Disusun Oleh:
21.4301.168
2022
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.
Rokok telah menjadi benda kecil yang paling banyak digemari. Merokok
telah menjadi gaya hidup bagi banyak pria dan wanita, bahkan anak-anak dan
kaum remaja. Kebiasaan merokok telah mengakibatkan banyak penyakit dari
gangguan pernapasan hingga kanker. Meski menyadari bahaya merokok, orang-
orang di seluruh dunia masih terus menghisap belasan milyar batang rokok setiap
harinya. Jumlah perokok di negara-negara berkembang jauh lebih banyak
dibanding jumlah perokok di negara maju. Angka yang sangat memprihatinkan
mengingat akibat buruk dari merokok baru dirasakan dalam jangka panjang.
World Health Organization (WHO) melansir bahwa angka kematian
akbat merokok mencapai 30%, atau setara dengan 17,3 juta orang. Angka
kematian tersebut diperkirakan terus meningkat hingga 2030, sebanyak 23,3 juta
orang. Aktivitas merokok meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular yang
banyak diidap oleh masyarakat di sejumlah negara berpendapatan rendah. Di
Indonesia, penyakit kardiovaskular mencapai 80% dan menduduki peringkat
tertinggi penyakit mematikan. Pada 2015, WHO mengeluarkan riset bahwa lebih
dari 3,9 juta anak dengan rentang usia 10 tahun hingga 14 tahun menjadi perokok
aktif. Sementara itu, aktivitas merokok untuk pertama kalinya dilakukan oleh
239.000 anak di bawah umur 10 tahun. Selebihnya, 40 juta anak berusia di
bawah 5 tahun menjadi perokok pasif. Selain itu, WHO juga mencatat bahwa
risiko peningkatan penderita kanker paru-paru pada perokok pasif mencapai 20—
30%, dan risiko penderita penyakit jantung sebanyak 25—35%. Angka kematian
dini akibat rokok di dunia tercatat hampir mencapai 5,4 juta. Jika kesadaran
tentang bahaya merokok tidak juga tumbuh, diprediksikan pada 2025 tercatat 10
juta perokok akan meregang nyawa.
Merokok merupakan salah satu gaya hidup yang tidak sehat.Setiap kali
menghirup asap rokok, baik sengaja atau tidak sengaja,berarti juga menghisap
lebih dari 4000 macam racun. Dengan demikian merokok sama dengan
memasukkan racun-racun tadi ke dalam rongga mulut dan tentunya paru-paru.
Merokok mengganggu kesehatan, kenyataan ini tidak dapat dipungkiri. Banyak
pula penyakit yang telah terbukti sebagai akibat buruk dari merokok. Kebiasaan
merokok merupakan gaya hidup yang merugikan kesehatan, hampir semua
perokok memulai mengenal rokok pada usia muda. Setiap jam ada 560 orang
mati atau 8,4 juta pertahun mati akibat rokok. Di Indonesia 52,9 % laki-laki
merokok dan 3,2 % perempuan merokok.
Kesehatan merupakan investasi untuk mendukung pembangunan
denganupaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Pembangunan
nasionalmerupakan usaha meningkatkan kualitas manusia dan masyarakat
Indonesia yang dilakukan secara berkesinambungan. Upaya besar bangsa
Indonesia dalam meluruskan kembali arah pembangunan nasional yang telah
dilakukan menuntut reformasi total kebijakan pembangunan di segala bidang.
Pembangunan pada hakikatnya adalah perubahan yang terus-menerus yang
merupakan kemajuan danperbaikan menuju ke arah tujuan yang ingin dicapai.
Asap Rokok Orang Lain (AROL) adalah asap yang keluar dari ujung
rokok yang menyala atau produk tembakau lainnya, yang biasanya merupakan
gabungan dengan asap rokok yang dikeluarkan oleh perokok. Asap rokok terdiri
dari asap utama (main stream) yang mengandung 25% kadar bahan berbahaya
dan asap sampingan (side stream) yang mengandung 75% kadar bahan
berbahaya. Perokok pasif mengisap 75% bahan berbahaya ditambah separuh dari
asap yang dihembuskan keluar oleh perokok. Asap Rokok mengandung 4000
bahan kimia beracun dan tidak kurang dari 69 diantaranya bersifat karsinogenik
atau menyebabkan kanker. Perempuan bukan perokok yang menikah dengan
suami perokok memiliki resiko perokok.
Merokok merupakan hak, namun bukan termasuk Hak Asasi Manusia
(HAM) sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945, karena ada hak yang lebih tinggi dari pada hak merokok,
yaitu hak setiap orang untuk mendapatkan lingkungan yang baik dan sehata
sebagaimana tertuang dalam Pasal 28 H ayat (1) UUD Negara RI Tahun 1945.
Jika merokok merupakan hak, namun tidak berlaku bagi anak-anak. Dari sisi
psikologis, anak belum memiliki hak untuk memutuskan merokok atau tidak
merokok. Hal ini karena faktor kedewasaan pada anak yang belum terbentuk,
sehingga mereka harus dilindungi agar tidak mengambil keputusan yang dapat
memberi dampak buruk bagi dirinya. Penerima asap rokok sendiri banyak dari
kalangan anak–anak, wanita hamil, dan bahkan orang usia lanjut yang terdampak
akan adanya perokok, hal ini dikarenakan perokok cenderung tidak terlalu peduli
dengan lingkungan di sekitarnya.
Oleh karenanya, upaya yang diarahkan untuk menurunkan jumlah
perokok, baik aktif maupun pasif, dapat meningkatkan derajat Kesehatan
masyarakat Indonesia secara berarti. Pemberlakuan Kawasan Tanpa Rokok
(KTR) merupakan salah satu upaya yang dapat ditempuh untuk melindungi
masyarakat dari paparan terhadap asap rokok dan terhadap produk tembakau
pada umumnya. Hal ini didukung pula oleh Undang-Undang Nomor 36 Tahun
2009 Tentang Kesehatan serta Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012
Tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk
Tembakau Bagi Kesehatan yang mengharuskan pemerintah daerah (pemda)
menyusun Peraturan Daerah Kawasan Tanpa Rokok (Perda KTR). Oleh karena
itu diperlukan adanya pembentukan kebijakan daerah yang memberikan
perlindungan terhadap bahaya rokok bagi bayi, balita, dan masyarakat bukan
perokok berupa pengendalian terhadap perilaku merokok. Pemberlakuan atau
rencana pemberlakuan KTR pun mulai banyak dilakukan oleh pemerintah daerah
di Indonesia, termasuk oleh Kabupaten Banyumas. Namun demikian,
pemberlakuan KTR memerlukan payung hukum yang kuat yang didukung oleh
naskah akademik dalam mewujudkan peraturan daerah mengenai KTR.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan sebelumnya, maka
sasaran yang ingin diwujudkan dalam penyusunan Naskah Akademik Tentang
Larangan Merokok di Kawasan Umum ini, yaitu:
1. Bagaimana meningkatkan pemantauan dan pengawasan kepada masyarakat
dalam penyelenggaraan Larangan Merokok di Kawasan Umum di
Kabupaten Banyumas, sebagai upaya mempercepat terwujudnya Kawasan
Tanpa Rokok di Wilayah Kabupaten Banyumas?
2. Produk hukum yang seperti apakah yang dapat digunakan sebagai dasar
hukum untuk mengatur penetapan Larangan Merokok di Kawasan Umum
sesuai dengan muatan materi peraturan perundang-undangan?
3. Apa yang menjadi pertimbangan sosiologis, yuridis dan faktual di
Pemerintah Kabupaten Banyumas terkait dengan penetapan Larangan
Merokok di Kawasan Umum?
4. Apa sasaran yang akan diwujudkan dan bagaimana ruang lingkup
pengaturan, jangkauan dan arah pengaturan Rancangan Peraturan Daerah
Kabupaten Banyumas tentang Larangan Merokok di Kawasan Umum?
A. Landasan Filosofis
Terlindunginya penduduk dari bahaya kesehatan akibat pajanan zat
beracun asap rokok orang lain adalah hak hidup manusia yang paling dasar.
Pemahaman akan hak individu untuk menghiruo udara bersih yang bebas dari
asap rokok, belum merata di masyarakat. Kebiasaan merokok tanpa hambatan
seolah-olah telah menjadi norma sosial yang diterima sebagai hal biasa selama
bertahun-tahun. Kalaupun ada upaya menghindari asap rokok orang lain,
umumnya lebih karena terganggu kenyamanannya, dan bukan karena
pemahaman hak individu untuk memperoleh udara yang bersih dan sehat atau
kesadaran akan resiko Kesehatan yang mengancam dirinya.
Pada UUD 1945 Pasal 28 butir a sampai dengan j, yang termasuk HAM
adalah sebagai berikut (karena manusia membutuhkan hak tersebut semenjak
dilahirkan):
1. Hak untuk hidup dan mempertahankan kehidupan (merokok mengancam
kehidupan karena berbahaya terhadap Kesehatan)
2. Hak atas lingkungan hidup yang sehat (merokok menimbulkan asap yang
menyebabkan lingkungan tercemar dan tidak sehat)
3. Hak atas Kesehatan
4. Hak konsumen untuk dilindungi
5. Hak untuk memperoleh informasi yang benar, jelas, dan jujur.
B. Landasan Sosiologis
1. Asap rokok adalah campuran gas dan partikel yang mengandung lebih dari
4.000 zat kimia mematikan. Sedikitnya 50 dari semua zat beracun tersebut
dapat menyebabkan kanker dan penyakit serius lainnya. Pajanan terhadap
asap rokok orang lain menimbulkan dampak langsung dan jangka panjang
yang tidak terkembalikan. Dampak langsung adalah iritasi mata, sakit
kepala, batuk, sakit tenggorokan, pusing, dan mual. Dalam jangka panjang,
pajanan asap rokok orang lain meningkatkan resiko berbagai penyakit
mematikan, diantaranya yaitu kanker paru-paru, jantung, stroke, penyakit
pernapasan, sindrom kematian bayi mendadak, infeksi pernapasan bagian
atas, infeksi telinga, dan asma kronis pada anak- anak.
2. Di dalam ruangan tertutup, bahkan setelah sumber asap rokok berhenti,
partikel asap rokok akan mengendap dan menempel di dinding, karpet,
lantai, dan benda-benda di sekitar dalam waktu lama yang akan terhirup oleh
orang lain sehingga menimbulkan dampak lanjutan selain dampak akibat
menghirup asap rokok secara langsung.
3. Asap rokok tidak dapat disaring dengan peralatan ventilasi secanggih apapun
karena ukuran partikel yang sangat halus. Tidak ada kadar asap rokok yang
bebas dari resiko. Pajanan yang singkatpun tetap berbahaya. Hanya dengan
menciptakan lingkungan yang 100% bebas dari asap rokok, masyarakat akan
terlindungi.
4. Sebagian masyarakat termasuk anak-anak dan remaja tidak mengetahui dan
memahami bahaya merokok dan asap rokok. Untuk itu, informasi yang
benar, jelas, dan jujur tentang bahaya merokok harus disampaikan secara
terus menerus melalui iklan layanan masyarakat dan komunikasi media.
Bahwa iklan rokok yang menampilkan kesan seolah-olah merokok membuat
terlihat gagah dan glamor, memudahkan pergaulan, meningkatkan gengsi,
harus dinetralisir dengan iklan bahaya merokok yang sesungguhnya.
5. Secara lebih rinci, kajian ilmiah yang menjadi dasar sosiologis Rancangan
Peraturan Daerah tentang Larangan Merokok di Kawasan Umum di
Kabupaten Banyumas ini dijelaskan pada Bab I Pendahuluan dari Naskah
Akademik ini.
C. Landasan Yuridis
1. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 menetapkan bahwa Kawasan Tanpa
Rokok meliputi fasilitas pelayanan kesehatan, tempat proses belajar
mengajar, tempat anak bermain, tempat ibadah, angkutan umum, tempat
kerja, dan tempat umum dan tempat lainnya yang ditetapkan serta
pemerintah daerah wajib menetapkan kawasan tanpa rokok di wilayahnya.
2. Dalam rangka penyelenggaraan pengamatan bahan yang mengandung Zat
Adiktif berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan (Peraturan Pemerintah
Nomor 109 Tahun 2012 Pasal 49), pemerintah daerah wajib mewujudkan
Kawasan Tanpa Rokok di wilayahnya dengan Peraturan Daerah. Selain
dilarang merokok, pada kawasan tanpa rokok tersebut diatur pula mengenai
larangan kegiatan menjual, mengiklankan, memproduksi, dan
mempromosikan rokok. Bahkan oemerintah daerah mengatur lebih lanjut
ketentuan-ketentuan iklan rokok di media luar ruang di wilayahnya
(Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012 Pasal 34).
3. Penyusunan Rancangan Peraturan Daerah tentang Larangan Merokok di
Kawasan Umum di Kabupaten Banyumas didasarkan pada asas pencapaian
derajat kesehatan manusia dan kualitas lingkungan hidup yang optimal di
daerah, sehingga pemerintah daerah dapat menetapkan ketentuan-ketentuan
lebih lanjut yang diperlukan sesuai dengan kebutuhan berdasarkan kaidah-
kaidah logis dan ilmiah untuk melindungi masyarakat dari bahaya rokok.
4. Peraturan pelaksanaan larangan merokok di kawasan umum yang berlaku
saat ini yaitu, Peraturan Daerah Kabupaten Banyumas Nomor 26 Tahun
2016 tentang Kawasan Tanpa Rokok. Oleh karena itu, ketentuan-ketentuan
yang tercantum dalam peraturan-peraturan tersebut yang telah sesuai dengan
Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku harus diakomodir dan
diperkuat dalam Rancangan Peraturan Daerah tentang Larangan Merokok di
Kawasan Umum di Kabupaten Banyumas.
BAB V
A. Ketentuan Umum
Ketentuan umum yang memuat pengertian di bawah ini:
1. Daerah adalah Kabupaten Banyumas
2. Pemerintah Daerah adalah Bupati dan Perangkat Daerah sebagai unsur
Penyelenggara Pemerintah Kabupaten Banyumas.
3. Bupati adalah Bupati Kabupaten Banyumas.
4. Rokok adalah salah satu produk tembakau yang dimaksudkan untuk dibakar,
dihisap, dan/atau dihirup termasuk rokok daun nipah, rokok kretek, rokok
putih, cerutu atau bentuk lainnya yang dihasilkan dari tanaman Nicotiana
Tabacum, Nicotiana Rustica dan spesies lainnya atau sintetisnya yang
asapnya mengandung nikotin, tar, dan zat adiktif dengan atau tanpa bahan
tambahan.
5. Merokok adalah kegiatan membakar dan/atau menghisap rokok.
6. Kawasan Tanpa Rokok, yang selanjutnya disingkat KTR, adalah ruangan
atau area yang dinyatakan dilarang untuk kegiatan merokok atau kegiatan
memproduksi, menjual, mengiklankan, dan atau mempromosikan produk
tembakau.
7. Asap Rokok Orang Lain (AROL) adalah asap yang keluar dari rokok yang
menyala atau dari produk tembakau lain yang biasanya dengan kombinasi
asap rokok yang dihembuskan oleh perokok.
8. Fasilitas pelayanan kesehatan adalah tempat yang digunakan untuk
menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan,baik promotif, preventif,
kuratif maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh pemerintah, pemerintah
daerah, dan/atau masyarakat.
9. Tempat proses belajar mengajar adalah tempat berlangsungnya kegiatan
Belajar mengajar atau pendidikan dan pelatihan seperti sekolah, Madrasah,
perguruan tinggi, tempat kursus, TPA/TPSQ, termasuk Ruang perpustakaan,
ruang praktek atau laboratorium,museum dan sejenisnya.
10. Tempat ibadah adalah sarana untuk rnelaksanakan kegiatan keagamaan
seperti masjid, mushollah, gereja, kapel, pura, wihara, klenteng dan tempat
ibadah lainnya.
11. Tempat anak bermain adalah tempat yang diperuntukkan untuk kegiatan
anak-anak seperti tempat penitipan anak, tempat pengasuhan anak, tempat
bermain anak-anak dan lainnya.
12. Angkutan umum adalah alat angkutan bagi masyarakat yang berupa
kendaraan darat, air dan udara.
13. Tempat kerja adalah tiap ruangan atau lapangan, tertutup atau terbuka,
bergerak atau tetap dimana tenaga kerja bekerja, atau sering dimasuki tenaga
kerja untuk keperluan suatu usaha.
14. Tempat umum adalah sarana yang dapat digunakan oleh lapisan masyarakat
untuk berbagai kegiatan.
15. Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan
baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang
meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan
usaha milik negara atau daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun,
firma, kongsi, koperasi, persekutuan, yayasan, organisasi massa, organisasi
sosial politik atau organisasi yang sejenis, lembaga dana pensiun, bentuk
usaha tetap, serta bentuk badan lainnya.
16. Pimpinan dan/atau penanggungjawab adalah seseorang yang mempunyai
tugas dan wewenang sebagai pimpinan dan/atau penanggungjawab atas
sebuah tempat atau ruangan kegiatan.
17. Satuan Kerja Perangkat Daerah yang selanjutnya disebut SKPD adalah Unit
Kerja Pemerintah Daerah yang rnernpunyai tugas mengelola anggaran dan
barang daerah.
2. Tujuan
Penetapan Larangan Merokok di Kawasan Umum bertujuan untuk:
a. Memberikan perlindungan dari bahaya asap rokok bagi perokok aktif
dan/atau pemaparan asap rokok pada orang lain.
b. Memberikan ruang dan lingkungan yang bersih dan sehat bagi
masyarakat.
c. Membudayakan hidup sehat.
d. Menekan angka pertumbuhan perokok pemula.
3. Prinsip
Prinsip penerapan Larangan Merokok di Kawasan Umum adalah:
a. Kegiatan merokok pada KTR adalah bertentangan dengan hukum.
b. Disediakan ruang merokok khusus di tempat umum/tempat kerja
tertutup dengan syarat:
(1) Merupakan ruang terbuka atau ruang yang berhubungan langsung
dengan udara luar sehingga udara dapat bersirkulasi dengan baik.
(2) Terpisah dari gedung/tempaUruang utama dan ruang lain yang
digunakan untuk beraktifitas.
(3) Jauh dari pintu masuk dan keluar.
(4) Jauh dari tempat orang berlalu-lalang.
c. Pemaparan asap rokok pada orang lain melalui kegiatan merokok, atau
tindakan mengijinkan dan/atau membiarkan orang merokok di KTR
adalah bertentangan dengan hukum.
4. Ruang Lingkup
Ruang lingkup Larangan Merokok di Kawasan Umum meliputi:
a. Fasilitas pelayanan kesehatan adalah tempat yang digunakan untuk
menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan,baik promotif, preventif,
kuratif maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh pemerintah,
pemerintah daerah, dan/atau masyarakat.
b. Tempat proses belajar mengajar adalah tempat berlangsungnya kegiatan
Belajar mengajar atau pendidikan dan pelatihan seperti sekolah,
Madrasah, perguruan tinggi, tempat kursus, TPA/TPSQ, termasuk
Ruang perpustakaan, ruang praktek atau laboratorium,museum dan
sejenisnya.
c. Tempat ibadah adalah sarana untuk rnelaksanakan kegiatan keagamaan
seperti masjid, mushollah, gereja, kapel, pura, wihara, klenteng dan
tempat ibadah lainnya.
d. Tempat anak bermain tempat yang diperuntukkan untuk kegiatan anak-
anak seperti tempat penitipan anak, tempat pengasuhan anak, tempat
bermain anak-anak dan lainnya.
e. Angkutan umum adalah alat angkutan bagi masyarakat yang berupa
kendaraan darat, air dan udara.
f. Tempat kerja adalah tiap ruangan atau lapangan, tertutup atau terbuka,
bergerak atau tetap dimana tenaga kerja bekerja, atau sering dimasuki
tenaga kerja untuk keperluan suatu usaha.
g. Tempat umum adalah sarana yang dapat digunakan oleh lapisan
masyarakat untuk berbagai kegiatan.
h. Tempat lain yang ditetapkan.
11. Pengawasan
Pihak yang melakukan pengawasan adalah:
a. SKPD bersama-sama masyarakat dan/atau badan/atau lembaga dan/atau
organisasi kemasyarakatan melakukan pengawasan pelaksanaan KTR.
b. Pengawasan KTR dilaksanakan oleh SKPD yang mempunyai tugas
pokok dan fungsi sesuai dengan tempat yang dinyatakan sebagai KTR.
c. Hasil pengawasan wajib dilaporkan oleh masing-masing SKPD sesuai
dengan tugas dan fungsi masing-masing kepada Walikota melalui
Sekretaris Daerah setiap 1 (satu) bulan sekali.
d. Ketentuan lebuh lanjut mengenai pengawasan KTR diatur dalam
Peraturan Walikota.
e. Pimpinan dan/atau penanggungjawab KTR wajib melakukan inspeksi
dan pengawasan di KTR yang menjadi tanggungjawabnya.
f. Pimpinan dan/atau penanggungjawab KTR wajib melaporkan hasil
inspeksi dan pengawasan kepada SKPD terkait setiap 1 (satu) bulan
sekali.
g. Dinas Kesehatan dan Satpol PP berkoordinasi dengan SKPD lainnya
wajib melakukan inspeksi dan pengawasan ke seluruh gedung di
wilayah kerjanya.
h. Dinas kesehatan selanjutnya melaporkan hasil inspeksi dan pengawasan
kepada Walikota.
i. Dalam hal penegakan hukum, Dinas Kesehatan, Satpol PP dan SKPD
lainnya melakukan operasi tindak pidana ringan (operasi tipiring)
minimal 1 (satu) kali dalam 1 (satu) bulan.
C. Ketentuan sanksi
1. Sanksi Administratif
a. Pimpinan dan/atau penanggungjawab KTR dapat dikenakan sanksi
berupa:
1) Peringatan tertulis.
2) Paksaan pemerintahan.
3) Uang paksa.
4) Pencabutan izin.
5) Tata cara pemberian sanksi administratif di KTR:
a) Walikota dan/atau kepala SKPD terkait memberikan peringatan
tertulis kepada pimpinan atau penanggungjawab KTR.
b) Apabila dalam waktu 1 (satu) bulan sejak peringatan tertulis
diberikan pimpinan dan/atau penanggungjawab KTR belum
memenuhi ketentuan sebagaimana tercantum dalam peringatan
tertulis, maka kepada pimpinan dan/atau penanggungjawab KTR
dimaksud diberikan sanksi berupa paksaan pemerintahan atau
uang paksa atau pencabutan izin.
c) Sanksi sebagaimana dimaksud di atas diberikan oleh Walikota
atau pejabat yang berwenang.
2. Sanksi Pidana
a. Setiap orang yang merokok di tempat atau area yang dinyatakan sebagai
KTR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1), dipidana dengan
pidana penjara paling lama 3 (tiga) hari atau denda paling sedikit Rp
100.000,00 (seratus ribu rupiah) dan paling banyak Rp 500.000,00
(seratus ribu rupiah) untuk setiap kali pelanggaran.
b. Setiap orang/badan yang mempromosikan, mengiklankan, menjual,
dan/atau membeli rokok di tempat atau area yang dinyatakan sebagai
KTR, dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) hari atau
denda paling banyak Rp.1.500.000,- (satu juta lima ratus ribu rupiah).
c. Setiap pengelola KTR yang tidak melakukan pengawasan internal,
membiarkan orang merokok, tidak menyingkirkan asbak atau
sejenisnya, dan tidak memasang tanda-tanda dilarang merokok di tempat
atau area yang dinyatakan sebagai KTR dipidana dengan pidana penjara
paling lama 3 (tiga hari) hari atau denda paling banyak Rp. 2.500.000,-
(dua juta lima ratus ribu rupiah).
d. Denda dibayarkan langsung ke rekening Kas Daerah setelah ditetapkan
oleh hakim sidang Pengadilan Negeri Banyumas.
D. Ketentuan Peralihan
1. Sebelum pelaksanaan sanksi terhadap Kawasan Tanpa Rokok, dilaksanakan
pembinaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11.
2. Pembinaan dilakukan paling lama 1 (satu) tahun sejak Peraturan Daerah ini
diundangkan.
E. Ketentuan Penutup
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada saat diundangkan.
BAB VI
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan Naskah Akadamik mengenai Rancangan Peraturan Daerah
tentang Larangan Merokok di Kawasan Umum, maka dapat disimpulkan sebagai
berikut:
1. Dampak negatif penggunaan rokok pada kesehatan telah lama diketahui.
Kanker paru merupakan penyebab kematian nomor satu di dunia, di samping
dapat menyebabkan serangan jantung, impotensi, penyakit darah, enfisema,
stroke, dan gangguan kehamilan serta janin yang sebenarnya dapat dicegah.
2. Merokok merugikan kesehatan baik bagi perokok itu sendiri maupun orang
lain di sekitarnya yang tidak merokok (perokok pasif). Perokok mempunyai
risiko dua sampai empat kali lipat untuk terkena penyakit jantung koroner
dan risiko lebih tinggi untuk kematian mendadak.
3. Perlindungan terhadap bahaya paparan asap rokok diperlukan untuk
pencapaian kesejahteraan manusia agar terwujud dan terpeliharanya derajat
kesehatan yang tinggi, karena kesehatan menjadi komponen penting dari
tercapainya kesejahteraan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 Undang-
Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, yang menegaskan bahwa
setiap orang berhak atas kesehatan. Untuk mewujudkan derajat kesehatan
masyarakat yang setinggi-tingginya, maka Pemerintah Daerah berkewajiban
menyelenggarakan upaya kesehatan yang terpadu dan menyeluruh.
B. Saran
Penerapan kebijakan Larangan Merokok di Kawasan Umum bertujuan
untuk mempersempit area bagi perokok sehingga generasi sekarang maupun akan
datang dapat terlindungi dari bahaya rokok. Dan hal tersebut merupakan
tanggung jawab seluruh komponen bangsa, baik individu, masyarakat maupun
pemerintah. Komitmen bersama sangat dibutuhkan dalam keberhasilan
penerapan Larangan Merokok di Kawasan Umum. Oleh sebab itu,
pengembangan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) perlu diwujudkan bersama.
DAFTAR PUSTAKA