Anda di halaman 1dari 11

Apa itu skrining kesehatan?

Skrining kesehatan adalah bentuk deteksi dini untuk penyakit yang berpotensi menimbulkan
biaya besar. Ada dua jenis skrining kesehatan yang ditanggung BPJS Kesehatan. Pertama,
skrining untuk preventif primer atau skrining riwayat kesehatan. Skrining ini dilakukan untuk
mendeteksi penyakit yang menjadi fokus pengendalian BPJS Kesehatan, yaitu Diabetes Melitus
Tipe 2 dan Hipertensi.

Kedua, skrining untuk preventif sekunder selektif. Skrining ini ditujukan bagi peserta yang
memiliki resiko tinggi terhadap penyakit kronis berdasarkan hasil skrining riwayat kesehatan
dan deteksi kanker. Deteksi kanker merupakan pencegahan dini terhadap kanker leher rahim
pada wanita yang sudah menikah dan kanker payudara.

Kenapa diabetes melitus tipe 2 dan hipertensi jadi fokus utama BPJS Kesehatan?
Karena kedua penyakit tersebut adalah jenis penyakit yang paling banyak diderita masyarakat
Indonesia dan berpotensi membutuhkan biaya yang tinggi dalam proses perawatannya. Dari
data Diabetes Care (2004), diperkirakan tahun 2030 mendatang, prevalensi diabetes melitus di
Indonesia mencapai 21,3 juta orang. Hampir 80% prevalensi diabetes melitus adalah diabetes
melitus tipe 2, artinya bahwa gaya hidup yang tidak sehat menjadi pemicu utama meningkatnya
prevalensi penyakit ini.

Sementara itu, data Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia menyebutkan bahwa hipertensi
berada pada peringkat teratas penyebab kematian sekitar 7 juta penduduk Indonesia. Sebanyak
76% kasus hipertensi tidak terdiagnosis sejak awal. Penanganan yang terlambat menyebabkan
kerusakan organ seperti stroke, kebutaan, penyakit jantung, ginjal, dan gangguan fungsi
pembuluh darah.

Data dari BPJS Kesehatan per Januari 2014 juga menunjukkan dari 10 diagnosa penyakit
terbanyak Rawat Jalan Tingkat Pertama, terdapat 16.291 kasus diabetes melitus dan 47.706
kasus hipertensi.

Melalui skrining kesehatan, kita dapat melakukan pencegahan dan penanganan lebih dini
terhadap penyakit diabetes melitus tipe 2 dan hipertensi, sehingga angka penderita kedua jenis
penyakit ini di Indonesia dapat diturunkan.
Bagaimana dengan kanker?
Tenang, melalui program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang diselenggarakan BPJS
Kesehatan, sista juga bisa memeriksakan diri sedini mungkin agar terhindar dari kanker
payudara dan kanker leher rahim atau kanker serviks. Sejak tahun 1970 hingga sekarang, kedua
penyakit tersebut berada di peringkat teratas dalam daftar kanker yang paling banyak diderita
masyarakat Indonesia.

Hampir sama dengan kasus diabetes melitus tipe 2 dan hipertensi, banyak masyarakat yang
tidak sadar bahwa mereka beresiko terkena kanker payudara dan kanker serviks. Masih banyak
orang yang merasa malu untuk memeriksakan diri. Celakanya, seringkali mereka terlambat
memeriksakan diri ke dokter, sehingga tak terasa kanker sudah mencapai stadium tinggi serta
membutuhkan resiko dan biaya yang tidak sedikit untuk pengobatannya. Nah, dengan
melakukan skrining kesehatan, kita dapat mendeteksi seberapa tinggi resiko kita mengidap
kanker tersebut.

Siapa saja yang ditanggung biaya pelayanan skrining kesehatannya?


Semua peserta BPJS Kesehatan yang berusia 30 tahun ke atas bisa melakukan skrining riwayat
kesehatan. Sementara untuk deteksi kanker dapat dilakukan oleh semua wanita yang menjadi
peserta BPJS Kesehatan yang pernah menikah dan wanita yang beresiko (berusia 30 tahun ke
atas).

Bagaimana bentuk pelaksanaannya?


Skrining riwayat kesehatan dilakukan dengan cara pengisisan riwayat kesehatan setiap 1 (satu)
tahun sekali bagi peserta BPJS Kesehatan. Untuk deteksi kanker serviks, dilakukan pemeriksaan
Inspeksi Visual Asetat (IVA) dan Pap Smear. Sedangkan untuk deteksi kanker payudara,
dilakukan dengan metode Clinical Breast Examination (CEB).

CEB adalah pemeriksaan payudara yang dilakukan oleh tenaga kesehatan profesional dan
terlatih. Jadi, tak perlu malu untuk melakukan pemeriksaan ini. Pemeriksaan ini digunakan
untuk mendeteksi kelainan-kelainan yang ada pada payudara dan untuk mengevaluasi kanker
payudara pada tahap dini sebelum berkembang ke tahap yang lebih lanjut.
Yang terpenting adalah jangan ragu untuk bersikap terbuka kepada tenaga kesehatan yang
memeriksa sista. Sebab, data riwayat kesehatan sista, keluarga sista, serta semua cerita dan
keluhan seputar kesehatan sista dapat berguna untuk menentukan hasil pemeriksaan.

Bagaimana alur skrining riwayat kesehatan yang harus dilakukan penderita diabetes melitus
tipe 2 dan hipertensi?
Pertama, pastikan agan / sista terdaftar sebagai peserta BPJS Kesehatan. agan / sista dapat
mendatangi fasilitas kesehatan tingkat pertama (dokter, puskesmas, atau klinik) yang
tercantum dalam kartu BPJS Kesehatan agan / sista untuk mengisi formulir skrining riwayat
kesehatan. Selanjutnya, petugas kesehatan akan memasukkan data agan / sista ke dalam
aplikasi untuk dianalisa oleh Kantor Cabang BPJS Kesehatan.

Jika dari hasil pemeriksaan data tersebut agan / sista dinyatakan ‘normal’ atau berstatus ‘resiko
sedang’, maka agan / sista akan dapat berkonsultasi dengan petugas kesehatan tentang
bagaimana mencegah penyakit diabetes melitus tipe 2 dan hipertensi.

Apabila agan / sista termasuk berstatus ‘resiko tinggi’, maka petugas kesehatan akan
melakukan pemeriksaan penunjang penegakan diagnosa. Jika agan / sista beresiko tinggi
mengidap penyakit diabetes melitus tipe 2, maka kadar gula darah agan / sista akan diperiksa.
Pemeriksaan juga akan dilakukan oleh petugas kesehatan jika agan / sista memiliki potensi
hipertensi.

Jika agan / sista terdiagnosa menderita diabetes melitus tipe dua dan hipertensi, maka BPJS
Kesehatan akan menyediakan Program Pengelolaan Penyakit Kronis (Prolanis). Bentuk
pelaksanaan Prolanis meliputi aktivitas konsultasi medis/edukasi, Home Visit, Reminder,
aktivitas club dan pemantauan status kesehatan.

Bagaimana kriteria wanita yang beresiko tinggi menderita kanker serviks dan kanker payudara?
Kriteria wanita yang beresiko tinggi mengidap kanker serviks antara lain menikah atau
melakukan hubungan seksual pada usia muda, sering melahirkan, merokok, berganti-ganti
pasangan seksual, dan memiliki infeksi menular seksual.
Sedangkan kriteria wanita yang beresiko tinggi mengidap kanker payudara antara lain memiliki
keluarga yang pernah menderita kanker payudara, menstruasi dini, wanita yang mempunyai
anak pertama di atas usia 30 tahun, tidak pernah menyusui, menopause usia lanjut, memiliki
riwayat menderita tumor jinak payudara, melakukan terapi hormon, pajanan radiasi,
kontrasepsi oral terlalu lama, mengonsumsi alkohol dan memiliki trauma terus-menerus.

Lalu bagaimana alur skrining kesehatan untuk deteksi kanker serviks?


Bagi peserta BPJS Kesehatan, sista dapat menandatangani formulir permohonan pelayanan
pemeriksaan deteksi kanker di Kantor Cabang BPJS Kesehatan. Selanjutnya, kunjungilah fasilitas
kesehatan tingkat pertama yang tercantum dalam Kartu BPJS Kesehatan sista untuk melakukan
pemeriksaan Inspeksi Visual Asetat (IVA). Perlu diketahui, pemeriksaan Pap Smear merupakan
langkah tindak lanjut dari hasil pemeriksaan IVA, yang dilakukan di fasilitas kesehatan tingkat
lanjutan.

Jika sista beresiko rendah, maka petugas kesehatan akan memberi edukasi tentang
pemeliharaan kesehatan mandiri pada sista. Jika sista terdiagnosa menderita kanker serviks,
maka dapat dilakukan krioterapi di fasilitas kesehatan tingkat pertama yang ditunjuk untuk
melayani sista.

Krioterapi adalah perusakan sel-sel pra-kanker dengan cara dibekukan (dengan membentuk
bola es pada permukaan leher rahim). Tindakan ini dapat dilakukan di fasilitas kesehatan
tingkat pertama seperti puskesmas oleh dokter umum/dokter spesialis kebidanan yang terlatih.
Selanjutnya, sista dapat memperoleh pengobatan lebih lanjut jika diperlukan.

Catatan: Pemeriksaan IVA bagi peserta BPJS Kesehatan dilakukan setiap 5 (lima) tahun sekali.

Kalau skrining deteksi resiko kanker payudara, bagaimana?


Caranya hampir sama dengan skrining kanker serviks. Jika sudah terdaftar sebagai peserta BPJS
Kesehatan, isilah formulir permohonan, kemudian data riwayat kesehatan sista akan
dimasukkan petugas fasilitas kesehatan ke dalam aplikasi untuk dianalisa Kantor Cabang BPJS
Kesehatan.
Jika sista tidak beresiko terkena kanker payudara, maka sista akan memperoleh penyuluhan
pemeliharaan kesehatan mandiri oleh petugas kesehatan. Sedangkan jika sista memiliki resiko,
maka akan dilakukan deteksi kanker payudara melalui metode Clinical Breast Examination (CBE)
dan pemeriksaan lanjutan oleh fasilitas kesehatan tingkat pertama.

Kalau resiko sista mengidap kanker payudara terbilang tinggi dan perlu penanganan khusus,
maka sista akan dirujuk ke fasilitas kesehatan tingkat lanjutan untuk menjalani mamografi dan
pengobatan tertentu. Mamografi adalah pemeriksaan payudara menggunakan sinar X dosis
rendah untuk melihat beberapa tipe tumor dan kista.

HOME
FASHION BEAUTY & HEALTH ART & CULTURE DESIGN & TECH FOOD & TRAVEL PEOPLE
WEDDING DFK SUBSCRIPTION
9 Skrining Kesehatan yang Perlu Anda Ketahui
Kenali lebih dekat pemeriksaan-pemeriksaan kesehatan yang perlu Anda ketahui.

Ada begitu banyak skrining kesehatan, dan ini bisa membingungkan. Anda tentu tidak perlu
melakukan semuanya. Yang pertama kali perlu dilakukan adalah berkonsultasi dengan dokter
pribadi Anda. Riwayat kesehatan di keluarga, pola makan, gaya hidup juga bisa menentukan
jenis cek kesehatan yang paling tepat Anda lakukan. Secara umum, ada beberapa skrining
kesehatan yang sebaiknya Anda lakukan.

1. General Check-up
Mengapa? Untuk melihat gambaran kondisi fisik dan kesehatan kita secara umum.
Kapan dilakukan? umur 18, diulang setiap 2 tahun sekali atau jika diperlukan.
Untuk mendeteksi? Kondisi kesehatan paling mendasar. Jika ada suatu masalah, akan terlihat di
sini dan akan dirujuk untuk pemeriksaan berikutnya.
Bagaimana prosedurnya? Mengukur tinggi badan, berat badan, memeriksa tekanan darah,
mengambil sampel darah, sampel urin, dan rontgen thorax.
Di mana melakukannya? Prodia.
2. Tes darah dan urin
Mengapa? Dari sampel darah dan urin ini bisa menghitung darah, melihat kadar kolesterol dan
kondisi organ tubuh.
Kapan dilakukan? Mulai umur 18 tahun, diulang setiap 2 tahun sekali atau jika diperlukan.
Untuk mendeteksi? Skrining kolesterol, diabetes, ginjal, tiroid. Menghitung jumlah darah
lengkap yaitu hemoglobin, leukosit, eritrosit, hematrokrit, trombosit.
Bagaimana prosedurnya? Mengambil sampel darah dan urin.
Di mana melakukannya? Prodia.

3. Elektrokardiogram
Mengapa? Untuk memeriksa kondisi jantung.
Kapan dilakukan? Mulai umur 30 tahun, diulang setiap 2 tahun sekali atau jika diperlukan.
Untuk mendeteksi? Adanya masalah pada jantung, seperti gangguan irama jantung, penyakit
jantung koroner, penebalan otot jantung, pembesaran rongga jantung, dan lainnya.
Bagaimana prosedurnya? Anda akan diminta berbaring, dan dipasang elektroda di kedua kaki,
lengan, dan dada Anda. Anda harus dalam keadaan rileks dan nyaman. Pemeriksaan EKG tidak
menyakitkan dan hanya membutuhkan waktu 5-10 menit.
Di mana melakukannya? RS Jantung Harapan Kita, Jakarta.

4. Tes Payudara
Mengapa? Seringkali kehadiran kanker payudara tidak terdeteksi. Tidak adanya benjolan bukan
berarti Anda bebas kanker payudara.
Kapan dilakukan? Pemeriksaan klinis bisa dilakukan mulai umur 20 tahun, diulang 1 tahun
sekali. Untuk mammografi (pemeriksaan dengan x-ray) bisa dilakukan mulai umur 40 tahun,
diulang 1-2 tahun sekali.
Untuk mendeteksi? Adanya kanker payudara.
Bagaimana prosedurnya? Pemeriksaan klinis, dokter menekan payudara dengan jari-jarinya
untuk mendeteksi apakah ada benjolan atau tidak pada payudara. Sedangkan mammogram
adalah prosedur pemeriksaan payudara dengan menggunakan sinar x (x-ray) dengan dosis
rendah
Di mana melakukannya? RS Cipto Mangunkusumo, Jakarta.
5. Tes Hati/Liver
Mengapa? Penyakit hati seringkali tidak memiliki gejala sampai Anda berada di stadium lanjut.
Kapan dilakukan? Mulai umur 20 tahun, diulang 5 tahun sekali.
Untuk mendeteksi? Keberadaan virus Hepatitis A, B, atau C, dan adanya kerusakan hati.
Bagaimana prosedurnya? Tes darah mendeteksi keberadaan virus Hepatitis A, B, atau C.
Ultrasound dan biopsi hati bisa menentukan apakah ada kerusakan hati. Ultrasound dan biopsi
biasanya baru dilakukan jika ada gejala.
Di mana melakukannya? Gleneagles Hospital Singapore.

6. Pap Smear
Mengapa? Kanker serviks adalah penyakit pembunuh perempuan nomor 1 di Indonesia.
Kapan dilakukan? Setelah aktif secara seksual dan ulangi setiap tahun.
Untuk mendeteksi? Apakah sel yang ada di mulut rahim masih normal, berubah menuju kanker,
atau telah berubah menjadi sel kanker.
Bagaimana prosedurnya? Dokter atau operator akan mengambil sampel lender di saluran mulut
rahim. Cobalah serileks mungkin agar prosedurnya cepat dan tidak sakit.
Di mana melakukannya? RS Pondok Indah, Jakarta.

7. Premarital Check Up
Mengapa?Untuk memastikan status kesehatan kedua calon mempelai,
Kapan dilakukan? Sebelum menikah
Untuk mendeteksi? Adanya penyakit menular, menahun, atau diturunkan yang dapat
mempengaruhi kesuburan pasangan maupun kesehatan janin, memeriksa kecocokan rhesus
antara kedua mempelai.
Bagaimana prosedurnya? Cek sampel darah dan urin.
Di mana melakukannya? Prodia.

8. Penyakit Menular Seksual


Mengapa? Untuk mengetahui adanya penyakit menular seksual.
Kapan dilakukan? Konsultasikan kepada dokter jika Anda memiliki gaya hidup berisiko.
Untuk mendeteksi? Adanya penyakit menular seksual seperti syphilis, chlamydia, HIV, dan lain-
lain.
Bagaimana prosedurnya? Pengambilan sampel luka atau tes darah
Di mana melakukannya? Rumah Sakit Dharmais, Jakarta.

9. Tes kepadatan tulang


Mengapa? Tulang berguna untuk melindungi organ dalam tubuh dan menyokong tubuh.
Pengeroposan tulang atau osteoporosis mengakibatkan tubuh tidak tertopang dengan baik.
Kapan dilakukan? Setelah umur 45 tahun.
Untuk mendeteksi? Risiko osteoporosis.
Bagaimana prosedurnya? Menggunakan alat bone densitometer untuk mengukur kepadatan
mineral tulang.
Di mana melakukannya? RS Siaga Raya
DEFINISI SKRINING (PENAPISAN)

Skrining/penapisan merupakan proses pendeteksian kasus/kondisi kesehatan pada populasi


sehat pada kelompok tertentu sesuai dengan jenis penyakit yang akan dideteksi dini dengan
upaya meningkatkan kesadaran pencegahan dan diagnosis dini bagi kelompok yang termasuk
resiko tinggi. Pada negara maju, umumnya proses skrining/penapisan dilakukan pada penyakit
tidak menular, misalnya kanker payudara yang dilakukan pada kelompok beresiko seperti
wanita terlahir kembar, ada genetik keluarga, wanita yang tidak menikah, wanita yang tidak
menyusui (red ngASI) anaknya dan pola diet dan gaya hidup yang tidak sehat, wanita pengguna
KB hormonal, wanita yang menstruasi pertama dibawah 12 tahun dan menopause diatas 55
tahun. Berikut dijelaskan definisi skrining/penapisan menurut beberapa ahli Epidemiologi.
Menurut Webb (2005), skrining/penapisan merupakan metode test sederhana yang digunakan
secara luas pada populasi sehat atau populasi yang tanpa gejala penyakit (asimptomatik).
Skrining/penapisan tidak dilakukan untuk mendiagnosa kehadiran suatu penyakit, tetapi untuk
memisahkan populasi subjek skrining/penapisan menjadi dua kelompok yaitu orang-orang yang
lebih beresiko menderita penyakit tersebut dan orang-orang yang cenderung kurang beresiko
terhadap penyakit tertentu. Mereka yang mungkin memiliki penyakit (yaitu, mereka yang
hasilnya positif) dapat menjalani pemeriksaan diagnostik lebih lanjut dan melakukan
pengobatan jika diperlukan. (1)
Menurut Komisi Penyakit Kronis AS (1951) dalam kamus Epidemiologi (A Dictionary of
Epidemiology), skrining/penapisan didefinisikan sebagai "identifikasi dugaan penyakit atau
kecacatan yang belum dikenali dengan menerapkan pengujian, pemeriksaan atau prosedur lain
yang dapat diterapkan dengan cepat. Tes skrining/penapisan memilah/memisahkan orang-
orang yang terlihat sehat untuk dikelompokkan menjadi kelompok orang yang mungkin
memiliki penyakit dan kelompok orang yang mungkin sehat. Sebuah tes skrining/penapisan ini
tidak dimaksudkan untuk menjadi upaya diagnosa. Orang dengan temuan positif menurut hasil
skrining/penapisan atau suspek suatu kasus harus dirujuk ke dokter untuk diagnosis dan
menjalani pengobatan yang diperlukan (3).
Skrining/penapisan juga merupakan pemeriksaan untuk membantu mendiagnosa penyakit
(atau kondisi prekursor penyakit) dalam fase awal riwayat alamiah atau di ujung kondisi yang
belum parah dari spektrum dibanding yang dicapai dalam praktek klinis rutin. (4). Sedangkan
menurut Bonita et.al (2006), skrining/penapisan adalah proses menggunakan tes dalam skala
besar untuk mengidentifikasi adanya penyakit pada orang sehat. Tes skrining/penapisan
biasanya tidak menegakkan diagnosis, melainkan untuk mengidentifikasi faktor resiko pada
individu, sehingga bisa menentukan apakah individu membutuhkan tindak lanjut dan
pengobatan. Untuk yang terdeteksi sebagai individu yang sehat pun, bukan berarti terbebas
100% dari suatu penyakit karena tes skrining/penapisan dapat salah.(5)
Inisiatif untuk skrining/penapisan biasanya berasal dari peneliti atau orang atau badan
kesehatan dan bukan dari keluhan pasien. Skrining/penapisan biasanya berkaitan dengan
penyakit kronis dan bertujuan untuk mendeteksi penyakit yang belum umum dalam pelayanan
medis. Skrining/penapisan dapat mengidentifikasi faktor - faktor risiko, faktor genetik, dan
pencetus, atau indikasi suatu penyakit(3)

PRINSIP DALAM SKRINING (PENAPISAN)

Untuk menghasilkan program skrining/penapisan yang bermanfaat bagi masyarakat luas, harus
ada kriteria tertentu dalam memilih penyakit apa yang akan diskrining/penapisan. Berikut
beberapa katrakteristik penyakit yang harus dipertimbangkan dalam memutuskan kebijkan
skrining/penapisan. (1, 11).
Jenis penyakit harus termasuk jenis penyakit yang parah, yang relatif umum dan dianggap
sebagai masalah kesehatan masyarakat oleh masyarakat. Pada umumnya memiliki prevalensi
yang tinggi pada tahap pra-klinis. Hal ini berkaitan dengan biaya relatif dari program
skrining/penapisan dan dalam kaitannya dengan jumlah kasus yang terdeteksi serta nilai
prediksi positif. Pengeluaran yang harus dikeluarkan untuk kegiatan skrining/penapisan harus
selaras dengan mengurangi angka morbiditas dan mortalitas. Namun kriteria ini menjadi tidak
berlaku pada kasus tertentu seperti keganasan/keparahan dari suatu penyakit. Contohnya
skrining/penapisan Fenilketouria atau Phenylketouria (PKU) pada bayi baru lahir. Fenilketouria
adalah gangguan desakan autosomal genetik yang dikenali dengan kurangnya enzim fenilalanin
hidroksilase (PAH). Enzim ini sangat penting dalam mengubah asam amino fenilalanina menjadi
asam amino tirosina. Jika penderita mengkonsumsi sumber protein yang mengandung asam
amino ini, produk akhirnya akan terakumulasi di otak, yang mengakibatkan retardasi mental.
Meskipun hanya satu dari 15.000 bayi yang terlahir dengan kondisi ini, karena faktor
kemudahan, murah dan akurat maka skrining/penapisan ini sangat bermanfaat untuk dilakukan
kepada setiap bayi yang baru lahir.
Skrining/penapisan harus aman dan dapat diterima oleh masyarakat luas. Dalam proses
skrining/penapisan membutuhkan partisipasi dari masyarakat yang dinilai cocok untuk
menjalani pemeriksaan. Oleh karena itu skrining/penapisan harus aman dan tidak
mempengaruhi kesehatannya.
Skrining/penapisan harus akurat dan reliable. Tingkat akurasi menggambarkan sejauh mana
hasil tes sesuai dengan keadaan yang sebenarnya dari kondisi kesehatan/penyakit yang diukur.
Sedangkan reliabilitas biasanya berhubungan salah satu dengan standardisasi atau kalibrasi
peralatan pengujian atau keterampilan dan keahlian dari orang-orang menginterpretasikan
hasil tes.
Harus mengerti riwayat alamiah penyakit dengan baik dan percaya bahwa dengan melakukan
skrining/penapisan maka akan menghasilkan kondisi kesehatan yang jauh lebih baik. Misalnya
pada Kanker Prostat, secara biologis penderita kanker tidak bisa dibedakan, namun
kemungkinan banyak pria yang kanker bisa terdeteksi oleh pemeriksaan ini (PSA Test).
Meskipun demiikian, skrining/penapisan kanker prostat juga berbahaya sehingga umumnya
skrining/penapisan ini tidak dianjurkan, meskipun dapat digunakan.
Skrining/penapisan akan sangat bermanfaat jika dilakukan pada saat yang tepat. Periode antara
kemungkinan diagnosis awal dapat dilakukan dan periode kemunculan gejala merupakan waktu
yang sangat tepat (lead time). Namun jika penyakit berkembang dengan cepat dari tahap pra-
klinis ke tahap klinis maka intervensi awal kurang begitu manfaat, dan akan jauh lebih sulit
untuk mengobati penyakit tersebut.
Kebijakan, prosedur dan tingkatan uji harus ditentukan untuk menentukan siapa yang harus
dirujuk untuk pemeriksaan, diagnosis dan tindakan lebih lanjut.
Sistem pelayanan kesehatan dapat mengatasi banyaknya diagnosis dan pengobatan tambahan
karena menemukan penyakit yang umum yang positif palsu. Sebelum memulai program
skrining/penapisan sangat penting untuk menilai infrastruktur yang dibutuhkan untuk
mendukung pelaksanaannya. Fasilitas-fasilitas tersebut tentu dibutuhkan untuk proses
skrining/penapisan tapi, sama pentingnya juga untuk konfirmasi lanjutan mengenai pengujian
dan diagnosis, pengobatan dan tindak lanjut bagi yang positif. Perkiraan (Nilai Prediktif) sangat
dibutuhkan dalam sebagai kemungkinan pengambilan skrining/penapisan, jumlah total yang
hasilnya positif (termasuk positif palsu), tersangka (berdasarkan prevalens penyakit dan
sensitivitas serta spesifisitas hasil pemeriksaan) dan kemungkinan dampak yang dihasilkan
berupa peningkatan permintaan pelayanan medis.(1)

Anda mungkin juga menyukai