Anda di halaman 1dari 17

TUGAS INDIVIDU ESSAY ANALISIS

DOSEN : Moh.Syafar Sangkala,S.Kep,Ns,MANP

HEALTH POLICY AND POLITICS

(TREND DAN ISSUKEBIJAKAN KESEHATAN MENGENAI


KAWASAN TANPA ROKOK)

AYU SAFITRI YUSUF


C012171014

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2017

i
KATA PENGANTAR

Assalamu alaikum Wr.Wb

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah.SWT karena berkat Rahmat


dan HidayahNya sehingga tugas essay analisis dengan topikHealth Policy
and Politics dapat diselesaikan.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penulisan ini sangat tidak
mudah, olehnya itu tidak menutup kemungkinan dalam penulisan tugas ini
banyak kekurangan sehingga penulis sangat mengharapkan saran dan
kritikan untuk menyempurnakan penulisan tugas ini
Dalam penulisan makalah ini ada banyak halangan mulai dari
pencarian literatur sampai dalam penyusunan tugas essay analisis namun
dengan sikap ketekunan yang dilandasi rasa tanggung jawab akhirnya
makalah ini dapat diselesaikan
Oleh karena itu dalam makalah ini izinkanlah penulis menyampaikan
rasa hormat dan rasa terimakasih kepada Ns.A. Masyita Irwan, S.Kep, Ns,
MAN, PhD Selaku kordinator mata kuliah, dan Nurhaya Nurdin, S.Kep, Ns,
MN.MPH, Moh. Syafar, S.Kep, Ns, MANP, Abdul Madjid, S.Kep, Ns, M.Kep,
Sp.KMB dan Hapsah, S.Kep, Ns, M.Kep selaku dosen Fasilitator mata kuliah
Issu Kontemporer.
Akhirnya penulis berharap apa yang disajikan dalam tugas ini bisa
memberikan manfaat, semoga bernilai ibadah disisi Allah SWT.

Sekian dan terima kasih

Makassar, 07 Desember 2017

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR……………………………………………............. ii

DAFTAR ISI………………………………………………………………. iii

A. Pendahuluan…………………………… ……………………………. 1
B. Signifikansi & Analisis Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok………. 3
C. Skenario terkait Fenomena Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok… 4
D. Literatur Riview……………………………………………………… 5
E. Alternatif Solusi Aplikatif terkait Kebijakan KTR…………… 9
F. Kesimpulan…………………………………………………………… 10

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………… 11

iii
A. Latar Belakang
Kesehatan merupakan salah satu sektor keberhasilan
perekonomian dalam suatu Negara, masyarakat yang sehat dan produktif
secara ekonomi menjamin kuakitasnya sumber daya manusia yang siap
pakai. Pembangunan kesehatan di Indonesia dapat dicapai jika adanya
integritas yang kokoh serta penerapan kebijakan kesehatan yang optimal
(Mill & Ranson,2005). Mewujudkan derajat kesehatan bagi setiap orang
dengan meningkatkan kesadaran, keinginan dan kemampuan hidup
sehat merupaan tujuan dari pembangunan kesehatan Indonesia (Depkes
RI,2013)
Salah satu aspek dalam berprilaku hidup bersih dan sehat adalah
tidak adanya anggota keluarga yang merokok. Pada data
(Riskesdas,2013) dijelaskan bahwa penduduk yang merokok pada 15
tahun terakhir masih belum terjadi penurunan, hal ini terhitung mulai
tahun 2007 sampai dengan 2013 perilaku merokok cenderung meningkat
dari 34,2% tahun 2007 menjadi 36,3 % tahun 2013. 64,9% laki-laki dan
2,1% perempuan masih menghisap rokok tahun 2013. Ditemukan 1,4%
perokok umur 10-14 tahun, 9,9% perokok pada kelompok tidak bekerja
dan 32,3% pada kelompok kuintil indeks kepemilikan terendah.
Sedangkan rerata jumlah rokok yang dihisap adalah sekitar 12,3 batang,
bervariasi dari yang terendah 10 batang di DI Yogyakarta dan tertinggi di
Bangka Belitung (18,3 batang) (Riskesdas,2013).
Rokok merupakan salah satu penyebab kematian yang terbesar di
dunia, menjelang 2030 diperkirakan kematian akibat rokok akan
mencapai 10 juta pertahun dan diperkirakan kematian karena rokok tidak
kurang dari 70% pada Negara-Negara berkembang. Di Indonesia
menempati urutan ke 7 terbesar dalam jumlah kematian karena penyakit
kanker yaitu 188.100 orang, karena penyakit sistem pembuluh darah

1
sebanyak 468.700 orang atau menempati urutan terbesar ke 6 dari
seluruh Negara kelompok WHO (Kemenkes, 2011).
Merokok masih menjadi masalah nasional yang serius dan perlu
secara berkelanjutan untuk ditanggulangi, hal ini karena menyangkut
seluruh segi permasalaha dalam kehidupan yakni segi sosial,
politik,ekonomi dan terutama pada segi kesehatan. Dari segi kesehatan,
dijelaskan bahwa kandungan dari rokok terdiri dari nikotin yang sifatnya
adiktif dan tar yang sifatnya karsinogenik bahkan juga mengandung
formalin, dari hal ini jelas bahwa terdapat 4000 zat kmia yang terkandung
dalam rokok yang bukan saja berbahaya bagi kesehatan tapi mampu
mematikan kehidupan. Adapun 25 jenis penyakit yang ditimbulkan
karena kecanduan rokok yaitu kanker paru, emfisema dan penyakit paru
berat lainnya (Kemenkes,2011).
Dari hasil penelitian yang dilakukan Azkha (2013) bahwa
adadampak yang positif dari penerapan kawasan tanpa rokok walaupun
masih belum menurunkan angka perokok aktif secara signifikan. Jelas
bahwa rokok menimbulkan dampak yang sangat buruk bagi seluruh
komponen masyarakat, pemerintah pun telah mengeluarkan berbagai
upaya dalam membantu mengontrol pengguna rook, hal ini tercantum
dalam Peraturan Pemerintah No.19 tahun 2003 tentang Pengamanan
Rokok Bagi Kesehatan yaitu pada pasal 22 yang menyatakan bahwa
tempat umu, sarana kesehatan, tempat kerja, tempat proses belajar
mengajar, arena kegiatan anak, tempat ibadah dan angkutan umum
dinyatakan sebagai kawasan tanpa rokok (KTR).
Salah satu kebijakan yang wajib diimplementasikan oleh seluruh
daerah di Indonesia yaitu menrapkan kawasan tanpa rokok, hal ini sesuai
Undang-Undang Kesehatan No.36/2009 pasal 115 ayat 2 yang
menyatakan bahwa “Pemerintah daerah wajib menetapkan kawasan
tanpa rokok didaerahnya”.

2
Dari berbagai fenomena mengenaiupaya dalam mengontrol
pengguna rokok dan masih menjadi masalah nasional yang serius maka
kebijakan penerapan kawasan tanpa rokok menjadi hal yang sangat
penting namun harus ada upaya yang sinergis antara masyarakat,
pemerintah dan tenaga kesehatan agar kebijakan ini mampu diterapkan
secara maksimal.

B. Analisis Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok


Rangkaian kebijakan publik yang saling berhubungan dan saling
mempengaruhi merupakan arti dari kebijakan kesehatan (Huber, 2010)
sedangkan (Cherry & R. Jacob, 2014) mengartikan bahwa kebijakan
kesehatan merupakan tindakan yang disahkan oleh aparat pemerintah
atau organisasi keperawatan dengan tujuan mencapai kesejahteraan
kesehatan.
Kebijakan Kesehatan dan berbagai regulasi yang dirumuskan
pemerintah untuk menghadapi dampak bahaya rokok yang dimana
perilaku perokok sangat sulit dihentikan ini diatur melalui Undang-Undang
Kesehatan No. 36 tahun 2009. Berdasar dari berbagai kebijakan, salah
satu kebijakan yang harus diterapkan adalah Kawasan Tanpa Rokok
yang diatur oleh Peraturan Daerah No. 1 tahun 2015, dengan
menjelaskan bahwa Kawasan tanpa rokok adalah ruangan atau area
yang dinyatakan dilarang untuk merokok atau kegiatan memproduksi,
menjual, mengiklankan, dan/atau mempromosikan produk tembakau.
Penerapan Kawasan Tanpa Rokok masih kurang optimal terutama
di Rumah sakit sebagai fasilitas pelayanan kesehatan, hal ini karena
rendahnya kesadaran masyarakat tentang bahaya merokok, hal ini juga
ditandai pada kelompok usia 5–9 tahun sudah mulai mengkonsumsi
rokok. Sebagian besar perokok merupakan generasi muda di usia
produktif (Kemenkes, 2011). Maka dalam hal ini, perlu adanya upaya

3
yang berkesinambungan antara tokoh masyarakat, tenaga kesehatan
dan pemerintah dalam mengoptimalkan kebijakan kawasan tanpa rokok.
Menurut Undang-Undang No.44 tahun 2009 pasal 29 ayat 1
tentang Rumah sakit yaitu pada setiap rumah sakit mempunyai kewajiban
memberlakukan seluruh lingkungan rumah sakit sebagai kawasan tanpa
rokok, yang bertujuan untuk melindungi kesehatan orang-orang yang
berada di lingkungan rumah sakit (perokok pasif) dari dampak buruk
kebiasaan merokok dan gangguan asap rokok serta untuk menciptakan
lingkungan rumah sakit yang bersih, sehat dan bebas dari asap rokok
(UU RI No 44,2009). Perawat merupakan salah satu petugas kesehatan
yang mempunya peran dalam upaya mnghentikan kebiasaan merokok,
ini sejalan dengan sala satu peran perawat yaitu sebagai perawat
konselor dan pendidik. Harapannya perawat turut aktif dalam
mengoptimalkan upaya menghentikan kebiasan merokok dan juga
mendukung penuh kebijakan pemerintah dalam hal ini penerapan
kawasan tanpa rokok.

C. Skenario dan fenomena nyata terkait dengan Kawasan Bebas Asap


Rokok
Contoh kasus 1
Fakultas Kedokteran Universitas ‘X’ memiliki mahasiswa
dengan mayoritas laki-laki, setelah dilakukan survey terhadap mereka,
didapatkan data bahwa sebagian besar berstatus perokok aktif,
setelah Kampus “X” menerapkan Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok
sesuai Peraturan daerah setempat, data yang ditemukan bahwa
adanya penurunan angka perokok aktif dan secara otomatis
memberikan perlindungan luas bagi perokok pasif.
Contoh kasus 2
Nn. T masuk rumah sakit dengan diagnos Bronchopneuminia
Duplex, pasien tersebut tidak merokok tetapi sebagian besar

4
keluarganya perokok aktif. Pasien Nn. T menderita penyakit ini karena
statusnya sebagai perokok pasif. Terperangkap dalam lingkaran
perokok aktif, menyebabkan perokok pasif berpeluang terkena
penyakit paru-paru dan penyakit berbahaya lainnya.

Dari kasus diatas dapat disimpulkan bahwa dampak dari rokok


sangat berbahaya baik bagi perokok aktif maupun perokok pasif,
Kebijakan kawasan tanpa rokok memiliki dampak yang positif dengan
membatasi ruang gerak paraperokok aktif dan mengurangi paparan
asap rokok pada perokok pasif.

D. Literatur Review
1) Literatur review terkait dengan Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok
Beberapa penelitian yang berkaitan dengan efektifitas
penerapan kebijakan tentang kawasan tanpa rokok. Nizwardi
Azkha melakukan penelitian terkait efektifitas penerapan kebijakan
perda kota tentang kawasan tanpa rokok (KTR) dala upaya
menurunkan perokok atif di Sumatera Barat tahun 2013, dari hasil
penelitian diperoleh bahwa pentingnya penerapan kebijakan
kawasan tanpa rokok sebagai salah satu upaya untuk menurunkan
angka perokok aktif dan memberikan perlindungan bagi perokok
pasif, walaupun dalam penelitian ini belum menunjukkan hasil yang
signifikan terhadap penurunan angka perokok aktif, hal ini karena
masih kurangnya masyarakat Sumatera Barat yang mendukung
diterapkannya kawasan tanpa rokok ini(Azkha, 2013).
Penelitian lainnya yang terkait dengan Kebijakan Kawasan
tanpa rokok juga diberlakukandi area pendidikan, hal ini di jelaskan
pada penelitian yang dilakukan oleh Chaaya (2013) yaitu tentang
sikap siswa terhadap kebijakan kawasan bebas rokok di
Universitas di Lebanon yang dimana hasil penelitian menjelaskan
bahwa kepatuhan siswa terhadap penerapan kebijakan kawasan

5
tanpa rokok masih kurang walaupun tetap terjadi penurunan angka
perokok aktif(Chaaya, 2013).
Penelitian yang dilakukan di kawasan pendidikan juga dilakukan
oleh Prabandari,dkk yaitu penelitian tentang efektivitas penerapan
kebijakan kampus bebas rokok terhadap perilaku merokok
mahasiswa di Fakultas Kedokteran UGM, dengan hasil penelitian
bahwa sebagian besar mahasiswa mendukung diterapkannya
kampus tanpa asap rokok, dan mahasiswa menyetujui bahwa
seluruh staf terkait anggota kampus sebaiknya tidak merokok
khususnya di Fakultas tersebut, hal ini sejalan dengan pernyataan
bahwa petugas kesehatan baik dokter maupun perawat adalah
figur yang baik dalam dunia kesehatan (Prabandari, 2009).
Kawasan tanpa rokok yang disingkat KTR adalah ruangan atau
area yang dinyatakan dilarang untuk kegiatan merokok atau
kegiatan memproduksi, menjual, mengiklankan dan/atau
mempromosikan produk tembakau (Menkes, 2011). Salah satu
ruang lingkup penerapan kawasan tanpa rokok yaitu fasilitas
pelayanan kesehatan yang merupakan tempat dalam
penyelenggaran kesehatan baik promotif, preventif, kuratif maupun
rehabilitatif. Rumah sakit merupakan salah satu area yang wajib
menerapka kebijakan ini. Penelitian yang dilakukan Habibi dkk
mengenai implementasi peraturan daerah terhadap kawasan tanpa
rokok di RSUD Haji dan Rumah sakit Stella Maris Kota Makassar
tahun 2015 menunjukkan bahwa penerapan kawasan tanpa rokok
di area rumah sakit haji masih kurang optimal, walaupun pada
dasarnya sudah diterapkan. Hal ini ditandai dengan ketidakpatuhan
para pengunjung rumah sakit terhadap kebijakan kawasan tanpa
rokok, namun pada Rumah sakit Stella Maris, penerapan kawasan
tanpa rokok sudah optimal, perbedaan ini disebabkan karena peran
dari tim khusus KTR (Habibi, 2016).

6
Penelitian KTR yang juga dilakukan di rumah sakit yaitu
penelitian oleh Zulaeha yaitu implemtasi kebijakan pemerintah
tentang penetapan kawasan tanpa rokok, studi pada rumah sakit
umum daerah Undata Propinsi Sulawesi tengah, dimana dari
penelitian ini menunjukkan bahwa penerapan kawasan tanpa rokok
sudah berjalan walaupun belum maksimal (Zulaeha, 2015).
Penelitian ini sejalan dengan penelitan yang dilakukan oleh Putra
yaitu mengenai evaluasi proses perda nomor tahun 2013 tentang
Kawasan tanpa asap rokok di fasilitas kesehatan (Rumah Sakit dan
Puskesmas) wilayah kecamatan Tembalang Kota Semarang, yang
dimana hasil penelitian didapatkan bahwa penerapan kawasan
tanpa rokok juga belum berjalan dengan baik, saat ini masih dalam
tahap sosialisasi dengan pemberian rambu larangan namun untuk
penindaklanjutan belum dilakukan apalagi untuk pemberian sanksi,
hal ini dikarenakan masih banyaknya hambatan yang dihadapi oleh
Dinas kesehatan setempat (Putra, 2015).
Hasil penelitian tentang analisis pengembangan kawasan tanpa
rokok di rumah sakit tingkat III Robert Wolter Monginsidi Manado
juga menjelaskan bahwa kebijakan kawasan tanpa rokok masih
belum berjalan dengan optimal, hal ini ditandai karena masih
banyaknya pengunjung yang terlihat bebas merokok di lingkungan
rumah sakit. Penerapan yang belum optimal disebabkan karena
ketidak tegasan pihak terkait dalam menerapkan kebijakan,
kurangnya sanksi tegas dan efek jera bagi pelanggar kebijakan
tersebut (Muliku, 2017).
Selain kebijakan kawasan tanpa rokok, upaya yang lain dapat
dilakukan oleh petugas kesehatan terkhusus perawat adalah
pemberian konseling baik di area pelayanan kesehatan maupun
area komunitas. Hal ini juga dijelaskan dalam penelitian oleh Khalaf
dengan topikperan perawat Yordania terkait mempromosikan

7
program berhenti merokok, hasil penelitian menjelaskan bahwa
intervensi perawat dalam pemberian konseling berhenti merokok
kepada pasien rawat inap sangatlah penting sebagai salah satu
upaya menurunkan angka perokok aktif di Yordania, namun
perawat menyadari bahwa pemberian konseling masih kurang
efektif dikarenakan masih banyaknya hambatan yang mengenai
kebijakan rumah sakit (Khalaf, 2017).
2) Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok dipengaruhi oleh faktor
pendukung dan faktor penghambat (Zulaeha, 2015)
a. Faktor pendukung
1. Komunikasi
Implementasi kebijakan dapat berjalan baik jika ada
ikatan komunikasi antara pembuat kebijakan kepada
pelaksana kebijakan. Komunikasi juga terkait
bagaimana penyampaian dan penyebaran informasi.
2. Struktur Birokras
Dengan adanya campur tangan Direktur Rumah sakit
atau Institusi setempat dengan menerbitkan SK Tim
satgas kawasan tanpa rokok untuk dijadikan pedoman
dalam menjalankan tugas yaitu melakukan
pemantauan dan larangan melakukan apapun
berkaitan dengan rokok di lingkungan pelayanan
kesehatan atau institusi setempat
b. Faktor penghambat
1. Kurangnya Sumber daya
Sumber daya yang tidak memadai merupakan faktor
penghambat dalam mengimplementasikan sebuah
kebijakan. Sumber daya mencakup sumber daya
manusia, fasilitas, anggaran
2. Disposisi

8
Jika terjadi pandangan berbeda dari implementor
terhadap pembuat kebijakan maka pelaksanaan
program akan gagal.

E. Alternatif Solusi Aplikatif


Kebijakan Kesehatan mengenai Kawasan Tanpa Rokok belum
diterapkan secara optimal di semua tempat terkhusus di area
pelayanan kesehatan baik Rumah Sakit maupun Puskesmas hal ini
dikarenakan oleh beberapa hambatan seperti belum optimalnya
sosialisasi tentang kebijakan kawasan tanpa rokok, kurangnya
dukungan atau ketidakpatuhan masyarakat dan petugas terkait
penerapan kebijakan kawasan tanpa rokok sehingga diperlukan
langkah-langkah pengembangan kebijakan. Solusi pengembanga
kebijakan dimaksud terdiri dari :
1) Pembentukan Komite atau Tim KTR
Solusi ini dilakukan berdasarkan pedoman pengembangan
kawasan tanpa rokok tahun 2011 yang menyatakan bahwa salah
satu solusi untuk mengembangkan kebijakan KTR di rumah sakit
adalah dengan pembentukan komite atau kelompok kerja (tim
khusus KTR)
2) Pengawasan dan Penegakan Hukum
Fasilitas pelayanan kesehatan merupakan salah satu area wajib
diterapkan kebijakan kawasan tanpa rokok, hal ini berlaku adanya
pengawasan dan sanksi bagi siapa saja melanggar, pelanggaran
ini dijelaskan oleh Peraturan bersama Meneri Kesehatan dan
Mentri dalam Negri No. 188 dan no. 7 tahun 2011 tentang
pedoman pelaksanaan kawasan tanpa rokok.
3) Mengoptimalkan Peran perawat dalam pengembangan kebijakan
kesehatan
Solusi dalam pengembangan ini dikaitkan dengan literatur riview

9
oleh (Kazemzadeh,2016) dalam penelitian Intervensi Perawat
dalam upaya berhenti merokok bagi pasien rawat inap dengan
hasil bahwa perawat berperan penting dalam membantu pasien
berhenti merokok, 17 penelitian menjelaskan bahwa metode yang
digunakan perawat yaitu menggunakan konseling, hal ini seuai
dengan peran perawat sebagai konselor, selain itu metode lain
seperti media cetak, brosur, penyuluhan juga merupakan metode
yang efektif untuk mendukung program berhenti merokok
(Kazemzadeh, 2016).

F. Kesimpulan
Dari beberapa penelitian tentang Rokok dan kebijakan kawasan
bebas rokok dapat disimpulkan bahwa perawat memiliki peranan penting
dalam upaya agar pasien berhenti merokok sehingga mampu
menurunkan angka kematian pasien akibat rokok.Perawat telah
menyadari akan bahaya merokok dan memperlihatkan keyakinan bahwa
mendukung program berhenti merokok adalah aktivitas yang tepat.
Namun adanya tantangan yang dihadapi seperti tingginya beban kerja
berdampak pada kurangnya waktu perawat sehinggapemberian
konseling pada pasien di rumah sakit tidak efektif. Selain itu karena
belum optimalnya penerapan Kebijakan tentang Kawasan Bebas Asap
Rokok dan ketidakpatuhan terhadap penerapan kawasan bebas asap
rokok maka diperlukan dukungan dari beberpa pihak terkait untuk
mendukung peran perawat dan juga menerapkan kebijakan kawasan
bebas asap rokok secara optimal.

10
DAFTAR PUSTAKA

Mills, AJ., & Ranson MK (2005). The design of health system. In Merson MH,
Black RE & Mills AJ (eds). International Public Health: Disease,
programs, System and Politicies. Subury MA: Jones & Bartlett

Depkes RI. (2013), Petunjuk Tekhnis Upaya Berhenti Merokok pada Fasilitas
Pelayanan Kesehatan Primer. Jakarta

Riset Kesehatan Dasar Tahun 2013

Kementrian Kesehatan RI, (2011), Pedoman Pengembangan Kawasan


Tanpa Rokok Pusat Promosi Kesehatan, Jakarta

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia (2003) Nomor 19 Tentang


Pengamanan Rokok bagi Kesehatan

Undang-Undang Republik Indonesia No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan,


Jakarta;2009

Huber, D. (2010). Leadership and Nursing Care Management (4th ed.).


United States: Elsevier.

Cherry, B., & Jacob, S. R. (2014). Contemporary nursing: issues, trends, &
management. Contemporary Nursing: Issues, Trends, & Management.
https://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004

Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Nomor 1 tahun 2015 tentang


Kawasan Tanpa Rokok

11
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah
Sakit

Azkha, N. (2013). Studi Efektivitas Penerapan Kebijakan Perda Kota tentang


Kawasan Tanpa Rokok (KTR) dalam Upaya Menurunkan Perokok Aktif
di SUmatera Barat tahun 2013. Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia,
171 - 179 Volume 02.

Chaaya. (2013). Students' attitude and smoking behaviour following the


implementation of a university smoke-free policy: a cross sectional
study. BMJ Open, 3 ; e002100. doi : 10.1136/bmjopen.

Habibi, S. H. (2016). Gambaran implementasi peraturan daerah tentang


kawasan tanpa rokok (KTR) pada RSUD Haji dan Rumah Sakit Stella
Maris di Kota Makassar tahun 2015. Public Health Science Journal,
161-170.

Kazemzadeh. (2016). Nursing Interventions for smoking cessation in


hospitalized patients : a systematic review. International Nursing
Riview.

Khalaf, I. A. (2017). Jordanian Nurses' Perception and Interventions Related


to Promoting Smoking Cessation. original article, doi
:10.1111/jocn.13929.

Muliku, H. R. (2017). Analisis Pengembangan Kawasan Tanpa Rokok di


Rumah Sakit Tingkat III Robert Wolter Mongisidi Manado. Community
Health, Volume 2 No 1.

Prabandari, Y. S, dkk (2009). Kawasan tanpa rokok sebagai alternatif


pengendalian tembakau studi efektifitas penerapan kebijakan kampus
bebas rokok terhadap perilaku dan status merokok mahasiswa di

12
fakulas kedokteran UGM, Yogyakarta. Jurnal Manajemen Pelayanan
Kesehatan, 218-225 volume 12.

Putra, R. D. (2015). Evaluasi Proses Perda Nomor 3 tahun 2013 tentang


Kawasan tanpa rokok di Fasilitas Kesehatan (Rumah Sakit dan
Puskesmas) wilayah Kecamatan Tembalang Kota Semarang. Journal
of Politic and Government Studies, Vol 4 No 3.

Zulaeha. (2015). Implementasi kebijakan pemerintah tentang penetapan


kawasan tanpa rokok, studi pada rumah sakit umum daerah undata
propinsi sulawesi tengah. e-jurnal katalogis, 58-67.

13
Nama : Ayu Safitri Yusuf
NIM : C012171014
Kelas : Manajemen

Sistem Penilaian pada Essay Analisis


Item Penilaian Poin

A. Mengeksplorasi issue dari list yang tersedia di silabus 20

Memperkenalkan topic yang akan dianalisis dan dampak yang dapat ditimbulkan

bagi profesi keperawatan. (Termasuk background issue, fenomena dan tujuan

dari penulisan makalah essay)

B. Literature review yang menggunakan berbagai jurnal publikasi terbaru dan 30

ilmiah, baik cetak maupun online (minimal 10 referensi)

Catatan: Blogspot, Wordpress, Wikipedia, Kompasiana tidak diperbolehkan

untuk digunakan.

C. Analysis & Diskusi 30

Pembahasan topik dan permasalahan ditinjau dari segi teori dan aplikasi dalam

kondisi nyata. Ada solusi konkrit dan langkah-langkah yang ditawarkan penulis.

D. Kesimpulan 15

Bagian ini memuat bagaimana padangan mahasiswa terkait solusi dari

issue/tantangan yang dihadapi dan bagaimana solusi tersebut dapat berkontribusi

dalam pengembangan profesi keperawatan kedepannya.

E. Penampilan secara umum Makalah 5

Pengurangan nilai dilakukan apabila makalah tidak sesuai aturan yang telah

ditetapkan, kesalahan pengetikan, penggunaan tanda baca yang tidak sesuai,

tidak menggunakan format APA.

TOTAL 100

14

Anda mungkin juga menyukai