Anda di halaman 1dari 21

3

BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Teori Lansia
1. Pengertian Lansia
Menurut UU NO. 13 Tahun 1998 tentang kesehatan dikatakan usia lanjut
adalah seseorang yang telah mencapai usia lebih dari 60 tahun.

2. Penuaan
Penuaan adalah suatu proses menghilangnya perlahan-lahan kemampuan
jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti dan mempertahankan
fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahap terhadap infeksi serta
memperbaiki kerusakan yang diderita (Maryam, 2008).

3. Perubahan sistem endokrin pada lansia


Penyakit metabolik pada lanjut usia terutama disebabkan oleh karena
menurunnya produksi hormon dari kelenjar-kelenjar hormon. Pria dan
wanita pada akhir masa dewasa mengalami perubahan-perubahan dalam
keseimbangan hormonal yang menyebabkan berkurangnya kekurangan
hormon seks. Menurunnya produksi hormon ini antara lain terlihat pada
wanita mendekati usia 50 tahun, yang ditandai mulainya menstruasi yang
tidak teratur sampai berhenti sama sekali (menopouse), prosesnya
merupakan prosesilmiah. Pada pria proses tersebut biasanya terjadi secara
lambat laun dan tidak disertai gejala-gejala psikologis yang luar biasa,
kecuali sedikit kemurungan dan rasa lesu serta berkurangnya kemampuan
seksualitasnya.Terdapat pula penurunan kadar hormon testosteronnya
( Beare, 2007 ).
4

Perubahan pada sistem endokrin yang disebabkan oleh proses penuaan,


yaitu:
a. Produksi hormon hampir semuanya menurun.
b. Pertumbuhan hormon ada tetapi lebih rendah dan hanya ada di
pembuluh darah.
c. Menurunnya aktivitas tiroid
d. Menurunnya produksi aldosteron
e. Menurunnya sekresi hormon : progesteron, estrogen, testosteron.
f. Defisiensi hormonal dapat menyebabkan hipotirodism, depresi dari
sumsum tulang serta kurang mampu dalam mengatasi tekanan jiwa
(stress ).

Penyakit pada sistem endokrin yang disebabkan oleh proses penuaan,


yaitu:
a. Menopouse
Menopouse adalah berhentinya haid. Menopouse menurut pengertian
awam adalah perubahan masa muda ke masa tua. Berhentinya haid
sebagai akibat tidak berfungsinya ovarium merupakan peristiwa dan
bukan satu periode waktu. Periode mendahului menopouse ditandai
oleh perubahan somatif dan psikologik. Hal tersebut mencerminkan
perubahan normal yang terjadi di ovarium. Meskipun ada gejala atau
keluhan, periode ini sering dilupakan oleh pasien maupun dokter.
Gejala yang paling sering terjadi pada masa transisi pra-menopouse ini
adalah haid yang tidak teratur.Meskipun menopouse atau tidak lagi
datang haid, terjadi setelah terhentinya fungsi ovarium merupakan
keadaan yang paling dapat diidentifikasi, namun periode sebelum dan
10 tahun setelah menopause mempunyai arti klinis yang lebih penting.
Periode transisi ini biasanya berlangsung sampai periode pasca
menopouse. Periode pascamenopouse biasanya disertai dengan
insidensi kondisi kelainan yang erathubungannya dengan usia lanjut.
5

Karena hal tersebut, pelayanan kesehatan ginekologik pada wanita


pasca menopouse perlu mengetahui tentang seluk beluk pengobatan
pengganti hormon.
b. Andropouse
Pada laki-laki tua, testis masih berfungsi memproduksi sperma dan
hormon testosteron meskipun jumlahnya tidak sebanyak usia muda.
Pada wanita produksi estrogen berhenti mendadak, sedangkan pada
laki-laki dengan meningkatnya usia, produksi testosterone turun
perlahan-lahan, sehingga membuat definisi andropouse pada laki-laki
sedikit sulit. Kadar hormon testosteron sampai dengan usia 55-60
tahun relatif stabil dan baru setelah usia 60 tahun terjadi penurunan
yang berarti.Meskipun kadar testosteron darah turun, keluhan tidak
segera muncul. Keluhan dapat muncul setelah beberapa tahun
kemudian. Meskipun sudah lanjut usia, orang laki-laki masih saja, aktif
baik secara fisik maupun seksual, bahkan tidak jarang masih dapat
mendapatkan keturunan.
c. Diabetes Mellitus.
Diabetes Mellitus yang merupakan salah satu dari lima kondisi kronis
paling utama yang mempengaruhi lansia, tidak dapat di sembuhkan.
Alih-alih, lansia dengan diabetes Mellitus harus belajar untuk
menguasai program pemantauan dan perawatan yang melibatkan
banyak partisipasi klien. Banyak perubahan terkait usia membuat
lansia sulit untuk mematuhi rencana keperawatan. ( Beare, 2007).

B. Teori Medis
1. Pengertian Diabetes Melitus
Diabetes Mellitus (DM) adalah keadaan hiperglikemia kronik disertai
berbagai kelainan metabolik akibat gangguan hormonal yang
menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf dan
pembuluh darah disertai lesi pada membran basalis dalam pemeriksaan
dengan mikroskop electron (Mansjoer, 2007).
6

2. Anatomi Fisiologi

Gambar 1.1 Anatomi Pankreas


Pankreas merupakan suatu organ berupa kelenjar dengan 12,5 cm dan
tebal ± 2,5 cm. Pankreas terbentang dari  panjang dan atas sampai
kelengkungan besar dari perut dan biasanya dihubungkan oleh dua saluran
ke duodenum (usus 12 jari) organ ini dapat diklasifikasikan ke dalam dua
bagian yaitu kelenjar endokrin dan eksokrin (price, 2008).
a. Struktur Pankreas terdiri dari :
1) Kepala pankreas Merupakan bagian yang paling lebar, terletak
disebelah kanan rongga abdomen dan di dalam lekukan duodenum
dan yang praktis melingkarinya.
2) Badan pankreas Merupakan bagian utama pada organ itu dan
letaknya di belakang lambung dan di depan vertebra lumbalis
pertama.
3) Ekor pankreas Merupakan bagian yang runcing di sebelah kiri dan
yang sebenarnya menyentuh limfa.
b. Saluran Pankreas Pada pankreas terdapat dua saluran yang
mengalirkan hasil sekresi pankreas ke dalam duodenum :
7

1) Ductus Wirsung, yang bersatu dengan ductus chole dukus,


kemudian masuk ke dalam duodenum melalui sphincter oddi.
2) Ductus Sartonni, yang lebih kecil langsung masuk ke dalam
duodenum di sebelah atas sphincter oddi.
c. Jaringan pankreas
Ada 2 jaringan utama yang menyusun pankreas :
1) Asim berfungsi untuk mensekresi getah pencernaan dalam
duodenum
2) Pulau langerhans
d. Pulau-pulau langerhans
1) Hormon-hormon yang dihasilkan :
a) Insulin Adalah suatu poliptida mengandung dua rantai asam
amino yang dihubungkan oleh gambaran disulfide.
b) Enzim Enzim utama yang berperan adalah insulin protease,
suatu enzim dimembran sel yang mengalami internalisasi
bersama insulin.
c) Efek faali insulin yang bersifat luas dan kompleks.
2) Efek-efek tersebut biasanya dibagi:
a) Efek cepat (detik) Peningkatan transport glukosa, asam amino
dan k+ ke dalam sel peka insulin.
b) Efek menengah (menit) Stimulasi sintesis protein,
penghambatan pemecahan protein, pengaktifan glikogen
sintesa dan enzim-enzim glikolitik.
c) Efek lambat (jam) .
Peningkatan Massenger Ribonucleic Acid (MRNA) enzim
lipogenik dan enzim lain.
Pengaturan fisiologi kadar glukosa darah sebagian besar tergantung
dari:
a) Ekstraksi glukosa
b) Sintesis glikogen
c) Glikogenesis
8

d) Glukogen Molekul
Glukogen adalah polipeptida rantai lurus yang mengandung residu
asam amino dan memiliki glukogen merupakan hasil dari sel-sel
alfa, yang mempunyai prinsip aktivitas fisiologi meningkatkan
kadar glukosa darah.
Somatostatin menghambat sekresi insulin, glukogen dan
polipeptida pankreas dan mungkin bekerja di dalam pulau-pulau
pankreas.
Polipeptida pankreas manusia merupakan suatu polipeptida linear
yang dibentuk oleh sel pulau langerhans.

e. Fisiologi
1) Fungsi eksokrin pankreas: Getah pankreas mengandung enzim-
enzim untuk pencernaan ketiga jenis makanan utama, protein,
karbohidrat dan lemak. la juga mengandung ion bikarbonat dalam
jumlah besar, yang memegang peranan penting dalam menetralkan
timus asam yang dikeluarkan oleh lambung ke dalam duodenum.
Enzim-enzim proteolitik adalah tripsin, kamotripsin, karboksi,
peptidase, ribonuklease, deoksiribonuklease. Tiga enzim pertama
memecahkan keseluruhan dan secara parsial protein yang
dicernakan, sedangkan nuclease memecahkan kedua jenis asam
nukleat, asam ribonukleat dan deoksinukleat. Enzim pencernaan
untuk karbohidrat adalah amylase pankreas, yang menghidrolisis
pati, glikogen dan sebagian besar karbohidrat lain kecuali selulosa
untuk membentuk karbohidrat, sedangkan enzim-enzim untuk
pencernaan lemak adalah lipase pankreas yang menghidrolisis
lemak netral menjadi gliserol, asam lemak dan kolesterol esterase
yang menyebabkan hidrolisis esterester kolesterol.
2) Pancreatic juice Sodium bicarboinat memberikan sedikit pH alkalin
(7,1 - 8,2) pada pancreatic juice sehingga menghentikan gerak
9

pepsin dari lambung dan menciptakan lingkungan yang sesuai


dengan enzimenzim dalam usus halus.
3) Pengaturan sekresi pankreas ada 2 yaitu : a) Pengaturan saraf b)
Pengaturan hormonal
4) Fungsi endokrin pankreas Tersebar diantara alveoli pankreas,
terdapat kelompokkelompok sel epithelium yang jelas, terpisah dan
nyata. Kelompok ini adalah pulau-pulau kecil / kepulauan
langerhans yang bersamasama membentuk organ endokrin. (Price,
2008).

3. Etiologi Diabetes Melitus


a. Diabetes tipe I:
1) Faktor genetik
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri; tetapi
mewarisi suatu predisposisi atau kecenderungan genetik ke arah
terjadinya DM tipe I. Kecenderungan genetik ini ditemukan pada
individu yang memiliki tipe antigen HLA.
2) Faktor-faktor imunologi
Adanya respons otoimun yang merupakan respons abnormal
dimana antibodi terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara
bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah
sebagai jaringan asing. Yaitu otoantibodi terhadap sel-sel pulau
Langerhans dan insulin endogen.
3) Faktor lingkungan
Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses otoimun yang
menimbulkan destruksi selbeta.
b. Diabetes Tipe II
Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan
gangguan sekresi insulin pada diabetes tipe II masih belum diketahui.
Faktor genetik memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi
insulin.
10

Faktor-faktor resiko :
1) Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65
th)
2) Obesitas
3) Riwayat keluarga

4. Patofisiologi Diabetes Melitus


a. Diabetes Tipe I
Pada diabetes tipe I terdapat ketidak mampuan untuk menghasilkan
insulin karena sel-sel beta pan-kreas telah dihancurkan oleh proses
autoimun. Hiper-glikemia puasa terjadi akibat produksi glukosa yang
tidak terukur oleh hati. Di samping itu, glukosa yang berasal dari
makanan tidak dapat disimpan dalam hati meskipun tetap berada dalam
darah dan menimbulkan hiperglikemia post prandial (sesudah makan).
Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi, ginjal tidak dapat
menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar akibatnya
glukosa tersebut muncul dalam urin (glukosuria). Ketika glukosa yang
berlabihan diekskresikan ke urin, ekskresi ini akan disertai
pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan pula. Keadaan ini
dinamakan dieresis osmotik. Sebagai akibat dari kehilangan cairan
yang berlebihan, pasien akan mengalami peningkatan dalam berkemih
(poliuria) dan rasa haus (polidipsia). Defisiensi insulin juga
mengganggu metabolis -me protein dan lemak yang menyebabkan
penu-runan berat badan. Pasien dapat mengalami peningkatan seera
makan (Polifagia), akibat menurunnya simpanan kalori, gejala lainnya
mencakup kelelahan dan kele-mahan.
b. Diabetes Tipe II
Pada diabetes tipe II terdapat dua masalah utama yaitu yang
berhubungan dengan insulin, yaitu : resistensi insulin dan gangguan
sekresi insulin. Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus
pada permukaan sel sebagai akibat terikatnya insulin dengan reseptor
tersebut, terjadi sel resistensi insulin pada diabetes tipe II disertai
11

dengan penurunan reaksi intra sel ini. Dengan demikian insuliin


menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh
jaringan. Untuk mengatasi resistensi insulin dan mence -gah
terbentuknya glukosa dalam darah, harus terdapat peningkatan jumlah
insulin yang disekresikan pada penderita toleransi glukosa terganggu,
keadaan ini ter-jadi akibat sekresi insulin yang berlebihan, dan kadar
glukosa akan dipertahankan pada tingkat yang normal atau sedikit
meningkat. Namun untuk mengimbangi pe-ningkatan kebutuhan akan
insulin, maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadi diabetes tipe
II.

5. Pathway Diabetes Melitus


Defisiensi Insulin

glukagon↑ penurunan pemakaian


glukosa oleh sel

glukoneogenesis hiperglikemia
12

lemak protein glycosuria

ketogenesis BUN↑ Osmotic Diuresis

Kekurangan
ketonemia Nitrogen urine ↑ Dehidrasi volume cairan

Mual muntah ↓ pH Hemokonsentrasi

Resti Ggn Nutrisi Asidosis Trombosis


Kurang dari kebutuhan
 Koma
 Kematian Aterosklerosis

Makrovaskuler Mikrovaskuler

Retina Ginjal
Jantung Serebral Ekstremitas
Retinopati Nefropati
diabetik
Miokard Infark Stroke Gangren

Ggn. Penglihatan Gagal


Ggn Integritas Kulit Ginjal

Resiko Injury

Source: (Suddarth, Brunner, 2008)


6. Manifestasi Diabetes Melitus
Beberapa keluhan dan gejala yang perlu mendapat perhatian ialah
(Agustina, 2009):
Keluhan Klasik
a. Penurunan berat badan
Penurunan berat badan yang berlangsung dalam waktu relatif singkat
harus menimbulkan kecurigaan. Hal ini disebabkan glukosa dalam
darah tidak dapat masuk ke dalam sel, sehingga sel kekurangan bahan
13

bakar untuk menghasilkan tenaga. Untuk kelangsungan hidup, sumber


tenaga terpaksa diambil dari cadangan lain yaitu sel lemak dan otot.
Akibatnya penderita kehilangan jaringan lemak dan otot sehingga
menjadi kurus.
b. Banyak kencing
Karena sifatnya, kadar glukosa darah yang tinggi akan menyebabkan
banyak kencing. Kencing yang sering dan dalam jumlah banyak akan
sangat mengganggu penderita, terutama pada waktu malam hari.
c. Banyak minum
Rasa haus sering dialami oleh penderita karena banyaknya cairan yang
keluar melalui kencing. Keadaan ini justru sering disalah tafsirkan.
Dikira sebab rasa haus ialah udara yang panas atau beban kerja yang
berat. Untuk menghilangkan rasa haus itu penderita minum banyak.
d. Banyak makan
Kalori dari makanan yang dimakan, setelah dimetabolisme menjadi
glukosa dalam darah tidak seluruhnya dapat dimanfaatkan, penderita
selalu merasa lapar.

Keluhan lain:
a. Gangguan saraf tepi / Kesemutan
Penderita mengeluh rasa sakit atau kesemutan terutama pada kaki di
waktu malam, sehingga mengganggu tidur. Gangguan penglihatan Pada
fase awal penyakit Diabetes sering dijumpai gangguan penglihatan yang
mendorong penderita untuk mengganti kacamatanya berulang kali agar
ia tetap dapat melihat dengan baik.
b. Gatal / Bisul
Kelainan kulit berupa gatal, biasanya terjadi di daerah kemaluan atau
daerah lipatan kulit seperti ketiak dan di bawah payudara. Sering pula
dikeluhkan timbulnya bisul dan luka yang lama sembuhnya. Luka ini
dapat timbul akibat hal yang sepele seperti luka lecet karena sepatu atau
tertusuk peniti.
c. Gangguan Ereksi
14

Gangguan ereksi ini menjadi masalah tersembunyi karena sering tidak


secara terus terang dikemukakan penderitanya. Hal ini terkait dengan
budaya masyarakat yang masih merasa tabu membicarakan masalah
seks, apalagi menyangkut kemampuan atau kejantanan seseorang.
d. Keputihan
Pada wanita, keputihan dan gatal merupakan keluhan yang sering
ditemukan dan kadang-kadang merupakan satu-satunya gejala yang
dirasakan.
Keluhan umum pasien DM seperti poliuria, polidipsia, polifagia pada DM
umumnya tidak ada. Sebaliknya yang sering mengganggu pasien adalah
keluhan akibat komplikasi degeneratif kronik pada pembuluh darah dan
saraf. Pada DM lansia terdapat perubahan patofisiologi akibat proses
menua, sehingga gambaran klinisnya bervariasi dari kasus tanpa gejala
sampai kasus dengan komplikasi yang luas. Keluhan yang sering muncul
adalah adanya gangguan penglihatan karena katarak, rasa kesemutan pada
tungkai serta kelemahan otot (neuropati perifer) dan luka pada tungkai
yang sukar sembuh dengan pengobatan lazim.

Osmotik diuresis akibat glukosuria tertunda disebabkan ambang ginjal


yang tinggi, dan dapat muncul keluhan nokturia disertai gangguan tidur,
atau bahkan inkontinensia urin. Perasaan haus pada pasien DM lansia
kurang dirasakan, akibatnya mereka tidak bereaksi adekuat terhadap
dehidrasi. Karena itu tidak terjadi polidipsia atau baru terjadi pada stadium
lanjut. Penyakit yang mula-mula ringan dan sedang saja yang biasa
terdapat pada pasien DM usia lanjut dapat berubah tiba-tiba, apabila pasien
mengalami infeksi akut. Defisiensi insulin yang tadinya bersifat relatif
sekarang menjadi absolut dan timbul keadaan ketoasidosis dengan gejala
khas hiperventilasi dan dehidrasi, kesadaran menurun dengan
hiperglikemia, dehidrasi dan ketonemia. Gejala yang biasa terjadi pada
hipoglikemia seperti rasa lapar, menguap dan berkeringat banyak
umumnya tidak ada pada DM usia lanjut. Biasanya tampak bermanifestasi
sebagai sakit kepala dan kebingungan mendadak.
15

Pada usia lanjut reaksi vegetatif dapat menghilang. Sedangkan gejala


kebingungan dan koma yang merupakan gangguan metabolisme serebral
tampak lebih jelas. (Sudoyo, W Aru, 2006)

7. Pemeriksaan Diagnostik Diabetes Melitus


a. Glukosa darah sewaktu
b. Kadar glukosa darah puasa
c. Tes toleransi glukosa
Kadar darah sewaktu dan puasa sebagai patokan penyaring diagnosis DM
(mg/dl)
Bukan DM Belum pasti DM DM
Kadar glukosa darah sewaktu
- Plasma vena
- Darah kapiler < 100 100-200 >200
Kadar glukosa darah puasa <80 80-200 >200
- Plasma vena
- Darah kapiler
<110 110-120 >126
<90 90-110 >110
Kriteria diagnostik WHO untuk diabetes mellitus pada sedikitnya 2 kali
pemeriksaan :
a. Glukosa plasma sewaktu >200 mg/dl (11,1 mmol/L)
b. Glukosa plasma puasa >140 mg/dl (7,8 mmol/L)
c. Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah
mengkonsumsi 75 gr karbohidrat (2 jam post prandial (pp) > 200
mg/dl

8. Penatalaksanaan Diabetes Melitus


Tujuan utama terapi diabetes mellitus adalah mencoba menormalkan
aktivitas insulin dan kadar glukosa darah dalam upaya untuk mengurangi
16

komplikasi vaskuler serta neuropati. Tujuan terapeutik pada setiap tipe


diabetes adalah mencapai kadar glukosa darah normal.
Ada 5 komponen dalam penatalaksanaan diabetes :
a. Diet
b. Latihan
c. Pemantauan
d. Terapi (jika diperlukan)
e. Pendidikan

9. Komplikasi Diabetes Melitus


Komplikasi Diabetes Mellitus terbagi menjadi 2 yaitu komplikasi akut dan
komplikasi kronik (FKUI, 2000) :
a. Komplikasi Akut
1) Koma Hiperosmolar Nonketotik (KHN) Koma hiperosmolar non
ketotik merupakan keadaan yang didominasi oleh hiperosmolaritas
dan hiperglikemia dan disertai perubahan tingkat kesadaran. Salah
satu perubahan utamanya dengan DKA adalah tidak tepatnya
ketosik dan asidosis pada KHN.
2) Diabetes Ketoasidosis (DKA) Ketoasidosis diabetik merupakan
defisiensi insulin berat dan akut dari suatu pengalaman penyakit
DM. Diabetik katoasidosis disebabkan oleh tidak adanya insulin
atau tidak cukupnya jumlah insulin yang nyata.
3) Hipoglikemia Hipoglikemia( kadar glukosa plasma < 60 mg/dl)
terjadi pada pasien yang mendapatkan insulin atau agen
hipoglikemik oral, dimana terdapat kelebihan insulin yang relatif
banyak daripada intake makanan atau pemakaian energi.
b. Komplikasi kronik
Penyulit kronik Diabetes Mellitus pada dasarnya terjadi pada semua
pembuluh darah di seluruh tubuh (angiopati diabetik). Untuk
kemudahan, angiopati diabetik dibagi 2: makro-angiopati
(makrovaskular) dan mikroangiopati (mikrovaskular).
1) Mikrovaskular
17

a) Penyakit ginjal Penderita Diabetes Mellitus mempunyai


kecenderungan tujuh belas kali lebih mudah mengalami
gangguan fungsi ginjal. Semuanya ini disebabkan oleh factor
infeksi yang berulangulang yang sering timbul pada Diabetes
Mellitus, dan adanya penyempitan pembuluh darah kapiler
yang disebut mikroangiopati diabetik di dalam ginjal.
b) Penyakit mata (katarak) Penyakit Diabetes Mellitus dapat
menyebabkan lensa mata menjadi keruh (tampak putih), lensa
yang keruh ini dinamakan katarak. Komplikasi menahun pada
mata yang lain adalah meningkatnya tekanan bola mata yang
disebut glaukoma. Keadaan yang akhirnya akan timbul,
biasanya sesudah 10-15 tahun mengidap Diabetes Mellitus
adalah terganggu nya alat penerima sinar atau retina yang
disebut retinopati diabetik. Pada retinopati diabetik,
penyempitan pembuluh darah kapiler yang disetai eksudasi dan
perdarahan pada retina penderita Diabetes Mellitus, terdapat
kebocoran pada pembuluh darah kapiler ( pembuluh darah
halus ). Karena kebocoran ini, timbulah perdarahan serta
keluarnya cairan dari pembuluh darah yang disebut eksudat
(melalui proses eksudasi ). Darah dan eksudat inilah yang akan
menutup sinar yang menuju ke retina, sehingga mata penderita
menjadi kabur, yang tidak bias sembuh dengan kaca mata,
bahkan menjadi buta.
c) Neuropati Diabetes Mellitus dapat mempengaruhi saraf-saraf
perifer, system saraf otonom, Medulla spinalis, atau system
saraf pusat. Akumulasi sorbital danperubahan perubahan
metabolic lain dalam sintesa atau fungsi myelin yang dikaitkan
dengan hiperglikemia dapat menimbulkan perubahan kondisi
saraf .
2) Makrovaskular
a) Penyakit jantung koroner
18

Penderita Diabetes Mellitus lebih mudah menderita penyakit


jantung koroner, yaitu penyakit jantung yang disebabkan oleh
penyempitan pembuluh darah koroner. Pembuluh darah
koroner adalah pembuluh darah yang memberikan makanan
otot ke jantung. Jika pembuluh darah koroner ini menyempit,
otot jantung akan kekurangan oksigen dari makanan. Otot
jantung menjadi lemah, atau sebagian otot jantung mati,
keadaan inilah yang di sebut infarkjantung atau infark miokard
akut.
b) Pembuluh darah kaki
Jika sumbatan terjadi di pembuluh darah sedang atau besar di
tungkai (makroangiopati diabetik), tungkai akan lebih mudah
mengalami ganggren diabetik, yaitu luka pada kaki yang merah
kehitam-hitaman dan berbau busuk. Bila sumbatan terjadi pada
pembuluh darah yang lebih besar, penderita Diabetes Mellitus
akan merasa tungkai nya sakit sesudah ia berjalan pada jarak
tertentu, karena aliran darah ke tungkai tersebut berkurang dan
disebut claudicatio intermitten.
c) Pembuluh darah otak Sumbatan (thrombosis) di pembuluh
darah otak dapat meberi gejala:
i. Lumpuh atau lemah separo.
ii. Bila yang lumpuh sebelah kanan, sering kali disertai
dengan gangguan bicara bahkan dapat bisu (pelo = pelat ).
iii. Bila sumbatan timbul di daerah yang penting, penderita
dapat meninggal dunia secara mendadak.

C. Teori Keperawatan
1. Pengkajian Keperawatan
Data Fokus
a. Riwayat Kesehatan Keluarga
Adakah keluarga yang menderita penyakit DM seperti klien
19

b. Riwayat Kesehatan Pasien dan Pengobatan Sebelumnya


Berapa lama klien menderita DM, bagaimana penanganannya,
mendapat terapi insulin jenis apa, bagaimana cara minum obatnya
apakah teratur atau tidak, apa saja yang dilakukan klien untuk
menanggulangi penyakitnya.
c. Aktivitas/ Istirahat
Letih, lemah, sulit bergerak / berjalan, kram otot, tonus otot menurun.
d. Sirkulasi
Adakah riwayat hipertensi, AMI, klaudikasi, kebas, kesemutan pada
ekstremitas, ulkus pada kaki yang penyembuhannya lama, takikardi,
perubahan tekanan darah
e. Integritas Ego
Stress, ansietas
f. Eliminasi
Perubahan pola berkemih ( poliuria, nokturia, anuria ), diare
g. Makanan / Cairan
Anoreksia, mual muntah, tidak mengikuti diet, penurunan berat badan,
haus, penggunaan diuretik.
h. Neurosensori
Pusing, sakit kepala, kesemutan, kebas kelemahan pada otot,
parestesia,gangguan penglihatan.
i. Nyeri / Kenyamanan
Abdomen tegang, nyeri (sedang / berat)
j. Pernapasan
Batuk dengan/tanpa sputum purulen (tergangung adanya infeksi / tidak)
k. Keamanan
Kulit kering, gatal, ulkus kulit.
l. Pemeriksaan Penunjang
1) Glukosa darah sewaktu
2) Kadar glukosa darah puasa
3) Tes toleransi glukosa
20

2. Diagnosa Keperawatan
a. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotic
ditandai dengan turgor kulit buruk, takikardi, pengisian kapiler lambat
b. Gangguan nutrisi : kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
penurunan masukan oral, anoreksia, mual, peningkatan metabolisme
protein, lemak ditandai dengan tonus otot lemah, penurunan berat
badan
c. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan penurunan produksi energi
metabolik ditandai dengan ketidakmampuan melakukan rutinitas
d. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan perubahan status
metabolik (neuropati perifer).
21

3. Rencana Keperawatan
No. Diagnosa Keperawatan dan Tujuan Intervensi Keperawatan Rasional
1. Kekurangan volume cairan berhubungan - Pantau tanda-tanda vital. - Hypovolemia dapat dimanifestasikan oleh hipotensi
dengan diuresis osmotic ditandai dengan dan takikardia.
- Kaji nadi perifer, pengisian kapiler, turgor
- Merupakan indikator dari tingkat dehidrasi, atau
turgor kulit buruk, takikardi, pengisian
kulit, dan membran mukosa.
volume sirkulasi yang adekuat.
kapiler lambat - Kaji suhu, warna dan kelembaban kulit.
- Demam, menggigil, dan diaferesis merupakan hal
Tujuan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan umum terjadi pada proses infeksi. Demam dengan
selama 3 x 24 jam, kebutuhan cairan atau kulit yang kemerahan, kering, mungkin gambaran
- Pantau masukan dan keluaran, catat berat
hidrasi pasien terpenuhi dari dehidrasi.
jenis urine.
Kriteria Hasil - Memberikan perkiraan kebutuhan akan cairan
Pasien menunjukkan hidrasi yang adekuat
- Timbang berat badan setiap hari. pengganti, fungsi ginjal, dan keefektifan dari terapi
dibuktikan oleh tanda vital stabil, nadi
yang diberikan.
perifer dapat diraba, turgor kulit dan - Memberikan hasil pengkajian yang terbaik dari status
pengisian kapiler baik, haluaran urin tepat - Kolaborasi pemberian terapi cairan sesuai cairan yang sedang berlangsung dan selanjutnya
secara individu dan kadar elektrolit dalam indikasi dalam memberikan cairan pengganti.
- Tipe dan jumlah dari cairan tergantung pada derajat
batas normal.
kekurangan cairan dan respons pasien

2 Gangguan nutrisi : kurang dari kebutuhan - Timbang berat badan setiap hari atau sesuai - Mengkaji pemasukan makanan yang adekuat
berhubungan dengan penurunan masukan indikasi. (termasuk absorbsi dan utilisasinya).
- Identifikasi makanan yang - Jika makanan yang disukai pasien dapat dimasukkan
oral, anoreksia, mual, peningkatan
disukai/dikehendaki termasuk kebutuhan dalam perencanaan makan, kerjasama ini dapat
metabolisme protein, lemak ditandai
etnik/kultural. diupayakan setelah pulang.
dengan tonus otot lemah, penurunan berat
- Libatkan keluarga pasien pada perencanaan - Meningkatkan rasa keterlibatannya; memberikan
badan
makan sesuai indikasi. informasi pada keluarga untuk memahami nutrisi
Tujuan
22

Setelah dilakukan tindakan keperawatan pasien.


- Tentukan program diet dan pola makan - Mengidentifikasi kekurangan dan penyimpangan dari
selama 3 x 24 jam, masalah gangguan
pasien dan bandingkan dengan makanan kebutuhan terapeutik.
pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan
yang dapat dihabiskan oleh pasien.
teratasi, dengan kriteria hasil : - Secara potensial dapat mengancam kehidupan, yang
- Observasi tanda-tanda hipoglikemia, seperti
Kriteria Hasil
harus dikali dan ditangani secara tepat.
 Pasien dapat mencerna perubahan tingkat kesadaran, dingin/lembab,
jumlah kalori atau nutrien yang tepat denyut nadi cepat, lapar dan pusing. - Insulin reguler memiliki awitan cepat dan karenanya
 Berat badan stabil atau - Kolaborsi dalam memerikan pengobatan
dengan cepat pula dapat membantu memindahkan
penambahan ke arah rentang insulin secara teratur sesuai indikasi.
glukosa ke dalam sel.
biasanya

3 Intoleransi aktivitas berhubungan dengan - Diskusikan dengan pasien kebutuhan akan - Pendidikan dapat memberikan motivasi untuk
penurunan produksi energi metabolic aktivitas. meningkatkan tingkat aktivitas meskipun pasien
ditandai dengan ketidakmampuan mungkin sangat lemah.
- Berikan aktivitas alternatif dengan periode - Mencegah kelelahan yang berlebihan.
melakukan rutinitas
Tujuan : istirahat yang cukup.
- Mengindikasikan tingkat aktivitas yang dapat
Setelah dilakukan asuhan keperawatan - Pantau nadi, frekuensi pernafasan dan
ditoleransi secara fisiologis
selama 3 x 24 jam, pasien dapat tekanan darah sebelum/sesudah melakukan
melakukan aktivitas sesuai dengan tingkat aktivitas.
- Meningkatkan kepercayaan diri/harga diri yang
- Tingkatkan partisipasi pasien dalam
kemampuannya secara optimal
positif sesuai tingkat aktivitas yang dapat ditoleransi.
Kriteria Hasil: melakukan aktivitas sehari-hari sesuai
 Mengungkapkan peningkatan tingkat
toleransi.
energi.
 Menunjukkan perbaikan kemampuan
untuk berpartisipasi dalam aktivitas
23

yang diinginkan.

4 Gangguan integritas kulit berhubungan - Observasi tanda-tanda infeksi dan - Pasien masuk mungkin dengan infeksi yang biasanya
dengan perubahan status metabolik peradangan seperti demam, kemerahan, telah mencetus keadaan ketosidosis atau dapat
(neuropati perifer) adanya pus pada luka , sputum purulen, urin mengalami infeksi nosokomial.
Tujuan :
warna keruh dan berkabut.
Setelah dilakukan asuhan keperawatan - Mencegah timbulnya infeksi nosokomial.
- Tingkatkan upaya pencegahan dengan
selama 3 x 24 jam angguan integritas
melakukan cuci tangan yang baik, setiap
kulit dapat berkurang atau menunjukkan
kontak pada semua barang yang
penyembuhan.
berhubungan dengan pasien termasuk pasien - Kadar glukosa yang tinggi dalam darah akan menjadi
Kriteria Hasil
 Kondisi luka menunjukkan adanya nya sendiri. media terbaik bagi pertumbuhan kuman.
- Pertahankan teknik aseptik pada prosedur
perbaikan jaringan dan tidak
- Sirkulasi perifer bisa terganggu yang menempatkan
invasif (seperti pemasangan infus, kateter
terinfeksi
pasien pada penigkatan risiko terjadinya kerusakan
folley, dsb).
- Berikan perawatan kulit dengan teratur dan pada kulit / iritasi dan infeksi.
sungguh-sungguh. Masase daerah tulang
- Memberikan kemudahan bagi paru untuk
yang tertekan, jaga kulit tetap kering, linen
berkembang, menurunkan terjadinya risiko
kering dantetap kencang (tidak berkerut).
hipoventilasi.
- Posisikan pasien pada posisi semi fowler.

Anda mungkin juga menyukai