker menjadi masalah kesehatan
serius baik di negara maju maupun berkembang. Kanker merupakan penyebab
utama kematian di seluruh dunia dan menyumbang 7,6 juta kematian, sehingga
jumlah kematian yang disebabkan kanker mencapai 13% dari semua kematian
(WHO, 2008). Berdasarkan proyeksi WHO, kematian akibat kanker akan terus
meningkat dengan perkiraan 9 juta orang meninggal akibat kanker pada tahun
2015 dan 11,4 juta kematian pada tahun 2030.
Perawatan paliatif merupakan pendekatan untuk meningkatkan kualitas hidup
pasien dan keluarga dalam menghadapi penyakit yang mengancam jiwa, dengan
cara meringankan penderitaan terhadap rasa sakit dan memberikan dukungan
fisik, psikososial dan spiritual yang dimulai sejak tegaknya diagnosa hingga
akhir kehidupan pasien (World Health Organization, 2014). Perawatan paliatif
juga merupakan suatu pendekatan dalam perawatan pasien yang terintegrasi
dengan terapi pengobatan untuk mengoptimalkan kualitas hidup pasien dengan
penyakit kronis atau mengancam jiwa (National Consensus Project for Quality
Palliative Care, 2009).
1
B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana Patofisiologi proses Maligna ?
2. Bagaimana Peran Sitem Imun ?
3. Bagaimana Deteksi dan Pencegahan Kanker?
4. Bagaimana Diagnosis Kanker ( pertahapan dan penderajatan)?
5. Bagaimana Penatalaksanaan Kanker (Kemoterapi)?
C. TUJUAN PENULISAN
1. Untuk mengetahui Patofisiologi proses Maligna
2. Untuk mengetahui Peran Sitem Imun
3. Untuk mengetahui Deteksi dan Pencegahan Kanker
4. Untuk mengetahui Diagnosis Kanker ( pertahapan dan penderajatan)
5. Untuk mengetahui Penatalaksanaan Kanker (Kemoterapi)
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
4. Tidak mempercepat atau memperlambat kematian
5. Meredakan nyeri dan gejala fisik lain yang mengganggu
6. Menawarkan sistem pendukung untuk membantu keluarga menghadapi
penyakit pasien dan kehilangan mereka.
D. Tahap-tahap Kehilangan
Menurut dr. Kubler Ross Menurut beliau, penerimaan (acceptance) terjadi bila
seseorang mampu menghadapi kenyataan daripada hanya menyerah pada tidak
adanya harapan.Ssebelum mencapai pada tahap penerimaan sesorang akan
melalui beberapa tahapan yakni, tahap denial, anger, bargainning, depression,
dan acceptance.
4
1. Denial (Penolakan)
2. Anger (Marah)
3. Bargaining (Tawar-menawar)
4. Depresion (Depresi)
5. Acceptance (Penerimaan)
Konsep Patofisologi
5
Pasien yang untuk berbagai alasan mengalami immunokompeten
menunjukan adanya peningkatan insiden kanker. Resipien transplatasi organ
yang menerima terapi imunosupresif untuk mencegah penolakan organ yang di
transplatasi mengalami peningkatan insiden limfoma, sarkoma Kaposi (KS),
kanker sulit sel skuamosa, dan kanker servikal dan anogenital. Pasien dengan
penyakit imunodefisiensi seperti acquired immunodeficiency disease syndrome
(AIDS) mengalami peningkatan insiden KS, limfoma dan kanker rektal kepala
dan leher. Beberapa pasien yang mendapat agens kemoterapi alkylating untuk
mengobati penyakit Hodgkin telah menunjukan peningkatan insiden sekunder
terhadap malignansi. Penyakit otoimun seperti atritis rheumatoid dan sindrom
sjogren berkaitan dengan peningkatan terjadinya kanker. Akhirnya, perubahan
yang berhubungan yang berhubungan dengan proses penuaan, seperti
penurunan fungsi organ, peningkatan insiden penyakit kronis, dan penurunan
imunokompetens dapat menunjang pada peningkatan insiden kanker pada
individu lansia.
Normalnya, sistem imun yang utuh mampu untuk melawan sel-sel kanker
dengan berbagai cara. Dikenal sebagai antigen tumor-associated, biasanya
dikenali oleh sistem imun sebagai benda asing. Antigen ini mampu
menstimulasi respons imun selular dan humoral. Limfosit-T, yang merupakan
tentara dari respons imun selular, bersama makrofag bertanggungb jawab untuk
mengenali antigen sel tumor. Bila antigen tumor dikenali oleh Limfosit T,
Limfosit T lain yang toksik terhadap sel-sel tumor terstimulasi, berproliferasi,
dan dilepaskan ke dalam sirkulasi. Selain memiliki property sitotoksik, limfosit
T juga mampu menstimulasi komponen sistem imun lain untuk menyingkirkan
sel-sel maligna.
6
Limfokin lain dapat mengerahkan sel-sel lain, seperti makrofag, yang
mengganggu sel-sel kanker. Interferon, suatu substansi yang dihasilkn oleh
tubuh dalam berespons terhadap infeksi virus, juga mempunyai beberapa
karakteristik antitumor. Antibody yang dihasilkan oleh respons imun humoral
limfosit B, baik sendiri maupundalam kombinasi dengan sistem komplemen,
juga merupakan alamiah (NK), baru-baru ini telah ditemukan sebagai
komponen utama pertahanan tubuh terhadap kanker. Sel-sel NK adalah
subpopulasi dari limfosit yang bertindak melalui penghancuran langsung sel-sel
kanker atau melalui pembentukan limfokin yang membantu penghancuran sel.
7
Konsentasi abnormal supresor limfosit T dapat berperan dalam
perkembangan malignansi. Limfosit T supresor normalnya membantu dalam
pengaturan produksi antibody dan menghilangkan respons imun apabila tidak
dibutuhkan lagi. Studi telah menunjukan bahwa kadar antibody serum yang
rendah dan kadar sel-sel supresor yang tinggi telah ditemukan pada pasien-
pasien dengan multipel myeloma, malignasi yang berhubungan dengan
hipogamaglobunemia (jimlah antibody serum yang rendah). Karsinogen seperti
virus atau zat-zat kimia tertentu, termasuk agens kemoterapi dapat melemahkan
sistem imun dan akhirnya meningkatkan pertumbuhan tumor.
8
dalam program-program pencegahan kanker dan unuk meningkatkan gaya
hidup yang sehat.
Beberapa penelitin menunjukan bahwa factor-faktor seperi ras, pengaruh-
pengaruh kebudayaan, tingkat pendidikan, penghasilan, dan usia mempengaruhi
tingkat pengetahuan yang dimiliki seseorang mengenai factor-faktor risiko
kanker dan tipe perilaku peningkatan kesehatan yang dilakukan. Sebagai
contoh, underwood (1991) menguji persepsi-persepsi dari pria afrika-amerika
dengan memperhatikan perilaku pemeliharaan kesehatan, skrining kanker ,
factor-faktor risiko kanker, dan pencegahan kanker. Penemuan tersebut
menyebutkan bahwa sikap-sikap yang fatalism, pesimisme, dan takut akan
kanker mempengaruhi derajat pengharapan pada pria-pria tersebut untuk
mendapatkan informasi kesehatan atau mengikuti prilaku yang meningkatkan
kesehatan yang berujuan untuk menurunkan resiko kanker.
Dalam merencanakan program-program pencegahan dan skrining, perawat
menggunakan informasi mengenai populasi tertentu untuk meningkatkan
keberhasilan program. Sebagai contoh, coleman dkk (1991) menemukan bahwa
banyak manfaat dari metode pengajaran pemeriksaan payudara mandiri pada
wanita lansia yang dikombinasikan dengan penggunakan instruksi individual,
model peran dan model payudara.
Kesadaran masyarakat tentang promosi kesehatan dapat ditingkatkan dalam
berbagai cara. Program penyuluhan kesehatan dan pemeliharaan kesehatan
didanai oleh organisasi masyarakat seperti gereja, kelompok-kelompok warga
Negara yang berpengaruh, dan persatuan orang tua-guru. Program-program
pencegahan primer dapat berfokus pada bahaya-bahaya penggunaan tembakau
atau pentingnya nutrisi. Program-program pencegahan sekunder dapat
menggalakkan pemeriksaan payudara dan testis mandiri dan tes papaniccolaou.
American cancer society telah mengembang program penyuluhan, taking
control, yang memandukan tip-tip diet, olahraga, dan kesehatan umum yang
dapat diikuti oleh orang-orang untuk mengurangi risiko mereka mengalami
kanker (bagan 16-2). Perawat yang bekerja dalam tatanan akut dapat
9
mengidentifikasi risiko risiko pada pasien dan keluarga dan memadukan
pengajaran serta konseling dalam perencanaan pemulangan.
Perawat juga mengembangkan program-program edukasi dan konseling
yang ditargetkan pada pasien dan keluarga dengan insiden tinggi kanker.
Melanoma maligna dan kanker payudara adalah contoh malignansi yang sering
terjadi pada lebih dari satu orang dalam keluarga.
Upaya skrining untuk mendeteksi kejadian dini kanker biasanya berfokus
pada kanker dengan angka insiden tertinggi atau mereka yang mempunyai
angka bertahan hidup yang lebih baik jika didiagnosa lebih dini. Contoh contoh
dari tipe kanker ini termasuk kanker payudara, kolokretal, servikasi,
endometrial, testicular, dan orofaringeal. Perawat dan dokter dapat memberikan
dorongan pada individu untuk menyelesaikan upaya-upaya pendeteksian seperti
yang disarankan American cancer society (tabel 16-3)
D. Diagnosis Kanker
Diagnosis kanker didasarkan pada pengkajian fisiologi dan perubahan
fungsi juga hasil dari evaluasi diagnosa. Pasien yang diduga kanker menjalani
pemeriksaan diagnostik luas untuk (1) menentukan adanya tumor dan keluasan
penyakit, (2) mengidentifikasi kemungkinan penyebaran ( metastatis ) atau
invasi ke jaringan tubuh lainnya, (3) mengevaluasi fungsi baik system dan
organ tubuh yang sakit dan tidak sakit, dan (4) mendapatkan jaringan dan sel-sel
untuk analisis kanker, termasuk tahap dan derajatnya. Pemeriksaan yang luas
paling sering mencakup riwayat kesehatan yang lengkap dan pemeriksaan fisik
sera radiologi, serologi, dan diagnostic lainnya serta prosedur bedah (Tabel 16-
4).
Pertimbangan keperawatan. Pasien yang menjalani pemeriksaan yang luas
biasanya takut akan prosedur-prosedur tersebut dan cemas tentang kemungkinan
hasil dari pemeriksaan tersebut. Pasien dan keluarga membutuhkan informasi
tentang pemeriksaan-pemeriksaan yang dilakukan, sensasi yang mungkin akan
dialami, dan peran pasien dalam prosedur pemeriksaan. Perawat memberikan
10
kesempatan kepada pasien dan keluarga untuk mengungkapkan ketakutan
mereka mengenai hasil-hasil pemeriksaan, berikan dukungan pada pasien dan
keluarga sepanjang periode pemeriksaan diagnostic, dan pertegas serta
klarifikasi informasi yang disampaikan pada mereka oleh dokter. Perawat juga
mendorong pasien dan anggota keluarga untuk mengkomunikasikan dan
menceritakan kekhawatiran mereka dan untuk mendiskusikan pertanyaan-
pertanyaan mereka satu sama lain.
Pentahapan dan Penderajatan
Suatu evaluasi diagnostik yang lengkap termasuk mengidentifikasi tahap
dan derajat malignasi. Proses ini harus diselesaikan sebelum diberikan
pengobatan untuk memberikan dan mempertahankan pendekatan yang
sistematik dan sesuai untuk mendiagnosa, mengobati, dan mengevaluasi
hasil akhirnya. Pilihan pengobatan dan prognosa ditentukan dengan dasar
pentahapan dan penderajatan. Pentahapan menentukan ukuran tumor dan
keberadaan metastatis. Ada beberapa sistem untuk mengklarifikasikan
keluasan anatomis dari penyakit. Sistem TNM, dikembangkan dari usaha
International Union Against Cancer ( IUCC ) dan American Joint
Committee for Cancer Staging and End Stage Reporting ( AJCCS ), sering
digunakan dalam menggambarkan malignasi seperti kanker payudara, paru,
atau kelapa dan leher. Dalam sistem ini, T mengacu pada keluasan tumor
primer, N mengacu pada keterlibatan nodus limfe, dan M mengacu pada
keluasan metastatis (Tabel 16-5). Berbagai sistem pentahapan lain tersedia
untuk kanker yang tidak mengunakan sistem TNM.
Penderajatan mengacu pada klasifikasi sel-sel tumor. Sistem
penderajatan digunakan untuk menentukan jenis jaringan yang menjadi asal
dari tumor dan tingkat sel-sel mempertahankan fungsi dan karakteristik
histologis dari jaringan asal.
Informasi ini membantu dalam memprediksi perilaku dan prognosa
dari berbagai tumor. Penderajatan dituliskan dengan nilai numerik dengan
rentang I sampai IV. Tumor derajat I, juga dikenal sebagai tumor yang
11
berdiferensiasi dengan baik, struktur dan fungsinya hampir menyerupai
dengan jelas jaringan asal. Tumor yang tidak menyerupai dengan jelas
jaringan asal dalam struktur atau fungsinya disebut sebagai tumor
berdiferensiasi buruk atau tumor tidak dapat berdiferensiasi dan disebut
sebagai tumor derajat IV. Tumor-tumor ini cenderung menjadi lebih agresif
dan kurang responsif terhadap pengobatan di banding tumor-tumor yang
berdiferensiasi dengan baik.
Tabel 16-4 Contoh-contoh Prosedur Diagnostik yang Digunakan dalam Mengevaluasi Malignasi
Prosedur Deskripsi Penggunaan Utama Pada
Marker tumor Substansi yang ditemukan dalam darah atau Kanker payudara, kolon,
cairan tubuh lain yang dibentuk oleh tumor paru, ovarium, testis
atau oleh tubuh dalam berespons terhadap
tumor
Pencitraan resonans Penggunaan medan magnet dan sinyal Kanker neurologik, pelvik,
magnetic ( MRI ) frekuensi-radio untuk menghasilkan gambaran abdomen, toraks
berbagai struktur tubuh
CT scan Menggunakan pancaran sempit sinar-X untuk Kanker neurologik, pelvik,
memindai susunan lapisam jaringan untuk skeletal, abdomen, torak
memberikan pandangan potongan melintang
Fluoroskopi Menggunakan sinar-X yang memperlihatkan Kanker skeletal, paru,
perbedaan ketebalan antara jaringan, dapat gastrointestinal
mencakup penggunaan bahan kontras
Ultrasound Echo dari gelombang bunyi berfrekuensi tinggi Kanker abdomen dan pelvik
direkam pada layar penerima, digunakan untuk
mengkaji jaringan yang ada di dalam tubuh
Endoskopi Memvisualisasikan langsung rongga tubuh atau Kanker bronkial,
saluran dengan memasukkan suatu endoskopi gastrointestinal
ke dalam organ tubuh atau ostium tubuh,
memungkinkan dilakukannya biopsy jaringan
12
yang dalam pada tubuh
Pencitraan kedokteran Menggunakan suntikan intravena atau menelan Kanker tulang, hepar, ginjal,
nuklir bahan radioisotope yang diikuti dengan limpa, otak tiroid
pencitraan jaringan yang menjadi tempat
berkumpulnya radioisotop
13
E. Penatalaksanaan Kanker
Pengobatan yang ditawarkan kepada pasien kanker harus berdasarkan
pada tujuan yang realistik dan yang dapat dicapai untuk setiap tipe kanker yang
spesifik. Rentang mengenai tujuan pengobatan yang mungkin meliputi eradikasi
menyeluruh dari penyakit malignasi ( penyembuhan ), memperpanjang survival
dan menghambat pertumbuhan sel-sel kanker, atau menghilangkan gejala yang
berhubungan dengan proses penyakit kanker ( paliatif ).
Sangat penting artinya dimana tim perawatan kesehatan, pasien, dan
keluarga pasien mempunyai pemahaman yang jelas tentang pilihan pengobatan
dan tujuannya. Komunikasi terbuka dan dukungan adalah penting saat pasien
dan keluarga secara periodik mengkaji ulang rencana dan tujuan pengobatan
ketika terjadi komplikasi terapi atau penyakit berkembang.
Berbagai modalitas sering diterapkan pada pengobatan kanker. Beragam
therapy, termasuk pembedahan, terapi radiasi dan kemoterapi dan terapi
mengubah respons biologis mungkin digunakan pada berbagai waktu selama
perjalanan pengobatan. Suatu pemahaman hal-hal prinsip dari setiap pengobatan
dan bagaimana pengobatan tersebut saling berhubungan adalah penting dalam
memahami rasional dan tujuan pengobatan.
KEMOTERAPI
Kemoterapi adalah penggunaan preparation antineoplastik sebagai upaya
untuk membunuh sel-sel tumor dengan menggunakan fungsi dan reproduksi
selular. Kemoterapi terutama digunakan untuk mengobati penyakit sistemik
daripada lesi setempat dan dapat diatasi dengan pembedahan dan radiasi.
Kemoterapi mungkin dikombinasi dengan pembedahan atau radiasi atau
keduanya, untuk menurunkan ukuran tumor sebelum operasi, untuk merusak
semua sel-sel tumor yang masih tertinggal pasca operasi, atau untuk mengobati
beberapa bentuk leukimia. Tujuan dari kemoterapi yaitu penyembuhan,
pengontrolan, paliatif harus realistik karena tujuan tersebut akan menetapkan
mediasi yang digunakan dan keagresifan dari rencana pengobatan.
14
Setiap kali tumor terpajan terhadap agensi kemoterapeutik, persentase sel-
sel tumor (20% sampai 99%, bergantung pada dosis) mengalami kerusakan.
Pengulangan dosis obat diperlukan sepanjang periode yang diperpanjang untuk
mencapai regresi tumor. Eradikasi 100% tumor adalah hampir tidak mungkin,
tetapi tujuan dari kemoterapi adalah untuk mengeradikasi cukup tumor sehingga
sel-sel tumor yang tersisa dapat dirusak oleh sistem imun tubuh.
Sel-sel yang berpoliferasi secara aktif di dalam suatu tumor (fraksi
pertumbuhan) sangat sensitif terhadap preparat kemoterapeutik. Sel-sel yang
tidak membelah yang mampu berpoliferasi dimasa mendatang sedikit sensitif
terhadap obat-obatan antineoplastik dan konsekuensinya secara potensial adalah
potensial berbahaya. Bagaimanapun sel-sel tersebut harus dihancurkan, untuk
menyingkirkan malignasi dengan tuntas, pengulangan siklus kemoterapi
digunakan untuk membunuh sel-sel tumor lebih banyak dengan merusak sel-sel
yang tidak membelah diri ini ketika sel-sel tersebut menunjukkan keadaan
poliferasi aktif. Efek-efek ini berhubungan dengan fase dari siklus reproduksi
sel yaitu siklus sel.
Reproduksi baik sel-sel sehat maupun malignasi mengikuti pola siklus sel.
Siklus sel adalah waktu yang dibutuhkan oleh satu sel jaringan untuk membelah
diri dan menghasilkan dua sel anak yang identik. Siklus sel dari sembarang sel
memiliki empat fase yang berbeda, masing-masing dengan suatu fungsi utama
yang vital :
Fase G1 - terjadi sintesa RNA dan protein
Fase S - terjadi sintesa DNA
Fase G2 - fase pramitosis, sintesa DNA selesai, terbentuk kumparan
mitosis
Mitosis - terjadi pembelahan sel
Fase G fase sel istirahat atau Dorman, dapat terjadi setelah mitosis dan
selama fase G2 dalam fase G yaitu sel-sel yang berbahaya yang tidak membelah
diri secara aktif tetapi mempunyai potensi replikasi dimasa mendatang.
15
Pemberian agens kemoterapeutik tertentu juga pemberian beberapa bentuk
terapi yang lain dikoordinasikan dengan siklus sel.
16
obat-obat dengan preparat lain seperti blokir saluran kalsium, hormon, atau
interferon telah menunjukkan suatu manfaat.
17
reaksi inflamasi hebat sebagaimana kemampuan berikatan obat dengan jaringan
DNA. Kerontokan dan ulserasi jaringan mungkin sedemikian hebatnya sehingga
penanduran kulit mungkin diperlukan. Kerusakan jaringan dengan ketebalan
penuh memerlukan beberapa minggu untuk tampak. Obat-obat yang
diklasifikasikan sebagai preparat vesikan termasuk dektinomisi, vinkristin, dan
vindesin.
TOKSISITAS
Toksisitas yang berkaitan dengan kemoterapi dapat akut atau kronik. Sel-
sel dengan kecepatan pertumbuhan yang tinggi sangat rentan terhadap
kerusakan akibat obat-obat ini. Berbagai sistem tubuh juga dapat dipengaruhi
oleh obat-obat ini.
Sistem gastointestinal. mual dan muntah adalah efek samping yang lebih
sering terjadi dari kemoterapi dan dapat menetap hingga 24 jam setelah
pemberian obat pusat muntah diotak di stimulasi oleh (1) stimulasi reseptor
yang ditemukan pada zona pemicu kemoreseptor (CTZ) medula; (2) stimulasi
jaras otonom Perifer ( traktus gastrointestinal ) dan faring; (3) stimulasi dari
jaras Vestibular ( keseimbangan telinga-dalam, input labirin); (4) dan berbagai
factor
18
BAB III
SKENARIO KASUS DAN PEMBAHASAN
Skenario 1
Tn.Arman (61 tahun) dan Ny.Nam (60 tahun) sudah 35 tahun menikah. Mereka
dikaruniai dua orang anak perempuan yang semuanya sudah berumahtangga dan
memberikan dua orang cucu. Kondisi ekonomi keluarga Tn.Arman cukup baik,
memiliki dua perusahaan yang berjalan dengan baik. Tn.Arman dan Ny.Nam cukup
dikenal di lingkungannya karena kaduanya aktif dalam kegiatan sosial dan
keagamaan, bahkan Tn.Arman menjadi salah satu donatur tetap pada sebuah panti
asuhan. Walaupun sebelumnya Tn.Arman adalah perokok berat, namun sudah sejak 5
tahun terakhir ini berhenti total merokok dan aktif berolah raga. Sejak satu tahun
yang lalu, Tn.Arman kerap kali merasa pusing dan sakit didaerah lehernya serta
batuk-batuk. Pemeriksaan oleh dokter di kantornya dinyatakan tensinya 130/80
mmHg. Jantung dan paru-parunya baik. Tn.Arman diberi obat simtomatik biasa
namun tidak ada perbaikan
Skenario 2
Tn.Arman lalu diperiksa ke dokter spesialis di klinik yang cukup besar. Hasil
pemeriksaan menunjukkan Tn.Arman menderita kanker paru-paru yang sudah
bermestastase ke tulang. Dokter menganjurkan untuk dilakukan penyinaran dan
kemoterapi. Tn.Arman dan istrinya tidak 100% percaya pada hasil pemeriksaan
dokter tadi dan menginginkan second opinion di luar negeri, Istrinya, Ny,Nani,begitu
terpukul mendengar keterangan dokter dan merasa heran dan tidak mengerti mengapa
Tuhan memberikan cobaan yang begitu berat kepadanya. Sambil menangis ia
19
menyatakan bahwa ia belum siap bila di tinggal suaminya untuk selamanya,
Sebaliknya Tn.Arman tampak lebih tegar dan merasa yakin bahwa ia adalah sapaan
Tuhan dan Tuhan pasti punya rencana sendiri dengan memberikan penyakit
kepadanya.
Skenario 3
Skenario 4
20
tidur. Bila makan dan minum Tn.Arman selalu kesulitan menelan (keselak).
Tn.Arman secara drastis tampak sangat lemah. Saat kembali periksa ke luar negeri,
dokter menyatakan bahwa kankernya sudah menjalar ke otak. Dokter menyarankan
agar Tn.Arman menjalani pengobatan paliatif saja, Ny,Nani tidak setuju dengan saran
dokter, ia tetap minta agar dokter mau mengobati suaminya dengan segala cara agar
dapat disembuhkan.
Pembahasan: Pada skenario 4 diatas, terdapat tahap Penolakan dan tawar menawar
dikarenakan Ny.Nani tidak setuju dengan saran dokter untuk dilakukan perawatan
paliatif pada Tn.Arman. Ny.Nani juga berharap agar dokter mau mengobati suaminya
sampai sembuh
21
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Meningkatnya jumlah pasien dengan yang belum dapat disembuhkan baik
pada dewasa dan anak seperti penyakit kanker, penyakit degenaratif, penyakit
paru obstruksif kronis, cysticfibrosis, stroke, parkison, gagal jantung, penyakit
genetika dan penyakit infeksi seperti HIV/AIDS yang memerlukan perawatan
paliatif, disamping kegiatan promotif, preventif, kuratif, rehabilitative. Namun
saat ini, pelayanan kesehatan di Indonesia belum menyentuh kebutuhan pasien
degan penyakit yang sulit disembuhkan tersebut, terutama pada stadium lanjut
dimana prioritas pelayana tidak hanya pada penyembuhan tetapi juga perawtan
agar mencapai kualitas hidup yang terbaik bagi pasien yang berada si ruang
keperawtan kritis dan keluarganya.
Keadaan sarana pelayanan perawtan palliative di Indonesia masih belum
merata sedangkan pasien memiliki hak untuk mendapatkan pelayana yang
bermutu, komprehensif dan holistic, maka diperlukan kebijakan perawatan
paliatif di Indonesia yang memberikan arah bagi sarana pelayanan kesehatan
yang berada di keperawatan kritis untuk menyelenggarakan pelayana perawatan
secara maksimal
22
DAFTAR PUSTAKA
Keperawatan Medikal Bedah: Brunner and Suddart, Ed. 8, vol 2, Suzanne C Smeltzer
dan Brenda G Bare
23