Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH KAJIAN JURNAL

PENGARUH PENERAPAN KAWASAN TANPA


ROKOK TERHADAP PENURUNAN PROPORSI
PEROKOK DI PROVINSI DKI JAKARTA, DAERAH
ISTIMEWA YOGYAKARTA DAN BALI

UTS SEMESTER GANJIL


MATA KULIAH ANALISIS KEBIJAKAN KESEHATAN

Disusun Oleh :

ENI DESI KANIAWATI

NIM BMR0190016

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUNINGAN

MAGISTER KESEHATAN MASYARAKAT

TH 2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur alhamdulillah kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha

Esa, karena telah melimpahkan rahmat-Nya berupa kesempatan dan pengetahuan

sehingga makalah ini bisa selesai pada waktunya.

Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Dosen Pengampu Mata

Kuliah Analisis Kebijakan Kesehatan (AKK) program Magister Kesehatan Masyarakat

Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kuningan.

Makalah ini merupakan kajian jurnal yang berjudul Pengaruh Penerapan

Kawasan Tanpa Rokok terhadap Penurunan Proporsi Perokok di provinsi DKI Jakarta,

daerah Istimewa Yogyakarta dan Bali.

Semoga makalah ini bermanfaat bagi semua yang membaca atau

menggunakannya. Saran dan kritik membangun diharapkan untuk perbaikan kualitas

karya ilmiah selanjutnya.

November 2019

Penulis

Eni Desi Kaniawati


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hasil pendataan PIS-PK UPTD Puskesmas Rancah th 2017 dan hasil

pendataan PHBS rumah tangga th 2019 menungjukan pencapaian terendah

pada indicator merokok. Rumah bebas rokok pada pendataan PHBS 2019

adalah 27,3%. Hal tersebut menunjukan tingginya prevalensi perokok di

Kecamatan Rancah.

Penggunaan rokok menjadi penyebab terjadinya gangguan kesehatan

bahkan kematian. Perokok terbagi menjadi tiga kategori yaitu perokok aktif,

perokok pasif dan perokok ketiga. Pemerintah wajib menjamin kesehatan warga

negaranya diantaranya adalah dari dampak penggunaan rokok. Bagi para

perokok aktif, titik perhatian juga harus diberikan kepada perokok pasif dan

perokok ketiga.

Di Kabupaten Ciamis belum ada Perda tentang KTR. Meskipun

penerapan KTR telah diamanatkan di dalam Undang – undang Kesehatan No 36

th 2009 dimana penerapan KTR adalah kewajiban pemerintah daerah setempat.

Belum adanya Perda KTR memang membuat advokasi KTR oleh petugas

Promkes di daerah menjadi terhambat.

Di Kecamatan Rancah hanya terdapat 3 sekolah dari 75 sekolah yang

sudah menerapkan KTR, itupun belum memiliki regulasi yang diperlukan. Di

Sekolah Dasar para siswa beresiko meniru perilaku merokok gurunya. Di rumah

pun demikian, anak dan remaja cenderung meniru perilaku orang tuanya dalam
merokok. Untuk kantor – kantor pelayanan masyarakat juga masih

terkontaminasi asap rokok kecuali kantor yang menggunakan AC seperti Bank.

B. Tujuan

Tujuan penulisan makalah adalah menkaji jurnal Pengaruh Penerapan

Kawasan Tanpa Rokok terhadap Penurunan Proporsi Perokok di provinsi DKI

Jakarta, daerah Istimewa Yogyakarta dan Bali secara umum.

C. Manfaat

Penulisan makalah bermanfaat bagi penulis dan pembaca umumnya

untuk proses peningkatan pengetahuan, pengalaman dan keterampilan dalam

bidang karya ilmiah serta menambah referensi tentang perilaku merokok.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Judul

Judul jurnal adalah Pengaruh Penerapan Kawasan Tanpa Rokok

Terhadap Penurunan Proporsi Perokok di Provinsi DKI Jakarta, Daerah Istimewa

Yogyakarta dan Bali.

Judul sudah menggambarkan isi dan tujuan penelitian, menunjukan

variable independen dan variable dependen serta tempat penelitian. Judul

ringkas dan menggunakan bahasa baku.

B. Nama Penulis

Penulis bernama Ekowati Rahajeng, ditulis juga tempat penulis bekerja

serta terdapat alamat email penulis.

C. Abstrak

Dalam abstrak disampaikan tujuan penelitian yaitu mengetahui pengaruh

penerapan kebijakan Kawasan tanpa Rokok (KTR) terhadap penurunan proporsi

merokok. Rancangan penelitian dengan rancangan studi ekologi. Analisis

dengan pendekatan konseptual dari kebijakan KTR yang diterapkan di masing –

masing wilayah dan perbandingan data proporsi perokok menurut wilayah.

Hasil penelitian disampaikan secara singkat bahwa ada pengaruh

penerapan kebijakan KTR terhadap penurunan proporsi setiap hari. Faktor yang

ikut berperan adalah komitmen pemerintah daerah, penegakan hokum yang

konsisten, pengawasan yang dilakukan secara rutin, kepatuhan stakeholder,

dukungan positif dari sector pendidikan dan sector pariwisata serta peran aktif

organisasi masyarakat.
D. Pendahuluan

Sebagai latar belakang disampaikan tentang bahaya paparan asap rokok

yang dapat menyebabkan kesakitan dan kematian. Ditampilkan juga data

prevalensi perokok th 2007 dan th 2013, dimana terjadi peningkatan prevalensi

perokok usia > 10 th dan usia >15 th.

Tujuan penerapan KTR selain melindungi masyarakat terhadap resiko

ancaman gangguan kesehatan karena lingkungan tercemar asap rokok,

diharapkan perilaku merokok dapat dikendalikan bahkan dihentikan.

Menurut Renstra Kemenkes 2015-2019 adanya kebijakan penerapan KTR

di provinsi dan kabupaten/kota telah menjadi salah satu indikator pembangunan

kesehatan di Indonesia.

Tujuan penelitian mengetahui pengaruh penerapan KTR oleh Pemda

terhadap perubahan proporsi perokok di wilayahnya, serta informassi lain yang

berperan. Informasi yang diperoleh diharapkan dapat menjadi tambahan

masukan dalam pengendalian merokok di Indonesia.

E. Metodologi Penelitian

Jenis peneliatian ini yaitu studi deskriftif dengan rancangan studi ekologi.

Jenis data yang digunakan adalah data tersier untuk prevalensi rokok, data

sekunder untuk dokumen kebijakan dan data primer untuk penerapan Kawasan

Tanpa Rokok.

Analisis dilakukan dengan membandingkan data proporsi perokok tahun

2007 -2013 di Provinsi DKI Jakarta, DI Yogyakarta dan Bali dengan data proporsi

perokok di di Provinsi Sulawesi Barat.


Provinsi DKI Jakarta, DI Yogyakarta dan Bali telah memiliki aturan KTR

sedangkan Provinsi Sulawesi barat sampai th 2014 belum memiliki atran KTR.

F. Hasil

1. Penerapan KTR dan Perubahan Proporsi Perokok di Provinsi DKI Jakarta

Terdapat bebarapa aturan penerapan Kawasan Tanpa Rokok di wilayah

DKI Jakarta sejak tahun 2005. Terjadi perubahan – perubahan perbaikan

peraturan KTR dari tahun ke tahun.

Dari tabel 1 diketahui terdapat peningkatan proporsi perokok setiap hari

yaitu pada laki – laki sedangkan pada wanita terjadi penurunan. Proporsi

merokok kadang – kadang mengalami penurunan yaitu pada pria 1,8% dan

wanita 1,0%.

2. Penerapan KTR dan Perubahan Proporsi Perokok di Provinsi DI Yogyakarta

Di Daerah Istimewa Yogyakarta penerapan aturan Kawasan Tanpa rokok

dimulai pada tahun 2007. Selanjutnya setiap kabupaten mengikutinya dengan

membuat peraturan – peraturan Kawasan Tanpa Rokok. Peraturan tersebut

menyesuaikan dengan kondisi wilayah dan kebijakan pimpinan wilayah tersebut,

Pada tabel 2 dapat dilihat ada penurunan proporsi merokok setiap hari

dari tahun 2007 sampai 2013 yaitu 0,2% pada pria dan 5,5% pada wanita. Untuk

penurunan proporsi merokok kadang – kadang terjadi pada seluruh kabupaten

yang diteliti.

3. Penerapan KTR dan Perubahan Proporsi Perokok di Provinsi Bali

Pemda bali dengan tujuan utama Bali bebas kanker 2015 telah menyusun

Perda tentang KTR pada tahun 2011. Pergub Bali no 8 th 2012 tentang
Pedoman pelaksanaan KTR sangat komprehensif meliputi penetapan KTR,

persyaratan tempat merokok, peran serta masyarakat, pembinaan, pengawasan

dan koordinasi, ketentuan penyidikan dan pidana. Setelah itu seluruh Kabupaten

dan kota di provinsi Bali didorong untuk mengeluarkan Perda sendiri terkait KTR

ini.

Terdapat juga organisasi anti rokok dan organisasi industry Pariwisata

yang mendukung program KTR dengan kesiapannya mengimplementasikan

Perda KTR.

Proporsi perokok setiap hari mengalami penurunan sebesar 1,8%. Untuk

proporsi merokok kadang – kadang mengalami penurunan 0,6%.

4. Perubahan Proporsi Perokok di Provinsi Sulawesi Barat

Di Provinsi Sulawesi Barat sampai tahun 2014 belum mempunyai

kebijakan apapun yang mengatur Kawasan Tanpa Rokok. Upaya lain dalam

pengendalian rokok seperti penyuluhan dan upaya berhenti merokok juga belum

berjalan baik.

Proporsi perokok dari tahun 2007 ke 2013 terjadi peningkatan dari 19,9%

menjadi 22%. Peningkatan terjadi pada perokok setiap hari dan kadang - kadang

berjenis kelamin laki – laki yaitu dari 39,4% menjadi 43%. Sedangkan pada

wanita ada penurunan.

G. Pembahasan

Pada tiga provinsi yang menerapakan pertauran kawasan tanpa Rokok

yaitu DKI Jakarta, Di Yogyakarta dan Bali terjadi penurunan proporsi perokok

mulai tahun 2007 sampai 2013. Sedangkan provinsi Sulawesi barat yang belum
memiliki aturan penerapan Kawasan Tanpa Rokok, proporsi perokok justru

mengalami peningkatan sekitar 80% di kab/kota di Sulawesi barat.

DKI Jakarta yang merupakan provinsi pertama yang menerapkan KTR

hingga tahun 2015 belum dapat menerapkannya dengan optimal. Th 2010 hasil

survey Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia menemukan pelanggaran

tertinggi yaitu di kantor – kantor Pemda. Hasil penelitian itu ditindak lanjuti

dengan dengan Pergub Nomor 59 tahun 2013 yang memberikan sanksi

pemotongan Tukin (Tunjangan Kinerja) bagi para pegawai yang melanggar

KTR.

Hasil kebijakan tersebut ada penurunan pelanggaran KTR di kantor

Pemda yang sebelumnya 455 menjadi 11%. Hal ini selaras dengan konsep

Purwanto dan Sulistyastuti yaitu pada implementasi kebijakan public perlu diikuti

sanksi hokum yang mampulaksana bagi masyarakat yang terhukum.

Upaya berhenti merokok di Provinsi DKI Jakarta hanya ada di RS

Persahabatan dan RRS Jantung Harapan Kita. Sedangkan untuk di Puskesmas

walaupun telah dilatih tenaga – tenaga untuk layanan berhenti merokok namun

belum ada fasilitas kesehatan.

Di Jakarta juga cukup banyak organisasi masyarakat anti rokok yang turut

berperan serta dalam pengenadalian perilaku merokok. Namun gerakan mereka

terkendala dengan benturan masih banyaknya iklan rokok yang bebas

bertebaran di mana – mana.

DI Provinsi DI Yogyakarta berbeda keadaan. Di tingkat provinsi Pergub

nya masih tentang Kawasan Dilarang Merokok (KDM) namun pemerintah


kabupaten Kotanya telah memperkuat dengan Perda KTR di wilayah masing –

masing. Upaya ini dilandasi dengan kesadaran bahwa sanksi hokum harus

ditegakan untuk merubah perilaku manusia.

Penyuluhan bahaya rokok gencar dilakukan oleh Dinas Kabupaten/ kota

dibantu oleh aktivis anti rokok selain layanan pendampingan dan bantuan

berhenti merokok. Ada juga aksi nyata dalam pembatasan merokok, iklan rokok

dan juga berjualan rokok yang telah memberikan dampak positif terhadap

penurunan proporsi merokok setiap hari.

Di wilayah Sleman dan Bantul masyarakat yang berperan banyak dalam

penerapan KTR. Dimulai dari tingkat desa dan kecamatan. Sedangkan Di Kota

Yogyakarta karena KTR masih berupa edaran maka tidak berpengaruh terhadap

proporsi perokok. Hal ini membuktikan bahwa komitmen Pemda dan peran aktif

masyarakat dalam penerapan KTR dapat menurunkan proporsi perokok setiap

hari.

Di Provinsi Bali yang telah menetapkan KTR terjadi penurunan proporsi

merokok. Namun terdapat tiga Kabupaten yang tidak ada penurunan proporsi

merokok yaitu Badung, Karangasem dan kota Denpasar.

Ketiga Kabupaten/Kota tersebut telah memiliki perda KTR namun pihak

Pemda belum mendukung penuh kebijakan tersebut. Sektor pariwisata juga

masih mementingkan kebutuhan para konsumen untuk merokok daripada

menerapkan KTR di hotel – hotelnya. Hasil Sidak pun menunjukan bukti masih

terdapat punting rokok di wilayah KTR dan iklan rokok LED di tempat strategis

seperti sekolah dan rumah sakit.


Hal ini membuktikan bahwa komitmen Pemda dan kepatuhan stakeholder

dalam penerapan kebijakan KTR serta pengawasan secara rutin dapat

menurunkan proporsi perokok.

H. Kesimpulan dan saran

Kesimpulan jurnal ini adalah penerapan peraturan KTR atau KDM dapat

menurunkan proporsi perokok setiap hari. Factor yang ikut berperan terhadap

penurunan proporsi merokok adalah komitmen Pemda, penegakan hokum yang

konsisten, kepatuhan stakeholder, dukungan lintas sector dan peran aktif

organisasi masyarakat.

Sarannya adalah KTR merupakan paying hokum dalam pengendalian

perilaku merokok. Agar manfaatnya dirasakan secara nya maka penerpan KTR

diikuti keteladanan dari Pemimpin daerah, pejabat, pendidik, pemuka agama dan

tokoh adat. Kepatuhan stakeholder khususnya bidang pendidikan, kesehatan

dan pariwisata harus ada. Penegakan hokum bagi pelanggaran KTR perlu

dilakukan, dukungan ormas harus ditingkatkan dan penyediaan fasilitas layanan

berhenti merokok adar mudah diakses oleh masyarakat.

I. Ucapan Terima kasih

Tidak ada ucapan terima kasih.

J. Daftar Pustaka

Belum tertulis secara runtut menurut system.

K. Kelebihan dan keunggulan

Kelebihan penelitian yaitu mendeskripsikan penerapan KTR secara jelas

sejak tahun 2007 sampai 2013 di 3 provinsi yaitu DKI Jakarta, DI Yogyakarta dan
Bali. Mulai dari peraturat – peraturan yang diterapkan, kondisi implementasi

peraturan tersebut, dukungan organisasi masyarakat, kepatuhan stakeholder dan

lain – lain.

Kelemahannya penelitian ini mengambil pembanding provinsi yang terlau

jauh jaraknya dengan Jawa dan Bali sehingga kondisi perilaku merokok ada

kemungkinan berbeda menurut adat, budaya dan pergaulan mayarakat. Selain

itu penelitian ini berupa deskriptif yang tidak dapat menunjukan validitas

hubungan pengaruh.

L. Kaitan dengan ilmu AKK

Dalam upaya pengendalian masalaha kesehatan perlu penerapan aturan

– aturan yang mengatur tentang kegiatan di dalamnya. Penerapan KTR

merupakan bukti upaya pemerintah dalam melindungi warga negaranya dari

resiko paparan asap rokok.

Namun penerapan KTR ini tidak serentak dan merata di seluruh wilayah

meskipun telah diamanatkan dalam UU Kesehatan no 36 th 2009. Pemerintah

Pusat sebaiknya memberi penekanan terhadap daerah dalam implementasi

Undang – undang tersebut melaalui berbagai kegiatan.

Untuk daerah – daerah yang memberlakukan KTR tidak boleh lengah

dengan membiarkan penerapan KTR tanpa peraturan yang jelas. Terbitnya

peraturan merupakan paying hukum yang berguna untuk penegakan disiplin

KTR. Sanksi yang tegas dan evaluasi rutin mutkal diperlukan untuk menurunkan

angka pelanggar KTR.


Dukungan organisasi masyarakat dalam penerapan suatu kebijakan

sangat dibutuhkan. Penyebarluasan nformasi KTR dan pemberian informasi

bahaya rokok akan mempermudah penurunan proporsi perokok.

Anda mungkin juga menyukai