Anda di halaman 1dari 15

EFEKTIVITAS KEBIJAKAN KAWASAN BEBAS ASAP ROKOK DI DISA

BONE-BONE KECAMATAN BARAKA KABUPATEN ENREKANG


Afridha Noor Pewara
Jurusan Ilmu Administrasi Negara, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Makassar
Email : afridhanoorpewara_adm@yahoo.com

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Efektivitas Kebijakan Kawasan


Bebas Asap Rokok Di Disa Bone-Bone Kecamatan Baraka Kabupaten Enrekang.
Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan desain penelitian
kualitatif. Teknik pengumpulan data dilakukan melalui observasi, wawancara
dan dokumentasi. Teknik analisa data yang digunakan terdiri atas Kondensasi
Data, Penyajian Data dan penarikan kesimpulan. sHasil penelitian menunjukkan
bahwa pelaksanaan Peraturan Desa Bone-Bone Nomor 1 Tahun 2009 tentang
Kawasan Bebas Asap Rokok dapat dikatakan cukup efektif. Efektifnya kebijakan
kawasan bebas asap rokok di Desa Bone-Bone dapat dilihat dari aspek
pendidikan, kesehatan, dan juga ekonomi yang berdampak baik bagi masyarakat.
Sosialisasi yang dilakukan dengan cara langsung maupun tidak langsung
dilakukan pemerintah desa bertujuan untuk memberi pemahaman kepada seluruh
masyarakat desa tentang bahaya atau dampak yang akan dihasilkan oleh rokok.
Dampak yang dihasilkan bukan sekedar mengganggu kesehatan tetapi juga
berdampak dalam segi ekonomi, dan pendidikan. Selain itu, sosialisasi kebijakan
dilaksanakan agar masyarakat dapat setuju dengan aturan yang akan diterapkan
sehingga pelaksanaan aturan tersebut dapat berjalan sesuai dengan yang
diharapkan. Pemerintah desa Bone-Bone dalam menetapkan kebijakan juga
diakukannya secara bertahap, agar pemerintah desa mampu beradaptasi degan
masyarakat begitupun masyarakat yang beradptasi dengan kawasan bebas asap
rokok.

Kata Kunci : Efektivitas, Kebijakan, Kawasan Tanpa Rokok

1. PENDAHULUAN lain, apalagi merokok yang


Hidup sehat di lingkungan yang dilakukan di
sehat merupakan idaman semua Rokok merupakan olahan
kaum, namun untuk mewujudkannya tembakau yang mengandung nikotin,
bukan lah perkara mudah. Sebaiknya seperti yang dijelaskan dalam
diupayakan oleh setiap orang, tidak Undang-Undang Nomor 36 Tahun
akan optimal jika dilaksanakan 2009bahwa, rokok adalah hasil
sebagian kecil dari masyarakat. olahan tembakau terbungkus
Kebiasaan merokok bukan hanya termasuk cerutu atau bentuk lainnya
menjadi masalah kesehatan diri yang dihasilkan dari tanaman
sendiri tetapi juga mengganggu nocotiana tabacum, nicotiana rustica
kesehatan sembarang tempat seperti dan spesies lainya atau sintetisnya
di tempat-tempat umum atau di
tempat bermain anak-anak. orang

1
yang mengandung nikotin dan ayat 2 yang menyatakan bahwa
dengan atau tanpa bahan tambahan.1 pemerintah daerah wajib menetapkan
Jumlah perokok di Indonesia kawasan tanpa rokok didaerahnya.
saat ini dalam kondisi Kawasan tanpa rokok (KTR)
memprihatinkan. Konsumsi rokok merupakan ruangan atau area yang
mencapai lebih dari sepertiga jumlah dinyatakan dilarang untuk
penduduk atau 36,4 persen. Selain melakukan kegiatan merokok,
jumlah perokok yang mencapai lebih kegiatan memproduksi, menjual,
dari sepertiga, saat ini jumlah mengiklankan, promosi, dan atau
perokok pemula di Indonesia pun mempromosikan produk tembakau.
melonjak tinggi. Hasil survei Tindak lanjut dari adanya
indikator kesehatan nasional, dampak rokok bagi kesehatan
prevalensi perokok di bawah usia 18 masyarakat dan lingkungan maka
tahun pada 2015, meningkat dari 7,2 pemerintah daerah provinsi sulawesi
persen menjadi 8,8 persen. Padahal selatan mengeluarkan Peratuaran
ditargetkan pada 2016 prevalensi Gubernur Nomor 1 tahun 2015
merokok usia di bawah usia 18 tahun tentang kawasan tanpa rokok,dan
itu 6,4 persen bahkan menjadi 5,4 dilanjutkan Peraturan Daerah
persen pada 2018. Banyak orang Kabupaten Enrekang Nomor 2
yang tidak memahami bahwa Tahun 2009 tentang Sistem
merokok menjadi kontribusi terbesar Kesehatan Daerah.
penyakit tidak menular seperti Desa Bone-Bone Kecamatan
kanker dan jantung. Seorang perokok Baraka Kabupaten Enrekang
mempunyai resiko dua sampai empat merupakan salah satu desa yang
kali lipat mengalami serangan menerapkan kebijakan kawasan
Pemerintah berupaya untuk tanpa rokok. Latar belakang ide
merumuskan berbagai regulasi dan program desa bebas asap rokok ini
kebijakan yang dapat berawal dari keprihatinan Kepala
diimplementasikan dalam Desa yang pada saat itu dijabat oleh
menanggulangi dampak bahaya Muhammad Idris, yang menemukan
rokok tersebut diantaranya, melalui fakta bahwa 70% warganya adalah
Undang-Undang Kesehatan No. perokok sebelum diterapkannya
36/2009. Berdasarkan berbagai peraturan tentang kawasan bebas
kebijakan tersebut, salah satu asap rokok.2
kebijakan yang wajib Tujuan utama mereka adalah
diimplementasikan oleh seluruh untuk pembangunan, pada awalnya
daerah di Indonesia adalah mereka mengakaji masalah rokok
menetapkan Kawasan Tanpa Rokok mulai dari sudut pandang
(KTR) yang dapat dimulai dari pendidikan, ekonomi dan juga
institusi kesehatan, pendidikan dan kesehatan. Segi ekonomi, mereka
tempat-tempat umum lainnya. Hal ini berfikir bahwa orang yang merokok
sesuai dengan Undang-Undang akan mengeluarkan banyak uang
Kesehatan No.36/2009 pasal 115
2
https://tanjungpinangpos.id/langkah-nyata-
untuk-menurunkan-jumlah-perokok/.
1
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 diakses pada 22 februari 2018 pukul 14:51
tentang kesehatan wita

2
untuk membeli rokok sehingga asap rokok di desa Bone-Bone
biaya untuk keperluan pendidikan kecamatan Baraka kabupaten
akan kurang dan akhirnya mereka Enrekang?. Adapun tujuan dari
tidak mampu membiayai sekolah penelitian ini diharapkan dapat tercapai
mereka. Pada segi kesehatan, dalam yaitu untuk mengetahui efektivitas
hal ini mereka belum terlalu paham kebijakan kawasan bebas asap rokok
dampak rokok bagi kesehatan, di desa Bone-Bone kecamatan
mereka hanya mengganggap secara Baraka kabupaten Enrekang.
umum bahwa orang yang merokok 2. TINJAUAN PUSTAKA
akan terganggu pada kesehatannya A. Konsep Efektivitas
dan berpengaruh terhadap a. Pengertian Efektivitas
aktivitasnya sehari-hari.Tujuan dari Efektivitas berasal dari kata
peraturan desa mengenai kawasan kerja efektif, yang berarti terjadinya
bebas asap rokok lebih fokus pada suatu akibat atau efek yang
segi kesehatan. Itu ditegaskan dalam diinginkan dalam suatu program atau
Peraturan Desa Bone-Bone Nomor 1 kebijkan.Dalam Kamus Besar
Tahun 2009 pada pasal 3 dimana Bahasa Indonesia, kata efektif
dijelaskan di dalamnya masalah memiliki arti adanya efek, pengaruh
perlindungan kesehatanserta dan akibat, selain itu efektif juga
terciptanya lingkungan yang sehat diartikan dapat membawa hasil atau
untuk masyarakat Desa Bone-Bone. berhasil guna serta menunjang
Suatu kebijakan dikatakan tujuan.3Dengan kata lain efektivitas
efektif ketika tujuan dari kebijakan menunjukkan sampai seberapa jauh
itu dapat tercapai atau hasil dari tercapainya tujuan atau sasaran yang
penerapan kebijakan tepat pada telah ditetapkan dalam setiap
sasaran. Efektif biasanya kegiatan maupun program.
berdampingan dengan kata efisien. Halim dalam Nawawi
Efisien disini dapat dilihat dari segi (2015:189) berpendapat bahwa
waktu pelaksanaan sebanding dengan efektivitas merupakan perbandingan
biaya yang dikeluarkan. antara outcome dengan oitput
Keberhasilan suatu kebijakan juga (target/result).4 Menurut Gibson
dilihat dari kepuasan kelompok dalam Priansa dkk (2012) efektivitas
sasaran. Ini merupakan hal yang adalah “konteks perilaku yang
paling utama, karena ketika sasara merupakan hubungan antara
yang dituju tidak mendapatkan produksi, kualitas, efisiensi,
dampak positif dari kebijakan maka fleksibilitas, kepuasan, sifat
kebijakan tersebut dianggap belum unggulan dan pengembangan”.5
berhasil.
Berdasarkan latar belakang
diatas maka penyusunakan 3
Kamus Besar Bahasa Indonesia
melakukan penelitian dengan judul (KBBI).Efektif.
Online(https://kbbi.web.id/efektif) diakses
Efektivitas Kebijakan Kawasan pada 17 Desember 2017
Bebas Asap Rokok Di Desa Bone- 4
Zaidan Nawawi. 2015. Manajemen
Bone Kecamatan Baraka Pemerintahan. Cetakan ke-2. Jakarta :
Kabupaten Enrekang. Bagaimana Penerbit Rajawali Pers, Hal. 189
efektivitas kebijakan kawasan bebas 5
Doni Juni Priansa dan Garnida.2012.
Manajemen Perkantoran efektif, efisien, dan

3
Devas, dkk dalam Munir itegrasi, c) motivasi dan produksi.”9
(2000) mengungkapkan efektivitas Lebih lanjut akan dijelaskan sebagai
adalah hasil guna kegiatan berikut:
pemerintah dalam mengurus Gibson dalam Waluyo (2007)
keuangan daerah harus sedemikian menjelaskan bahwa ada lima
rupa sehingga memungkinkan kategori umum kriteria efektivitas
program dapat direncanakan dan mulai dengan dimensi waktu jangka
dilaksanakan untuk mencapai tujuan pendek. Menurut model ini,
pemerintah dengan biaya serendah- keefektifan dapat dilihat dari, “1)
rendahnya dan dalam waktu yang kriteria produksi, 2) kriteria efisiensi,
secepat-cepatnya.6 3) kriteria kepuasan, 4) kriteria
b. Pengukuran dan keadaptasian dan 5) kriteria
Pendekatan Efektivitas pengembangan.”10 Lebih lanjut akan
Gibson dalam Priansa dkk dijelaskan sebagai berikut :
(2012) menjelaskan bahwa terdapat c. Faktor-faktor yang
tiga pendekatan mengenai Mempengaruhi Efektivitas
efektivitas, yaitu: “1) pendekatan Untuk menilai efektivitas atau
tujuan, 2) pendekatan teori sistem, 3) tingkat keberhasilan suatu kebijakan
pendekatan multiple constituency.”7 tidak terlepas dari faktor-faktor yang
Untuk lebih jelas pendapat dari mempengaruhinya.Dimana faktor
Gibson dalam Priansa dkk (2013) merupakan sesuatu hal yang ikut
akan diuraikan sebagai berikut : menyebabkan atau mempengaruhi
Selanjutnya pendapat Robbins terjadinya sesuatu.Dengan demikian
dalam Suratman (2012) menyatakan faktor-faktor yang mempengaruhi
bahwa ada empat pendekatan kriteria efektifitas kebijakan mempengaruhi
efektivitas organisasi yaitu, “1) tingkat pencapaian tujuan dari
pendekatan pencapaian tujuan, 2) pelaksanaan kebijakan serta hasil
pendekatan sistem, 3) pendekatan yang ada setelah dilaksanakannya
konstitusiensi strategis, dan d) kebijakan tersebut.
pendekatan pencapaian tujuan nilai- Makmur (2011) menyatakan
nilai bersaing.”8 Untuk lebih jelasnya bahwa unsur-unsur efektivitas yaitu,
diuraikan sebagai berikut: “a) Ketepatan penentuan waktu, b)
Emitai Etzioni dalam Ketepatan perhitungan biaya, c)
Indrawijaya (2016) mengemukakan ketepatan dalam pengukuran, d)
pendekatan pengukuran efektivitas ketepatan dalam menentukan pilihan,
organisasi yang disebutnya System e)Ketepatan berpikir, f) Ketepatan
Model mencakup empat kriteria dalam melakukan perintah. g)
yaitu, “a) kriteria adaptasi, b) ketepatan dalam menentukan tujuan

Profesional. Cetakan Pertama, Bandung:


alfabeta Hal. 11
6
Munir dkk. 2000.Kebijakan dan 9
Adam Ibrahim Indrawijaya. 2010. Teori
Manajemen Keuangan Daerah. Yogyakarta: perilaku dan budaya organisasi. Bandung Pt
YPAPI, Hal. 88 Refika Aditama, hal. 187
7
Ibid, Hal. 11 10
Waluyo. 2007. Manajemen Publik Konsep,
8
Suratrman. 2012. Konflik dan efektifitas Aplikasi dan Implementasinya Dalam
Organisasi.Yogyakarta: Capiya Pelaksanaan Otonomi Daerah. Bandung :
Publishing,Hal. 111-113 Mandar Maju. Hal. 89

4
h) ketepatan sasaran ”11 Untuk lebih dengan dunia kerja, yang nantinya
jelasnya diuraikan sebagai berikut: dapat menumbuhkan kreativitas
Faktor penentu efisiensi dan dan kemapuan.
efektivitas menurut Munir (2000) 4. Intensitas yang akan dicapai,
yaitu sebagai berikut : artinya memiliki ketaatan yang
1. Faktor sumber daya baik sumber tinggi dalam suatu tingkatan
daya manusia seperti tenaga kerja, intens sesuatu, dimana adanya
kemampuan kerja, maupun rasa saling memiliki dengan kadar
sumber daya fisik seperti yang tinggi.13
peralatan kerja, tempat kerja, serta Nakamura dalam Agata Ika
dana keuangan. Febrilianawati (2010) kegiatan akan
2. Faktor struktur organisasi yatu memenuhi keberhasilan bila
susunan yang stabil dari jabatan- memenuhi lima kriteria, yaitu: “a)
jabatan baik itu struktur maupun Pencapaian tujuan atau hasil, b)
fungsional. Efesiensi, c) Kepuasan kelompok
3. Faktor teknologi pelaksanaan sasaran, d) Daya tanggap client, dan
pekerjaan e) Sistem pemeliharaan.” Untuk
4. Faktor dukungan kepada aparatur lebih jelasnya diuraikan sebagai
dan pelaksanaannya baik berikut:14
pimpinan maupun masyarakat. 12 Duncan dalam Handayani
d. Indikator Efektivitas (2016) mengungkapkan ada 3
David Krech, Ricard S. indikator efektivitas yaitu pencapaian
Cruthfied dan Egerton L. Ballachey tujuan, integrasi, dan adaptasi.15
menyebutkan ukuran keefektifan Untuk lebih jelasnya diuraikan
(efektivitas), sebagai berikut : sebagai berikut :
1. Jumlah hasil yang dapat a) Pencapaian tujuan
dikeluarkan, artinya hasil Pencapaian tujuan merupakan
tersebut berupakuantitas atau salah satu indicator efektivitas suatu
bentuk fisik dari organisasi, program. Pencapaian tujuan
program atau kegiatan. Hasil diartiakan semua usaha yang
dimaksud dapat dilihat dari dilakukan harus dipandang sebagai
perbandingan (ratio) antara suatu proses. Oleh karena itu untuk
masukan (input) dengan keluaran mencapai tujuan akan melewati
(output).
2. Tingkat kepuasan yang 13
Sudarwan Danim.2012.Motivasi
diperoleh, artinya ukuran dalam Kepemimpinan & Efektivitas Kelompok.
efektivitas ini dapat kuantitatif Jakarta: Renika Cipta, Hal. 119
(berdasarkan pada jumlah atau 14
Agata Ika Febrilianawati. Efektivitas
banyaknya) dan dapat kualitatif Kebijakan Relokasi Pedagang Kaki Lima
(berdasarkan pada mutu) (Pkl) Di Jalan Ki Hajar Dewantara.
3. Produk kreatif, artinya penciptaan Surakarta : Skripsi Universitas Negeri
hubungan kondisi yang kondusif Sebelas Maret, Hal. 31
15
Kinanti Handayani. Efektivitas
11
Makmur. 2011. Efektivitas Kebijakan Pelaksanaan Program Perbaikan Gizi
kelembagaan Pengawasan. Bandung : PT Masyarakat Pada Bayi dan Balita di Kota
Refika Aditama hal. 7-8 Surakarta. Surakarta : Universitas Sebelas
12
Munir. Op. Cit, Hal.88 Maret, Hal. 18

5
tahapan-tahapan proses. Baik dari prinsip prinsip yang mengatur
proses bagian-bagianya maupun tindakan yang diarahkan kepada
proses eriodesasinya. tujuan-tujuan tertentu. Kebijakan
b) Integrasi menurut Timtuss senantiasa
Integrasi merupakan suatu berorientasi kepada masalah
pengukuran terhadap seberapa baik (problem oriented) dan berorientasi
kemampuan suatu organisasi dalam pada tindakan (action oriented).17
mengadakan sosialisasi atau Aminullah dalam Anggara
komunikasi dan pengembangan (2014) menyatakan bahwa kebijakan
consensus atau kesepakatan bersama adalah suatu upaya atau tindakan
antara anggota-angota kelompok untuk memengaruhi sistem
masyarakat mengenai nilai-nilai pencapaian tujuan yang diinginkan.
tertentu. Integrasi sangat erat Upaya dan tindakan tesebut bersifat
kaitanya dengan proses sosialisasi. stategis, yaitu berjangka panjang dan
c) Adaptasi menyeluruh.18
Adaptasi merupakan Kebijakan publik pada
pengukuran bagaimana sebuah umumnya dipahami sebagai salah
organisasi mampu menyesuaikan diri satu upaya atau tindakan pemerintah
dengan lingkungannya. Kemampuan yang dibuat dalam rangka
adaptasi merupakan kemampuan melaksanakan tugas-tugas
organisasi untuk mengubah prosedur pemerintahannya, dalam wujud
standar operasinya jika lingkungan pengaturan ataupun keputusan.
berubah. Organisasi yang baik adalah Wibawa dalam Rulinawati (2013)
organisasi yang dinamis, yang dapat mengatakan bahwa kebijakan publik
berjalan sesuai dengan senantiasa memiliki setidaknya tiga
perkembangan zaman. Adaptasi komponen dasar, yaitu tujuan,
berkaitan dengan kesesuaian sasaran dan cara pencapaian sasaran,
pelaksana program dengan keadaan serta tujuan tersebut.19
dilapangan Thomas Dye dalam Subarsono
B. Konsep Kebijakan Publik (2005), kebijakan publik adalah
a. Pengertian Kebijakan apapun pilihan pemerintah untuk
Publik melakukan atau tidak melakukan
Suharto dalam Nawawi (2009) (public policy is whatever
mengemukakan istilah kebijakan dari governments choose to door not to
kata Inggris “policy” yang dibedakan do).20 Apabila pemerintah memilih
dengan kaya kebijaksanaan (wisdom) untuk melakukan sesuatu, tentu ada
maupun kebijakan (virtues). tujuannya karena kebijakan publik
Kebijakan (policy) sama dengan merupakan “tindakan” pemerintah.
prinsip atau cara bertindak yang
dipilih untuk mengarahkan
pengambilan keputusan.16
17
Ibid, Hal. 6
18
Anggara. Op. Cit, Hal.37
Timtuss dalam Nawawi(2009) 19
Rulinawati. 2013. Studi Implementasi
mendefinisikan kebijakan sebagai Kebijakan Publik. Makassar: Kedai aksara,
Hal. 15
20
Subarsono. 2005. Analisis Kebijakan
16
Ismail Nawawi.2009.Public Publik. Cetakan-I. Yogyakarta: Penerbit
Policy.Surabaya: PMN, Hal. 6 Pustaka Pelajar, Hal. 2

6
Apabila pemerintah memilih untuk kebijaksanaan sebagai kata ganti
tidak melakukan sesuatu, juga policy. Perlu ditekankan,
merupakan kebijakan publik yang kebijaksanaan bukanlah kebijakan
ada tujuannya. karena (ke)bijaksana(an) adalah
1. Niat (intentions) tujuan salah satu dari ciri kebijakan publik
sebenarnya dari sebuah tindakan; yang unggul.22
2. Tujuan (goals) keadaan akhir b. Model-Model Formulasi
yang hendak dicapai ; Kebijakan Publik
3. Rencana atau usulan (plans or Dalam memahami formulasi
proposals) cara yang ditetapkan kebijakan publik sebaiknya perlu
untuk mencapai tujuan; mengetahui model-model perumusan
4. Program, cara yang disahkan kebijakan publik yang telah banyak
untuk mencapai tujuan; digunakan oleh
5. Keputusan atau pilihan (decisions negara/lembaga/institusi dalam
or choice) tindakan-tindakan yang menetapkan keputusannya. Menurut
dapat diambil untuk mencapai Thomas R. Dye dalam Agustino
tujuan, mengembangkan rencana, (2008) setidaknya terdapat sembilan
melaksakan dan mengevaluasi model formulasi kebijakan, yaitu : 1)
program. model sistem; 2) model elite; 3)
6. Pengaruh (effects), dampak model institusional; 4) model
program yang dapat diukur yang kelompok; 5) model proses; 6) model
diharapkan dan yang tidak rasional; 7) inkremental; 8) model
diharapkan, yang bersifat primer pilihan publik; 9) model teori
atau bersifat sekunder. permainan. 23
David Easton dalam Bernadus c. Aktor Kebijakan Publik
Luankali (2007) kebijakan publik Orang-orang atau pelaku yang
sebagai alokasinilai-nilai secara ikut campur atau terlibat dalam
otoritarif untuk keseluruhan perumusan kebijakan disebut aktor
masyarakat. Hal ini didasarkan pada kebijakan. Aktor atau pelaku yang
argumentasi Easton bahwa hanya terlibat dalam proses formulasi
pemerintah saalah yang daoat kebijakan akan memberikan
bertindak secara otoritatif terhadap dukungan ataupun tuntutan serta
masyaraat secara keseluruhan, oleh menjadi sasaran dari kebijakan yang
karena tindakan pemerintah itu dihasilkan oleh sistem kebijakan. Di
merupakan hasil piliha untuk berbuat Indonesia, di era-Reformasi ini, aktor
sesuatu.21 kebijakan (lembaga-lembaga negara
Kita bisa menemukan banyak dan pemerintah yang berwenang
definisi kebijakan publik, dan semua membuat perundang-undangan atau
pendapat yang dipaparkan diatas kebijakan), adalah :24
saling melengkapi satu sama lain. 1. Majelis Permusyawaratan Rakyat
Hanya beberapa ilmuan sosial di (MPR);
Indonesia menggunakan istilah
22
Nugroho. Op. Cit, Hal. 96
21
Bernadus Luankali. 2007. Analisis 23
LeoAgustino. 2008. Dasar-Dasar
Kebijakan Publik Dalam Proses Kebijakan Publik. Cetakan Ke-II. Bandung:
Pengambilan Keputusan. Cetakan Pertama. Penerbit Alfabeta, Hal. 131
24
Jakarta: Ameia Press, Hal. 1 Ibid, Hal. 41

7
2. Dewan Perwakilan Rakyat; (public goods) dan barang privat
3. Presiden; (privat goods)25.
4. Pemerintah; C. Kawasan Tanpa Rokok
a) Presiden sebagai kepala Kawasan Tanpa Rokok atau
pemerintahan (pemerintah bisa disebut, Kawasan Bebas Asap
pusat); Rokok merupakan tempat atau
b) Menteri; kawasan yang dilarang untuk
c) Lembaga Pemerintahan Non- merokok. Kawasan Tanpa Rokok
Departemen; yang selanjutnya disingkat KTR
d) Direktorat Jendral (Dirjen); adalah ruangan atau area yang
e) Badan-Badan Negara dinyatakan dilarang untuk kegiatan
lainnnya (Bank Sentral, merokok atau kegiatan
BUMN, dan lain-lainnya); memproduksi, menjual,
f) Pemerintah Daerah Provinsi; mengiklankan, dan/atau
g) Pemerintah Daerah mempromosikan produk tembakau
Kota/Kabupaten; atau kegiatanmemproduksi, menjual,
h) Kepala Desa mengiklankan, dan/ atau
5. Dewan Perwakilan Daerah; mempromosikan produk tembakau.26
6. Dewan Perwakilan Daerah Penetapan Kawasan Tanpa
Kota/Kabupaten Rokok merupakan salah satu cara
7. Badan Perwakilan Desa (BPD) untuk melindungi masyarakat
d. Jenis-Jenis Kebijakan terhadap risiko ancaman gangguan
Publik kesehatan karena lingkungan
Pengembangan pemahaman tercemar asap rokok. Penetapan
tentang jenis-jenis kebijakan publik Kawasan Tanpa Rokok ini perlu
sangatlah diperlukan sebab akan diselenggarakan di fasilitas
membantu kita dalam mengetahui pelayanan kesehatan, tempat proses
beberapa perbedaan antara kebijakan belajar mengajar, tempat anak
dan penggeneralisasian kebijakan. bermain, tempat ibadah, angkutan
Beberapa ahli umum, tempat kerja, tempat umum
kebijakansmengembangkan jenis- dan tempat lain yang ditetapkan,
jenis kebijakan guna memahami untuk melindungi masyarakat yang
esensi dari kebijakan publik. Seperti ada dari asap rokok. Dengan adanya
halnya jenis kebijakan yang dibuat kebijakan kawasan tanpa rokok
oleh James Anderson dalam diharapkan agar masyarakat yang
Subarsono (2005) ang terdiri dari resah atau terganggu dengan sikap
empat jenis, yakni : 1) kebijakan orang perokok bisa lebih leluasa
subtantif vs kebijakan prosedural; 2) menghirup udara bersih.
kebijakan distributif vs kebijakan Kebijakan kawasan tanpa
regulatori vs kebijakan re-distribusi; rokok merupakan cara yang efektif
3) kebijakan material vs kebijakan untuk mengendalikan tembakau atau
simbolis; 4) kebijakan yang lebih khusus lagi untuk mengurangi
berhubungan dengan barang umum kebiasaan merokok. Kekhawatiran

25
Subarsono. Op. Cit, Hal. 19
26
Kemenkes RI. Op.cit, Hal 15

8
para tokoh masyarakat dan aparatur proses bagian-bagianya maupun
desa Bone-Bone dengan perilaku proses eriodesasinya.
merokok warga yang dilakukan Dari terbentuknya kebijakan
bukan hanya oleh orang dewasa tapi kawasan bebas asap rokok di Desa
juga oleh anak-anak yang masih Bone-Bone kecamatan Baraka
berumur 6-12 tahunan adalah alasan Kabupaten Enrekang, harapan
terbentuknya aturan tentang larangan masyarakat agar jumlah perokok di
merokok di desa Bone-Bone. Desa Bone-Bone mengalami
Berangkat dari kekhawatirantersebut penurunan. Pencapaian tujuan yaitu
maka Kepala Desa mengeluarkan tujuan dari kebijakan tersebut telah
Peraturan Desa Bone-Bone No. 1 tercapai atau mengalami peningkatan
Tahun 2009 tentang kawasan bebas pasca diterapkannya kebijakan
asap rokok adalah kebijakan yang kawasan bebas asap rokok, seperti
dikeluarkan oleh pemerintah desa kondisi kesehatan, ekonomi, serta
Bone-Bone yang melarang pendidikan masyarakat Desa Bone-
masyarakat desa Bone-Bone dan Bone.
masyarakat dari daerah lain untuk b. Integrasi
merokok, menjual, dan Dalam suatu kebijakan atau
mengiklankan produk program bukanlah hal yang mudah
rokok/tembakau di kawasan desa dalam penerapannya. Perlu adanya
Bone-Bone. sosialisasi yang dilakukan agar
D. Kerangka Konseptual kebijakan tersebut dapat diterima di
Kerangka konseptual ini masyarakat. Pada penelitian ini,
menjelaskan bahwa efektivitas dari dapat diketahui proses sosialisasi
peraturan Desa Bone-Bone Nomor 1 yang dilakukan oleh pemerintah desa
Tahun 2009 tentang Kawasan Bebas dengan masyarakat Desa Bone-Bone
Asap Rokok dapat diukur dengan dalam mensukseskan program
menggunakan indikator efektivitas
kawasan bebas asap rokok, sehingga
menurut Duncan, yakni:1) Pencapaian
tujuan, 2) Integrasi, 3) Adaptasi. bisa diterima oleh masyarakat baik
3. METODE PENELITIAN msyarakat desa Bone-Bone itu
Jenis penelitian yang digunakan sendiri dan juga para tamu
yaitu deskriptif dan menggunakan pendatang. Dengan adanya
metode kualitatif. Lokasi penelitin yaitu kolaborasi antara pemerintah desa
di Desa Bone-Bone kecamatan Baraka dan masyarakat, maka akan lebih
kabupaten Enrekang. Adapun fokus terbentuk sifat kekeluargaan karena
yang menjadi indikator dalam penelitian atas tujuan yang ingin dicapai
ini yaitu sebagai berikut: bersama.
a. Pencapaian Tujuan c. Adaptasi
Pencapaian tujuan merupakan Kebijakan yang diterapkan di
salah satu indicator efektivitas suatu desa Bone-Bone bukanlah hal yang
program. Pencapaian tujuan mudah dalam penerapannya.
diartiakan semua usaha yang Pemerintah desa mesti melakukan
dilakukan harus dipandang sebagai adaptasi pada masyarakat, begitupun
suatu proses. Oleh karena itu untuk masyarakat mampu beradaptasi
mencapai tujuan akan melewati dengan kebijakan yang telah
tahapan-tahapan proses. Baik dari diterapkan di desa Bone-Bone.

9
Dalam penelitian ini, dapat diketahui terdapat tiga alur kegiatan yang terjadi
bagaimana pemerintah desa Bone- secara bersamaan, aktivitas dalam
Bone mampu menyesuaikan diri analisis data yaitu secara rinci dan
dengan masyarakat terkait penerapan sistematis serta terus meneruss yang
kebijakan. Pemerintahan yang baik mengikuti langkah-lankah Kondensasi
Data (Data Condensation), Penyajian
adalah pemerintahan yang dinamis, Data (Data Display) dan Kesimpulan,
yang dapat berjalan sesuai dengan Penarikan/Verifikasi (Conclusion,
perkembangan zaman. Adaptasi Drawing/Verification.
berkaitan dengan kesesuaian
pelaksana program dengan keadaan 4. HASIL PENELITIAN DAN
dilapangan. PEMBAHASAN
Selanjutnya yang diperoleh
melalui metode wawancara, observasi Dalam membuat kebijakan,
dan dokumentasi untuk memperoleh tentunya untuk mencapai tujuan
informasi tentang Efektivitas Kebijaka tertentu. Tidak jarang faktor
Kawasan Bebas Asap Rokok di Desa lingkungan membuat tujuan yang
Bone-Bone Kecamatan Baraka ingin dicapai tidak sesuai dengan
Kabupaten Enrekang. Sumber data harapan. Untuk itu perlu adanya
dalam penelitian efektivitas pengukuran untuk mengetahui sejauh
kebijakan kawasan bebas asap rokok mana tingkat keberhasilan dari
di Desa Bone-Bone kecamatan kebijakan tersebut. Salah satu kriteria
Baraka kabupaten Enrekang ada dua dasar dalam menilai suatu program
yaitu data primer dan data sekunder. atau kebijakan adalah dengan
Adapun sumber data primer efektivitas.
diperoleh melalui wawancara dengan The Liang Gie dalam Priansa
informan yaitu aparat desa seperti dkk (2012) menyatakan efektivitas
kepala desa Bone-Bone dan juga adalah “keadaan atau kemampuan
tokoh masyarakat yang berpengaruh kerja yang dilaksanakan oleh
di desa Bone-Bone, Petugas manusia untuk memberikan nilai
Kesehatan, tokoh pemuda, ibu rumah guna yang diharapkan”.27 Setiap
tangga, dan beberapa masyarakat pekerjaan yang efektif belum tentu
desa Bone-Bone, sedangkan Data efisien, karena ada kemungkinan
sekunder diperoleh dalam bentuk hasil yang telah dicapai dalam suatu
yang sudah jadi, sudah dikumpulkan program banyak mengeluarkan atau
dan diolah oleh pihak lain, seperti menghamburkan materi, pikiran,
buku-buku ilmiah, catatan-catatan tenaga, waktu, maupun benda
lapangan hasil observasi penelitian lainnya.Suatu hasil yang efektif
dan pengumpulan dokumen- belum tentu efisien, demikian juga
dokumen yang terkait dengan sebaliknya suatu hasil yang efisien
penelitian., hasil penelitian ataupun belum tentu efektifSamoedra dalam
makalah seminar. Data juga Nawawi (2015) bahwa efektivitas itu
diperoleh dari hasil wawancara paling dimengerti jika dilihat dari
maupun dari internet. sudut pandang sejauh mana suatu
Data yang diperoleh selanjutnya orgnisasi berhasil mendapatkan
dianalisis data desktiptif kualitatif, danmemanfaatkan sumber daya alam
menurut Miles, Huberman dan Saldana
(2014:19) dalam analisis data kualitatif
Prinsa dan Garnida. Op. Cit, Hal. 11
27

10
dan usahanya mengejar tujuan pengaruh yang sangat kuat terhadap
organisasi.28 perkembangan suatu daerah.
a. Pencapaian Tujuan Pendidikan merupakan usaha untuk
Pencapaian tujuan diartiakan diri manusia dan mampu
semua usaha yang dilakukan harus menghasilkan Sumber Daya Manusia
dipandang sebagai suatu proses. Oleh (SDM) yang lebih menunjang
karena itu untuk mencapai tujuan pembangunan. Kebijakan kawasan
akan melewati tahapan-tahapan bebas asap rokok membawa
proses. Baik dari proses bagian- perubahan bagi masyarakat desa
bagianya maupun proses bone-bone, dimana sebelum
eriodesasinya. diterapkan aturan larangan merokok,
Kawasan Bebas Asap Rokok banyak anak-anak yang putus
merupakan kebijakan baru yang sekolah dan juga merokok pada usia
dikeluarkan oleh Bapak Drs. Idris dini. Hal tersebut disebabkan karena
selaku Kepala Desa Bone-Bone pada faktor lingkungan mereka yang
saat itu melalui kesepakatan dengan terbiasa melihat perilaku orang tua
para tokoh masyarakat, dimana latar yang merokok. Setelah
belakang munculnya kebijakan ini diterapkannya kawasan bebas asap
berangkat dari kekhawatiran para rokok, kondisi pendidikan di desa
tokoh masyarakat dengan kondisi Bone-Bone semakin tahun
masyarakat di Desa tersebut mengalami peningkatan, karena
dikarenakan terlalu banyak sampai saat ini sudah banyak yang
masyarakat yang merokok. Bukan menyelesaikan pendidikannya di
hanya di kalangan orang tua atau perguruan tinggi. Hal tersebut yang
orang dewasa saja namun juga anak- menjadi harapan pemerintah Desa
anak usia dini 6-12 tahun mulai Bone-Bone agar semakin
mengisap rokok. Adapun yang meningkatnya SDM maka akan
melatar belakangi terbentuknya berpengaruh terhadap pembangunan
kebijakan kawasan bebas asap rokok di Desa Bone-Bone.
yaitu dari segi pendidikan, ekonomi, Dari aspek ekonomi, ekonomi
maupun kesehatan. pada dasarnya memberi pengaruh
Butuh kerja keras bagi terhadap pendidikan serta
Pemerintah Desa Bone-Bone dalam pembangunan suatu daerah.
menerapkan kebijakan kawasan Masyarakat yang memiliki kekuatan
bebas asap rokok yang pada awal ekonomi lebih mampu memberikan
penerapannya yang tidak mendapat pendidikan yang berkualitas
dukungan dari pemerintah dibandingkan masyarakat yang
kabupaten, sampai di tetapkannya kekurangan. Prathama dan Mandala
peraturan Desa Nomor 1 tentang dalam Iskarno (2012 : 1)
Kawasan Bebas Asap rokok hingga menegaskan bahwa tanpa adanya
mendapat PIN Emas dari Kemenkes pertumbuhan ekonomi, maka di
di Bandung. dalam suatu Negara tidak terjadi
Dilihat dari aspek pendidikan, peningkatan kesejahteraan,
bahwa pendidikan memiliki kesempatan kerja produktivitas dan

Nawawi. Op. Cit, Hal.189


28

11
distribusi pendapatan.29 Kondisi setelah diberlakukannya kawasan
perekonomian masyarakat desa bebas asap rokok, penyakit yang
Bone-Bone sebelum diberlakukan disebabkan oleh rokok berangsur-
kawasa bebasa asap rokok sangatlah angsur berkurang.
pas-pasan. Dengan mata pencaharian b. Integrasi
sebagai petani yang tidak memiliki Integrasi merupakan suatu
pendapatan tetap. Jika ditambah lagi pengukuran terhadap seberapa baik
dengan kebiasaan merokok yang kemampuan suatu organisasi dalam
menguras pengeluaran keluarga mengadakan sosialisasi atau
maka kebutuhan hidup dan biaya komunikasi dan pengembangan
sekolah anak-anak akan tersendat. consensus atau kesepakatan bersama
Karena setiap pengeluaran untuk antara anggota-angota kelompok
membeli rokok bisa sampai 40 ribu. masyarakat mengenai nilai-nilai
Namun setelah diberlakukannya tertentu. Integrasi sangat erat
aturan larangan merokok, kaitanya dengan proses sosialisasi.
masyarakat kini mulai membangun Sosialisasi kebijakan dilaksanakan
rumah, menyekolahkan anak- agar seluruh masyarakat dapat
anaknya sampai ke perguruan tinggi mengetahui dan memahami apa yang
dan juga memenuhi kebutuhan hidup menjadi arah, tujuan dan sasaran
sehari-hari. kebijakan, tetapi yang lebih penting
Dari aspek kesehatan, mereka akan dapat menerima,
kesehatan merupakan suatu modal mendukung, dan bahkan
manusia yang sangat diperlukan mengamankan pelaksanaan
dalam menunjang pembangunan kebijakan tersebut.
ekonomi. Hal ini dikarenakan Sosialisasi bertujuan untuk
kesehatan mendukung peningkatan menarik dan memperkenalkan pihak
produktivitas kerja. Masyarakat desa atau objek yang diajak, agar pihak
Bone-Bone mulai merasakan atau objek tersebut dapat mematuhi
dampaknya. Dimana sebelum kaidah-kaidah dan nilai-nilai yang
diberlakukannya kawasan bebas asap berlaku dan dianut oleh oleh
rokok banyak masyarakat yang pemerintah desa Bone-Bone yaitu
mengeluh karena sesak napas, mudah melalui sosialisasi.Bentuk sosialisasi
capek dalam beraktivitas, batuk- yang dilakukan pemerintah desa
batuk, serta Infeksi Saluran Bone-Bone terdiri dari 2 yaitu :
Pernapasan (ISPA). Baik itu dari dari a. Sosialisasi langsung
kalangan orang tua hingga pada bayi. Sosialisasi secara langsung
Itu diakibatkan karena orang yang dilakukan pemerintah desa Bone-
merokok bukan hanya merugikan Bone dengan tatap muka secara
diri sendiri tetapi juga orang lain langsung yaitu mengadakan
yang terkena asap rokok.Itu terbukti pertemuan di masjid yang dihadiri
dara data yang diperoleh dari oleh para tokoh-tokoh agama sefrta
POSKESDES Bone-Bone. Namun tokoh-tokoh masyarakat untuk
memberi pencerahan.Namun
29
Iskarno, Puput Evira dkk. 2012. Pengaruh sosialisasi secara langsung tidak
Tingkat Pendidikan dan Infrastruktur selamanya bersifat formal, dimana
terhadap Pertumbuhan Ekonomi di pun ada kesempatan disitu pula
Indonesia. Hasil Penelitian. Hal 1

12
diadakan sosialisasi.Seperti pada adalah seorang pejabat. Terbukti
kegiatan gotong royong, pernikahan, pada saat pemerintah desa Bone-
atau pengajian Bone memberikan sanksi social
b. Sosialisasi tidak langsung terhadap asisten I Bupati Enrekang
Sosialisasi secara tidak dan juga Kepala Satpol kabupaten
langsung dilakukan pemerintah Enrekang. Hal tersebut menjadi
dengan menggunakan media cetak ketegasan kepada masyarakat bahwa
seperti pemasangan poster, spanduk, seorang pejabat pun akan diberikan
atau papan pengunguman di tempat- sanksi apalagi yang masyarakat
tempat umum.Bahkan pemasangan biasa.
poster tentang bayaya merokok
dipasang di setiap rumah warga.
Pelaksanaan sosialisasi c. Adaptasi
peraturan desa Bone-Bone tentang Adaptasi merupakan
kawasan bebas asap rokok yang pengukuran bagaimana sebuah
dilakukan oleh pemerintah desa organisasi mampu menyesuaikan diri
Bone-Bone, baik secara langsung dengan lingkungannya. Kemampuan
maupun tidak langsung pada adaptasi merupakan kemampuan
dasarnya bertujuan untuk memberi organisasi untuk mengubah prosedur
pemahaman kepada seluruh standar operasinya jika lingkungan
masyarakat desa tentang bahaya atau berubah. Organisasi yang baik adalah
dampak yang akan dihasilkan oleh organisasi yang dinamis, yang dapat
rokok baik untuk individu/pelaku berjalan sesuai dengan
dan dampak bagi orang lain, dampak perkembangan zaman. Adaptasi
yang dihasilkan bukan sekedar berkaitan dengan kesesuaian
mengganggu kesehatan tetapi juga pelaksana program dengan keadaan
berdampak dalam segi ekonomi, dilapangan.
pendidikan dan agama. Selain itu, Soerjono (2009:176) memberi
sosialisasi kebijakan dilaksanakan batasan dari pengertian adaptasi
agar masyarakat dapat setuju dengan yakni proses mengatasi halangan-
aturan yang akan diterapkan halangan dari lingkungan,
sehingga pelaksanaan aturan tersebut penyesuaian terhadap norma-norma
dapat berjalan sesuai dengan yang untuk menyalurka, proses perubahan
diharapkan. untuk menyesuaikan dengan situasi
Penerapan sanksi juga berlaku yang berubah, mengubah agar sesuai
bagi siapapun yang melanggar dengan kondisi yang diciptakan,
peraturan desa Bone-Bone tentang memanfaatkan sumber-sumber yang
kawasan bebas asap rokok. Sanksi terbatas untuk kepentingan
meurut Rudy T,Erwin (2000 : 152) lingkungan dan system, serta
adalah ancaman hukuman. penyesuaian budaya dan aspek
Merupakan suatu alat pemaksa guna lainnya sebagai hasil seleksi ilmiah.30
ditaati suatu kaidah, undang-undang Pemerintah desa Bone-Bone
misalnya sanksi terhadap pelanggar melakukan proses adaptasi atau
suatu undang-undang.Penerapan pendekatan yaitu secara person
sanksi diberlakukan unutuk semua
kalangan, meskipun yang melanggar 30
Soerjono .Op.Cit. hal 179

13
maupun kelompok. Penetapan Fermana, Surya.2009.Kebijakan
kawasan bebas asap rokok saat itu Publik.Jogakarta:arAR-
tidak langsung melarang masyarakat RUZZ MEDIA
merokok, namun dilakukan secara Gunawan, Imam. 2015. Metode
bertahap. Awalnya masyarakat hanya Penelitian Kualitatif Teori
dilarang merokok ditempat umum, & Praktik. Jakarta: PT Bumi
kemudian dilanjutkan lagi untuk Aksara
melarang masyarakat merokok di Indrawijaya, Adam Ibrahim 2010.
tempat umum dan di dalam rumah. Teori perilaku dan budaya
Dan selanjutnyan pemerintah desa organisasi. Bandung Pt
kemudian melarang masyarakat Refika Aditama
menjual rokok di kawasan Bone- Madani, Muhlis.2011.Dimensi
Bone. Melihat terjadi perubahan Interaksi Aktor dalam
perilaku masyarakat barulah Proses Perumusan
pemerintah desa melarang seluruh Kebijakan Publik. Cetakan
masyarakat merokok di seluruh Pertama. Yogyakarta: Graha
kawasan desa Bone-Bone. Ilmus
Tujuan dari tahapan tersebut Miles, M.B, Huberman dan
agar masyarakat mampu beradaptasi Saldana.2014. Qualitative
dengan perlahan dan tidak langsung Data Analysis, A Methods
merasa diberatkan dengan larangan Sourcebook. Ed. 3. USA :
merokok. Pemerintah desa juga Sage Publications
melakukan tahapan agar bisa Munir dkk. 2000.Kebijakan dan
melihat apakah kebijakan ini Manajemen Keuangan
membawa perubahan untuk desa Daerah. Yogyakarta:
Bone-Bone atau tidak. Melihat YPAPI
kebijakan kawasan bebas asap rokok Nawawi, Zaidan. 2015. Manajemen
membawa pengaruh baik Pemerintahan. Jakarta :
dikehidupan masyarakat barulah Penerbit Rajawali Pers
peraturan desa ditetapkan. Nugroho, Riant. 2011. Public
5. DAFTAR PUSTAKA Policy. Jakarta: PT Elex
Agustino, Leo. 2008. Dasar-Dasar Media Komputindo
Kebijakan Publik. Bandung: Pedoman penulisan skripsi. 2015.
Alfabeta FIS UNM
Anggara, Sahya 2014. Kebijakan Priansa, Doni Juni dan Garnida.2012.
Publik. Bandung: CV Manajemen Perkantoran
Pustaka Setia efektif, efisien, dan
Awan, Azam .2010. Implementasi Profesional. sBandung:
Pemberdayaan Pemerintah alfabeta
Desa. Yogyakarta: Pustaka Rulinawati. 2013. Studi
Pelajar Implementasi Kebijakan
Danim, Sudarwan.2012.Motivasi Publik. Makassar: Kedai
Kepemimpinan & aksara
Efektivitas Kelompok. Sobandi, Baban dkk. 2005.
Jakarta: Renika Cipta Desentralisasi dan tuntutan
penataan kelembagaan

14
daerah. Bandung: 2009 tentang Sistem Kesehatan
Humaniora Daerah.
Sugiyono, 2011.Metode Penelitian Peraturan Desa Bone-Bone
Kuantitatif Kualitatif dan Kecamatan Baraka Kabupaten
R&D. Bandung: CV Enrekang Nomor 1 Tahun
ALFABETA 2009 Tentang Kawasan Bebas
Suratrman. 2012. Konflik dan Asap Rokok
efektifitas RPJMDes Tahun 2015-2019 Desa
Organisasi.Yogyakarta: Bone-Bone Kecamatan Baraka
Capiya Publishing Kabupaten Enrekang
Usman, Husaini & Purnomo Setiady Undang-Undang Republik Indonesia
Akbar. Metode Penelitian Nomor 6 Tahun 2014
Sosial. 2014. Jakarta: Tentang Desa.
Penerbit Bumi Aksara Undang-Undang Republik Indonesia
Waluyo. 2007. Manajemen Publik Nomor 23 Tahun 2014 Tentang
Konsep, Aplikasi dan Pemerintahan Daerah
Implementasinya Dalam
Pelaksanaan Otonomi
Daerah. Bandung : Mandar
Maju.
Skripsi dan Jurnal
Agata Ika Febrilianawati. Efektivitas
Kebijakan Relokasi Pedagang
Kaki Lima (Pkl) Di Jalan Ki
Hajar Dewantara. Surakarta :
Skripsi Universitas Negeri Sebelas
Maret
Fatmasari, Intan dkk. 2014. MKMI
(Media Kesehatan Masyarakat
Indonesia): Perilaku Supir
Angkutan Pasca Penetapan Perda
Kawasan Tanpa Rokok Di Kota
Makassar. Jurnal MKMI.
Handayani, Kinanti. 2016.
Efektivitas Pelaksanaan Program
Perbaikan Gizi Masyarakat Pada
Bayi dan Balita di Kota Surakarta.
Surakarta : Skripsi Universitas
Sebelas Maret.
Sumber hukum
Badan Pusat Statistik Kecamatan
Baraka alam Angka 2017
Kemenkes RI 2009 Tentang
Kawasan Tanpa Rokok
Peraturan Daerah Kabupaten
Enrekang Nomor 2 Tahun

15

Anda mungkin juga menyukai