Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

UPAYA PENCEGAHAN TINDAK PIDANA KORUPSI

Dosen pengampu : Alda Rifada Rizqi., S.H., M.H

Untuk memenuhi salah satu Tugas kelompok

Mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan

Disusun Oleh :
Muhammad Gerhana Syayidsyam 214301131
Ardiansyah Hidayat 214301142
Umar Natanegara 184301380
Yogi Ramadhan 214301140
Susilo Adi 214301168
Delia Putri merdekawati 214301162

SEKOLAH TINGGI HUKUM BANDUNG


BANDUNG
2021
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI............................................................................................................................................... 3
BAB I ........................................................................................................................................................ 4
PENDAHULUAN ....................................................................................................................................... 4
A. Latar Belakang .......................................................................................................................... 4
B. Rumusan Masalah ....................................................................................................................... 4
BAB II ....................................................................................................................................................... 5
TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................................................................ 5
A. Pengertian korupsi ...................................................................................................................... 5
B. Gambaran umum dan Jenis-jenis Korupsi .................................................................................. 6
BAB II ....................................................................................................................................................... 8
PEMBAHASAN ......................................................................................................................................... 8
A. Awal Mula Munculnya Korupsi ................................................................................................... 8
B. Persepsi Masyarakat tentang Korupsi ........................................................................................ 9
C. Faktor-faktor penyebab terjadinya korupsi ................................................................................ 9
D. Peran Serta Pemerintah Dan Masyarakat Dalam Memberantas Korupsi ................................ 10
E. Upaya yang Dapat Ditempuh dalam Pemberantasan Korupsi.................................................. 10
BAB III .................................................................................................................................................... 13
PENUTUP ............................................................................................................................................... 13
A. Kesimpulan ................................................................................................................................. 13
B. Saran.......................................................................................................................................... 13
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................................. 15
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Korupsi telah mengakibatkan kerugian materil keuangan negara yang sangat besar.
Namun yang lebih memprihatinkan lagi adalah terjadinya perampasan dan pengurasan
keuangan negara yang dilakukan secara kolektif oleh kalangan anggota legislatif dengan
dalih studi banding, THR, uang pesangon dan lain sebagainya di luar batas kewajaran.
Bentuk perampasan dan pengurasan keuangan negara demikian terjadi hampir di seluruh
wilayah tanah air. Hal itu merupakan cerminan rendahnya moralitas dan rasa malu warga
indonesia, sehingga yang menonjol adalah sikap kerakusan. Maka dari itu korupsi harus
di berantas, jika kita tidak dapat memberantas korupsi, atau paling tidak mengurangi
sampai pada titik nadir yang paling rendah.
Namun, Pada saat ini ada indikasi terjadinya sikap apatis masyarakat terhadap
tindakan korupsi. Masyarakat seakan telah jenuh dan terbiasa dengan kasus-kasus
korupsi yang mencuat kepermukaan. Tidak ada sanksi moral dari masyarakat terhadap
para koruptor. Bahkan, secara tak langsung budaya korupsi telah merajalela ditengah-
tengah kehidupan masyarakat. Pada setiap aspek kehidupan, selalu ditemui budaya
korupsi yang telah mengakar dan menjadi kebiasaan lumrah setiap orang.

B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang kami dapatkan yaitu sebagai berikut:
1) Apa itu korupsi?
2) Bagaimana gambaran umum korupsi serta jenis-jenisnya?
3) Dari mana awal mulanya sehingga terjadi korupsi?
4) Bagaimana persepsi masyarakat tentang korupsi?
5) Apa faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya korupsi?
6) Bagaimana peran pemerintah dan masyarakat dalam memberantas korupsi?
7) Upaya apa yang dapat di tempuh dalam pemberantasan korupsi?
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian korupsi

Kata Korupsi berasal dari bahasa latin, Corruptio-Corrumpere yang artinya busuk,
rusak, menggoyahkan, memutar balik atau menyogok. Arti harfiahnya adalah
Kebusukan, keburukan, kebejatan, ketidakjujuran, dapat di suap, Tidak bermoral,
penyimpangan dari kesucian. Maka dapat disimpulkan korupsi merupakan perbuatan
curang yang merugikan Negara dan masyarakat luas dengan berbagai macam modus.
Banyak para ahli yang mencoba merumuskan korupsi, yang jika dilihat dari
struktur bahasa dan cara penyampaiannya yang berbeda, tetapi pada hakekatnya
mempunyai makna yang sama. Kartono (1983) memberi batasan korupsi sebagai tingkah
laku individu yang menggunakan wewenang dan jabatan guna mengeduk keuntungan
pribadi, merugikan kepentingan umum dan negara. Jadi korupsi merupakan gejala salah
pakai dan salah urus dari kekuasaan, demi keuntungan pribadi, salah urus terhadap
sumber-sumber kekayaan negara dengan menggunakan wewenang dan kekuatan-
kekuatan formal untuk memperkaya diri sendiri.
Wertheim dalam Lubis, 1970 menyatakan bahwa seorang pejabat dikatakan
melakukan tindakan korupsi bila ia menerima hadiah dari seseorang yang bertujuan
mempengaruhinya agar ia mengambil keputusan yang menguntungkan kepentingan si
pemberi hadiah. Kadang-kadang orang yang menawarkan hadiah dalam bentuk balas jasa
juga termasuk dalam korupsi. Selanjutnya, Wertheim menambahkan bahwa balas jasa
dari pihak ketiga yang diterima atau diminta oleh seorang pejabat untuk diteruskan
kepada keluarganya atau kelompoknya atau orang-orang yang mempunyai hubungan
pribadi dengannya, juga dapat dianggap sebagai korupsi. Dalam keadaan yang demikian,
jelas bahwa ciri yang paling menonjol di dalam korupsi adalah tingkah laku pejabat yang
melanggar azas pemisahan antara kepentingan pribadi dengan kepentingan masyarakat,
pemisaham keuangan pribadi dengan masyarakat.
Menurut perspektif hukum, definisi korupsi di jelaskan dalam 13 pasal ( UU No.31
Tahun 1999. UU No 20 Tahun 2001 ) Merumuskan 30 bentuk / Jenis tindak pidana
korupsi, yang di kelompokkan

1. Kerugian keuangan negara


2. Suap menyuap
3. Penggelapan dalam jabatan
4. Pemerasan
5. Perbuatan curang
6. Benturan kepentingan dalam pengadaan
7. Gratifikasi
Korupsi adalah penyalahgunaan amanah untuk kepentingan pribadi. Masyarakat
pada umumnya menggunakan istilah korupsi untuk merujuk kepada serangkaian
tindakan-tindakan terlarang atau melawan hukum dalam rangka mendapatkan
keuntungan dengan merugikan orang lain. Hal yang paling mengidentikkan perilaku
korupsi bagi masyarakat umum adalah penekanan pada penyalahgunaan kekuasaan atau
jabatan publik untuk keuntungan pribadi.
Dalam mewujudkan keseriusan pemerintah dalam upaya memberantas korupsi,
Telah di keluarkan berbagai kebijakan. Di awali dengan penetapan anti korupsi sedunia
oleh PBB pada tanggal 9 Desember 2004, Presiden susilo Budiyono telah mengeluarkan
instruksi Presiden Nomor 5 tahun 2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi, yang
menginstruksikan secara khusus Kepada Jaksa Agung Dan kapolri:
1. Mengoptimalkan upaya–upaya penyidikan/Penuntutan terhadap tindak pidana
korupsi untuk menghukum pelaku dan menelamatkan uang negara.
2. Mencegah & memberikan sanksi tegas terhadap penyalah gunaan wewenang yg di
lakukan oleh jaksa (Penuntut Umum)/ Anggota polri dalam rangka penegakan
hukum.
3. Meningkatkan Kerjasama antara kejaksaan dgn kepolisian Negara RI, selain
denagan BPKP,PPATK,dan intitusi Negara yang terkait denagn upaya penegakan
hukum dan pengembalian kerugian keuangan negara akibat tindak pidana korupsi
Kebijakan selanjutnya adalah menetapkan Rencana aksi nasional Pemberantasan
Korupsi (RAN-PK) 2004-2009. Langkah – langkah pencegahan dalam RAN-PK di
prioritaskan pada :
1. Mendesain ulang layanan publik .
2. Memperkuat transparasi, pengawasan, dan sanksi pada kegiatan pemerintah yg
berhubungan Ekonomi dan sumber daya manusia.
3. Meningkatkan pemberdayaan pangkat–pangkat pendukung dalam pencegahan
korupsi.
B. Gambaran umum dan Jenis-jenis Korupsi

Korupsi di Indonsia dimulai sejak era Orde Lama sekitar tahun 1960-an bahkan
sangat mungkin pada tahun-tahun sebelumnya. Pemerintah melalui Undang-Undang
Nomor 24 Prp 1960 yang diikuti dengan dilaksanakannya “Operasi Budhi” dan
Pembentukan Tim Pemberantasan Korupsi berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 228
Tahun 1967 yang dipimpin langsung oleh Jaksa Agung, belum membuahkan hasil nyata.
Pada era Orde Baru, muncul Undang-Undang Nomor3 Tahun 1971 dengan Operasi
Tertib yang dilakukan Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban
(Kopkamtib), namun dengan kemajuan iptek, modus operandi korupsi semakin canggih
dan rumit sehingga Undang-Undang tersebut gagal dilaksanakan. Selanjutnya
dikeluarkan kembali Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999.
Upaya-upaya hukum yang telah dilakukan pemerintah sebenarnya sudah cukup
banyak dan sistematis. Namun korupsi di Indonesia semakin banyak sejak akhir 1997
saat negara mengalami krisis politik, sosial, kepemimpinan, dan kepercayaan yang pada
akhirnya menjadi krisis multidimensi. Gerakan reformasi yang menumbangkan rezim
Orde Baru menuntut antara lain ditegakkannya supremasi hukum dan pemberantasan
Korupsi, Kolusi & Nepotisme (KKN). Tuntutan tersebut akhirnya dituangkan di dalam
Ketetapan MPR Nomor IV/MPR/1999 & Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999
tentang Penye-lenggaraan Negara yang Bersih & Bebas dari KKN.
Jenis korupsi yang lebih operasional juga diklasifikasikan oleh tokoh reformasi, M.
Amien Rais yang menyatakan sedikitnya ada empat jenis korupsi, yaitu:
1. Korupsi ekstortif, yakni berupa sogokan atau suap yang dilakukan pengusaha
kepada penguasa.
2. Korupsi manipulatif, seperti permintaan seseorang yang memiliki kepentingan
ekonomi kepada eksekutif atau legislatif untuk membuat peraturan atau UU yang
menguntungkan bagi usaha ekonominya.
3. Korupsi nepotistik, yaitu terjadinya korupsi karena ada ikatan kekeluargaan,
pertemanan, dan sebagainya.
4. Korupsi subversif, yakni mereka yang merampok kekayaan negara secara
sewenang-wenang untuk dialihkan ke pihak asing dengan sejumlah keuntungan
pribadi.
Diantara model-model korupsi yang sering terjadi secara praktis adalah: pungutan
liar, penyuapan, pemerasan, penggelapan, penyelundupan, pemberian (hadiah atau
hibah) yang berkaitan dengan jabatan atau profesi seseorang.
Jeremy Pope (2007: xxvi) mengutip dari Gerald E. Caiden dalam Toward a
General Theory of Official Corruption menguraikan secara rinci bentuk-bentuk korupsi
yang umum dikenal, yaitu:
1. Berkhianat, subversif, transaksi luar negeri ilegal, penyelundupan.
2. Penggelapan barang milik lembaga, swastanisasi anggaran pemerintah, menipu dan
mencuri.
3. Penggunaan uang yang tidak tepat, pemalsuan dokumen dan penggelapan uang,
mengalirkan uang lembaga ke rekening pribadi, menggelapkan pajak,
menyalahgunakan dana.
4. Penyalahgunaan wewenang, intimidasi, menyiksa, penganiayaan, memberi ampun
dan grasi tidak pada tempatnya.
5. Menipu dan mengecoh, memberi kesan yang salah, mencurangi dan memperdaya,
memeras.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Awal Mula Munculnya Korupsi


Korupsi dalam sejarah manusia bukanlah hal baru. Ia lahir berbarengan dengan
umur manusia itu sendiri. Ketika manusia mulai hidup bermasyarakat, di sanalah awal
mula terjadinya korupsi. Penguasaan atas suatu wilayah dan sumber daya alam oleh
segelintir kalangan mendorong manusia untuk saling berebut dan menguasai. Berbagai
taktik dan strategi pun dilaksanakan. Perebutan manusia atas sumber daya alam dan
politik inilah awal mula terjadinya ketidakadilan. Padahal kebutuhan untuk bertahan
hidup kian menanjak, tapi kesempatan untuk memenuhinya semakin terbatas. Sejak saat
itu moralitas dikesampingkan. Orientasi hidup yang mengarah pada keadilan berubah
menjadi kehidupan saling menguasai dan mengekploitasi. Di dalam sejarah, kita dapat
menemukan banyak catatan yang terkait dengan kondisi tersebut.
Di India korupsi sudah menjadi permasalahan serius sejak 2300 tahun yang lalu,
hal ini terbukti dengan adanya tulisan seorang perdana menteri Chandragupta tentang 40
cara untuk mencuri kekayaan negara. Kerajaan China, pada ribuan tahun yang lalu telah
menerapkan kebijakan yang disebut Yang-lien yaitu hadiah untuk pejabat negara yang
bersih, sebagai insentif untuk menekan korupsi. Tujuh abad silam, Dante menyebutkan
bahwa para koruptor akan tinggal di kerak neraka dan Shakespeare mengangkat tema-
tema korupsi dalam berbagai karyanya.
Pada abad ke-14 Abdul Rahman berpendapat bahwa akar korupsi adalah keinginan
hidup bermewah-mewah dikalangan elit pemegang kekuasaan, sehingga mereka
menghalalkan berbagai cara untuk membiayai gaya hidup mereka.
Di Indonesia, korupsi mulai terjadi sejak jaman kerajaan. Bahkan VOC bangkrut
pada awal abad 20 akibat korupsi yang merajalela di tubuhnya. Setelah proklamasi
kemerdekaan, banyak petinggi Belanda yang kembali ke tanah airnya, posisi kosong
mereka kemudian diisi oleh kaum pribumi pegawai pemerintah Hindia Belanda yang
tumbuh dan berkembang di lingkungan koruptor. Kultur korupsi tersebut berlanjut
hingga masa pemerintah Orde Lama. Di awal pemerintahan Orde Baru, Presiden
Soeharto melakukan berbagai upaya untuk memberantas korupsi. Terlepas dari upaya
tersebut, Presiden Soeharto tumbang karena isu korupsi. Perjalanan panjang korupsi telah
membuat berbagai kalangan pesimis akan prospek pemberantasan korupsi, baik di
Indonesia maupun di berbagai belahan dunia.
Dalam dua dekade terakhir, dunia mulai memandang korupsi sebagai isu
penting. Berbagai inisiatif untuk memerangi korupsi dilakukan mulai dari tingkat
nasional, regional hingga level internasional. Pandangan bahwa korupsi mendorong
pertumbuhan ekonomi mulai ditinggalkan banyak kalangan. Korupsi dipandang bukan
hanya sebagai permasalahan moral semata, tetapi sebagai permasalahan
multidimensional (politik, ekonomi, social dan budaya).Perubahan cara pandang dan
pendekatan terhadap korupsi, yang diikuti dengan menjamurnya kerjasama antar bangsa
dalam isu ini menyemai optimisme bahwa perang melawan korupsi adalah perang yang
bisa kita menangkan.

B. Persepsi Masyarakat tentang Korupsi


Rakyat kecil yang tidak memiliki alat pemukul guna melakukan koreksi dan
memberikan sanksi pada umumnya bersikap acuh tak acuh. Namun yang paling
menyedihkan adalah sikap rakyat menjadi apatis dengan semakin meluasnya praktik-
praktik korupsi oleh beberapa oknum pejabat lokal, maupun nasional.
Kelompok mahasiswa sering menanggapi permasalahan korupsi dengan emosi dan
demonstrasi. Tema yang sering diangkat adalah “penguasa yang korup” dan “derita
rakyat”. Mereka memberikan saran kepada pemerintah untuk bertindak tegas kepada para
korup-tor. Hal ini cukup berhasil terutama saat gerakan reformasi tahun 1998. Mereka
tidak puas terhadap perbuatan manipulatif dan koruptif para pejabat. Oleh karena itu,
mereka ingin berpartisipasi dalam usaha rekonstruksi terhadap masyarakat dan sistem
pemerin-tahan secara menyeluruh, mencita-citakan keadilan, persamaan dan
kesejahteraan yang merata.

C. Faktor-faktor penyebab terjadinya korupsi


Faktor-Faktor yang menyebabkan terjadinya Korupsi adalah :
1) Penegakan hukum tidak konsisten : penegakan hukum hanya sebagai make-up politik,
bersifat sementara dan sellalu berubah tiap pergantian pemerintahan.
2) Penyalahgunaan kekuasaan dan wewenang karena takut dianggap bodoh bila tidak
menggunakan kesempatan.
3) Langkahnya lingkungan yang antikorup : sistem dan pedoman antikorupsi hanya
dilakukan sebatas formalitas.
4) Rendahnya pndapatan penyelenggaraan negara. Pedapatan yang diperoleh harus
mampu memenuhi kebutuhan penyelenggara negara, mampu mendorong penyelenggara
negara untuk berprestasi dan memberikan pelayanan terbaik bagi masyarakat.
5) Kemiskinan, keserakahan : masyarakat kurang mampu melakukan korupsi karena
kesulitan ekonomi. Sedangkan mereka yang berkecukupan melakukan korupsi karena
serakah, tidak pernah puas dan menghalalkan segala cara untuk mendapatkan
keuntungan.
6) Budaya member upeti, imbalan jasa dan hadiah.
7) Konsekuensi bila ditangkap lebih rendah daripada keuntungan korupsi : saat
tertangkap bisa menyuap penegak hukum sehingga dibebaskan atau setidaknya
diringankan hukumannya. Rumus: Keuntungan korupsi > kerugian bila tertangkap.
8) Budaya permisif/serba membolehkan; tidakmau tahu : menganggap biasa bila ada
korupsi, karena sering terjadi. Tidak perduli orang lain, asal kepentingannya sendiri
terlindungi.
9) Gagalnya pendidikan agama dan etika : ada benarnya pendapat Franz Magnis
Suseno bahwa agama telah gagal menjadi pembendung moral bangsa dalam mencegah
korupsi karena perilaku masyarakat yang memeluk agama itu sendiri. Pemeluk agama
menganggap agama hanya berkutat pada masalah bagaimana cara beribadah saja.
Sehingga agama nyaris tidak berfungsi dalam memainkan peran sosial. Menurut Franz,
sebenarnya agama bisa memainkan peran yang besar dibandingkan insttusi lainnya.
Karena adanya ikatan emosional antara agama dan pemeluk agama tersebut jadi agama
bisa menyadarkan umatnya bahwa korupsi dapat memberikan dampak yang sangat buruk
baik bagi dirinya maupun orang lain.
D. Peran Serta Pemerintah Dan Masyarakat Dalam Memberantas Korupsi
Partisipasi dan dukungan dari masyarakat sangat dibutuhkan dalam mengawali
upaya-upaya pemerintah melalui KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) dan aparat
hukum lain.
KPK yang ditetapkan melalui Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang
Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi untuk mengatasi, menanggulangi, dan
memberan-tas korupsi, merupakan komisi independen yang diharapkan mampu menjadi
“martir” bagi para pelaku tindak KKN.
Adapun agenda KPK adalah sebagai berikut :
1. Membangun kultur yang mendukung pemberantasan korupsi.
2. Mendorong pemerintah melakukan reformasi public sector dengan mewujudkan
good governance.
3. Membangun kepercayaan masyarakat.
4. Mewujudkan keberhasilan penindakan terhadap pelaku korupsi besar.
5. Memacu aparat hukum lain untuk memberantas korupsi.
Bentuk – bentuk peran serta mayarakat dalam pemberantasan tindak pidana
korupsi menurut UU No. 31 tahun 1999 antara lain adalah SBB :
1. Hak Mencari, memperoleh, dan memberikan informasi adanya dugaan tindak
pidana korupsi
2. Hak untuk memperoleh layanan dalam mencari, memperoleh, dan memberikan
informasi adanya dugaan telah tindak pidana korupsi kepada penegak hukum
3. Hak menyampaikan saran dan pendapat secara bertanggung jawab kpada penegak
hukum yang menangani perkara tindak pidana korupsi
4. Hak memperoleh jawaban atas pertanyaan tentang laporan yg di berikan kepada
penegak hukum waktu paling lama 30 hari
5. Hak untuk memperoleh perlindungan hukum.
E. Upaya yang Dapat Ditempuh dalam Pemberantasan Korupsi
Ada beberapa upaya yang dapat ditempuh dalam memberantas tindak korupsi di
Indone-sia, antara lain sebagai berikut :

1. Strategi Preventif.
Strategi ini harus dibuat dan dilaksanakan dengan diarahkan pada hal-hal yang
menjadi penyebab timbulnya korupsi. Setiap penyebab yang terindikasi harus
dibuat upaya preventifnya, sehingga dapat meminimalkan penyebab korupsi.
Disamping itu perlu dibuat upaya yang dapat meminimalkan peluang untuk
melakukan korupsi dan upaya ini melibatkan banyak pihak dalam pelaksanaanya
agar dapat berhasil dan mampu mencegah adanya korupsi.
2. Strategi Deduktif.
Strategi ini harus dibuat dan dilaksanakan terutama dengan diarahkan agar apabila
suatu perbuatan korupsi terlanjur terjadi, maka perbuatan tersebut akan dapat
diketahui dalam waktu yang sesingkat-singkatnya dan seakurat-akuratnya,
sehingga dapat ditindaklanjuti dengan tepat. Dengan dasar pemikiran ini banyak
sistem yang harus dibenahi, sehingga sistem-sistem tersebut akan dapat berfungsi
sebagai aturan yang cukup tepat memberikan sinyal apabila terjadi suatu perbuatan
korupsi. Hal ini sangat membutuhkan adanya berbagai disiplin ilmu baik itu ilmu
hukum, ekonomi maupun ilmu politik dan sosial.
3. Strategi Represif.
Strategi ini harus dibuat dan dilaksanakan terutama dengan diarahkan untuk
memberikan sanksi hukum yang setimpal secara cepat dan tepat kepada pihak-
pihak yang terlibat dalam korupsi. Dengan dasar pemikiran ini proses penanganan
korupsi sejak dari tahap penyelidikan, penyidikan dan penuntutan sampai dengan
peradilan perlu dikaji untuk dapat disempurnakan di segala aspeknya, sehingga
proses penanganan tersebut dapat dilakukan secara cepat dan tepat. Namun
implementasinyaharus dilakukan secara terintregasi. Bagi pemerintah banyak
pilihan yang dapat dilakukan sesuai dengan strategi yang hendak dilaksanakan.
Adapula strategi pemberantasan korupsi secara preventif maupun secara
represif antara lain :
1. Gerakan “Masyarakat Anti Korupsi” yaitu pemberantasan korupsi di
Indonesia saat ini perlu adanya tekanan kuat dari masyarakat luas dengan
mengefektifkan gerakan rakyat anti korupsi, LSM, ICW, Ulama NU dan
Muhammadiyah ataupun ormas yang lain perlu bekerjasama dalam upaya
memberantas korupsi, serta kemungkinan dibentuknya koalisi dari partai
politik untuk melawan korupsi. Selama ini pemberantasan korupsi hanya
dijadikan sebagai bahan kampanye untuk mencari dukungan saja tanpa ada
realisasinya dari partai politik yang bersangkutan. Gerakan rakyat ini
diperlukan untuk menekan pemerintah dan sekaligus memberikan dukungan
moral agar pemerintah bangkit memberantas korupsi.
2. Gerakan “Pembersihan” yaitu menciptakan semua aparat hukum
(Kepolisian, Kejaksaan, Pengadilan) yang bersih, jujur, disiplin, dan
bertanggungjawab serta memiliki komitmen yang tinggi dan berani
melakukan pemberantasan korupsi tanpa memandang status sosial untuk
menegakkan hukum dan keadilan. Hal ini dapat dilakukan dengan
membenahi sistem organisasi yang ada dengan menekankan prosedur
structure follows strategy yaitu dengan menggambar struktur organisasi yang
sudah ada terlebih dahulu kemudian menempatkan orang-orang sesuai
posisinya masing-masing dalam struktur organisasi tersebut.
3. Gerakan “Moral” yang secara terus menerus mensosialisasikan bahwa
korupsi adalah kejahatan besar bagi kemanusiaan yang melanggar harkat dan
martabat manusia. Melalui gerakan moral diharapkan tercipta kondisi
lingkungan sosial masyarakat yang sangat menolak, menentang, dan
menghukum perbuatan korupsi dan akan menerima, mendukung, dan
menghargai perilaku anti korupsi. Langkah ini antara lain dapat dilakukan
melalui lembaga pendidikan, sehingga dapat terjangkau seluruh lapisan
masyarakat terutama generasi muda sebagai langlah yang efektif
membangun peradaban bangsa yang bersih dari moral korupsi.
4. Gerakan “Pengefektifan Birokrasi” yaitu dengan menyusutkan jumlah
pegawai dalam pemerintahan agar didapat hasil kerja yang optimal dengan
jalan menempatkan orang yang sesuai dengan kemampuan dan keahliannya.
Dan apabila masih ada pegawai yang melakukan korupsi, dilakukan tindakan
tegas dan keras kepada mereka yang telah terbukti bersalah dan bilamana
perlu dihukum mati karena korupsi adalah kejahatan terbesar bagi
kemanusiaan dan siapa saja yang melakukan korupsi berarti melanggar
harkat dan martabat kehidupan.
BAB III

PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari materi yang telah kami paparkan pada makalah ini, maka dapat disimpulkan
sebagai berikut:
1) korupsi merupakan perbuatan curang yang merugikan Negara dan masyarakat luas
dengan berbagai macam modus.
2) Ada 4 jenis korupsi yaitu: Korupsi ekstortif, Korupsi manipulatif,
Korupsi nepotistik,Korupsi subversif.
3) Rakyat kecil yang tidak memiliki alat pemukul guna melakukan koreksi dan
memberikan sanksi pada umumnya bersikap acuh tak acuh. Namun yang paling
menyedihkan adalah sikap rakyat menjadi apatis dengan semakin meluasnya
praktik-praktik korupsi oleh beberapa oknum pejabat lokal, maupun nasional.
4) Fenomena umum yang biasanya terjadi di negara berkembang contohnya Indonesia
ialah: Proses modernisasi belum ditunjang oleh kemampuan sumber daya manusia
pada lembaga-lembaga politik yang ada. Selalu muncul kelompok sosial baru yang
ingin berpolitik, namun sebenarnya banyak di antara mereka yang tidak mampu.
Mereka hanya ingin memuaskan ambisi dan kepentingan pribadinya dengan dalih
kepentingan rakyat.
5) Faktor-Faktor yang menyebabkan terjadinya Korupsi adalah : Penegakan hukum
tidak konsisten, Penyalahgunaan kekuasaan dan wewenang karena takut dianggap
bodoh bila tidak menggunakan kesempatan. Langkahnya lingkungan yang
antikorup, Rendahnya pndapatan penyelenggaraan negara, Kemiskinan,
keserakahan. Konsekuensi bila ditangkap lebih rendah daripada keuntungan
korupsi. Budaya permisif/serba membolehkan, Gagalnya pendidikan agama dan
etika.
6) Partisipasi dan dukungan dari masyarakat sangat dibutuhkan dalam mengawali
upaya-upaya pemerintah melalui KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) dan aparat
hukum lain.
7) Ada beberapa upaya yang dapat ditempuh dalam memberantas tindak korupsi di
Indone-sia, antara lain sebagai berikut : Strategi Preventif, strategi dedukatif
strategi represif.

B. Saran

1) Perlu dikaji lebih dalam lagi tentang teori upaya pemberantasan korupsi di
Indonesia agar mendapat informasi yang lebih akurat.
2) Diharapkan para pembaca setelah membaca makalah ini mampu
mengaplikasikannya di dalam kehidupan sehari-hari.
3) Semoga kedepannya negara ini jauh dari korupsi.
DAFTAR PUSTAKA

Anwar, Syamsul, 2006, Fikih Antikorupsi Perspektif Ulama Muhammadiyah Majelis Tarjih
dan Tajdid PP Muhammadiyah, Jakarta: Pusat studi Agama dan Peradaban (PSAP).
Mochtar. 2009. “Efek Treadmill” Pemberantasan Korupsi : Kompas
Muzadi, H. 2004. MENUJU INDONESIA BARU, Strategi Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi. Malang : Bayumedia Publishing.
Saleh, Wantjik. 1978. Tindak Pidana Korupsi Di Indonesia. Jakarta: GhaliaIndonesia
Supeno, Hadi, 2009. Korupsi di Daerah. Yogyakarta : Total Media.

Anda mungkin juga menyukai