Anda di halaman 1dari 48

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar Lanjut Usia

2.1.1 Definisi

Lanjut usia adalah fenomena biologis yang tidak dapat

dihindari oleh setiap individu. UU No IV pada tahun 1965 pasal

1, menyatakan bahwa seseorang dapat dikatakan lanjut usia

setelah mencapai umur 55 tahun , tidak mempunyai atau tidak

berdaya mencari nafkah sendiri untuk keperluan hidupnya sehari

–hari , dan menerima nafkah dari orang lain menurut UU no 13

tahun 1998 tentang kesejahteraan lanjut usia, lansia adalah

seseorang yang telah mencapai usia di atas 60 tahun

( Ratnawati,Emmelia , 2017)

WHO dan Undang-Undang Nomor 13 tahun 1998

tentang kesejahteraan lanjut usia pada BAB 1 pasal 1 ayat 2

menyebutkan bahwa usia 60 tahun adalah usia permulaan tua.

Menua bukanlah suatu penyakit, tetapi merupakan proses yang

berangsur-angsur mengakibtkan perubahan kumulatif ,

merupakan proses menurunnya daya tahan tubuh dalam

menghadapi rangsangan dari dalam dan luar tubuh (Ratnawati

,emmelia 2017)
Lanjut usia dibagi oleh pihak dalam berbagai klasifikasi

dan batasan , yaitu (Kementerian Kesehatan RI 2015 dalam

Ratnawati ,Emmelia 2017)

2.1.2 WHO mengklasifikasikan batasan lanjut usia meliputi :

a. Middle Age : 45-59 tahun

b. Elderly :60- 70 tahun

c. Old :75-90 tahun

d. Very old : di atas 90 tahun

2.1.2.1 Maryam 2008 dalam Ratnawati 2017

mengkalsifikasikan lansia antara lain :

a. Pralansia

Seseorang yang berusia antara 45-59 tahun

b. Lansia

Seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih

c. Lansia Resiko Tinggi

Seseorang yang berusia 70 tahun atau lebih

seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih dengan

masalah kesehatan

d. Lansia potensial

Lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan

dan atau kegiatan yang dapat menghasilkan

barang/ jasa.
e. Lansia tidak potensial

Lansia yang tidak berdaya mencari nafkah ,

sehingga hidupnya bergantung pada bantuan orang

lain.

2.1.2.2 lanjut usia dikelompokkan menjadi usia lanjut (60-69

tahun ) Dan usia lanjut dengan resiko tinggi (lebih dari

70 tahun atau lebih dengan masalah kesehatan

2.1.3 Ciri-ciri Lansia

Terdapat beberpa ciri-ciri lanjut usia , yaitu: (Hurlock ,1980

dalam Ratnawati ,2017)

2.1.3.1 Usia lanjut merupakan periode kemunduran

Sebagian pemicu terjadinya kemunduran pada

lansia adalah faktor fisik dan faktor psikologis . dampak

dari kondisi ini dapat mempengaruhi psikologis lansia ,

sehingga setiap lansia membutuhkan adanya motivasi,

motivasi berperan penting dalam kemunduran pada

lansia mereka akan mengalami kemunduran semakin

cepat apabila memiliki motivasi yang kuat maka

kemunduran itu akan lama terjadi.

2.1.3.2 Orang lanjut usia memiliki status kelompok minoritas

Pandangan – pandangan negativ akan lansia

dalam masyarakat sosial secara tidak langsung


berdampak pada terbentuknya kelompok minoritas pada

lansia.

2.1.3.3 Menua membutuhkan perubahan peran

Kemunduran yang terjadi pada lansia berdampak

pada perubahan perena dalam masyarakat sosial

ataupun keluarga, demikian perubahan peran ini

sebaiknya dilakukan atas dasar tekanan dari lingkungan.

2.1.3.4 Penyusuaian yang buruk pada lansia

Perilaku buruk lansia terbentuk karena perlakuan

buruk yang mereka terima, perlakuan buruk tersebut

secara tidak langsung membuat lansia cenderung

mengembangkan konsep diri yang buruk.

2.1.4 Tipe Lansia

Ratnawati ,2017 mengelompokkan lansia dalam beberapa

poin,antara lain :

a. Tipe mandiri

Tipe lansia mandiri yaitu mereka yang dapat menyesuaikan

perubahan pada dirinya mereka mengganti kegiatan yang

hilang, dengan yang baru , dalam mencari pekerjaan ,dan

dapat bergaul dengan teman.

b. Tipe arif bijaksana

Tipe ini didasarkan pada orang lanjut usia yang memiliki

banyak pengalaman,kaya dengan hikmah ,dapat


menyesuaikan diri dengan perubahan zaman,ramah ,

sederhana, dermawan, mempunyai kesibukan , memiliki

kerendahan hati ,dan dapat menjadi panutan.

c. Tipe bingung

Lansia tipe ini terbentuk akibat mereka mengalami syok

akan perubahan status dan peran. Lansia mengalami

keterkejutan yang membuat lansia mengasingkan diri,

menyesal, minder pasif, acuh dan tak acuh .

d. Tipe tidak puas

Tipe lansia tidak puas adalah yang selalu mengalami

konflik lahir batin ,lansia cenderung menentang proses

penuaan sehingga menjadi pemarah , mudah tersinggung,

tidak sabar .

e. Tipe pasrah

Lansia tipe ini kecenderungan menerima dan menunggu

nasib baik, rajin mengikuti kegiatan agama , mau

melakukan pekerjaan apa saja dengan ringan tangan.

2.1.5 Batasan Umur Lanjut Usia

Batasan-batasan umur yang mencakup batasan umur lansia dari

pendapat berbagai ahli yang dikutip dari Ratnawati ,2017 :


2.1.5.1 Undang-undang nomor 13 tahun 1998 dalam bab 1

pasal ayat II yang berbunyi

Berbunyi “ Lanjut usia adalah seseorang yang mencapai

usia 60 tahun ke atas

2.1.5.2 WHO 2010 ,mengklasifikasikan batasan umur lanjut

usia :

a. Usia pertengahan : 45-59 tahun

b. Lanjut usia : 60-72 tahun

c. Lanjut usia tua : 75- 90 tahun

d. Usia Sangat tua : diatas 90 tahun

2.1.5.3 Depkes 2011, mengklasifikasikan sebagai berikut :

a. Pra lansia kelompok usia 45-59 tahun

b. lansia antara 60-69 tahun

c. lansia berisiko kelompok usia > 70 tahun

2.1.5.4 DepKes RI (dalam Apriani 2014) , Lanjut usia dibagi

menjadi

a. kelompok masuk usia (45-54 tahun ) / masa virilitas

b. kelompok usia lanjut (55- 64 tahun)/masa

presenium

c. kelompok usia lanjut (>65 tahun )/ masa senium


2.1.6 Karakterisktik Lansia

Ratnawati 2017 mengkategorikan karakteristik lansia yaitu

sebagai berikut :

2.1.6.1 Berusia lebih dari 60 tahun (sesuai dengan pasal ayat

(2) UU No 13 (tentang kesehatan)

2.1.6.2 Kebutuhan dan masalah yang bervariasi dari tentang

sehat sampai sakit, dari kebutuhan biopsikososial

sampai spiritual, serta dari kondisi adaptasi hingga

kondisi maladaptive

2.1.6.3 Lingkungan tempat tinggal yang bervariasi (Kemenkes

RI ,2015)

2.6.7 Perubahan yang terjadi pada lanjut usia

Perubahan yang terjadi pada lansia suatu proses yang

tidak dapat dihindari yang berlangsung secara terus menerus dan

berkesinambungan yang selanjutnya menyebabkan perubahan

fisik dan fungsi , perubahan mental, perubahan psikososial ,

perkembangan spiritual , dan dampak kemunduran .perubahan

yang terjadi pada lanjut usia menurut wahyudi (2008), dalam

Ratnawati (2017). Yaitu :

2.6.7.1 perubahan fisik

Dengan bertambahnya usia, wajar saja bila

kondisi dan fungsi tubuh pun makin menurun tak heran

bila pada usia lanjut, semakin banyak keluhan yang ,


dilontarkan karena tubuh tidak lagi mau bekerja sama

dengan baik seperti kala muda dulu. Menjadi tua

membawa pengaruh serta perubahan menyeluruh baik

fisik, sosial, mental dan moral spiritual, yang

keseluruhannya saling kait mengait antar satu bagian

lainnya. Secara umum,menjadi tua ditandai oleh

kemunduran biologis yang terlihat sebagai gejala

kemunduran fisik, antara lain : kulit mulai mengendur

dan wajah keriput serta garis-garis yang menetap ,

rambut kepala mulai memutih atau beruban , gigi mulai

lepas , penglihatan berkurang, mudah lelah, dan mudah

terserang penyakit, nafsu makan menurun, gerakan

lambat kurang lincah, penciuman mulai berkurang, pol

tidur berubah (padila,2013)

a. Perubahan fisiologis usia pada sel

Sel mengalami perubahan diantaranya jumlah sel

ukuran sel lebih besar , menurun/lebih sedikit ,

ukuran sel lebih besar, jumlah cairan tubuh dan

cairan intra seluler berkurang ,proposi protein di

otot otak ginjal darah dan hati menurun,

mekanisme perbaikan menurun lekukan otak akan

menjadi lebih dangkal dan melebar

(wahyudi,2008)
b. Perubahan fisiologis usia pada system pernafasan

Perubahan seperti hilangnya silia dan menurunnya

reflex ,batuk dan muntah mengubah keterbatasan

fisiologis, dan kemampuan perlindungan pada

system pulmonal, atropo otot-otot pernafasan dan

penurunan kekuatan otot dapat meningkatkan

resiko keletihan otot pernafasan pada lansia

,alveoli menjadi kurang elastic dan lebih

berserabut serta kapiler-kapiler yang kurang

berfungsi sehingga oksigen tidak dapat memenuhi

pemintaan tubuh (padila,2013)

c. Perubahan fisiologis usia pada system

pendengaran

Gangguan pendengaran, hlangnya daya

pendengaran pada telinga dalam ,terutama

terhadap bunyi suara atau nada yang tinggi , suara

yang tidak jelas ,sulit mengerti kata-kata 50 %

terjadi pada usia di atas umur 65 tahun. Membrane

timfani menjadi otoskloresis , terjadi nada yang

tinggi, suara yang tidak jelas, sulit mengerti kata-

kata 50% terjadi pada usia di atas umur 65

tahun .membrane timfani menjadi otoskloresis,


terjadi pengumpulan serumen dan mengeras

karena peningkatan keratin, tinnitus dan vertigo.

d. Perubahan fisiologis usia pada system penglihatan

Sfringter pupil sclerosis dan hilangnya respon

terhadap sinar kornea lebih berbentuk sferis (bola),

lensa menjadi suram, menjadi katarak,

meningkatnya ambang pengamatan ,daya

akomodasi menurun, lapang pandangan menurun

serta sensitifnya terhadap warna.

e. Perubahan fisiologis usila pada system

kardiovaskuler

Katup jantung menebal dan menjadi kaku,

elastisitas dinding aorta menurun, kemampuan

jantung memompa ,darah menurun, curah jantung

menurun, kehilangan elastisitas pembuluh darah,

kinerja jantung lebih rentan terhadap kondisi

dehidrasi dan perdarahan , tekanan darah

meningkat akiat resistensi pembuluh darah perifer

meningkat.

f. Perubahan fisiologis usila pada system pengaturan

suhu tubuh

Pada pengaturan suhu tubuh ,hipotalamus

dianggap bekerja sebagai suatu termostap,yaitu


menetapnya suatu suhu tertentu , temperature suhu

tubuh menurun (hipotermia).

g. Perubahan fisiologis usila pada system persyarafan

Menurunnya hubungan persyarafan ,berat otak

menurun 10-20% . saraf panca indera mengecil ,

kurang sensitiv terhadap sentuhan ,respond dan

waktu untuk bereaksi lambat ,deficit memori, berat

otak 350 gram pada saat kelahiran ,kemudian

meningkat menjadi 1.375 gram pada usia 20 tahun,

berat otak mulai menurun pada usia 45-50 tahun

penurunan ini kurang lebih 11% dari berat

maksimal. Berat dan volume otak berkurang rata-

rata 5-10 % selama umur 20-90 tahun .

Otak mengandung 100 juta sel termasuk

diantaranya sel neuron yang berfungsi

menyalurkan impuls listrik dari susunan saraf

pusat. Pada penuaan, otak kehilangan 100.000

neuron/ tahun. Neuron dapat mengiramkan signal

kepada sel lain dengan kecepatan 200 mil/jam

terjadi atrofi cerebral (berat otak menurun 10%)

antar usia 30-7 tahun. Secara berangsur-angsur

tonjolan dendrite di neuron hilang disusul

membengkaknya batang dendrite dan batang sel.


Secara progresif terjadi fragmental dan kematian

sel. Pada semua sel terdapat deposit lipofusin

(pigmen wear and tear) yang terbentuk di

stoplasma, kemungkinan berasal dari lisosom atau

mitokondria

h. Perubahan fisiologis usila pada system pencernaan

Kehilangan gigi penyebab utama , indra pengecap

menurun, asam lambung dan waktu pengosongan

lambung menurun , pristaltik melemah sehingga

bias menyebabkan konstipasi, fungsi absorbs

menurun, hati semakin mengecil dan tempat

penyimpanan menurun, aliran darah berkurang

i. Perubahan fisiologis pada system reproduksi

Pada wanita selaput lender pada vagina menurun

atau kering , menciutnya ovarium dan uterus ,

atrofi payudara , pengehentian reproduksi ovum

pada saat menepouse. Pada laki-laki testis masih

dapat memproduksi sperma, penurunan sperma

berangsur-angsur akan dorongan seks menetap

sampai usia diatas 70 tahun asalkan kondisi

kesehatan baik, hubungan seks teratur membantu

mempertahankan seks.

j. Perubahan fisiologis usila pada system perkemihan


Ginjal mengecil, aliran darah keginjal menurun,

dan fungsi tubulus menurun sehingga kemampuan

mengkonsentrasi urin juga ikut menurun.

k. Perubahan fisiologis usila pada system endokrin

Hamper semua produksi hormone mengalami

penurunan,menurunnya produksi aldosterone ,

menurunnya sekresi hormone gonad seperti

progesterone, estrogen dan sidosterone.

l. Perubahan fisiologis pada system integument

Kulit mengerut atau keriput akibat kehilangan

jaringan lemak, kulit kusam , respon trauma

menurun , kulit kepala dan rambut menipis , timbul

bercak pigmentasi pada permukaan kulit tampak

bintik coklat, jumlah dan fungsi kelenjar keringat

berkurang. (wahjudi N,2008)

m. Peubahan fisiologis usila pada system

muskulokletal

Tulang kehilangan cairan dan semakin rapuh,

kekuatan dan stabilitas tulang menurun, kartilago

penyangga rusak ,gerakan lutut dan pinggang

terbatas, sendi kaku, tendon mengerut dan

mengalami sclerosis , jalan terganggu , diskus

intervertebralis menipis dan menjadi pendek,


penurunan massa otot , sel otot yang mati

digantikan oleh jaringan ikat dan lemak , kekuatan

otot melemah dengan bertambahnya usia, kekuatan

otot ekstremitas bawah berkurang sebesar 40%

antara usia 30-80 tahun , ukuran otot mengecil dan

penurunan massa otot lebih pada ekstermitas

bawah (padila,2013).

2.2 Konsep penuaan

2.2.1 Definisi Menua

menua adalah proses yang terus-menerus berlanjut

secara alamiah, dimulai sejak lahir, dan umum dialami pada

semua makhluk hidup. Sementara itu , menurut Tyson (1999) ,

menua adalah suatu proses yang dimulai saat konsepsi dan

merupakan bagian normal dari masa pertumbuhan dan

perkembangan serta merupakan penurunan kemampuan dalam

mengganti sel-sel yang rusak dapat disimpulkan bahwa menua

adalah suatu proses yang terus menerus berlanjut secara alamiah

serta merupakan bagian normal dari masa pertumbuhan dan

perkembanngan dimana terjadinya penurunan kemampuan

jaringan untuk memperbaiki diri (Nugroho ,2000 dalam

Ratnaswati ,2017)

2.2.2 Teori Proses Menua


Ada beberapa teori proses menua yaitu (Ratnawati,2017):

2.2.2.1 Teori biologi

1) Teori genetik

a. Teori genetic clock

Teori ini merupakan teori instrinsik yang

menjelaskan bahwa ada jam biologis didalam

tubuh yang berfungsi untuk mengatur gen dan

menentukan proses penuaan, proses menua ini

telah terprogram secara gentik untuk sepsis-

spesis tertentu. Umumnya , di dalam inti sel

setiap sepsis memiliki suatu jam genetik/ jam

biologis sendiri dan setiap dari mereka

mempunyai batas usia yang berbeda-beda yang

telah diputar menurut replica tertentu.

b. Teori mutasi somatic

Teori ini meyakni bahwa penuaan terjadi karena

adanya mutasi somatik akibat pengaruh

lingkungan yang buruk, Nugroho , mengamini

pendapat suhana (1994) bahwa telah terjadi

kesalahan dalam proses transkripsi DNA atau

RNA dan dalam proses translasi RNA

protein/enzim. Kesalahan yang terjadi terus

menerus akhirnya menimbulkan penurunan


fungsi organ atau perubahan sel menjadi kanker

atau penyakit. Setiap sel tersebut kemudian

akan mengalami mutasi,seperti mutasi sel

kelamin sehingga terjadi penurunan

kemampuan fungsional sel.

c. Teori nongenetik

a. Teori penurunan system imun tubuh (auto-

immune theory)

Penggulangan mutasi dapat menyebabkan

penurunan kemampuan system imun tubuh

dalam mengenali dirinya sendiri (self-

recognition). Seperti dikatakan Goldstein

(1998) bahwa mutasi yang merusak

membrane sel akan menyebabkan system

imun tidak mengenalinya. Jika tidak

mengenalinya , system imun akan

merusaknya . hal inilah yang mendaari

peningkatan penyakit auto-imun pada

lanjut usia.

b. Teori kerusakan akibat radikal bebas (free

radical theory)

Teori ini terbentuk karena adanya proses

metabolisme atau proses penapasan di


dalam mitokondria . radikal bebas yang

tidak stabil mengakibatkan oksidasi

oksigen bahan organik, yang kemudian

membuat sel tidak dapat beregenerasi

(halliwel,1994). Radikal bebas ini dianggap

sebagai penyebab penting terjadinya

kerusakan fungsi sel. Adapun radikal bebas

yang terdapat dilingkungannya antara lain :

1) Asap kendaraan bermotor

2) Asap rokok

3) Zat pengawet makanan

4) Radiasi

5) Sinar ultraviolet yang mengakibatkan

terjadinya perubahan pigmen dan

kolagen pada proses menua.

c. Teori menua akibat metabolism

d. Teori rantai silang (cross)

2.2.2.2 Teori sosiologi

a. Teori interaksi sosial

kemampuan lansia dalam mempertahankan

interaksi sosial merupakan kunci mempertahankan

status sosialnya . teori ini menjelaskan mengapa

lansia bertindak pada situasi tertentu. Pokok-pokok


social exchange theory menurut Nugroho (2006)

antara lain :

1. Masyarakat terdiri atas actor sosial yang

berupaya mencapai tujuannya masing-masing

2. Dalam upaya tersebut , terjadi interaksi sosial

yang memerlukan biaya dan waktu

3. Untuk mencapai tujuan yang hendak dicapai,

seorang actor mengeluarkan biaya .

b. Teori aktivitas atau kegiatan

teori ini menyatakan bahwa lanjut usia yang

sukses adlah mereka yang aktif dan banyak ikut

serta dalam kegiatan sosial. Para lansia akan

merasakan kepuasan bila dapat melakukan aktifitas

dan mempertahankan aktifitas tersebut selama

mungkin . padahal secara almiah , mereka akan

mengalami penurunan jumlah kekuatan secara

lanngsung .

c. Teori kepribadian berlanjut (contimuity theory)

teori ini menjelaskan bahwa perubahan yang terjadi

pada seorang lansia sangat dipengaruhi oleh tipe

personalitas yang dimilikinya, ada kesinambungan

dalam siklus kehidupan lansia, dimana

dimungkinkan pengelaman hidup seorang pada


suatu saat merupakan gambarannya kelak pada saat

iya menjadi lansia.

d. Teori pembebasan / penarikan diri (disengagement)

Teori yang pertama kali diajukan oleh cumming dan

henry (1961) ini menjelaskan bahwa dengan

bertambah lanjut usia, seseorang berangsur-angsur

akan memulai melepaskan diri dari kehidupan

sosialnya atau menarik diri dari sekitarnya. Dengan

demikian, kondisi ini akan berdampak pada

penurunan interaksi sosial lansia, baik secara

kualitas maupun kuantitas sehingga sering lanjut

usia mengalami kehilangan ganda (triple loss):

1. Kehilangan peran (loss of role)

2. Hambatan kontrak sosial (restrication of

contac and arelationship)

3. Berkurangnya komitmen (reduced commitment

to social mores and values )

2.2.3 Aspek yang mempengaruhi penuaan

Penuaan dapat terjadi secara fisiologis dan patologis .

penuaan yang dialami oleh manusia terjadi sesuai dengan

kronologi usia. Menurut Ratnawati (2017), faktor-faktor yang

mempengaruhi proses tersebut antara lain sebagai berikut :

2.2.3.1 Hereditas / genetic


Kematian sel merupakan seluruh program kehidupan

yang dikaitkan dengan peran DNA dalam mekanisme

pengendalian fungsi sel. Secara genetik, sel perempuan

ditentukan oleh sepasang kromosom X sedangkan laki-

laki oleh satu kromosom X kromosom X ini ternyata

membawa unsur kehidupan sehingga perempuan

berumur lebih panjang daripada laki-laki.

2.2.3.2 Nutrisi/ makanan

Kondisi kurang berlebihan nutrisi dari kebutuhan tubuh

menggangu keseimbangan reaksi kekebalan

2.2.3.3 Status kesehatan

Penyakit yang selama ini selalu dikaitkan dengan proses

penuan, sebenarnya tidak benar-benar disebabkan oleh

proses menua itu sendiri. Penyakit tersebut lebih

disebabkan oleh faktor luar yang merugikan ,

berlangsung tetap, dan berkepanjangan.

2.2.3.4 Pengelaman hidup

a. paparan sinar matahari : kulit yang tak terlindungi

sinar matahari akan mudah ternoda oleh flek,

kerutan,dan menjadi kusam.

b. kurang olahraga kegiatan olahraga fisik dapat

membantu pembentukan otot dan menyebabkan

lancarnya sirkulasi darah


c. Mengkonsumsi alkohol: alkohol dapat memperbesar

pembuluh darah kecil pada kulit dan menyebabkan

peningkatan aliran darah dekat permukaan kulit

2.2.3.5 Lingkungan

Proses menuas secara biologis berlangsung secara

alami dan tidak dapat dihindari , namun dengan

lingkungan yang mendukung secara positif, status sehat

tetap dapat dipertahankan dalam usia lanjut.

2.2.3.6 Stress

Tekanan hidup sehari-hari dalam lingkungan rumah,

pekerjaan, maupun masyarakat yang tercermin dalam

bentuk gaya hidup akan berpengaruh terhadap proses

penua

2.2.4 Perubahan Akibat Proses Menua

Proses menua mengakibatkan terjadinya banyak perubahan pada

lansia, yaitu (Ratnawati,2017) :

2.2.4.1 Perubahan fisik

a. perubahan pada kulit kulit wajah ,leher ,lengan dan

tangan menjadi lebih kering dan keriput . kulit

dibagian bawah mata membentuk seperti kantung

dan lingkaran hitam dibagian ini menjadi lebih

permanen dan jelas selain itu, warna merah kebiruan

sering muncul disekitar lutut dan di tengah tengkuk.


b. perubahan otot : pada umunya otot orang berusia

madya menjadi lembek dan mengendur di sekitar

dagu , lengan bagian atas , dan perut .

c. perubahan pada persendian : masalah pada

persendian terutama pada bagian tungkai yang

membuat mereka menjadi agak sulit berjalan.

d. perubahan pada gigi . gigi menjadi kering,patah dan

sehingga kadang-kadang memakai gigi palsu.

e. perubahan pada mata : mata terlihat kurang bersinar

dan cenderung mengeluarkan kotoran yang

menumpuk disudut mata , kebanyakan menderita

presbiopi , atau kesulitan melihat jarak jauh,

menurunnya akomodasi karena menurunnya

elastisitas mata.

f. perubahan pada telinga : fungsi pentdengaran sudah

mulai menurun, sehingga tidak sulit yang

mempergunakan alat bantu pendengaran.penurunan

ini biasa berlangsung secara perlahan bahkan bias

terjadi secara cepat tergantung dari kebiasaan hidup

pada masa usia muda.

g. peubahan pada system penapasan : napas menjadi

lebih pendek dan sering tersengal-sengal hal ini

akibat terjadinya penurunan kapasitas total paru-


paru,residu volume paru dan konsumsi oksigen

nasal, ini akan menurunkan fleksibilitas dan

elastisitas dari paru.

2.2.4.2 Perubahan psikososial

Perubahan psikososial yang dialami lansia erat

kaitannya dengan keterbatasan produktivitas kerjanya

oleh karena itu , seseorang lansia yang memasuki masa-

masa pension akan mengalami kehilangan-kehilangan

sebagai berikut :

a. Kehilangan financial (pendapatan berkurang)

b. Kehilangan status atau jabatan pada posisi tertentu

ketika masih bekerja dulu

c. Kehilangan kegiatan aktivitas kehilangan ini erat

kaitannya dengan beberapa hal sebagai berikut :

1. Merasakan atau sadar terhadap kematian ,

perubahan cara hidup (memasuki rumah

perawatan , pergerakan lebih sempit )

2. Kemampuan ekonomi akibat pemberhentian

dari jabatan , biaya hidup meningkat padahal

penghasilan yang sulit, biaya pengobatan

bertambah

3. Adanya penyakit kronis dan ketidakmampuan

fisik.
4. Timbul kesepian akibat pengasingan dari

lingkungan sosial.

5. Adanya gangguan saraf panca indra ,

rangkaian kebutaan dan kesulitan

6. Gangguan gizi akibat kehilangan jabatan.

Rangkaian kehilangan , yaitu kehilangan

hubungan dengan teman dan keluarga .

hilangnya kekuatan dan ketegapan fisik.

(perubahan terhadap gambaran diri, perubahan

konsep diri).

2.2.4.3 Perubahan kognitif

Keinginan untuk berumur panjang dan ketika

meninggal dapat masuk surga adalah sikap umum lansia

yang perlu dipahami oleh perawat . perubahan kognitif

pada lansia dapat berupa sikap yang semakin egatau

egosentrik , mudah curiga, bertambah pelit atau tamak

bila memiliki sesuatu.bahkan lansia cenderung ingin

mempertahankan hak dan hartanya serta ingin tetap

berwibawa.mereka mengharapkan tetap memiliki

peranan dalam keluarga ataupun masyarakat faktor yang

mempengaruhi perubahan kogntif.

a. Perubahan fisik khususnya organ perasa

b. Kesehatan umum
c. Tingkat pendidikan

d. Keturunan (hereditas)

e. Lingkungan (Ratnawati,2017)

2.3 Konsep Insomnia

2.3.1 Pengertian Insomnia

Insomnia merupakan suatu keadaan ketidakmampuan

mendapatkan tidur yang tidak adekuat, baik kualitas maupun

kuantitas,keadaan tidur yang hanya sebentar atau susah tidur. Insomnia

dibagi menjadi tiga jenis, yaitu initial insomnia,merupakan

ketidakmampuan untuk jatuh tidur atau mengawali tidur,intermitten

insomnia,merupakan ketidakmampuan tetap tidur karna selalu

terbangun pada malam hari, dan terminal insomnia,merupakan

ketidakmampuan untuk tidur kembali setelah bangun tidur pada

malam hari (Alimul a,2015)

Insomnia adalah ketidakmampuan untuk tidur walaupun ada

keinginannya untuk melakukannya.Lansia rentan terhadap insomnia

mencakup ketidakmampuan untuk tertidur, sering

terbangun,ketidakmampuan untuk kembali tidur dan terbangun pada

dini hari (Masitah,2017)

2.3.2 Faktor-Faktor Penyebab Insomnia

J buysedan J seteia ,dalam anggriawan (2017) bahwa faktor-faktor

penyebab insomnia adalah :


a. Faktor Bologis

Efek samping dari pengobatan, berubahnya kebiasaan tidur atau

kebiasaan tidur yang kurang; gangguan polsa tidur dan

bangun,tidur yang berlebihan saat siang hari,penyalahgunaan zat

kafein; nikotin; alcohol;, kurang berolahraga, pola makan yang

buruk, rasa nyeri , penyakit fisik, kondisi neurologis, perubahan

hormone selama siklus menstruasi wanita, terganggunya ritme

sirkadian (circadian rhythm).makanan atau stimulasi tidur ,

stimulasi fisik.

b. Faktor Psikologis

Kegembiraan, ketakutan, kekhawatiran, kecemasan, kemarahan,

rasa bersalah, stimulasi intelektual saat tidur, perasaan

kehilangan ,menunggu sesuatu yang tidak menyenangkan,

depresi

c. Faktor Lingkungan

Teman tidur yang mendengkur,terlalu banyak cahaya, bunyi

berisik, terlalu banyak menggunakan computer, handphone dan

media elektoronik lainnya, waktu kerja, suhu yang ekstrim,

tempat tidur yang tidak mendukung, ruang tidur yang tidak

kondusif untuk tidur, perbedaan waktu setempat.

2.3.3 Klasifikasi Insomnia

Kaplan (2007) dalam masita,(2017) insomnia dibagi dalam tiga

golongan besar,yaitu:
2.3.3.1 Trasient insomnia mereka yang menderita transient

insomnia biasanya adalah mereka yang termasuk orang yang

tidur secara normal , tetapi dikarenakan suatu situasi yang

berlangsung untuk waktu yang terlalu lama (misalnya

perjalanan jauh dan hospitalisasi dan sebagainnya), tidak bias

tidur . pemicu utama dari transiet insomnia yaitu , penyakit

akut , cedera dan pembedahan , kehilangan orang yang

dicintai , kehilangan pekerjaan , menghadapi ujian , masalah

dalam pekerjaan.

2.3.3.2 short-term insomnia mereka yang menderita short-term

insomnia adalah mereka yang mengalami situasional

(kehilangan/ kematian seseorang yang dekat, perubahan

pekerjaan dan lingkungan tertentu ke lingkungan lain, atau

penyakit fisik). Biasanya insomnia yang demikian itu

lamanya sampai tiga minggu akan pulih lagi seperti biasa.

2.3.3.3 long-term insomnia yang lebih serius adalah insomnia

kronik , yaitu long-term insomnia. Untuk dapat mengobati

insomnia jenis ini maka tidak boleh dilupakan untuk

mengadakan pemeriksaan fisik dan psikiatrik yang terinci

dan komprehensif untuk dapat mengatasi etiologi dan

insomnia ini.

2.2.4 Gejala Insomnia

Masita ,(2017) beberapa gejala insomnia adalah sebagai berikut

2.2.4.1 Kesulitan tidur secara teratur


2.2.4.2 Jatuh tidur atau merasa lelah di siang hari

2.2.4.3 Perasaan tidak segar atau merasa lelah setelah bangun

2.2.4.4 Bangun berkali-kali saat tidur

2.2.4.5 Kesulitan jatuh tertidur

2.2.4.6 Pemarah

2.2.4.7 Bangun dan memiliki waktu yang sulit jatuh kembali tidur

2.2.4.8 Bangun terlalu dini

2.2.4.9 Masalah berkonsentrasi

Berapa banyak tidur yang dibutuhkan tubuh bervariasi dari

suatu orang ke orang lain gejala insomnia biasanya berlangsung satu

minggu dianggap insomnia sementara.gejala berlangsung antara satu

dan tiga minggu dianggap insomnia jangka pendek dan gejala penguat

lebih dari tiga minggu. Diklasifikasikan sebagai insomnia kronis.

Orang yang menderita insomnia biasanya terus bepikir tentang

bagaimana untuk mendapatkan lebih banyak tidur semakin mereka

mencoba , semakin besar penderitaan mereka dan menjadi frustasi

yang akhirnya mengarah pada kesulitan yang lebih besar

(Rahmadhani,2014)

2.2.5 Dampak Insomnia

Masita, (2017) insomnia dapat memberikan efek bagi, kehidupan

seseorang , diantaranya yaitu :

2.2.5.1 Efek psikologis: dapat berupa gangguan memori, gangguan

berkonsentrasi, kehilangan motivasi, depresi dan lain-lain.


2.2.5.2 Efek fisiologis : karena kebanyakan insomnia diakibatkanoleh

stess

2.2.5.3 Efek fisik/ somatik : dapat berupa kelelahan , nyeri otot ,

hipertensi dan sebgainnya

2.2.5.4 Efek sosial ; dapat berupa kualitas hidup yang terganggu ,

seperti susah mendapat promosi pada lingkungan kerjanya,

kurang bias menikmati hubungan sosial dan keluarga

2.2.5.5 Kematian orang yang tidur kurang dari 5 jam, semalam

memiliki angka harapan hidup lebih sedikit dari orang yang

tidur 7-8 jam semalam. Hal ini mungkin disebabkan oleh

penyakit yang mengindikasi insomnia yang memperpendek

angka harapan hidup yang terdapat pada insomnia, selain itu

orang yang menderita insomnia memiliki 2 kemungkinan 2

kali lebih besar untuk mengalami kecelakaan lalu lintas jika

diandingkan dengan orang yang normal ( Turana, 2007)

2.2.6 Penatalaksanaan Insomnia

Kramer (2007 dalam masita 2017) menyatakan

penatalaksanaan insomnia dapat dilakukan dengan terapi farmakologi

yaitu menggunakan obat-obatan yang jenis sedative hipnotik atau

menggunakan terapi nonfarmakologi misalnya dengan Cognitif

Behavior Teraphy (CBT) atau teknik relaksasi

2.2.6.1 Terapi farmakologi obat-obatan sedatif atau hipnotik dalam

jangka panjang dapat menggangu tidur dan menyebabkan

masalah yang lebih serius, satu kelompok obat yang lebih


aman adalah benzodiazepine karena obat ini tidak

menyebabkan depresi umum seperti sedaptive atau hipnotik

2.2.6.2 Terapi non-farmakologi pemberian terapi non-farmakologi

juga dapat diberikan pada penderita insomnia, diantaranya

dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut :

a. Tehnik akupuntur akupuntur adalah tehnik pengobatan

dengan menggunakan tusuk jarum pada titik-titik

tertentu. Terapi ini bermanfaat untuk mengobati

insomnia dengan cara memperbaiki sirkulasi darah dan

kualitas tidur pada lansia.

b. penggunaan bahan herbal. Bahan-bahan herbal seperti

valerian (untuk relaksasi otot), melatonin untuk

gangguan irama sirkadian seperti jet leg, melatonin

menurunkan fase tidur laten, meningkatkan efisiensi

tidur, dan meningkatkan presentasi tidur REM

,chamomile , dan kava (untuk mengurangi kecemasan )

dapat digunakan untuk terapi penderita insomnia

2.2.7 Alat Ukur insomnia

Alat ukur yang digunakan untuk mengukur insomnia dari

subjek adalah menggunakan KSPBJ-IRS (kelompok studi psikiatri

Biologi Jakarta-insomnia rating scale ) menurut (Aspuah ,2013) .

Alat ukur ini mengukur insomnia secara terperinci , memiliki

pertanyaan yang lebih aplikatif bila digunakan pada subjek. KSPBJ-

IRS memiliki 8 pertanyaan yang dirasa tidak memberatkan. Subjek

dalam menjawab. Berikut merupakan butir-butir dari KSPBJ


insomnia Rating Scale yang telah dimodifikasikan dan nilai scoring

dari tiap item yang dipilih oleh subjek adalah sebagai berikut :

2.2.7.1 Lamanya tidur

Bagian ini mngevaluasi jumlah tidur total yang tergantung dari

lamanya subjek normal tidur biasanya lebih dari 6,5 jam,

sedangkan pada penderita insomnia memiliki lama tidur lebih

sedikit. Nilai yang diperoleh untuk setiap jawaban adalah :

Nilai 0 untuk jawaban tidur lebih dari 6,5 jam, nilai 1 untuk

jawaban tidur antara 5,5-6,5 jam untuk insomnia ringan, nilai 2

untuk jawaban tidur antara 4,5-5,5 jam untuk insomnia sedang,

nilai 3 untuk jawaban tidur antara 4,5 jam untuk insomnia

berat

2.2.7.2 kualitas tidur

Kebanyakan subjek normal tidurnya dalam,sedangkan

penderita insomnia biasanya tidur dangkal. Nilai yang

diperoleh dalam setiap jawaban adalah : nialai 0 untuk

jawaban tidur sangat lelap dan sulit terbangun nilai 1 untuk

jawaban tidur nyenyak dan sulit terbangun, nilai 2 untk

jawaban tidur nyenyak , dan sangat mudah untuk terbangun.

2.2.7.3 Masuk tidur

Subjek normal biasanya dapat tidur dalam waktu 5 -15 menit

atau rata-rata kurang dari 30 menit. Penderita insomnia

biasanya lebih lama dari 30 menit . nilai yang diperoleh dalam

setiap jawaban adalah : nilai 0 untuk jawaban kurang dari 5

menit , nilai 1 untuk jawaban memulai waktu tidur antara 6


menit sampai 15 menit , nilai 2 untuk jawaban memulai waktu

tidur antara 16-29 menit , nilai 3 untuk jawaban memulai

waktu tidur antara 30 menit- 44 menit , nilai 4 untuk jawaban

memulai waktu tidur antara 45-60 menit, nilai 5 untuk jawaban

memulai waktu tidur lebih dari 60 menit.

2.2.7.4 Mimpi

Subjek normal biasanya tidak bermimpi atau tidak mengingat

bila iya mimpi, sedangkan penderita insomnia mempunyai

mimpi yang lebih banyak. Nilai yang diperoleh untuk setiap

jawaban : nilai 0 unuk jawaban tidak ada mimpi, nilai 1 untuk

jawaban terkadang mimpi yang menyenangkan atau mimpi

biasa saja, nilai 2 untuk jawaban selalu bermimpi dan mimpi

yang mengganggu, nilai 3 untuk jawaban selalu mimpi buruk

dan tidak menyenangkan.

2.2.7.5 Bangun malam hari

Subjek normal dapat mempertahankan tidur sepanjang malam,

kadang-kadang terbangun 1-2 kali, tetapi penderita insomnia

terbangun lebih dari 3 kali. Nilai yang diperoleh dari setiap

jawaban : nilai 0 untuk jawaban tidak terbangun sama sekali,

niali 1 untuk jawaban 1-2 kali terbangun untuk insomnia

ringan, nilai 2 untuk jawaban 3-4 kali terbangun untuk

insomnia sedang. Nilai 3 untuk jawaban lebih dari 4 kali

terbangun untuk insomnia berat.

2.2.7.6 Waktu untuk tertidur kembali setelah bangun malam hari

Subjek normal mudah sekali untuk tidur kembali setelah


terbangun dimalam hari. Penderita insomnia memerlukan

waktu yang panjang untuk tidur kembali. Nilai yang diperoleh

setiap jawaban : niali 0 untuk jawaban kurang dari 5 menit ,

nilai 1 untuk jawaban antara 6-15 menit, nilai 2 untuk jawaban

antara 16-60 menit, nilai 3 untuk jawaban lebih dari 1 jam.

2.2.7.7 Bangun dini hari

Nilai yang diperoleh jawaban : niali 0 untuk jawaban bangun

pada waktu biasanya , nilai 1 untuk jawaban 30 menit lebih

cepat dari biasanya dan tidak bisa tidur lagi, nilai 2 untuk

jawaban bangun satu jam lebih cepat dan tidak bisa tidur lagi,

nilai 3 untuk jawaban lebih dari 1 jam bangun lebih awal dan

tidak dapat tidur kembali.

2.2.7.8 Perasaan segar di waktu bangun

Subjek normal merasa segar stelah tidur di malam hari , akan

tetapi penderita insomnia biasanya bangun tidak segar atau

lesu. Nilai yang diperoleh setiap jawaban : nilai 0 untuk

jawaban perasaan segar, nilai 1 untuk jawaban tidak begitu

segar , nilai 2 untuk jawaban tidak segar sama sekali. Setelah

semua nilai terkumpul kemudian di hitung dan digolongkan

kedalam tingkat insomnia :

a. Insomnia ringan : 8-13

b. Insomnia sedang : 14-18

c. Insomnia berat : >18.


2.4 Konsep Dasar Depresi

2.4.1 Definisi Depresi

Depresi adalah suatu masa terganggunya fungsi manusia

yang berkaitan dengan alam perasaan yang sedih dan gejala

penyertanya, termasuk perubahan pada pola tidur dan nafsu

makan, psikomotor, konsentrasi ,kelelahan, rasa putus asa dan

tidak berdaya , serta bunuh diri (Kaplan,2010).

Depresi merupakan gangguan mental yang sering terjadi

dalam kehidupan seseorang yang di tandai dengan emosi,

motivasi , fungsional, gerakan tingkah laku , dan kognitif

(Pieter ,dkk ,2011)

2.4.2 Klasifikasi Depresi

2.4.2.1 Gangguan Depresi Mayor

Menurut Diagnostic and Stastical Manual Of

Mental Disordes, Fourth Edition,Text Revision

(DSM –IV-TR), suatu episode depresi mayor ditandai

dengan munculnya lima atau lebih gejala di bawah ini

selama suatu periode 2 minggu (Kaplan,2010)

a) Mood yang depresi hampir sepanjang hari dan

hampir setiap hari


b) Penurunan kesenangan atau minat secara drastis

dalam semua atau hampir semua aktivitas

c) Kehilangan berat badan atau penambahan berat

badan yang signifikan atau suatu penambahan atau

penurunan selera makan

d) Mengalami insomnia atau hypersomnia

e) Agitasi yang berlebihan atau melambatnya respon

gerakan hampir setiap hari

f) Perasaan lelah atau kehilangan energy setiap hari

g) Berkurangnya kemampuan untuk berkonsentrasi

2.4.2.2 Gangguan Distamik

Perbedaan utama antara gangguan distamik

dengan gangguan depresi mayor adalah bahwa

gangguan distamik adalah depresi kronis yang memiliki

gejala yang lebih ringan. Keparahan dari depresi

kronis . banyak penderita gangguan distamik yang juga

mengalami gangguan depresi mayor (Baldwin,2002)

Gangguan distamik tampaknya disebabkan oleh

perkembangan kronis yang sering kali bermula pada

masa kanak- kanak atau masa remaja. Orang dengan

gangguan distamik merasa keterpurukan sepanjang

waktu, mereka tidak mengalami depresi yang sangat

parah seperti yang di alami oleh orang dengan


gangguan depresi mayor. Gangguan distemik lebih

ringan daripada gangguan depresi mayor, mood tertekan

dan self esteem rendah yang terus-menerus dapat

mempengaruhi fungsi pekerjaan dan sosial

(Nevid,2005)

2.4.3 Etiologi

Gangguan depresi pada umumnya dicetuskan oleh

peristiwa hidup tertentu. Kenyataan peristiwa hidup tersebut

tidak selalu diikuti oleh depresi, hal ini mungkin di sebabkan

karena adanya faktor-faktor lain yang ikut berperan mengubah

atau mempengaruhi hubungan tersebut. Jarang terjadi bahwa

depresi disebabkan oleh berbagi faktor . tetapi lebih sering

disebabkan oleh berbagi faktor yang berinteraksi dalam berbagai

kombinasi sehingga menciptakan suatu kondisi tertentu yang

berpengaruh terhadap tinggi rendahnya tingkat dan frekuensi

depresi (Kaplan,2010).

Penyebab depresi yang sesunguhnya tidak dapat

diketahui secara pasti namun telah ditemukan sejumlah faktor

yang dapat mempengaruhinya .ada unsur bawaan penting yang

membuat beberapa diantara kita lebih mudah mendapatkan

depresi . selain itu peristiwa hidup yang tidak menyenangkan

dan penyakit fisik tertentu mempermudah karena pengaruh

psikologis dan biokimia. Gabungan dari ketidakseimbangan


biologis dan psikologis menyebabkan timbulnya depresi

(Kaplan,2010)

2.4.3.1 Faktor genetik

Penelitian genetik dan keluarga menunjukkan

bahwa angka resiko di antara anggota keluarga tingkat

pertama dari individu yang menderita depresi berat

.diperkirakan 2 sampai 3 kali di bandingkan dengan

populasi umum. Angka keselarasan sekitar 11 % pada

kembar dizigot dan 40 % pada kembar monzigot

(Kaplan,2010)

2.4.3.2 Faktor Biologi

Bebrapa penelitian menunjukan bahwa terdapat

kelainan pada amin biogenic, seperti: 5 HIAA (5-

Hidroksi indol asetic acid), HVA (Homovanilic acid),

MPGH (5 methoxy-0-hydroksi phenil glikol), didalam

darah, urin dan cairan serebrospinal pada pasien

gangguan mood. Neurotransmitter yang terkait dengan

patologi depresi adalah serotonin dan epineprin.

Penurunan serotonin dapat mencetuskan depresi, dan

pada pasien bunuh diri, bebrapa pasien memiliki

serotonin yang rendah. Pada terapi despiran mendukung

teori bahwa neropineprin berperan dalam patofisiologi

depresi (Kaplan, 2010).


Selain itu aktivitas dopamine pada depresi adalah

menurun. Hal tersebut tampak pada pengobatan yang

menurunkan konsentrasi dopamine seperti Respirin, dan

penyakit dimana konsentrasi dopamine menurun seperti

Parkinson, adalah disertai gejala depresi. Obat yang

meningkatkan konsentrasi dopamine, seperti tyrosin,

amphetamine, dan bupropion, menurunkan gejala

depresi (Kaplan, 2010).

2.4.3.3 Disregulasi neuroendokrin, hipotalamus merupakan

pusat pengaturan aksis neuroendokrin, menerima input

neuron yang mengandung neurotransmitter amin

biogenic. Pada pasien depresi ditemukan adanya

disregulasi neuroendokrin. Disregulasi ini terjadi akibat

kelainan fungsi neuron yang mengandung amin

biogenic. Sebaliknya, stress kronik yang mengaktivasi

aksis Hypothalamic-pituitary-adrenal (HPA) dapat

menimbulkan perubahan pada amin biogenic sentral.

Aksis neuroendokrin yang paling sering terganggu yaitu

adrenal, tiroid, dan aksis hormone pertumbuhan. Aksis

HPA merupakan aksis yang paling banyak diteliti

(Landefeld et al, 2004). Hipersekresi CRH merupakan

gangguan aksis HPA yang sangat fundamental pada

pasien depresi. Hipersekresi yang terjadi diduga akibat


adanya kelainan pada system umpan balik kortisol

disitem limpik atau adanya kelainan pada system

monoaminogenik dan neuromodulator yang mengatur

CRH (Kaplan, 2010).

2.4.3.4 Sekresi CRH dipengaruh oleh emosi. Emosi seperti

perasaan takut dan marah berhubungan dengan

paraventriculer nucleus ( PVN), yang merupakan organ

utama pada system endokrin dan fungsinya diatur oleh

system limbic. Emosi mempengaruhi CRH di PVN,

yang menyebabkan peningkatan sekresi CRH

(Landefeld, 2004). Pada orang lanjut usia terjadi

penurunan produksi hormone estrogen. Estrogen

berfungsi melindungi system dopaminergic

negrostriatal terhadap neurotoksin seperti MPTP, 6

OHDA dan methamphetamine estrogen bersama dengan

antioksidan juga merusak monoamine oxidase (Unutzer

dkk, 2002).

2.4.4 Faktor Psikologis

Menurut Freud dalam teori psikodinamikanya, penyebab

depresi adalah kehilangan objek yang dicintai. Faktor

psikososial yang mempengaruhi depresi meliputi peristiwa

kehidupan dan stresor lingkungan, kepribadian, psikodinamika,


kegagalan yang berulang, teori kognitif, dan dukungan sosial

(Kaplan, 2010)

Peristiwa kehidupan yang menyebabkan stres, lebih

sering mendahului episode pertama gangguan mood dari episode

selanjutnya. Para klinisi mempercayai bahwa peristiwa

kehidupan memegang peranan utama dalam depresi. Klinis lain

menyatakan bahwa peristiwa kehidupan hanya memiliki peranan

terbatas dalam onset depresi. Stresor lingkungan yang paling

berhubungan dengan onset suatu episode depresi adalah

kehilangan pasangan (Kaplan, 2010).

1. Gaya Hidup

Banyak kebiasaan dan gaya hidup tidak sehat berdampak

pada penyakit misalnya penyakit jantung juga dapat memicu

kecemasaan dan depresi. Tingginya tingkat stress dan

kecemasan digabung dengan makanan yang tidak sehat dan

kebiasaan tidur serta tidak olahraga untuk jangka waktu yang

lama dapat menjadi factor beberapa orang mengalami

depresi. Penelitian menunjukan bahwa kecemasaan dan

depresi berhubungan dengan gaya hidup yang tidak sehat

pada pasien beresiko penyakit jantung. Gaya hidup yang

tidak sehat misalnya tidur tidak teratur, makan tidak teratur,

kurang olahraga merokok dan minum-minuman keras

(Hendranata, 2004).
2. Penyakit Fisik

Penyakit fisik dapat menyebabkan penyakit. Perasaan

terkejut karena seseorang mengetahui memiliki penyakit

serius dapat mengarah pada hilangnya kepercayaan diri dan

pengharggan diri juga depresi. Misalnya depresi sering

terjadi karena serangan jantung. Pada individu lanjut usia

penyakit fisik adalah penyebab yang paling umum terjadinya

3. depresi.

Bebrapa penyakit menyebabkan depresi karena

pengaruhnya terhadap tubuh. Depresi dapat menyertai

penyakit Parkinson dan multiple sclerosis karena efeknya

terhadap otak. Penyakit yang mempengaruhi hormone dapat

menyebabkan depresi (Starkstein, 1990)

4. Stress

Kematian orang yang dicintai, kehilangan pekerjaan,

pindah rumah, atau stres berat yang lain dianggap dapat

menyebabkan depresi. Reaksi terhadap stres sering kali di

tangguhkan dan depresi dapat terjadi beberapa bulan sesudah

peristiwa itu terjadi (Nolen, and Hoeksema, 2001)

2.4.5 Gejala Depresi


Salah satu gejala depresi adalah pikiran dan gerakan

motoric yang serba lamban (reterdasi psikomotor), fungsi

kognitif ( aktifitas mental emosional untuk belajar, mengingat,

merencanakan, mencipta, dan sebagainya) terganggu. Jadi

depresi mencakup dua hal kesadaran yaitu menurunnya aktifitas

dan perubahan suasana hati. Perubahan perilaku orang yang

depresi berbeda-beda dari yang ringan sampai yang pada

kesulitan-kesulitan yang mendalami disertai dengan tangisan,

ekspresi kesedihan, tubuh lunglai dan gaya gerak lambat,

semangat untuk hidup hilang, terjadi gangguan fisik seperti :

sakit kepala, gangguan pencernaan, rasa sesak didada dan

keinginan untuk bunuh diri. Penggolongan depresi menurut

gejalanya (National institute of mental health, 2010)

1. Depresi Neurotic

Terjadinya depresi neurotic biasanya setelah mengalami

peristiwa yang menyedihkan, tetapi yang jauh lebih berat

dari biasanya. Penderitanya seringkali dipenuhi trauma

emosional misalnya kehilangan orang yang dicintai,

pekerjaan, barang berharga, atau seorang kekasih.

Gejalanya berupa gelisah, cemas, dan ketakutan yang

abnormal (Wilkinson, 1995)

2. Depresi Psikotik
Secara istilah psikotik harus dipakai untuk penyakit

depresi yang berkaitan dengan delusi dan halusinasi atau

keduanya (Wilkinson, 1995)

3. Simtom Kognitif

kognitif menyebutkan gejala kognitifnya antara lain,

yakni penilaian diri sendiri yang rendah, harapan-harapan

yang negatif, menyalahkan serta mengkritik diri sendiri,

tidak dapat membuat keputusan, distorsibody image.

Penilaian diri sendiri yang rendah terhadap kemampuan

inteligensi, penampilan, kesehatan, daya tarik, popularitas,

atau penghasilannya. Harapan-harapan negatif termasuk di

dalamnya mengharapkan hal-hal yang terburuk dan

menolak kemungkinan adanya perbaikan dan perubahan

menuju hal yang lebih baik (Kaplan, 2010)

Solusi Dalam Mengatasi Depresi

1. Memberikan dukungan dan kasih sayang kepada lansia.

Secara ringkas menyarankan dua cara yang dapat

ditempuh, pertama oleh lansia itu sendiri dan menjalin

kontak social dengan teman, tetangga atau sanak

misalnya aktif dalam berbagai kegiatan social, senam,

paduan suara, hobi, atau kegiatan keagamaan (potter &

perry, 2005).
2. Mengubah pemikiran-pemikiran negative lansia yang

membuat depresi menjadi positif (potter & perry,

2005).

3. Melakukan relaksasi ketika merasa tertekan dengan

cara menutup mata dan menarik napas perlahan-lahan

lalu lepaskan (potter & perry, 2005).

Tingkatan Depresi

Ada beberapa tingkatan depresi menurut kusmanto (2010)

diantaranya adalah:

1. Depresi Ringan

Sementara, alamiah, adanya rasa pedih, perubahan

proses pikir komunikasi social dan rasa tidak nyaman.

2. Depresi Sedang

a. Murung, kesal, cemas, marah, dan menangis

b. Proses pikir: perasaan sempit berfikir lambat,

kurang komunikasi verbal, dan komunikasi non

verbal meningkat

c. Pola komunikasi: bicara lambat, kurang

komunikasi verbal, dan komunikasi non verbal

meningkat
d. Partisipasi social: menarik diri tidak mau

melakukan kegiatan, mudah tersinggung.

3. Depresi Berat

a. Gangguan afek: pandangan kosong, perasaan

hampa, murung, inisiatif berkurang.

b. Gangguan proses pikir.

c. Sensasi somatic dan aktifitas motoric: diam dalam

waktu lama, tiba-tiba hiperaktif, kurang merawat

diri, tidak mau makan dan minum, menarik diri,

tidak peduli dengan lingkungan.

Gambaran Klinis

Depresi pada lansia adalah proses patologis, bukan

merupakan proses normal dalam kehidupan. Umumnya

orang-orang akan menanggulanginya dengan mencari dan

memnuhi rasa kebahagiaan. Bagaimanapun, lansia

cenderung menyangkal bahwa dirinya mengalami depresi.

Gejala umumnya, banyak diantaranya mereka muncul

dengan menunjukan sikap rendah diri, dan biasanya sulit

untuk didiagnosa (Evans, 2000).


Perubahan Pikiran

a. Merasa bingung, lambat dalam berfikir, penurunan

konsentrasi dan sulit mengingat informasi.

b. Sulit membuat keputusan dan selalu menghindar.

c. Kurang percaya diri.

d. Merasa bersalah dan tidak mau dikritik.

e. Pada kasus berat sering dijumpai adanya halusinasi

ataupun delusi.

f. Adanya pikiran untuk bunuh diri

Perubahan Perasaan

a. Penurunan ketertarikan dengan lawan jenis dan

melakukan hubungan suami istri

b. Merasa bersalah, tak berdaya.

c. Tidak adanya perasaan.

d. Merasa sedih

e. Sering menangis tanpa alasan yang jelas

Perubahan pada kebiasaan sehari-hari

a. Menjauhkan diri dari lingkungan sosial, pekerjaan

b. Menghindari membuat keputusan

c. Menunda pekerjaan rumah

d. Penurunan aktifitas fisik dan latihan

e. Penurunan perhatian terhadap fisik dan latihan


f. Peningkatan konsumsi alcohol dan obat-obatan

terlarang

Derajat depresi dan penegakan diagnose

Gangguan depresi pada usia lanjut ditegakkan

berpedoman pada PPDGJ III (Pedoman Penggolongan

Diagnostic Gangguan Jiwa III) yang merujuk pada ICD 10

( International Classification Diagnostic 10). Gangguan

depresi dibedakan dalam berat, sedang, dan ringan sesuai

dengan banyak dan beratnya gejala serta dampaknya

terhadap fungsi kehidupan seseorang (Maslim, 2001).

Gejala utama

a. Perasaan depresif

b. Hilangnya minat dan semangat

c. Mudah lelah dan tenaga hilang (Maslim, 2001)

Gejala lain

a. Konsentrasi dan perhatian menurun

b. Harga diri dan kepercayaan diri menurun

c. Perasaan bersalah dan tidak berguna

d. Pesimis terhadap masa depan

e. Gagasan membayangkan diri atau bunuh diri


f. Gangguan tidur

g. Gangguan nafsu makan

h. Menurunnya libido (Maslim, 2001)

Anda mungkin juga menyukai