Anda di halaman 1dari 8

BAB II

Kerangka Teoritis
1 Kepuasan kerja
A. Pengertian kepuasan kerja
Kepuasan kerja yang tinggi merupakan tanda organisasi yang dikeloa dengan baik dan
padadasarnya merupakan hasil manajemen perilaku yang efektif. Kepuasan keja adalah ukuran
proses pembangunan iklim manusia yang berkelanjutan dan suatu organisasi.
Kepuasan kerja adalah seperangkat perasaan tentang menyenangkan atau tidaknya pekerjaan
mereka. Ada perbedaan yang penting antara perasaan ini dengan dua unsur lainnyadari sikap
pegawai. Kepuasan kerja adalah bagian dari kepuasan hidup. Sifat lingkunganseseorang di luar
pekerjaan mempengaruhi perasaan di dalam pekerjaan. Demikian jugahalnya, karena pekerjaan
merupakan bagian penting kehidupan, kepuasan kerja mempengaruhikepuasan hidup seseorang.
Kepuasan kerja merupakan respon afektif atau emosional dari sebuah pekerjaan (Krieter
&Kinicki, 2004). Salah seorang bisa merasakan kepuasan di satu aspek dan di aspek yang
lain.Robbins dan Judge (2007) menyatakan bahwa kepuasan kerja merupakan perasaan
positiftentang suatu pekerjaan yang merupakan hasil evaluasi dari beberapa karakteristik.
Dari pengertian tersebut di atas, perasaan positif maupun negatif yang dialami
karyawanmenyebabkan seorang dapat mengalami kepuasan maupun ketidakpuasan kerja
merupakanmasalah yang kompleks, karena berasal dari berbagai elemen kerja, misalnya terhadap
pekerjaan mereka sendiri, gaji/upah, promosi, supervisi, rekan kerja, ataupun secarakeseluruhan.
Dari berbagai penelitian yang telah banyak dilakukan, ketika karyawan ditanya tentangrespon
dari pekerjaan yang telah mereka lakukan, hasilnya bervariasi untuk berbagai elemenkerja, Dari
hasil penelitian, secara umum karyawan merasakan kepuasan secara keseluruhan(Robbins &
Judge, 2007). Dalam pekerjaan, banyak sekali elemen yang berpengaruh terhadapkepuasan dan
ketidakpuasan. Seseorang dapat mengalami kepuasan untuk satu elemen pekerjaan, tetapi tidak
untuk elemen pekerjaan yang lain. Elemen-elemen pekerjaan itu adalah: pekerjaan mereka
sendiri, gaji/upah, promosi, supervisi, rekan kerja, dan pekerjaan secara keseluruhan.
Definisi kepuasan kerja diambil dari pendapat Wexley dan Yulk (1977) yang menjelaskan
kepuasan kerja sebagai perasaan seseorang terhadap pekerjaannya. Seperti dikemukakan
olehTiffin (dalam As’ad, 2003) kepuasan kerja berhubungan erat dengan sikap dari karyawan
terhadap pekerjaannya sendiri, situasi kerja, kerjasama antara pimpinan dengan sesama karyawa.
B. Indikator Kepuasan Kerja
Menurut Veithzal Rivai (2004; p.479-480) indikator dari kepuasan kerja terdiri dari:
1. Isi pekerjaan,
Penampilan tugas pekerjaan yang aktual dan sebagai kontrol terhadap pekerjaan.
Karyawan akan merasa puas bila tugas kerja dianggap menarik dan memberikan
kesempatan belajar dan menerima tanggung jawab.
2. Supervisi
Adanya perhatian dan hubungan yang baik dari pimpinan kepada bawahan, sehingga
karyawan akan merasa bahwa dirinya merupakan bagian yang penting dari organisasi
kerja akan meningkatkan kepuasan kerja karyawan. Sebaliknya, supervisi yang buruk
dapat meningkatkan turn over dan absensi karyawan.
3. Organisasi dan manajemen
Yang mampu memberikan situasi dan kondisi kerja yang stabil, untuk memberikan
kepuasan kepada karyawan.
4. Kesempatan untuk maju
Adanya kesempatan untuk memperoleh pengalaman dan kemampuan selama bekerja
akan memberikan kepuasan pada karyawan terhadap pekerjaannya.
5. Rekan kerja
Adanya hubungan yang dirasa saling mendukung dan saling memperhatikan antar rekan
kerja akan menciptakan lingkungan kerja yang nyaman dan hangat sehingga
menimbulkan kepuasan kerja pada karyawan.
6. Kondisi pekerjaan
Kondisi kerja yang mendukung akan meningkatkan kepuasan kerja pada karyawan.
Kondisi kerja yang mendukung artinya tersedianya sarana dan prasarana kerja yang
memadai sesuai dengan sifat tugas yang harus diselesaikannya.

C. Cara Meningkatkan Kepuasan Kerja


Kepuasan kerja adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan kebahagiaan dan kepuasan
karyawan dalam pemenuhan kebutuhan mereka di tempat kerja. Kepuasan tidak hanya didapat
dari gaji dan tunjangan semata. Berikut Hal-hal yang dapat meningkatkan kepuasan kerja menurut
Nasution (2011:193) yaitu:
1. Pekerjaan yang tidak monoton, karyawan dapat melakukan berbagai unsur pekerjaan
yang cukup bervariasi, dan leluasa mengatur tempo kerja.
2. Pekerjaan yang dirancang oleh manajemen perusahaan sedemikian rupa, sehingga tidak
akan menyia-nyiakan waktu dan tenaga karyawan.
3. Karyawan bebas merencanakan sendiri pekerjaan dan cara kerja yang efektif.
4. Karyawan memperoleh wewenang yang memadai atas pekerjaannya.
5. Karyawan menyelesaikan pekerjaan harus memperoleh pengakuan atas hasil karyanya
dan mendapatkan kesempatan untuk berkembang.
6. Karyawan tidak merasa diawasi begitu ketat, tidak terlalu banyak diomeli,dan tidak
kelewat dikendalikan.
7. Karyawan menilai tugasnya penting bagi keseluruhan kerja atau hasil perusahaan dan
secara pribadi tidak merasa dijadikan seperti mesin.
8. Dari pekerjaan sendiri pelaksana dapat memperoleh jawaban atas pekerjaannya.
pekerjaan menyediakan umpan balik dari atasan tanpa menyebabkan rasa sakit hati atau
kecewa.
D. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kepuasan kerja
Menurut Nuraini (2013), Faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja adalah
sebagai berikut :
a. Upah yang cukup
Upah yang cukup untuk kebutuhan merupakan keinginan setiap orang karyawan. Untuk
tercapainya hal tersebut ada diantara para karyawan menggiatkan diri dalam bekerja atau
menambah pengetahuannya dengan mengkuti khursus.
b. Perlakuan yang adil
Setiap karyawan ingin diperlakukan secara adil, tidak saja dalam hubungannya dengan
upah, tetapi juga dalam hal-hal lain, untuk dapat menciptakan persepsi yang sama antara
atasan dengan bawahan mengenai makna adil yang sesungguhnya maka perlu diadakan
komunikasi yang terbuka antara mereka.
c. Ketenangan bekerja
Setiap karyawan menginginkan ketenangan, bukan saja hubungannya
dengan pekerjaannya, tetapi juga menyangkut kesejahteraan keluarganya.
d. Perasaan diakui
Pada setiap karyawan terdapat perasaan ingin diakui sebagai karyawan yang
berharga dan sebagai anggota kelompok yang dihormati.
e. Penghargaan atas hasil kerja
Para karyawan menginginkan agar hasil karyanya dihargai, hal ini bertujuan
agar karyawan merasa senang dalam bekerja dan akan selalu bekerja dengan
segiat-giatnya.
f. Penyalur perasaan
Perasaan tertentu yang menghinggapi para karyawan bisa menghambat
gairah kerja. Hal ini dapat diatasi melalui komunikasi dua arah secara timbal
balik.

E. Mengukur Kepuasan Kerja


Menurut Wibowo (2014), ada dua model yang disarankan dalam mengukur
kepuasan kerja, yaitu: The Minnesota Satisfaction Questionnaire (MSQ) dan Job
Descriptive Index.
a. MSQ (The Minnesota Satisfaction Questionnaire) mengukur kepuasan
dengan:
1) Kondisi kerja (Working Conditions)
2) Kesempatan untuk maju (Chances of Advancement)
3) Kebebasan untuk menggunakan pertimbangannya sendiri (Freedom to us
one’s own)
4) Pujian karena telah melakukan pekerjaan dengan baik (Praise of doing a
good job)
5) Perasaan atas pencapaian (Feeelings of Accomplishment)
b. Job Descriptive Index mengukur kepuasan kerja dengan :
1) The work in self, Pekerjaan itu sendiri, yang mencakup tanggung
jawab,kepentingan dan pertumbuhan (responbility, intres, and growth)
2) Quality of Supervision, kualitas pengawasan yang mencakup bantuan teknik dan
dukungan sosial (technical help and social support)
3) Relationship with co-worker, hubungan dengan rekan sekerja yang mencakup
keselarasan sosial dan rasa hormat (social harmony and respect)
4) Promotion opportunities, peluang promosi, termasuk kesempatan untuk kemajuan
selanjutnya (chances fro further advancement).
5) Pay, bayaran dalam bentuk kecukupan bayaran dan perasaan keadilan terhadap
orang lain (adequacy of pay, and perceived equity with others).
2. Etos Kerja
A. Pengertian Etos Kerja
Etos kerja merupakan salah satu kriteria yang harus dimiliki oleh setiap karyawan dalam bekerja.
Dengan mempunyai rasa etos kerja yang tinggi. karyawan akan dianggap berharga di perusahaan
dan memungkinkan karyawan mempunyai nilai lebih dimata perusahaan.
Menurut Anoraga (2009:54). etos kerja merupaka suatu pandangan dan sikap suatu bangsa atau
umat terhadap kerja. Bila individu-individu dalam komunitas memandang kerja sebagai suatu hai
yang iunur bagi eksistensi manusia, maka etos kerjanya akan cenderung tinggi. Sebaliknya sikap
dan pandangan terhadap kerja sebagai sesuatu yang bernilai rendah bagi kehidupan. maka etos
kerja dengan sendirinya akan rendah.
Menurut Franz Magnis Suseno (daiam Tebba (2003:1) bahwa etos kerja adalah semangat dan
sikap batin tetap seseorang atau sekelompok orang sejauh didalamnya terdapat tekanan morai
dan nilai-nilai moral tertentu. Sedangkan menurut Sinamo (2005:151), etos kerja adalah
seperangkat perilaku positif yang berakar pada keyakinan fundamental yang disertai komitmen
total pada paradigma kerja yang integral. Menurutnya, jika seseorang, suatu organisasi, atau
suatu komunitas menganut paradigma kerja, mempercayai, dan berkomitmen pada paradigma
kerja tersebut, semua itu akan melahirkan sikap dan perilaku kerja mereka.
Maka dapat disimpulkan bahwa etos kerja adalah perilaku atau sikap moral seseorang yang
memihak terhadap pekerjaan yang dilakukan dan berkomitmen terhadap kelompok kerja.
Dengan etos kerja karyawan yang baik, maka pekerjaan akan dapat diselesaikan sesuai dengan
harapan perusahaan.
B. Indikator Etos Kerja
Anoraga (2009:56) juga memaparkan secara eksplisit beberapa sikap yang seharusnya mendasari
seseorang dalam memberi nilai pada kerja yang disimpulkan sebagai berikut:
1. Bekerja adalah hakikat kehidupan manusia.
Bekerja merupakan suatu hal yang ada dalam diri manusia, yang mana dengan bekerja
manusia dapat merasakan apa arti kehidupan yang ia jalani selama ini
2. Bekerja adalah suatu berkat Tuhan.
Karyawan menganggap bahwa pekerjaan yang ia jalani sekarangadalah berkat dari Tuhan
yang harus di syukuri dan dilakukan dengan sungguh-sungguh dengan hati yang tulus.
3. Bekerja merupakan sumber penghasilan yang halal dan tidak amoral.
Bekerja adalah suatu sumber penghasilan karyawan yang harus dilakukan tanpa ada sikap
yang melanggar aturan yang ada dalam perusahaan dan sikap amoral lainnya yang dapat
merugikan pihak lain.
4. Bekerja merupakan suatu kesempatan untuk mengembangkan diri dan berbakti.
Dengan bekerja karyawan mempunyai pengalaman yang akan bertambah yang dapat
mengembangkan dirinya demi berbakti pada pekerjaanya.
5. Bekerja merupakan sarana pelayanan dan perwujudan kasih.
Dengan bekerja karyawan lebih dituntut untuk melayani pelanggan dengan senang hati
tanpa pamrih yang dapat menaikkan citra perusahaan.

C. Pengaruh Memperkuat Etos Kerja


Menurut Sinamo (2005: 269) ada 4 gambaran pengaruh memperkuat etos kerja karyawan.
Yaitu sebagai berikut.
a. Memperkuat etos berarti memperteguh karakter
Karakter karyawan akan semakin kuat, terbentuk dan menjadi sebagai perilakunya
yang khas dalam etos karena terus menerus dipakai dan dibebani secara sadar

b. Mempunyai kompetensi
Kompetensi merupakan suatu kemampuan untuk melakukan sesuatu hingga berhasil.
Dengan sikap etos kerja terutama bekerja keras serta mengaktualisasikan diri dengan
baik akan meningkatkan kompetensi karyawan.

c. Konfidensi (percaya sepenuhnya)


Jika karyawan menghayati dan menerapkan sikap etos kerja yang baik, maka akan
besar pula kepercayaan pada kebenaran nilai-nilai etos tesebut.

d. Meningkatnya karisma
Jika karyawan menerapkan etos kerja di dalam kepribadiannya, maka akan
memancarkan kewibawaan dan aura yang positif terhadap dirinya.

3. Komitmen Organisasi

A. Pengertian Komitmen Organisasi

Komitmen merupakan loyalitas para anggota dan pemimpin terhadap organisasinya serta
merupakan suatu proses yang berkelanjutan dengan para anggota masing-masing untuk
memberikan sebuah kontribusi daiam melaksanakan kegiatan organisasi terhadap
perkembangan organisasi. Maka komitmen organisasi ialah suatu kondisi sampai tingkat
manakah seorang keryawan memihak pada organisasi dan berniat menjaga kerukunan
keanggotaan dalam organisasi itu.
Menurut Meyer dan Allen (daiam Khaerul. 2010:258) "Komitmen organisasi sebagai suatu
konstruk psikologis yang merupakan kerakteristik hubungan anggota organisasi dengan
organisasinya dan memiliki implikasi terhadap keputusan individu untuk melanjutkan
keanggotaannya dalam berorganisasi". Porter et al (dalam Diana 2009:32) mendefinisikan
komitmen organisasional sebagai kekuatan relatif individu terhadap suatu organisasi dan
keterlibatannya dalam organisasi tertentu, yang dicirikan oleh tiga faktor psikologis yaitu:
keinginan yang kuat untuk tetap menjadi anggota organisasi tertentu, keinginan untuk
berusaha sekuat tenaga demi organisasi dan kepercayaan yang pasti dan penerimaan
terhadap nilai-nilai dan tujuan organisasi.

Sopiah (dalam Timbuieng. dkk. 2015) mendefinisikan komitmen organisasional


didefinisikan sebagai suatu sikap yang merefleksikan perasaan suka atau tidak suka dari
karyawan terhadap organisasi. Adanya suatu sikap seorang karyawan untuk terbuka pada
organisasi agar suatu pekerjaan diorganisasi bisa bekerja dengan stabii.

Dari beberapa pendapat ahli di atas penulis menyimpulkan definisi komitmen organisasi
adalah wujud loyalitas karyawan untuk memihak pada organisasi agar hubungan karyawan
dan organisasi menjadi lebih kuat untuk bersama-sama mencapai tujuan perusahaan. Dengan
komitmen organisasi yang kuat karyawan akan berusaha mencapai tujuan organisasi dan
melakukan yang terbaik untuk perusahaan tempat ia bekerja. Hal ini karena individu yang
ada dalam organisasi akan merasa ikut memiliki organisasinya.

B. Indikator Komitmen dalam Berorganisasi

Menurut Mayer dan Allen (dalam Khaerul 2009:260) ada tiga komitmen dalam
berorganisasi, vaitu sebagai berikut

1. Affective Commitment, berkaitan dengan hubungan emosional anggota terhadap


organisasinya. identifikasi dengan organisasi. dan keterlibatan anggota dengan kegiatan
di organisasi. Anggotal organisasi dengan effect commitment yang tinggi akan terus
menjadi anggota dalam organisasi karena memang memiliki keinginan untuk itu.

2. Continuance commitment, berkaitan dengan kesadaran anggota organisasi sehingga akan


mengalami kerugian jika meninggalkan organisasinya. Anggota organisasi dengan
continuance commitment yang tinggi akan terus menjadi anggota dalam organisasinya
karena mereka memiliki kebutuhan untuk menjai anggota organisasi tersebut.

3. Normative commitment, menggambarkan keterikatan untuk terus berada dalam


organisasi karena perasaan hutang budi. Anggota organisasi dengan normative
commitment yang tinggi akan terus menjadi anggota organisasi karena merasa dirinya
harus berada dalam organisasinya.

C. Cara Membentuk Komitmen dalam Organisasi


Komitmen dalam berorganisasi dapat terbentuk karena ada beberapa factor yang mendasar, baik
dari organisasi maupun dari individu sendiri. Menurut Allen dan Mayer (dalam Umam,
2009:260) terdapat tiga jenis proses terbentuknya komitmen organisasi.
1. Proses terbentuknya effective commitment
a. Karakteristik organisasi yang mempengaruhi perkembangan effective commitment adalah
system desentralisasi. adanya kebijakan organisasi yang adil, dan cara menyampaikan
kebijakan organisasi.
b. Karakteristik individu seperti gender,usia, status pernikahan.tingkat pendidikan,
kebutuhan untuk berprestasi, etos kerja dan persepsi individu mengenai kompetensinya.
c. Pengalaman kerja individu yang turut mempengaruhi proses terbentuknya effective
commitment, seperti job scope, yaitu beberapa karakteristik yang menunjukkan kepuasan
dan motivasi individu.
2. Proses terbentuknya continuance commitment Continuance commitment dapat berkembang
karena adanya berbagai kejadian yang dapat meningkatkan kerugian jika meninggalkan
organisasi. Kejadian atau tindakan ini terbagi atas dua pertimbangan yaitu investasi dan
alternatif. Investasi termasuk sescautu yang berharga, seperti waktu, usaha, maupun uang yang
harus dilepaskan individu jika meninggalkan organisasi dan alternatif adalah kemungkinan untuk
masuk ke organisasi lain.
3. Proses terbentuknya normative commitment Wiener (dalam Umam. 2009:261) menyatakan
bahwa normative commitment terhadap organisasi dapat berkembang dari sejumlah tekanan
yang dirasakan individu selama proses sosisalisasi dan selama sosialisasi saat individu baru
masuk kedalam organisasi.

D. Pemberdayaan Komitmen
Menurut Sharafat (dalam Umam, 2009:266) Pemberdayaan yang dapat dikembangkan untuk
memperkuat komitmen organisasi, yaitu sebagi berukut:
1. Lama Bekerja
Lama bekerja merupakan waktu yang telah dijaiani seseorang dalam melakukan
pekerjaan pada perusahaan, semakin lama seseorang bertahan dalam perusaaan, semakin
terlihat pula dia berkomitmen terhadap perusahaan.
2. Kepercayaan
Adanya saling percaya diantara organisasi akan menciptakan kondisi yang baik untuk
pertukaran informasi dan saran tanpa adanya rasa takut. Kepercayaan antara keduanya
dapat diciptakan dengan cara menyediakan waktu serta sumber daya yang cukup bagi
karyawan dalam menyelesaikan pekerjaan. menyediakan pelatihan yang encukupi bagi
kebutuhan kerja, mengahrgai perbedaan pandangan dan perbedaan kesuksesan yang
diraih karyawan, dan menyediakan akses informasi yang cukup.
3. Rasa Percaya Diri (confident)
Karyawan yang mempunyai rasa percaya diri akan meningkatkan komitmen karyawan
pada perusahaan. keyakinan karyawan dapat ditimbulkan dengan cara mendelegasikan
tugas penting kepada karyawan, menggali saran serta ide dari karyawan, memperluas
tugas dan membangun jaringan antar departemen, dan menyediakan instruksi tugas untuk
penyelesaian pekerjaan yang baik.
4. Kredibilitas (credibility)
Menjaga kredibilitas dengan penghargaan dan mengembangkan lingkungan kerja yang
mendorong kompetensi yang sehat sehingga tercipta organisasi yang memiliki kinerja
tinggi. Hal ini dapat dilakukan dengan memandang karyawan sebagai partner strategis,
meningkatkan target di semua bagian pekerjaan, mendorong inisiatif individu untuk
melakukan perubahan melalui partisipasi, dan membantu menyelesaikan perbedaan
dalam penentuan tujuan dan prioritas.
5. Pertanggungjawaban (accountability)
Pertanggungjawaban karyawan pada wewenang yang diberikan dengan menetapkan
secara konsisten dan jelas tentang peran, standard dan tujuan tentang penilaian terhadap
kinerja karyawan. Tahap ini merupakan sarana evaluasi terhadap kinerja karyawan dalam
penyiesaian dan tanggung jawab terhadap wewenang yang diberikan. Akuntabilitas dapat
dilakukan dengan cara menggunakan jalur training. memberikan tugas yang jelas,
melibatkan karyawan dalam penentuan standar kerja, dan memberikan saran serta
bantuan kepada karyawan dalam menyelesaikan tugasnya.

Anda mungkin juga menyukai