Anda di halaman 1dari 20

I.

LAPORAN PENDAHULUAN

A. Pengertian

Syok adalah suatu sindrom klinis yang ditandai dengan adanya gangguan system
sirkulasi yang mengakibatkan tidak adekuatnya perfusi dan oksigenasi untuk
mempertahankan metabolism aerobic sel secara normal (Rifki Az, 2013).
Syok kardiogenik adalah ketidakmampuan jantung untuk memompa darah
keseluruh tubuh, pada penyakit jantung coroner disebabkan karena adanya kematian
jaringan miokard sehingga jantung tidak dapat memompakan darah secara optimal
yang menyebabkan penurunan perfusi jaringan (Rifki Az, 2013).
Syok kardiogenik merupakan keadaan gawat darurat jantung yang disebabkan
oleh kegagalan fungsi pompa jantung yang mengakibatkan curah jantung menjadi
berkurang atau berhenti sama sekali . Syok ini dapat timbul akibat infak miokard akut
(IMA) yang luas menimbulkan iskemik, injuri sampai infaks dengan gangguan irama
jantung, atau sebagai fase terminal dari beberapa penyakit jantung lainnya(Brunner &
Suddarth, 2002).

B. Etiologi
Syok kardiogenik biasanya disebabkan oleh karena gangguan mendadak fungsi
jantung atau akibat penurunan fungsi kontraktil jantung kronik. Secara praktis syok
kardiogenik timbul karena gangguan mekanik atau miopatik, bukan akibat gangguan
elektrik primer.
Syok kardiogenik diakibatkan oleh kerusakan bermakna pada miokardium
ventrikel kiri yang ditandai oleh gangguan fungsi ventrikel kiri, yang mengakibatkan
gangguan berat pada perfusi jaringan dan penghantaran oksigen ke jaringan.
Penyebab dari syok kardiogenik dibagi dalam :
1. Gangguan ventrikular ejection
a. Infark miokard akut
Merupakan penyebab tersering dari syok kardiogenik. Hal ini disebabkan
oleh hilangnya fungsi miokard akibat infark. Syok kardiogenik lebih sering
terjadi pada infark miokardventrikel kiri daripada ventrikel kanan
b. Miokarditis akut
c. Komplikasi mekanik :
o Regurgitasi mitral akut akibat ruptur atau disfungsi otot papilaris
o Ruptur septum interventrikulorum
o Ruptur free wall
o Aneurisma ventrikel kiri
o Stenosis aorta yang berat
o Kardiomiopati
o Kontusio miokard
2. Gangguan ventrikular filling
a. Tamponade jantung
b. Stenosis mitral
c. Miksoma pada atrium kiri
d. Trombus ball valve pada atrium
e. Infark ventrikel kanan

C. Klasifikasi
Syok kardiogenik digolongkan menjadi intrakardia atau ekstrakardia berdasarkan
penyeba/kausa berasal, apakahdari dalam jantung atau luar jantung.

1. Syok Kardiogenik Intrakardia

Disebabkan karena kematian otot jantung (myocardiac infarct) atau pun


terdapat sumbatan didalam jantung yang membuat curah jantung menjadi
menurun. Beberapa contoh penyebab syok kardiogenik intrakardia diantaranya,
aritmia, AMI (Acute Myocard Infarct), VSD (Ventricular Septal Defect),
Valvular lesion, CHF(Chronic Heart Disease) yang berat, Hypertrophic
Cardiomyopathy. Syok kardiogenik ini terjadi ketika ventrikel gagal manejadi
pompa disertai dengan menurunnya tekanan darah sistolik < 90mmHg minimal
dalam waktu 30 menit, dan terjadi peningkatan tekanan kapiler pulmo yang
disebabkan oleh kongesti pary, atau edema pulmo.

2. Syok Kardiogenik Ekstrakardiak

Disebabkan oleh adanya obstruksi pada aliran sirkuit kardiovaskular dengan


karakteristik terdapat gangguan pada pengisisan diastolik ataupun adanya
afterload yang berlebihan. Penyebab dari syok kardiogenik ini diantaranya,
Pulmonary embolism, Cardiac temponade, Tension Penumothorax, dll.

D. Manifestasi Klinis

Timbulnya kardiogenik syok dalam hubungannya dengan IMA dapat


dikategorikan dalam :

1. Timbulnyatiba-tiba dalam waktu 4-6 jam setelah infark


akibat gangguan miokard masih atau ruptur dinding bebas ventrikel kiri
2. Timbulnya secara perlahan dalam beberapa hari sebagai akibat infark berulang
3. Timbul tiba-tiba 2 hingga 10 hari setelah infark miokard disertai timbulnya
bising mitral sistolik, ruptur septum atau disosiasi elektromekanik. Episode ini
dapat disertai atau tanpa nyeri dada, tetapi sering disertai dengan sesaknafas akut.

Keluhan nyeri dada pada infark miokard akut biasanya di daerah substernal, rasa
seperti ditekan, diperas, seperti diikat, rasa dicekik dan disertai rasa takut.Rasa nyeri
menjalar ke leher, rahang, lengan dan punggung. Nyeri biasanya hebat, berlangsung
lebih dari ½ jam, tidak menghilang dengan obat-obatan nitrat. Syok kardiogenik yang
berasal dari penyakit jantung lainnya, keluhan sesuai dengan penyakit dasarnya.

Manifestasi lain syok kardiogenik yang ditandai sebagai berikut :


Tekanan darah sistol <90 mmHg
Laju jantung >100x/menit
Denyut nadi lemah
Bunyi jantung berkurang
Perubahan sensorium
Kulit dingin, pucat, lembab
Urine output <30 ml/jam
Nyeri dada
Disritmia
Takipneu
Krakles
Penurunan curah jantung
Index cardiac <2.2 L/min/m2
Peningkatan tekanan arteri pulmonari
Peningkatan tekanan atrial kanan
Peningkatan resisten vaskuler sistemik
E. Patofisiologi
F. Patoflow/Pathway
G. Prognosis
Syok kardiogenik adalah penyebab kematian utama pada infark koroner akut,
dengan angka mortalitas mencapai 70-90%. Kunci dari prognosis yang baik adalah
diagnosis, pemberian terapi suportif dan revaskularisasi arteri koroner yang segera
pada pasien dengan iskemia dan infark miokard. Prognosis akan membaik seiring
dengan lebih cepatnya waktu untuk dilakukan reperfusi.

Prognosis akan bertambah buruk pada pasien dengan dilatasi atau infark ventrikel
kanan yang dapat terlihat di ekokardiogram atau EKG.

Pasien dengan ejeksi fraksi < 28% hanya mempunyai survival rate sebesar 24%
pada 1 tahun pertama, jika dibandingkan dengan survival rate sebesar 56% pada
pasien dengan ejeksi fraksi lebih baik.

Adanya regurgitasi katup mitral dihubungkan dengan survival rate sebesar 31%
pada 1 tahun pertama, jika dibandingkan dengan survival rate sebesar 58% pada
pasien tanpa regurgitasi katup mitral.

Prognosis pada pasien yang sembuh dari syok kardiogenik belum diteliti, namun
akan cukup baik jika penyebab syok teratasi.

H. Pemeriksaan Penunjang

1. Auskultasi
Mendeteksi ritme kencang dan bunyi jantung lemah; jika syok disebabkan
oleh ruptur septum ventrikular atau otot papiler, desir holosistolik muncul
2. Pemantauan tekanan arteri pulmoner
Memperlihatkan kenaikan PAP, kenaikan tekanan arteri baji pulmoner yang
mencerminkan kenaikan tekanan akhir diastolik ventrikular kiri (afterload)
yang disebabkan oleh ketidakcukupan pemompaan dan peningkatan resistansi
vaskular periferal
3. EKG
 Umumnya menunjukan infark miokard akut dengan atau tanpa gelombang Q
 Menunjukan adanya efusi pericardial dengan tamponade jantung.
 Mengetahui adanya sinus takikardi, iskemi, infark/fibrilasi atrium, ventrikel
hipertrofi, disfungsi penyakit katub jantung. Hasil/pembacaan
electrocardiogram menurut Fauci AS, et.al. (2008): Pada pasien karena
infark miokard akut dengan gagal ventrikel kiri (LV failure), gelombang Q
(Q waves) dan/atau >2-mm ST elevation pada multiple leads atau left
bundle branch block biasanya tampak. Lebih dari setengah (> 50%) dari
semua infark yang berhubungan dengan syok adalah anterior. Global
ischemia karena severe left main stenosis biasanya disertai dengan depresi
ST berat (>3 mm) pada multiple leads.
4. Rontgen dada
Radiografi dada (chest roentgenogram) dapat terlihat normal pada
mulanya kemudian menunjukkan pembesaran jantung. Bayangan
mencerminkan dilatasi atau hipertrofi bilik atau perubahan dalam pembuluh
darah atau peningkatan tekanan pulmonal. atau menunjukkan tanda-tanda
gagal jantung kongestif akut (acute congestive heart failure), yaitu:
a. Cephalization karena dilatasi pembuluh darah-pembuluh darah pulmoner.
b. Saat tekanan diastolik akhir ventrikel kiri (left ventricular end-diastolic
pressures) meningkat, akumulasi cairan interstitial ditunjukkan secara
radiografis dengan adanya gambaran fluffy margins to vessels,
peribronchial cuffing, serta garis Curley A dan B. Dengan tekanan
hidrostatik yang sangat tinggi, cairan dilepaskan (exuded) ke alveoli,
menyebabkan diffuse fluffy alveolar infiltrates.
c. Gambaran foto/rontgen dada (chest x-ray) lainnya yang mungkin tampak
pada penderita syok kardiogenik:
 Kardiomegali ringan
 Edema paru (pulmonary edema)
 Efusi pleura
 Pulmonary vascular congestion
 Ukuran jantung biasanya normal jika hasil syok kardiogenik berasal dari
infark miokard yang pertama, namun membesar jika ada riwayat infark
miokard sebelumnya.
5. Scan Jantung; Tindakan penyuntikan fraksi dan memperkirakan gerakan
jantung.
6. Kateterisasi jantung
Tekanan abnormal menunjukkan indikasi dan membantu membedakan gagal
jantung sisi kanan dan kiri, stenosis katub atau insufisiensi serta mengkaji
potensi arteri koroner.

7. Elektrolit
Mungkin berubah karena perpindahan cairan atau penurunan fungsi ginjal,
terapi diuretic.
8. Oksimetri nadi
Saturasi Oksigen mungkin rendah terutama jika CHF memperburuk PPOM.
9. AGD( analisa gas darah)
Gagal ventrikel kiri ditandai alkalosis respiratorik ringan atau hipoksemia
dengan peningkatan tekanan karbondioksida.
10. Enzim jantung
Meningkat bila terjadi kerusakan jaringan-jaringan jantung,misalnya
infark miokard (Kreatinin fosfokinase/CPK, isoenzim CPK dan
Dehidrogenase Laktat/LDH, isoenzim LDH).
(Bakta& Ketut, 1999)

I. Penatalaksanaan
Menurut Dean AJ, Beaver KM (2007):
1. Emergent therapy
Terapi ini bertujuan untuk menstabilkan hemodinamik pasien dengan oksigen,
pengaturan jalan nafas (airway control), dan akses intravena. Diperlukan usaha
untuk memaksimalkan fungsi ventrikel kiri.
2. Volume expansion
Jika tidak ada tanda volume overload atau edema paru, volume expansion
dengan 100mL bolus dari normal saline setiap 3 menit sebaiknya dicoba;
hingga, baik perfusi yang cukup maupun terjadi kongesti paru. Pasien dengan
infark ventrikel kanan memerlukan peningkatan tekanan untuk
mempertahankan atau menjaga kardiak output.
3. Inotropic support
a. Pasien dengan hipotensi ringan (tekanan darah sistolik 80-90 mmHg) dan
kongesti pulmoner, untuk hasil terbaik dirawat dengan dobutamine (2,5
mikrogram/kg berat badan/menit, pada interval 10 menit). Dobutamine
menyediakan dukungan inotropik saat permintaan oksigen miokardium
meningkat secara minimal.
b. Pasien dengan hipotensi berat (tekanan darah sistolik kurang dari 75-80
mmHg) sebaiknya dirawat dengan dopamine.
c. Pada dosis lebih besar dari 5,0 mikrogram/kg berat badan/menit, stimulasi
alfa-adrenergik secara bertahap meningkat, menyebabkan vasokonstriksi
perifer. Pada dosis lebih besar dari 20 mikrogram/kg berat badan/menit,
dopamine meningkatkan ventricular irritability tanpa keuntungan tambahan.
d. Kombinasi dopamine dan dobutamine merupakan strategi terapeutik yang
efektif untuk syok kardiogenik, meminimalkan berbagai efek samping
dopamine dosis tinggi yang tidak diinginkan dan menyediakan
bantuan/dukungan inotropik.
e. Jika dukungan tambahan untuk tekanan darah diperlukan, maka dapat
dicoba norepinephrine, yang berefek alfa-adrenergik yang lebih kuat. Dosis
awal : 0,5-1 mikrogram/menit.
4. Terapi reperfusi
Reperfusi miokardium iskemik merupakan terapi yang efektif untuk pasien
dengan infark miokard akut dan syok kardiogenik.

Medikamentosa
1. Morfin sulfat 4-8 mg IV, bila nyeri.
2. Anti ansietas, bila cemas.
3. Digitalis, bila takiaritmi dan atrium fibrilasi.
4. Sulfas atropin, bila frekuensi jantung < 50x/menit.
5. Dopamin dan dobutamin (inotropik dan kronotropik), bila perfusi jantung
tidak adekuat. Dosis dopamin 2-15 mikrogram/kg/m.
6. Dobutamin 2,5-10 mikrogram/kg/m: bila ada dapat juga diberikan amrinon IV.
7. Norepinefrin 2-20 mikrogram/kg/m.
8. Diuretik/furosemid 40-80 mg untuk kongesti paru dan oksigenasi jaringan

J. Komplikasi
1. Cardiopulmonary arrest
2. Disritmi

3. Gagal multisistem organ

4. Stroke

5. Tromboembol
II. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian

a. Pengkajian primer
o Airway : penilaian akan kepatenan jalan napas, meliputi pemeriksaan
mengenai adanya obstruksi jalan napas, adanya benda asing. Pada
klien yang dapat berbicara dapat dianggap jalan napas bersih.
Dilakukan pula pengkajian adanya suara napas tambahan seperti
snoring.
o Breathing : frekuensi napas, apakah ada penggunaan otot bantu
pernapasan, retraksi dinding dada, adanya sesak napas. Palpasi
pengembangan paru, auskultasi suara napas, kaji adanya suara napas
tambahan seperti ronchi, wheezing, dan kaji adanya trauma pada dada.
o Circulation : dilakukan pengkajian tentang volume darah dan cardiac
output serta adanya perdarahan. Pengkajian juga meliputi status
hemodinamik, warna kulit, nadi.
o Disability : nilai tingkat kesadaran, serta ukuran dan reaksi pupil.
b. Pengkajian sekunder
Pengkajian sekunder meliputi anamnesis dan pemeriksaan fisik.
Anamnesis dapat menggunakan format AMPLE (alergi, medikasi, past illness,
last meal, dan environment). Pemeriksaan fisik dimulai dari kepala hingga
kaki dan dapat pula ditambahkan pemeriksaan diagnostik yang lebih spesifik
seperti foto thoraks,dll.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan penurunan kontraktilitas miokard


2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan gangguan pertukaran gas ditandai
dengan sesak nafas, peningkatan frekuensi pernafasan, batuk-batuk.
3. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan gangguan aliran
darah sekunder akibat gangguan vaskuler ditandai dengan nyeri, cardiac out put
menurun, sianosis, edema (vena).
4. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan trauma jaringan dan spasme
reflek otot sekunder akibat gangguan viseral jantung ditandai dengan nyeri dada,
dispnea, gelisah, meringis.
5. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan supley oksigen dan
kebutuhan (penurunan / terbatasnya curah jantung) ditandai dengan kelelahan,
kelemahan, pucat.

C. INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan penurunan kontraktilitas miokard
Tujuan : Tidak terjadi penurunan curah jantung.
Kriteria hasil : Tanda vital dalam batas yang dapat diterima (disritmia terkontrol
atau hilang) dan bebas gejala gagal jantung, melaporkan penurunan episode dispnea,
angina, ikut serta dalam aktivitas yang mengurangi beban kerja jantung.
Intervensi :
Mandiri
a. Auskultasi nadi apikal, kaji frekuensi dan irama jantung.
Rasional : biasanya terjadi takikardi (meskipun pada saat istirahat) untuk
mengkompensasi penurunan kontraktilitas ventrikel.
b. Catat bunyi jantung.
Rasional : S1 dan S2 mungkin lemah karena menurunnya kerja pompa. Irama Gallop
umum (S3 dan S4) dihasilkan sebagai aliran darah ke serambi yang distensi. Murmur
dapat menunjukkan inkompetensi/ stenosis katup.
c. Palpasi nadi perifer.
Rasional : penurunan curah jantung dapat menunjukkan menurunnya nadi radial,
popliteal, dorsalis, pedis dan posttibial. Nadi mungkin cepat hilang atau tidak teratur
untuk dipalpasi dan pulsus alternan.
d. Pantau TD.
Rasional : pada GJK dini, sedang atau kronis tekanan darah dapat meningkat. Pada
HCF lanjut tubuh tidak mampu lagi mengkompensasi dan hipotensi tidak dapat
normal lagi.
e. Kaji kulit terhadap pucat dan sianosis.
Rasional : pucat menunjukkan menurunnya perfusi perifer sekunder terhadap tidak
adekuatnya curah jantung, vasokontriksi dan anemia. Sianosis dapat terjadi sebagai
refraktori GJK. Area yang sakit sering berwarna biru atau belang karena peningkatan
kongesti vena.
Kolaborasi
f. Berikan oksigen tambahan dengan kanula nasal/masker dan obat sesuai indikasi
Rasional : meningkatkn sediaan oksigen untuk kebutuhan miokard untuk melawan
efek hipoksia/iskemia. Banyak obat dapat digunakan untuk meningkatkan volume
sekuncup, memperbaiki kontraktilitas dan menurunkan kongesti.
g. Berikan obat sesuai indikasi : diuretik, vasodilator, antikoagulan.
Rasional : tipe dan dosis diuretik tergantung pada derajat gagal jantung dan status
fungsi ginjal. Penurunan preload paling banyak digunakan dalam mengobati pasien
dengan curah jantung relative normal ditambah dengan gejala kongesti. Diuretik
mempengaruhi reabsorpsi natrium dan air. Vasodilator digunakan untuk
meningkatkan curah jantung, menurunkan volume sirkulasi dan tahanan vaskuler
sistemik, juga kerja ventrikel. Antikoagulan digunakan untuk mencegah pembentukan
thrombus/emboli pada adanya faktor risiko seperti statis vena, tirah baring, disritmia
jantung.
h. Pemberian cairan IV.
Rasional : karena adanya peningkatan tekanan ventrikel kiri, pasien tidak dapat
mentoleransi peningkatan volume cairan (preload). Pasien GJK juga mengeluarkan
sedikit natrium yang menyebabkan retensi cairan dan meningkatkan kerja miokard.
i. Pantau seri EKG dan perubahan foto dada.
Rasional : depresi segmen ST dan datarnya gelombang T dapat terjadi karena
peningkatan kebutuhan oksigen miokard, meskipun tak ada penyakit arteri koroner.
Foto dada dapat menunjukan pembesaran jantung.
j. Pantau pemeriksaan laboratorium, contoh BUN, kreatinin.
Rasional : peningkatan BUN/Kreatinin menunjukan hipoperfusi/gagal ginjal.

2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan gangguan pertukaran gas ditandai
dengan sesak nafas, peningkatan frekuensi pernafasan, batuk-batuk.
Tujuan : Pola nafas kembali efektif
Kriteria hasil :

- Klien tidak sesak nafas


- Frekueensi pernafasan normal
- Tidak ada batuk-batuk

Intervensi

Mandiri

1. Kaji status pernafasan klien

Rasional : Untuk menentukan intervensi apa yang akan diberikan.

2. Evaluasi frekuensi pernafasan dan kedalaman. Catat upaya pernafasan, contoh


adannya dispnea, penggunaan obat bantu nafas, pelebaran nasal.

Rasional : Respon pasien berfariasi. Kecepatan dan upaya mungkin meningkat karena
nyeri, takut, demam, penurunan volume sikulasi (kehilangan darah atau cairan),
akumulasi secret, hipoksia atau distensi gaster. Penekanan pernapasan (penurunan
kecepatan) dapat terjadi dari pengunaan analgesik berlebihan. Pengenalan disini dan
pengobatan ventilasi abnormal dapat mencegah komplikasi.

3. Evaluasi kesesuaian latihan otot inspirasi.


Rasional : Pelatihan ini meningkatkan kontrol sadar otot pernafasan dan kekuatan otot
inspirasi.

4. Auskultasi bunyi nafas. Catat area yang menurun atau tidak adannya bunyi nafas
dan adannya bunyi nafas tambahan, contoh krekels atau rounchi

Rasional : Auskultasi bunyi napas ditujukan untuk mengetahui adanya bunyi napas
tambahan

5. Tempatkan pasien dengan keselarasan tubuh yang tepat untuk pola pernapasan
maksimum.

Rasional : Posisi duduk memungkinkan ekskursi paru maksimal dan ekspansi dada.

Kolaborasi

6. Berikan obat pernafasan dan oksigen, sesuai pesanan dokter.

Rasional : Obat agonis beta-adrenergik merelaksasi otot-otot polos jalan nafas dan
menyebabkan bronkodilatasi untuk membuka saluran udara.
7. Suction secretions, jika perlu.

Rasional : Ini untuk membersihkan penyumbatan di jalan nafas atau untuk membuka
atau membebaskan jalan nafas

8. Kalaborasi dengan beriakan tambahan oksigen dengan kanula atau masker sesuai
indikasi.
Rasional : Meningkatkan pengiriman oksigen ke paru-paru untuk kebutuhan sirkulasi,
khususnya adanya penurunan/ gangguan ventilasi.

3. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan gangguan aliran


darah sekunder akibat gangguan vaskuler ditandai dengan nyeri, cardiac out put
menurun, sianosis, edema (vena).
Tujuan : Perfusi jaringan perifer efektif
Kriteria hasil : Klien tidak nyeri, cardiac output normal, tidak terdapat sianosis, dan
tidak ada edema (vena)

Intervensi

Mandiri

1. Kaji tanda-tanda perfusi jaringan yang menurun.

Rasional : Kelompok tanda dan gejala tertentu terjadi dengan penyebab yang berbeda.
Evaluasi memberikan dasar untuk perbandingan di masa depan.

2. Lihat pucat, sianosis, belang, kulit dingin, atau lembab. Catat kekuatan nadi perifer.

Rasional : Vasokontriksi sistemik diakibatkan karena penurunan curah jantung


mungkin dibuktikan oleh penurunan perfusi kulit dan penurunan nadi.

3. Dorong latihan kaki aktif atau pasif, hindari latihan isometrik

Rasional : Menurunkan statis vena, meningkatkan aliran balik vena dan menurunkan
resiko tromboflebis

4. Berikan keseimbangan cairan yang optimal. Berikan cairan IV sesuai pesanan.


Rasional : Asupan cairan yang cukup menjaga tekanan pengisian yang adekuat dan
mengoptimalkan curah jantung yang dibutuhkan untuk perfusi jaringan.

5. Berikan pengetahuan tentang perfusi jaringan normal dan kemungkinan penyebab


gangguan.

Rasional : Pengetahuan tentang faktor penyebab memberikan alasan untuk perawatan

Kolaborasi

6. Pantau data laboratorium,contoh : GBA, BUN, creatinin, dan elektrolit


Rasional : adanya kelainan pada hasil laboratorium dapat merupakan Indikator
perfusi atau fungsi organ mengalami gangguan
7. Beri obat sesuai indikasi: heparin atau natrium warfarin (coumadin).

Rasional : Dosis rendah heparin mungkin diberika secara profilaksis pada pasien
resiko tinggi dapat untuk menurunkan resiko trombofleblitis atau pembentukan
trombusmural. Coumadin obat pilihan untuk terapi anti koangulan jangka
panjang/pasca pulang.

4. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan trauma jaringan dan spasme
reflek otot sekunder akibat gangguan viseral jantung ditandai dengan nyeri dada,
dispnea, gelisah, meringis.

Tujuan : Tidak ada nyeri

Kriteria hasi : Tidak ada nyeri, tidak ada dispnea, klien tidak gelisah, klien tidak
meringis

1. Pantau nyeri (karakteristik, lokasi, intensitas, durasi), catat setiap respon verbal/non
verbal, perubahan hemo-dinamik

Rasional : Nyeri adalah pengalaman subyektif yang tampil dalam variasi respon
verbal non verbal yang juga bersifat individual sehingga perlu digambarkan secara
rinci untuk menetukan intervensi yang tepat.

2. Berikan lingkungan yang tenang dan tunjukkan perhatian yang tulus kepada klien.

Rasional : Menurunkan rangsang eksternal yang dapat memperburuk keadaan nyeri


yang terjadi.
3. Bantu melakukan teknik relaksasi (napas dalam/perlahan, distraksi, visualisasi,
bimbingan imajinasi)
Rasional : Membantu menurunkan persepsi-respon nyeri dengan memanipulasi
adaptasi fisiologis tubuh terhadap nyeri.
Kolaborasi
4. Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi:
Antiangina seperti nitogliserin (Nitro-Bid, Nitrostat, Nitro-Dur)
Beta-Bloker seperti atenolol (Tenormin), pindolol (Visken), propanolol
Analgetik seperti morfin, meperidin (Demerol)
Rasional : Nitrat mengontrol nyeri melalui efek vasodilatasi koroner yang
meningkatkan sirkulasi koroner dan perfusi miokard.
Agen yang dapat mengontrol nyeri melalui efek hambatan rangsang
simpatis.(Kontra-indikasi: kontraksi miokard yang buruk)
Morfin atau narkotik lain dapat dipakai untuk menurunkan nyeri hebat pada
fase akut atau nyeri berulang yang tak dapat dihilangkan dengan nitrogliserin.
Bekerja melalui efek vasodilatasi yang dapat meningkatkan sirkulasi koroner
dan kolateral, menurunkan preload dan kebu-tuhan oksigen miokard. Beberapa di
antaranya bekerja sebagai antiaritmia.

5. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan supley oksigen dan


kebutuhan (penurunan / terbatasnya curah jantung) ditandai dengan kelelahan,
kelemahan, pucat.
Tujuan : Dapat melakukan aktivitas mandiri
Kriteria hasil : Klien tidak mudah lelah, klien tidak lemas, dan klien tidak pucat

Intervensi
Mandiri
1. Periksa tanda vital sebelum dan segera setelah aktivitas, khususnya bila pasien
menggunakan vasolidator, diuretik, penyekat beta.
Rasional : Hipertensi ortostatik dapat terjadi dengan aktivitas karena efek obat
(vasodilatasi), perpindahan cairan, (diuretik) atau pengaruh fungsi jantung.

2.Catat respon kardio pulmonal terhadap aktivitas, catat takikardi, disritmia, dispnea,
berkeringat, pucat.
Rasional : Penurunan atau ketidakmampuan miokardium untuk meningkatkan volume
sekuncup selama aktivitas, dapat menyebabkan peningkatan segera pada frekwensi
jantung dan kebutuhan oksigen, juga meningkatkan kelelahan dan kelemahan.

3. Kaji presipitator atau penyebab kelemahan, contoh pengobatan, nyeri, obat.

Rasional : Kelemahan adalah efek samping dari beberapah obat (beta bloker,
Trakuiliser dan sedatif). Nyeri dan program penuh stress juga memerlukan energi dan
menyebabkan kelemahan.

4. Evaluasi peningkatan intoleran aktivitas.

Rasional : Dapat menunjukkan meningkatan dekompensasi jantung dari pada


kelebihan aktivitas.

5. Berikan bantuan dalam aktivitas perawatan diri sesuai indikasi, selingi periode
aktivitas dengan periode istirahat.

Rasional : Pemenuhan kebutuhan perawatan diri pasien tanpa mempengaruhi stress


miokard atau kebutuhan oksigen berlebihan.

Kolaborasi

6. Kalaborasi untuk mengadakan program rehabilitasi jantung atau aktivitas

Rasional : Peningkatan bertahap pada aktivitas menghindari kerja jantung atau


komsumsi oksigen berlebihan. Penguatan dan perbaikan fungsi jantung dibawah
stress, bila disfusi jantung tidak dapat membaik kembali.
DAFTAR PUSTAKA

H., A.Aziz Alimul.2006.Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia Buku 2.Jakarta:


SalembaMedika.
Potter, A. dan Perry, Anne G..2010.Fundamental Keperawatan Buku 2 edisi 7.
Jakarta: Salemba Medika.
Ribek, Nyoman, dkk. 2011.Buku Pintar Bimbingan Laboratorium dan Klinik
Keperawatan Anak. Denpasar: Departemen Keperawatan Anak Poltekkes
Denpasar
Rackley CE. Penuntun Praktis Penyakit Kardiovaskular. Edisi 3. EGC. Jakarta. 1995.
Hal. 243-249
Trisnohadi HB. Penatalaksanaan Kedaruratan di Bidang Ilmu Penyakit Dalam. Pusat
Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedoteran
Universitas Indonesia. 2000. Hal: 11-16
Purwadianto A, Sampurna B. Kedaruratan Medik Pedoman Penatalaksanaan Praktis.
Binarupa Aksara. Jakarta. 2000. Hal: 47-57
Kaligis RWM. Buku Ajar Kardiologi. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Indonesia.
Jakarta. 2002. Hal: 90-93
Price SA, Wilson LM. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi 4.
EGC. Jakarta. 1995. Hal: 593-606
Scwartz, Shires, Spencer. Intisari Prinsip-Prinsip Ilmu Bedah. Edisi 6. EGC. Jakarta.
2000. Hal: 37-45
Braunwald, Fauci, Isseibacher, Martin, Petersdorf, Wilson. Harrison’s Principles of
Internal Medicine vol.1. 13thed. EGC. Jakarta. 1999. Hal. 218-223
Mansjoer A, Savitri K, Setiowulan W, Wardhani WI. Kapita Selekta Kedokteran.
Edisi 3. Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Jakarta. 1999. Hal: 613-618
Braunwald, Fauci, Isseibacher, Martin, Kasper, Wilson. Harrison Prinsip-Prinsip Ilmu
Penyakit Dalam vol 3. edisi 13. EGC Jakarta. 2000. Hal: 1208-1213
Cheitlin MD, Mclory MB, Sokolow M. Clinical Crdiology. 6th ed. California: Prentise
Hall International Inc. 1993. Hal. 210-215
Guyton AC. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 7. EGC. Jakarta. 389-391 12.
Dudley HAF. Hamilton Bailey Ilmu Bedah Gawat Darurat. Edisi 11. Gadjah
Mada University Press. 1992. Hal: 14-29

Anda mungkin juga menyukai