Anda di halaman 1dari 50

SISTEM URINARI

B
Anggota :
-Restu -Lala -Chris
-Velvia -Caul -Dhea
-Iqi -Adlin
-Shafira -Chally
TENTIR URINARY SYSTEM (FISIOLOGY)

dr Ery Hermawati

Kunci faal adalah HOMEOSTATIS !!!

 Ginjal melakukan fungsi-fungsi spesifik berikut, yang sebagian besar di antaranya


membantu mempertahankan stabilitas lingkungan cairan internal:
1. Mempertahankan keseimbangan air (H20) di tubuh
2. Mempertahankan osmolaritas cairan tubuh yang sesuai, terutama melalui regulasi
Keseimbangan H20. Fungsi ini penting untuk mencegah fluks-fluks osmotik masuk
atau keluar sel, yang masing-masing dapat menyebabkan pembengkakan atau penciutan
sel yang merugikan.
3. Mengatur jumlah dan konsentrasi sebagian besar ion CES, termasuk natrium (Na+),
ldorida (C1-), kallum (K+), kalsium (Ca2+), ion hidrogen (H+), bikarbonat (HCO3-),
fosfat (P043-), sulfat (S042-), dan magnesium (Mg2+). Fluktuasi kecil konsentrasi
sebagian elektrolit ini dalam CES bahkan dapat berpengaruh besar. Sebagai contoh,
perubahan konsentrasi K+ CES dapat enyebabkan disfungsi jantung yang dapat
mematikan .
4. Mempertahankan volume plasma yang tepat, yang penting dalam pengaturan jangka-
panjang tekanan darah arteri. Fungsi ini dilaksanakan melalui peran regulatorik ginjal
dalam keseimbangan garam (NaC1) dan H20
5. Membantu mempertahankan keseimbangan asam-basa tubuh yang tepat dengan
menyesuaikan pengeluaran H+ dan HCO3- di urine
6. Mengeluarkan (mengekskresikan) produk-produk akhir (sisa) metabolisme tubuh,
misalnya urea (dari protein), asam urat (dari asam nuldeat), kreatinin (dari kreatin otot),
bilirubin (dari hemoglobin), dan hormon metabolit. Jika dibiarkan menumpuk, banyak
bahan-bahan sisa ini bersifat toksik, terutama bagi otak.
7. Mengekskresikan banyak senyawa asing, misalnya obat, aditif makanan, pestisida, dan
bahan eksogen non-nutritif lain yang masuk ke tubuh. 8. Menghasilkan eritropoietin,
suatu hormon yang merangsang produksi sel darah merah
8. Menghasilkan renin, suatu hormon enzimatik yang memicu suatu reaksi berantai yang
penting dalam konservasi garam oleh ginjal.
9. Mengubah vitamin D menjadi bentuk aktifnya.
Yupsss pertama kita udah ke fungsi buttttt sebelum kita jauh-jauh belajar lebih mendalam, akan

lebih baiknya belajar anatomi dan histologinya dulu… karena kedepan semuanya akan terus
bersinggungan… tpi waktu itu dr. ery ga mau jelasin karena merasa bukan wewenangnya soo
belajarr mandiri dulu ya… disini hanya kasi secara singkatnya aja okeee !!

Look at the picture !! temukan 5 perbedaan eaaaa wkwkw

Nah jadi dari gambar diatas ada dua aspek perbedaan kata dokternyaa, yang terletak pada
nefron. Nefron merupakan unit fungsional terkecil pada sistem urinaria.

1. Letaknya : nefron kortikal berada pada korteks sedangkan nefron juxtamedullary


berada pada bagian korteks juga, hanya saja ia lebih dekat ke medula
2. Lengkung henle : nefron juxtamedullary lebih pandang dibandingkan nefron nefron.
hal ini berkaitan dengan pemekatan urin.
GAMBARAN BESAR PROSES-PROSES DASAR GINJAL
Filtrasi glomerulus umumnya adalah proses yang indiskriminatif. Kecuali sel darah
dan protein plasma, semua konstituen di dalam darah H20, nutrien, elektrolit, zat sisa, dan
sebagainya-secara non-selektif masuk ke lumen tubulus sebagai aliran masal selama filtrasi-
yaitu, dari 20% plasma yang difiltrasi di glomerulus, segala sesuatu yang ada di bagian plasma
tersebut masuk ke kapsula Bowman kecuali protein plasma. Proses-proses tubulus yang sangat
diskriminatif kemudian bekerja pada filtrat untuk mengembalikan ke darah suatu cairan dengan
komposisi dan volume yang diperlukan untuk mempertahankan stabilitas lingkungan cairan
internal.
Bahan terfiltrasi yang tak-diinginkan dibiarkan tertinggal di cairan tubulus untuk
diekskresikan sebagai urine. Filtrasi glomerulus dapat dianggap sebagai pemindahan sebagian
dari plasma, dengan semua komponen esensial serta komponen yang perlu dikeluarkan dari
tubuh, ke "ban berjalan" yang berakhir di pelvis ginjal, yaitu titik pengumpulan urine di dalam
ginjal.
Semua konstituen plasma yang masuk ban berjalan ini dan kemudian tidak
dikembalikan ke plasma di ujung ban akan dikeluarkan dari ginjal sebagai urine. Sistem tubulus
yang menentukan bagaimana menyelamatkan bahan-bahan filtrasi yang perlu dipertahankan di
dalam tubuh melalui proses reabsorpsi sementara membiarkan bahan-bahan yang harus
diekskresi tetap dalam ban berjalan tersebut. Selain itu, sebagian bahan tidak saja difiltrasi,
tetapi juga disekresikan ke dalam ban berjalan tubulus, sehingga jumlah bahan-bahan tersebut
yang diekskresikan dalam urine lebih besar daripada jumlah yang difiltrasi. Untuk banyak
bahan, proses-proses ginjal ini berada di bawah kontrol fisiologik. Karena itu, ginjal menangani
setiap konstituen plasma dengan kombinasi tertentu filtrasi, reabsorpsi, dan sekresi.
Cairan yang difiltrasi dari glomerulus ke dalam kapsula Bowman harus melewati tiga
lapisan berikut yang membentuk membrane glomerulus (Gambar 14-7): (1) dinding kapiler
glomerulus, (2) membran basal, dan (3) lapisan dalam kapsula Bowman. Secara kolektif,
lapisan-lapisan ini berfungsi sebagai saringan halus molekular yang menahan sel darah dan
protein plasma tetapi membolehkan H20 dan zat terlarut dengan ukuran molekul lebih kecil
lewat. Marilah kita bahas tiap-tiap lapisan secara lebih terperinci.
Dinding kapiler glomerulus terdiri dari selapis sel endotel gepeng. Lapisan ini ditembus
oleh banyak pori besar yang menyebabkannya 100 kali lebih permeabel terhadap H20 dan zat
terlarut daripada kapiler di bagian lain tubuh. Kapiler glomerolus tidak hanya memiliki pori
yang biasanya ditemukan antara sel endotel yang membentuk dinding kapiler, tetapi sel endotel
sendiri juga dilubangi oleh lubang atau fenestrasi yang besar Membran basal adalah lapisan
gelatinosa aselular (tidak mengandung sel) yang terbentuk dari kolagen dan glikoprotein yang
tersisip di antara glomerulus dan kapsula Bowman. Kolagen menghasilkan kekuatan struktural,
dan glikoprotein menghambat filtrasi protein plasma yang kecil. Protein plasma yang lebih
besar tidak dapat difiltrasi karena tidak dapat melewati pori kapiler, tetapi pori ini masih dapat
melewatkan albumin, protein plasma terkecil. Namun, karena bermuatan negatif, glikoprotein
menolak di membran basal, yang menyebabkan membrane glomerulus lebih permeabel
terhadap albumin meskipun ukuran pori kapiler tidak berubah. (Terdapatnya protein dalam
urine juga dapat terjadi setelah berolahraga, tetapi bersifat sementara dan tidak berbahaya.
Untuk pembahasan lebih lanjut, lihatfitur dalam kotak, Melihat Lebih Dekat pada Fisiologi
Olahraga.)
Lapisan terakhir membran glomerulus adalah lapisan dalam kapsula Bowman. Lapisan
ini terdiri dari podosit, sel mirip gurita yang mengelilingi kuntum glomerulus. Setiap podosit
memiliki banyak prosesus kaki (podo artinya "kaki"; prosesus adalah tonjolan atau apendiks)
memanjang yang saling menjalin dengan prosesus kaki podosit sekitar, seperti Anda
menjalinkan jari-jari tangan Anda ketika Anda memegang bola dengan kedua tangan (Gambar
14-8). Celah sempit di antara prosesus-prosesus kaki yang berdampingan, yang dikenal sebagai
celah filtrasi, membentuk jalur tempat cairan meninggalkan kapiler glomerulus menuju lumen
kapsula Bowman. Karena itu, rute yang dilalui oleh bahan terfiltrasi melewati membran
glomerulus seluruhnya berada di luar sel-pertama melalui pori kapiler, kemudian melalui
membran basal aselular, dan akhirnya melewati celah filtrasi

Tekanan darah kapiler glomerulus adalah gaya utama yang menginduksi filtrasi
glomerulus.
Untuk melaksanakan filtrasi glomerulus, harus terdapat gaya yang mendorong sebagian
plasma di glomerulus menembus lubanglubang di membran glomerulus. Tidak terdapat
pengeluaran energy lokal yang berperan dalam memindahkan cairan dari plasma menembus
membran glomerulus menuju kapsula Bowman. Filtrasi glomerulus dilakukan oleh gaya-gaya
fisik pasif yang serupa dengan yang bekerja di kapiler di tempat lain. Karena glomerulus
adalah suatu kuntum kapiler, prinsip-prinsip dinamika cairan yang sama yang menyebabkan
ultrafiltrasi di kapiler lain berlaku di sini (lihat h.384), kecuali untuk dua perbedaan penting:
(1) Kapiler glomerulus jauh lebih permeable daripada kapiler di tempat lain, sehingga lebih
banyak cairan difiltrasi untuk tekanan filtrasi yang sama, dan (2) keseimbangan gaya-gaya
menembus membran glomerulus adalah sedemikian sehingga filtrasi terjadi di keseluruhan
panjang kapiler. Sebaliknya, keseimbangan gaya-gaya di kapiler lain bergeser sehingga filtrasi
terjadi di bagian awal pembuluh tetapi di ujung pembuluh terjadi reabsorpsi
GAYA-GAYA YANG BERPERAN DALAM FILTRASI GLOMERULUS
Tiga gaya fisik terlibat dalam filtrasi glomerulus: tekanan darah kapiler glomerulus,
tekanan osmotik koloid plasma, dan tekanan hidrostatik kapsula Bowman :
1. Tekanan darah kapiler glomerulus adalah
tekanan cairan (hidrostatik) yang ditimbulkan oleh darah di dalam kapiler
glomerulus. Tekanan ini pada akhirnya bergantung pada kontraksi jantung (sumber
energi yang menghasilkan filtrasi glomerulus) dan resistensi terhadap aliran darah yang
ditim-bulkan oleh arteriol aferen dan eferen. Tekanan darah kapiler glomerulus, dengan
nilai rerata diperkirakan 55 mm Hg, lebih tinggi daripada tekanan darah kapiler di
tempat lain. Penyebab lebih tingginya tekanan di kapiler glomerulus adalah diameter
arteriol aferen yang lebih besar dibandingkan dengan arteriol eferen (Gambar 14-4).
Karena darah dapat lebih cepat masuk ke glomerulus melalui arteriol aferen yang lebar
daripada keluar melalui arteriol eferen yang lebih sempit, tekanan darah kapiler
glomerulus tetap tinggi akibat terbendungnya darah di kapiler glomerulus. Selain itu,
karena tingginya resistensi yang dihasilkan oleh arteriol eferen, tekanan darah tidak
memiliki kecenderungan yang sama untuk turun di sepanjang kapiler glomerulus
seperti di kapiler lain. Tekanan darah glomerulus yang tinggi dan tidak menurun ini
cenderung mendorong cairan keluar glomerulus menuju kapsula Bowman di seluruh
panjang kapiler glomerulus, dan merupakan gaya utama yang menghasilkan filtrasi
glomerulus.
Sementara tekanan darah kapiler glomerulus mendorong filtrasi, dua gaya lain
yang bekerja menembus membran glomerulus (tekanan osmotik koloid plasma dan
tekanan hidrostatik kapsula Bowman) melawan filtrasi.
2. Tekanan osmotik koloid plasma
ditimbulkan oleh distribusi takseimbang protein-protein plasma di kedua sisi
membrane glomerulus. Karena tidak dapat difiltrasi, protein plasma terdapat di kapiler
glomerulus tetapi tidak di kapsula Bowman. Karena itu, konsentrasi H20 lebih tinggi
di kapsula Bowman daripada di kapiler glomerulus. H20 yang difiltrasi keluar darah
glomerulus jauh lebih banyak sehingga konsentrasi protein plasma lebih tinggi daripada
di tempat lain.Kecenderungan H20 untuk berpindah melalui osmosis menuruni gradien
konsentrasinya sendiri dari kapsula Bowman ke dalam glomerulus melawan filtrasi
glomerulus. Gaya osmotik yang melawan ini memiliki rerata 30 mm Hg, yang sedikit
lebih tinggi daripada di kapiler lain. Tekanan ini lebih tinggi karena
3. Tekanan hidrostatik kapsula Bowman,
tekanan yang ditimbulkan oleh cairan di bagian awal tubulus ini, diperkirakan
sekitar 15 mm Hg. Tekanan ini, yang cenderung mendorong cairan keluar kapsula
Bowman, melawan filtrasi cairan dari glomerulus menuju kapsula Bowman.

 LAJU FILTRASI GLOMERULUS

Seperti dapat dilihat di Tabel atas, gaya-gaya yang bekerja menembus membran
glomerulus tidak berada dalam keseimbangan. Gaya total yang mendorong filtrasi adalah
tekanan darah kapiler glomerulus pada 55 mm Hg. Jumlah dua gaya yang melawan filtrasi
adalah 45 mm Hg. Perbedaan neto yang mendorong filtrasi (10 mm Hg) disebut tekanan
filtrasi neto. Tekanan yang ringan ini mendorong cairan dalam jumlah besar dari darah
menembus membrane glomerulus yang sangat permeabel. Laju filtrasi yang sebenarnya, laju
filtrasi glomerulus (LFG), bergantung tidak saja pada tekanan filtrasi neto tetapi juga pada
seberapa luas permukaan glomerulus yang tersedia untuk penetrasi dan seberapa permeabel
membran glomerulus (yaitu, seberapa "bocor" lapisan ini). Sifat-sifat membran glomerulus ini
secara kolektif disebut sebagai koefisien filtrasi (Kf). Karena itu, LFG = Kf x tekanan filtrasi
neto Dalam keadaan normal, sekitar 20% plasma yang masuk ke glomerulus disaring pada
tekanan filtrasi neto 10 mm Hg, melaiui selurub glomerulus secara kolektif menghasilkan 180
liter filtrat glomerulus setiap hari untuk LFG rerata 125 mL/ mnt pada pria (160 liter filtrat per
hari pada LFG rerata 115 mL/mnt pada wanita)
FAKTOR YANG TIDAK DIATUR PADA LFG

Tekanan osmotik koloid plasma dan tekanan hidrostatik kapsula Bowman tidak

berada di bawah regulasi dan, pada keadaan normal, tidak banyak berubah. Namun,

keduanya dapat berubah pada keadaan patologis dan karenanya memengaruhi LFG.

Karena tekanan osmotik koloid plasma melawan filtrasi, penurunan konsentrasi

protein plasma, dengan menurunkan tekanan ini, menyebabkan peningkatan LFG.

Penurunan tak-terkendali konsentrasi protein plasma dapat terjadi, contohnya

pada pasien luka bakar luas yang kehilangan banyak cairan kaya protein yang

berasal dari plasma melalui permukaan kulit yang terbakar. Sebaliknya, pada
situasi ketika tekanan osmotik koloid plasma meningkat, misalnya pada kasus diare

dengan dehidrasi, LFG berkurang.

Tekanan hidrostatik kapsula Bowman dapat meningkat tak-terkendali dan filtrasi

dapat menurun akibat obstruksi saluran kemih, misalnya batu ginjal atau

pembesaran prostat. Terbendungnya cairan di belakang obstruksi menyebabkan

tekanan hidrostatik kapsula meningkat.

PENYESUAIAN TERKONTROL PADA LFG

Terdapat dua mekanisme kontrol yang mengatur LFG, keduanya diarahkan untuk

menyesuaikan aliran darah glomerulus dengan mengatur jari-jari dan, karenanya,

resistensi arteriol aferen. Kedua mekanisme ini adalah

1) autoregulasi, yang ditujukan untuk mencegah perubahan spontan LFG; dan

2) kontrol simpatis ekstrinsik, yang ditujukan untuk regulasi jangka-panjang

tekanan darah arteri.

Dua mekanisme intrarenal berperan dalam autoregulasi:

1) mekanisme miogenik, yang berespons terhadap perubahan tekanan di dalam

komponen vaskular nefron; dan

2) mekanisme umpan-balik tubuloglomerulus, yang mendeteksi perubahan

kadar garam di cairan yang mengalir melalui komponen tubular nefron

 Mekanisme miogenik adalah sifat umum otot polos vaskular (miogenik

artinya "dihasilkan oleh otot"). Otot polos vaskular arteriol berkontraksi

secara inheren sebagai respons terhadap peregangan yang menyertai

peningkatan tekanan di dalam pembuluh. Karena itu, arteriol aferen secara

otomatis berkonstriksi sendiri ketika teregang akibat peningkatan tekanan


darah arteri. Respons ini membantu membatasi aliran darah ke dalam

glomerulus ke normal meskipun tekanan arteri meningkat.

 Sebaliknya, relaksasi inheren arteriol aferen yang tidak teregang Sistem

Kemih ketika tekanan di dalam pembuluh berkurang meningkatkan aliran darah

ke dalam glomerulus meskipun tekanan arteri turun.

■Mekanisme umpan-balik tubuloglormerulus (tubuloglomerular feedback

mechanism, TFG) melibatkan aparatus jukstaglomerulus,

Yaitu kombinasi khusus sel tubular dan vaskular tempat tubulus, setelah

memutar balik terhadap dirinya sendiri, berjalan melewati sudut yang dibentuk

oleh arteriol aferen dan eferen sewaktu keduanya menyatu dengan glomerulus.

Sel-sel otot polos di dinding arterol aferen di bagian ini secara khusus membentuk

sel granular, yang dinamai demikian karena sel-sel ini memiliki banyak granula

sekretorik. Sel tubulus khusus di regio ini secara kolektif dinamai makula densa.

Sel-sel makula densa mendeteksi perubahan kadar garam cairan yang melewati

mereka melalui tubulus.


Jika LFG meningkat akibat peningkatan tekanan arteri, cairan yang

difiltrasi dan mengalir melalui tubulus distal lebih besar daripada normal.

Sebagai respons terhadap peningkatan penyaluran garam ke tubulus distal,

sel-sel makula densa mengeluarkan adenosin dan ATP, yang bekerja secara

parakrin lokal pada arteriol aferen sekitar untuk menyebabkannya

berkonstriksi sehingga aliran darah glomerulus berkurang dan LFG kembali

ke normal.

PENTINGNYA AUTOREGULASI LFG

Mekanisme umpan balik tubuloglomerulus dan miogenik bekerja bersama

untuk melakukan autoregulasi terhadap LFG dalam kisaran tekanan darah arteri

rerata 80 hingga 180 mm Hg.


Autoregulasi penting karena pergeseran LFG yang tidak diinginkan dapat

menyebabkan ketidakseimbangan berbahaya pada cairan, elektrolit, dan zat sisa.

Karena paling tidak sebagian dari cairan yang difiltrasi selalu diekskresikan,

jumlah cairan yang diekskresikan di urine secara otomatis meningkat jika LFG

meningkat. Jika tidak ada autoregulasi, LFG akan meningkat dan H20 serta zat

terlarut akan terbuang sia-sia akibat meningkatnya tekanan darah arteri saat

olahraga berat. Jika, sebaliknya, LFG terlalu rendah maka ginjal kurang mampu

mengeluarkan zat sisa, kelebihan elektrolit, dan bahan lain yang harus

diekskresikan. Karena itu, autoregulasi meredam efek langsung perubahan tekanan

arteri pada LFG serta ekskresi H20, zat terlarut, dan zat sisa.

 Kontrol simpatis ekstrinsik

Kontrol ekstrinsik LFG, yang diperantarai oleh sinyal sistem saraf

simpatis ke arteriol aferen, ditujukan untuk mengatur tekanan darah arteri

jangka panjang. Sistem saraf parasimpatis tidak memiliki pengaruh apapun pada

ginjal.
LFG diturunkan oleh respons refleks baroreseptor terhadap

penurunan tekanan darah (Gambar 14-12). Selama refleks ini, terjadi

vasokonstriksi akibat pengaruh simpatis di sebagian besar arteriol di

seluruh tubuh (termasuk arteriol aferen) sebagai mekanisme kompensasi

untuk meningkatkan resistensi perifer total. Arteriol aferen memiliki

reseptor adrenergik dan disarafi oleh serat vasokonstriktor simpatis jauh

lebih banyak dibandingkan dengan arteriol eferen. Ketika arteriol aferen

yang membawa darah ke glomerulus berkonstriksi akibat peningkatan

aktivitas simpatis, darah yang mengalir ke dalam glomerulus akan lebih

sedikit daripada normal sehingga tekanan darah kapiler glomerulus

menurun.

Penurunan LFG yang terjadi, pada gilirannya, mengurangi volume

urine. Dengan cara ini, sebagian H20 dan garam yang seharusnya keluar

melalui urine dapat dipertahankan di dalam tubuh, dalam jangka-panjang

membantu memulihkan volume plasma ke normal sehingga penyesuaian-

penyesuaian kardiovaskular jangka-pendek yang telah terjadi tidak lagi

dibutuhkan. Mekanisme lain, misalnya meningkatnya reabsorpsi H20 dan

garam oleh tubulus serta meningkatnya rasa haus (dijelaskan lebih

terperinci di bagian lain), juga ikut berperan dalam pemeliharaan tekanan

darah jangka-panjang dengan membantu memulihkan volume plasma,

meskipun volume darah berkurang.

LFG dapat dipengaruhi oleh perubahan dalam koefisien filtrasi.

Sejauh ini kita telah membahas perubahan LFG sebagai akibat perubahan

dalam tekanan filtrasi neto. Namun, laju filtrasi glomerulus juga bergantung pada

koefisien filtrasi (Kf) selain tekanan filtrasi neto. Selama bertahun-tahun Kf

dianggap sebagai suatu konstanta, kecuali pada keadaan penyakit ketika membran
glomerulus menjadi lebih bocor daripada biasa. Riset-riset baru menunjukkan

bahwa Kf dapat mengalami perubahan di bawah kontrol fisiologik. Dua faktor yang

memengaruhi Kf-luas permukaan (selain mendorong vasokonstriksi arteriol

aferen) yang digunakan oleh sistem saraf simpatis untuk menurunkan LFG.

Podosit juga memiliki filamen kontraktil mirip-aktin, yang kontraksi atau

relaksasinya masing-masing dapat menurunkan atau meningkatkan jumlah celah

filtrasi yang terbuka di membran dalam kapsula Bowman dengan mengubah bentuk

dan jarak prosesus kakinya (Gambar 14-13). Jumlah celah adalah penentu

permeabilitas; semakin banyak celah yang terbuka, semakin besar permeabilitas.


Aktivitas kontraktil podosit, yang memengaruhi permeabilitas dan Kf, berada di

bawah kontrol fisiologik oleh mekanisme yang belum sepenuhnya dipahami.

 REABSORPSI TUBULUS
Bahan-bahan penting yang disaring dikembalikan ke darah dengan reabsorpsi tubular
transfer zat yang terpisah dari lumen tubulus ke kapiler peritubular. Reabsorpsi tubular adalah
proses yang sangat selektif.
Sewaktu filtrat mengalir melalui tubulus, bahan-bahan yang bermanfaat bagi tubuh
dikembalikan ke plasma kapiler peritubulus. Perpindahan selektif bahan-bahan dari bagian
dalam tubulus (lumen tubulus) ke dalam darah ini disebut reabsorpsi tubulus. Bahan-bahan
yang direabsorpsi tidak keluar dari tubuh melalui urine tetapi dibawa oleh kapiler peritubulus
ke sistem vena dan kemudian ke jantung untuk diresirkulasi. Dari 180 liter plasma yang
disaring per hari, 178,5 liter, secara rerata, direabsorpsi. Sisa 1,5 liter di tubulus mengalir ke
dalam pelvis ginjal untuk dikeluarkan sebagai urine. Secara umum, bahan-bahan yang perlu
dikonservasi oleh tubuh secara selektif direabsorpsi, sementara bahan-bahan yang tidak
dibutuhkan yang harus dikeluarkan tetap berada di urine. karenanya dipertahankan di dalam
tubuh dan tidak diekskresikan di urine, meskipun mengalir melewati ginjal.
Reabsorpsi tubulus adalah suatu proses yang sangat selektif. Semua konstituen kecuali
protein plasma memiliki konsentrasi yang sama di filtrat glomerulus dan di plasma. Pada
sebagian besar kasus, jumlah setiap bahan yang diserap adalah jumlah yang diperlukan untuk
mernpertahankan komposisi dan volume lingkungan cairan internal yang sesuai. Secara umum,
tubulus memiliki kapasitas reabsorpsi yang besar untuk bahan-bahan yang dibutuhkan oleh
tubuh dan kecil atau tidak ada untuk bahan-bahan yang tidak bermanfaat (Tabel 14-2)

TRANSPOR TRANSEPITEL
Untuk dapat direabsorpsi, suatu bahan harus melewati lirna sawar terpisah (nomor
berikut ini sesuai dengan sawar yang dinomori di Gambar 14-14):
1. Bahan harus meninggalkan cairan tubulus denganmelewati membran luminal sel
tubulus.
2. Bahan harus melewati sitosol dari satu sisi sel tubulus ke sisi lainnya.
3. Bahan harus melewati membran basolateral sel tubulus untuk masuk ke cairan
interstisium.
4. Bahan harus berdifusi melalui cairan interstisium.
5. Bahan harus menembus dinding kapiler untuk masuk keplasma darah
Keseluruhan rangkaian langkah ini dikenal sebagai transpor transepitel (transepitel
berarti "menembus epitel").
A. Reabsorpsi Na+

Reabsorpsi natrium bersifat unik dan kompleks. Dari energy total yang dikeluarkan
oleh ginjal, 80% digunakan untuk transpor Na+ yang menunjukkan pentingnya proses ini.
Tidak seperti kebanyakan zat terlarut yang terfiltrasi, Na+ direabsorpsi hampir di sepanjang
tubulus, tetapi dengan derajat berbeda-beda di bagian yang berbeda. Dari Na+ yang
difiltrasi, 99,5% secara normal direabsorpsi. Dari Na+ yang direabsorpsi, sekitar 67%
direabsorpsi di tubulus proksimaI, 25% di ansa Henle, dan 8% di tubulus distal dan
koligentes. Reabsorpsi natrium memiliki peran penting berbeda-beda di tiap-tiap segmen
tersebut, seperti akan tampak seiring dengan berlanjutnya pembahasan kita. Inilah sekilas
peran-peran tersebut.

 Reabsorpsi natrium di tubulus proksimal berperan penting dalam reabsorpsi glukosa, asam
amino, H20, Cl-, dan urea.
 Reabsorpsi natrium di pars asendens ansa Henle, bersama dengan reabsorpsi Cl-, berperan
sangat penting dalam kemampuan ginjal menghasilkan urine dengan konsentrasi dan
volume bervariasi, bergantung pada kebutuhan tubuh untuk menghemat atau mengeluarkan
H20.
 Reabsorpsi natrium di tubulus distal dan koligentes bervariasi dan berada di bawah kontrol
hormon. Reabsorpsi ini berpeian kunci dalam mengatur volume CES, yang penting dalam
kontrol jangka-panjang tekanan darah arteri, dan juga sebagian berkaitan dengan sekresi
K+. Natrium direabsorpsi di sepanjang tubulus kecuali di pars desenden ansa Henle.
Reabsorpsi natrium. Pompa Na+-K+ basolateral secara aktif memindahkan Na+ dari sel tubulus
ke dalam cairan interstisium di dalam ruang lateral. Proses ini menciptakan suatu gradient
konsentrasi untuk perpindahan pasif Na+ dari lumen ke dalam sel tubulus dan dari ruang lateral
ke dalam kapiler peritubulus, menghasilkan perpindahan neto Na+ dari lumen tubulus ke dalam
darah pada suatu proses yang memerlukan energi.
Penjelasan gambar :
Dua jenis sel tubular yang berbeda berlokasi di bagian tubulus distal dan koligentes: sel
prinsipal dan sel interkalasi. Semakin banyak sel prinsipal merupakan tempat kerja aldosteron
dan vasopresin dan karenanya terlibat dalam reabsorpsi Na+ dan sekresi K+ (keduanya diatur
oleh aldosteron) serta dalam reabsorpsi H20 (diatur oleh vasopresin). Sebaliknya, sel
interkalasi berkaitan dengan keseimbangan asam basa. Di antara berbagai efeknya, aldosteron
meningkatkan reabsorpsi Na+ oleh tubulus distal dan koligentes. Hormon ini melakukannya
dengan mendorong penyisipan kanal bocor Na+ tambahan ke dalam membran luminal dan
penambahan pompa Na+-K+ ke dalam membran basolateral sel-sel ini. Hasil akhirnya adalah
peningkatan perpindahan pasif Na masuk ke dalam sel tubulus dan koligentes dari lumen dan
peningkatan pemompaan aktif Na+ keluar sel ke dalam plasma-yaitu, peningkatan reabsorpsi
Na+, disertai sistem ini menghilangkan faktor-faktor yang memicu pelepas-an awal renin-
yaitu, deplesi garam, penurunan volume plasma, dan penurunan tekanan darah arteri (Gambar
14-16).

 ATRIAL NATRIURETIC PEPTIDE (ANP) dan BRAIN NATRIURETIC


PEPTIDE (BNP)
Jantung, selain aksi pompa menghasilkan ANP dan BNP.
 ANP diproduksi di sel otot jantung atrium.
 BNP pertama kali ditemukan di otak (karenanya nama) tetapi diproduksi terutama di
sel otot jantung ventrikel

ANP dan BNP disimpan di granula dan dibebaskan ketika jantung secara mekanis teregang
oleh peningkatan volume plasma akibat peningkatan volume CES.
Pada gilirannya, peptida natriuretik mendorong natriuresis dan diuresis, menurunkan
volume plasma, dan juga langsung memengaruhi sistem kardiovaskular untuk menurunkan
tekanan darah.

Kerja utama ANP dan BNP adalah :


 Menghambat secara langsung reabsorpsi Na+ di bagian distal nefron sehingga ekskresi
Na+ dan H20 osmotik di urine meningkat.
 Mereka juga meningkatkan ekskresi Na+ di urine dengan menghambat dua tahap
SRAA/RAAS dalam menghemat Na.
 Peptida natriuretic menghambat sekresi renin oleh ginjal dan bekerja pada korteks
adrenal untuk menghambat sekresi aldosteron.
 Mereka menghambat sekresi dan aksi vasopresin, hormon yang mengonservasi H2O
 ANP dan BNP juga mendorong natriuresis dan diuresis dengan meningkatkan LFG.
Mereka mendilatasi arteriol aferen dan mengkonstriksikan arteriol eferen sehingga
meningkatkan tekanan darah kapiler glomerulus dan meningkatkan LFG.
 Mereka meningkatkan lebih lanjut LFG dengan melemaskan sel mesangium
glomerulus sehingga terjadi peningkatan Kf.

Glukosa dan asam amino direabsorpsi oleh transpor aktif sekunder dependen-Na+.
Karena bahan-bahan ini seluruhnya secara normal direabsorpsi kembali ke darah oleh
mekanisme yang dependen energi dan dependen Na+ di tubulus proksimal, tidak satupun dari
bahan-bahan tersebut yang diekskresikan di urine. Reabsorpsi yang cepat dan menyeluruh di
tubulus ini mencegah hilangnya nutrien-nutrien organik penting ini dari tubuh. Reabsorbsi
glukosa dan asam amino melibatkan transport aktif sekunder.
Karier kotranspor lumen ini adalah cara yang digunakan Na+ untuk secara pasif
menyeberangi membran lumen di tubulus proksimal. Gradien konsentrasi Na+ lumen-ke-sel
yang dipertahankan oleh pompa Na+-K+ basolateral (yang memerlukan energi) menjalankan
sistem kotranspor ini dan menarik molekul-molekul organic melawan gradien konsentrasinya
tanpa pengeluaran energy secara langsung. Karena proses keseluruhan reabsorpsi glukosa dan
asam amino bergantung pada pemakaian energi, molekul-molekul organik ini dianggap
direabsorpsi secara aktif meskipun energi tidak digunakan secara langsung untuk
memindahkan keduanya menembus membran luminal ke sel. Pada hakikatnya, glukosa dan
asam amino mendapat "tumpangan gratis" dengan menggunakan energi yang telah digunakan
dalam reabsorpsi Na+. Setelah diangkut ke dalam sel tubulus, glukosa dan asam amino akan
berdifusi secara pasif masuk ke dalam plasma, dipermudah oleh karier yang tidak memerlukan
energi, seperti glucose transporter (GLUT).

Laju reabsorpsi maksimal dicapai ketika semua karier yang spesifik untuk suatu bahan
ditempati atau jenuh sehingga karier-karier tersebut tidak lagi dapat menangani penumpang
tambahan pada saat tersebut. Laju reabsorpsi maksimal ini disebut sebagai maksimum tubulus
(tubular maximum, atau Tm1). Setiap bahan yang jumlahnya melebihi Tm- nya tidak akan
direabsorpsi dan lolos ke dalam urine.
Glukosa adalah contoh bahan yang direabsorpsi secara aktif yang tidak diatur oleh
ginjal.
Karena glukosa terfiltrasi bebas di glomerulus, bahan ini melewati kapsula Bowman
dengan konsentrasi yang sama dengan konsentrasi di plasma. Jumlah setiap bahan yang
difiltrasi per menit, yang dikenal sebagai beban filtrasi, dapat dihitung sebagai berikut.
Beban filtrasi suatu bahan = konsentrasi plasma x LFG bahan
Beban filtrasi glukosa = 100 mg/100 mL x 125 ml/mnt = 125 mg/mnt
Pada LFG yang tetap, beban filtrasi glukosa berbanding lurus dengan konsentrasi glukosa
plasma. Tm untuk glukosa adalah sekitar 375 mg/ mnt-artinya, mekanisme pengangkut glukosa
mampu secara aktif mereabsorpsi hingga 375 mg glukosa per menit sebelum mencapai
kemampuan transpor maksi-malnya.
Setelah beban filtrasi glukosa melebihi 375 mg/mnt, Tm dicapai. Ketika lebih banyak
glukosa terfiltrasi per menit dibandingkan dengan yang dapat direabsorpsi karena Tm
terlampaui, jumlah maksimal direabsorpsi sedangkan kelebihan glukosa akan tetap berada
dalam filtrat untuk diekskresikan. Karena itu, konsentrasi glukosa plasma harus lebih besar
daripada 300 mg/100 mL-lebih dari tiga kali normal-sebelum jumlah yang difiltrasi melebihi
375 mg/mnt dan glukosa mulai muncul dalam urine.

 AMBANG GINJAL (RENAL THRESHOLD)


Konsentrasi plasma ketika Tm, suatu bahan tercapai dan bahan mulai muncul di urine
disebut ambang ginjal bahan tersebut. Pada Tm rerata 375 mg/mnt dan LFG 125 mL/mnt,
ambang ginjal untuk glukosa adalah 300 mg/mL*.
*Ini adalah situasi yang ideal. Dalam kenyataannya, glukosa sering mulai muncul di urine pada
konsentrasi glukosa 180 mg/100 mL atau lebih. Glukosa sering diekskresikan sebelum ambang
rerata ginjal sebesar 300 mg/100 ml tercapai oleh dua sebab.
Alasan Mengapa Ginjal Tidak Mengatur Glukosa
Ginjal tidak memengaruhi konsentrasi glukosa plasma dalam kisaran nilai yang lebar,
yaitu dari kadar yang sangat rendah hingga kadar tiga kali lipat kadar normal. Karena Tm untuk
glukosa jauh di atas jumlah normal yang difiltrasi, ginjal biasanya menahan semua glukosa
sehingga tubuh tidak kehilangan nutrien yang penting ini ke urine. Ginjal tidak mengatur
glukosa karena ginjal tidak mempertahankan glukosa pada konsentrasi plasma tertentu.
Konsentrasi ini normalnya diatur oleh mekanisme endokrin dan hati, dengan ginjal hanya
mempertahankan berapapun konsentrasi glukosa yang ditetapkan oleh mekanisme-mekanisme
yang lain ini (kecuali jika kadar plasma sedemikian tinggi sehingga melampaui kemampuan
reabsorpsi ginjal). Prinsip umum yang sama juga berlaku untuk nutrien plasma organik lainnya,
misalnya asam amino dan vitamin larut air.

Fosfat sebagai contoh bahan yang direabsorpsi secara aktif yang diatur oleh ginjal
Salah satu fungsi ginjal tu mengatur banya elektrolit nah salah satunya itu ion-ion
inorganik seperti fosfat dan kalsium. Karier transpor mereka itu terletak di tubulus
proksimal.
- Makanan kita tu sbnrnya kaya akan fosfat, tapi karna tubulus aktif mereabsorpsi
bahan ini hingga jumlah yg sama dengan konsentrasi fosfat normal dalam plasma
maka jika terjadi kelebihan fosfat akan cepat dikeluarkan melalui urin supaye
mengembalikan konsentrasi plasma ke normal
- Makin banyak jmlah fosfat yang ditelan yg melebihi kebutuhan tubuh, maka makin
besar jumlahnya yg bakal di keluarkan
- Dengan cara ini, ginjal akan ters mempertahankan konsentrasi fosfat yang diperlkan
sambil mengeluarkan setiap kelebihan fosfat yang masuk
- Nah selain itu, rearbsorbsi Fosfat dan Ca ni juga dikontrol dengan hormon Hormon
paratiroid -> mengubah ambang ginjal terhadap fosfat dan Ca -> jumlah elektrolit
yg ditahan bisa disesuaikan dg kebutuhan tubuh saat itu.

Rearbsopsi aktif Na+ menyebabkan reabsorpsi pasif Cl- , H2O dan urea

Cl-
- Cl yg bermuatan negatif itu akan direabsorpsi secara pasif dg menuruni / ngikutin
gradien listrik yg disebabkan oleh reabsorpsi aktif ion Na yg bermuatan positif.
H 2O
- Air akan direabsorpsi secara pasif di sepanjang tubulus karena air secara osmosis
akan mengikuti Na+ yg direarbsobsi secara aktif.
- Setelah filtrasi, nnt ada 85 % total air yg akan direarbsorpsi di tubulus proksimal
dan di lengkung henle tanpa dikontrol siapapun.
65% (117 liter air sehari) rearb pasif -> di akhir tubulus proksimal
15% -> lengkung henle
- nah sisanya 20% itu akan direarbsorbsi -> di tubulus distal dan koligentes dan
dikontrol langsung oleh hormon yg bakal nyesuain dengan kebutuhan atau status
hidrasi tubuh.
- Saat reabsorpsi air ni akan melewati kanal air yg disebut aquaporins (AQPs).
AQP -1 (di tubuls proksimal) itu selalu kebuka, dan permeabel dg air. AQP-2 ( di
sel prinsipal di distal nefron) itu diatur oleh hormon vasopresin jadi reabsorpsi air
dibagian ini bisa berubah-ubah.
Nah ini gambaran dari reabsorpsi air di tubuls proksimal. Gaya yg menyebabkan
reabsorpsi air adalah kompartemen hipertonisitas di ruang lateral yg diciptakan oleh
pengeluaran aktif Na oleh pompa basolateral. Akumulasi air yg teradi di ruang lateral
menciptakan tekanan hidrostatik yg menggerakkan air ke dalam kapiler peritubulus.
Urea

Urea merupakan produk sisa pemecahan protein

 Di kapsula bowman dan di awal


tubulus proksimal, konsentrasi urea
tu sama dengan yg di plasma cairan
intersitisium sekitar.
 Di akhir tubulus proksimal, 65%
filtrat semula telah direabsorpsi
sehingga terjadi pemekatan urea yang
ada di dalam filtrat. Hal ini
menciptakan gradien konsentrasi yang
mendorong reabsorpsi pasif urea
- Jadi, rearbsorpsi air yg berlangsung secara osmosis akibat dari reabsorpsi aktif Na
tadi -> menghasilkan gradien konsentrasi untuk urea -> urea direarbsorpsi secara
pasif

B. REABSORPSI UREA

Zat yang telah disaring tetapi tidak diserap kembali menjadi semakin terkonsentrasi
dalam cairan di tubular karena H2O diserap kembali ketika mereka tertinggal. Urea adalah
salah satu zat tersebut. Nah Akibatnya, konsentrasi urea dalam cairan tubular menjadi lebih
besar daripada konsentrasi urea di kapiler. Oleh karena itu, gradien konsentrasi dibuat untuk
urea secara pasif berdifusi dari lumen tubulus ke dalam plasma kapiler peritubular.

Karena dinding tubulus proksimal sedikit permeabel terhadap urea, hanya sekitar 50%
urea yang disaring secara pasif dan diserap kembali dengan cara ini. Meskipun hanya setengah
dari urea yang disaring dari plasma setiap melewati nefron, tingkat penghapusan ini cukup.
Konsentrasi urea dalam plasma menjadi meningkat hanya pada gangguan fungsi ginjal, ketika
kurang dari setengah urea dikeluarkan. blood urea nitrogen (BUN)) mulai digunakan sebagai
penilaian kasar fungsi ginjal. BUN ini untuk mengecek kadar urea darah.

Produk sisa yang tidak diinginkan tidak diserap kembali


Produk yang disaring lainnya selain urea, seperti asam urat, kreatinin, dan fenol (berasal
dari banyak makanan) juga terkonsentrasi dalam cairan tabung ketika H2O meninggalkan
filtrat untuk memasuki plasma. Molekul urea, yang merupakan yang terkecil dari produk sisa,
dan satu-satunya produk sisa yang secara pasif diserap oleh efek pemekatan ini. Limbah lain
tidak dapat meninggalkan lumen ke bawah gradien konsentrasi untuk diserap secara pasif
karena m tidak dapat menembus dinding tubular. Oleh karena itu, produk sisa ini umumnya
tetap dalam tubulus dan diekskresikan dalam urin dalam bentuk yang sangat pekat. Ekskresi
limbah metabolik ini tidak T pada kontrol fisiologis, tetapi ketika fungsi ginjal normal, proses
ekskresi berjalan dengan kecepatan yang memuaskan.

 SEKRESI TUBULUS

Zat yang paling penting yang dikeluarkan oleh tubulus adalah ion hidrogen, ion kalium
dan anion dan kation organic.

Sekresi ion hidrogen penting dalam keseimbangan basa asam

Sekresi ginjal H sangat penting dalam mengatur keseimbangan asam-basa dalam tubuh.
Ion hidrogen yang disekresikan ke dalam cairan tubulus dieliminasi dari tubuh dalam urin. Ion
hidrogen dapat disekresikan oleh tubulus proksimal, distal, dan pengumpul, dengan tingkat
sekresi H tergantung pada keasaman cairan tubuh

Sekresi ion kalium dikendalikan oleh aldosteron

Kalium adalah salah satu kation yang paling banyak di dalam tubuh, tetapi sekitar 98%
K ada dalam cairan intraseluler karena pompa Na-K secara aktif mengangkut K ke dalam sel.
hanya dalam jumlah kecil K yang ada dalam ECF, bahkan sedikit perubahan pada beban K
ECF dapat memiliki efek yang nyata pada konsentrasi K plasma. Konsentrasi K plasma
dikendalikan dengan ketat, terutama oleh ginjal.
Secara aktif diserap kembali dalam tubulus proksimal dan aktif disekresikan oleh sel-
sel utama di tubulus distal dan terkumpul. Di awal tubulus, K terus-menerus diserap kembali
tanpa regulasi, sedangkan sekresi K kemudian di tubulus oleh sel-sel utama bervariasi dan
tunduk pada regulasi. Karena K yang disaring hampir sepenuhnya dan diserap kembali dalam
tubulus proksimal, maka sebagian besar K dalam urin berasal dari sekresi K yang dikendalikan
di bagian distal nefron daripada dari filtrasi.

KONTROL SEKRESI KALIUM

Yang paling penting adalah aldosterone. Apasih, aldosterone itu?

Aldosterone merupakan hormon yang menstimulasi sekresi K oleh sel-sel tubular


utama di nefron serentak sekaligus meningkatkan reabsorpsi Na+ terhadap sel-sel ini.
Peningkatan konsentrasi K+ plasma secara langsung merangsang korteks adrenal untuk
meningkatkan pengeluaran aldosteronnya, yang pada gilirannya mendorong sekresi dan
akhirnya ekskresi dan eliminasi kelebihan K+ di urine.
Sekresi ion kalium dikendalikan oleh aldosteron

Faktor lain yang secara tidak sengaja dapat mengubah besarnya sekresi K adalah status
asam-basa tubuh. Peningkatan laju sekresi K atau H disertai dengan penurunan laju sekresi ion
lainnya.

Anion organik dan sekresi kation membantu secara efisien menghilangkan senyawa asing
dari tubuh

Jalur sekresi organik memfasilitasi ekskresi zat-zat ini. Termasuk di antara ion-ion
organik ini adalah pembawa pesan kimia yang ditularkan melalui darah seperti prostaglandin
dan epinefrin. Karena mereka melekat pada protein plasma, zat-zat ini tidak dapat disaring
melalui glomeruli. Sekresi tubular memfasilitasi eliminasi ion organik yang tidak dapat
disaring dalam urin.

Sistem sekresi ion tubulus organik memainkan peran penting dalam menghilangkan
banyak senyawa asing dari tubuh. Sistem ini dapat mengeluarkan sejumlah besar ion organik
berbeda, baik yang diproduksi di dalam tubuh maupun ion organik asing yang telah
memperoleh akses ke cairan tubuh.
Non-selektifitas ini memungkinkan sistem sekresi ion organik untuk mempercepat
penghapusan banyak bahan kimia organik asing, termasuk bahan tambahan makanan, polutan
lingkungan (misalnya pestisida), obat-obatan, dan zat organik non-nutrisi lain yang telah
memasuki tubuh.

 EKSKRESI URIN DAN PEMBERSIHAN PLASMA


Dari 125 mL plasma yang disaring per menit, biasanya 124 mL / menit diserap kembali,
sehingga jumlah akhir urin yang terbentuk rata-rata 1 mL / menit.Dengan demikian, dari 180
liter yang disaring per hari, 1,5 liter urin
diekskresikan.

Bersihan plasma adalah volume


plasma yang dibersihkan dari zat tertentu
per menit

Bersihan plasma dari zat apa pun


didefinisikan sebagai volume plasma yang
sepenuhnya dibersihkan dari zat tersebut oleh
ginjal per menit. Bersihan plasma menyatakan
efektivitas ginjal dalam mengeluarkan
berbagai bahan dari lingkungan cairan internal.
Bersihan plasma dapat dihitung untuk setiap
konstituen plasma sebagai berikut:

Kenapa mau cek urin yang diperiksa kreatinin? Berikut jawabannya…

Jadi ada istilah plasma clearance (bersihan plasma) ada hitungannya dan normalnya
125mL/menit. Plasma clearance itu sendiri artinya berapa jumlah plasma yang dapat
dibersihkan. Jadi menilai bagaimana efektifnya ginjal itu berfungsi untuk membersihkan
plasma darah.

Memakai kreatinin berarti melihat bagaimana ginjal membersihkan plasma darah dari
kandung kreatinin di dalamnya. Plasma clearance bervariasi untuk masing-masing zat.
IDEALNYA zat itu dianggap mewakili GFR, difiltrasi tetapi tidak direabsorbsi dan tidak
disekresi. Kan ada 3 tuh proses di ginjal (Filtrasi, reabsorbsi, Sekresi)

Zat ideal yang dapat mewakili cara ini sebenarnya adalah inulin tetapi inulin tidak endogen
dari tubuh dan dapat didapatkannya dari tumbuhan.

Jika sebuah zat disaring tetapi tidak direabsorbsi atau disekresikan, rata-rata bersihan
plasmanya sama dengan rata rata GFR (Glomerular Filtration Rate).

- Inulin dapat diinjeksikan dan bersihan plasmanya ditentukan sebagai artian klinis untuk
menentukan GFR. (untuk menghitung kadar.)
- Cara ini akan sangat tidak nyaman dan tidak praktis untuk dilakukan sehari-hari karena
inulin harus diinfuskan terus menerus dengan pasti untuk mempertahankan konsentrasi
plasma yang konstan.

Cara kerja inulin : difiltrasi, tidak direabsorbsi dan tidak disekresikan jadi yang lewat bener-
bener yang mewakili apa yang difiltrasi. Yang dianggap mewakili inulin (penggantinya)
itu kreatinin.

 Bersihan plasma dari zat endogen, kreatinin, sering digunakan dibanding mencari
estimasi kasar dari GFR.
 Kreatinin, sebuah produk akhir dari metabolisme otot, dihasilkan pada rata-rata yang
relatif konstan. (secara endogen terus menerus ada) biasa digunakan untuk menilai
fungsi ginjal.
 Kreatinin ini difiltrasi dan tidak direabsorbsi tetapi sedikit disekresi. (yang disekresi
masih bisa ditoleransi jadi dianggap bisa untuk menghitung GFR)

Sebaliknya dengan glukosa…


 Bersihan plasma untuk glukosa normalnya 0 (nol). Semua glukosa yang disaring
direabsorbsi dengan sisa filtrat kembali, jadi tidak ada glukosa yang dibersihkan dari
plasma. Semua glukosa diserap dan tidak disekresikan.

Kalau urea…
 hanya bagian plasma tersaring yang dibersihkan dari zat itu. Dengan sekitar 50% dari
urea tersaring yang direabsorbsi pasif, hanya setengah dari plasma tersaring atau 62,5m
yang dibersihkan dari urea tiap menitnya.

Jika sebuah zat disarin dan disekresikan tetapi tidak direabsorbsi, rata-rata bersihan plasmanya
lebih besar dari GFR.
 Satu contohnya adalah H, tidak hanya plasma yang disaring yang dibersihkan dari H
yang tidak dapat diserap tetapi plasma dari dimana H disekresikan juga dibersikan dari

H. (akan banyak dijelaskan di keseimbangan asam basa)

 PEMBENTUKAN URIN

Ginjal dapat mengekskresikan urine dengan berbagai konsentrasi tergantung dari kondisi
hidrasi tubuh.

 Pada keseimbangan normal cairan dan konsentrasi larutan, cairan tubuh isotonic pada
osmolaritas 300milliosmol per liter (mOsm/L)
 Hipotonik, artinya terlalu cair dan pada osmolaritas kurang dari 300mOsm/L
 Cairan tubuh tertalu terkonsentrasi atau hipertonik, memiliki osmolaritas lebih besar
dari 300mOsm/

Gradien osmotic vertical

Gambar itu erat kaitannya dengan fungsinya nefron yang lengkung henleynya panjang.
Makin kearah medulla, osmolaritasnya makin pekat ini disebut vertical osmotic gradien.
Dengan adanya vertical osmotic gradient kita bisa mengatur tubuh kita membuang urin seperti
apa (encer atau pekat). Kalau tidak ada pengaturan ini, pasti yang keluar dari tubuh kita
300mOsm/L tetapi tubuh kita bisa mengatur seperti kalau banyak air, urin jadi encer dan
banyak. Sebaliknya kalau dehidrrasi, urin sedikit dan pekat.

 Gradient ini memungkinkan ginjal untuk menghasilkan urin yang berkisar pada
konsentrasi dari 100 sampai 1200 mOsm/L, tergantung dari keadaan hidrasi tubuh.
 Ketika tubuh pada keseimbangan cairan yang ideal, 1mL/menit dari urin isotonic
terbentuk.
 Ketika tubuh overhidrasi (terlalu banyak H2O), ginjal dapat memproduksi urin encer
dalam jumlah banyak (lebih dari 25mL/menit), menghilangkan kelebihan H2O dalam
urin.
 Ginjal dapat mengeluarkan sejumlah kecil urin pekat (turun ke 0,3 mL / menit dan
hipertonik pada 1200 mOsm / L) ketika tubuh mengalami dehidrasi.

Saat ada pasien anak diare, jangan lupa dengan status dehidrasinya karena sangat FATAL.
Kalau sampai ada pasien diare dan meninggal berarti dokternya yang bodoh  karena masih
bisa ditangani. Karena terapinya hanya dengan memberi cairan. Karena anak-anak itu rawan.
Begitulah aplikasinya bahwa urin bisa dipekatkan.

Gradien osmotik vertikel medula dibentuk oleh multipiikasi countercurrent.


Pars desenden
(1) sangat perrneabel terhadap H2O (melalui saluran air APQ-1 yang banyak dan selalu
terbuka)
(2) tidak secara aktif mengeluarkan Na+, yaitu bagian ini tidak mereabsorpsi Na+. (Ini adalah
satu-satunya segmen tubulus yang tidak melakukannya.)

Pars asenden
(1) secara aktif memindahkan NaC1 keluar dari lumen tubulus untuk masuk ke dalam cairan
interstisium sekitar
(2) selalu impermeabel terhadap H2O sehingga garam meninggalkan cairan tubulus disertai
H2O secara osmotik.

Mekanisme multipikasi countercurrent

1. Konsentrasi awal cairan interstisium medula adalah 300 mOsm/liter. Pompa garam aktif
di pars asenden memindahkan NaCl keluar dari lumen hingga cairan interstisium 200
mOsm/liter lebih pekat (hipertonik). Pars asenden impermeabel terhadap H2O. Difusi neto
H2O terjadi dari pars desenden (permeable H2O) ke dalam cairan interstisium. Cairan
tubulus yang masuk ke pars desenden bersifat isotonic. Cairan tubulus yang masuk ke ansa
Henle menjadi lebih pekat karena kehilangan H2O. Pada keadaan seimbang, osmolaritas
cairan pars asenden adalah 200 mOsm/liter dan osmolaritas cairan interstisium dan cairan
pars desenden adalah sama yaitu 400 mOsm/L
2. Terdapat massa cairan 200 mOsm/liter dari puncak pars asenden ke dalam tubulus distal,
dan massa cairan isotonik baru pada 300 mOsm/liter masuk bagian puncak pars desenden
dari tubulus proksimal. Di bagian bawah lengkung, massa cairan 400 mOsm/liter dari pars
desenden bergerak maju memutari ujung Hansa dan masuk ke pars asenden,
menempatkannya berlawanan dengan regio 400 mOsm/liter di pars desenden. Perhatikan
bahwa perbedaan konsentrasi 200 mOsm/liter lenyap di puncak dan dasar lengkung.

3. Pompa pars asendes dan fluks pasif pars desenden membentuk kembali gradien
200mOsm/liter di tiap tingkat horizontal
4. sekali lagi cairan kembali mengalir maju beberapa “langkah.”

5. Pompa garam aktif pars asenden menciptakan gradien sebesar 200 mOsm/liter di setiap
tingkat horizontal
6. Ketika cairan bergerak maju beberapa "langkah", suatu massa cairan 200 mOsm/L
keluar ke tubulus distal dan suatu massa cairan 300 mOsm/L yang baru memasuki
tubulus proksimal.

7. Gradien 200 mOsm/liter di setiap tingkat horizontal kembali tercipta


8. Terbentuk gradien osmotik vertikal final dan dipertahankan oleh multiplikasi
countercurrent terus-menerus lengkung panjang Henle.

Reabsorpsi bervariasi H2O yang dikontrol oleh vasopresin terjadi di segmen akhir tubulus.

Setelah reabsorpsi obligatorik H2O dari tubulus proksimal (65% H2O yang terfiltrasi)
dan ansa Henle (15% H2O yang terilftrasi), 20% H2O yang terfiltrasi tertinggal di lumen
untuk masuk ke tubulus distal dan koligentes untuk direabsorpsi dalam jumlah bervariasi
di bawah kontrol hormon. Tubulus distal dan koligentes impermeabel terhadap H2O kecuali
jika terdapat vasopresin, yang juga dikenal sebagai hormon antidiuretic. Vasopresin
diproduksi oleh beberapa badan sel saraf spesifik di hipotalamus dan kemudian disimpan
di kelenjar hipofisis posterior. Dengan mekanisme umpan-balik negatif, sekresi vasopresin
dirangsang oleh defisit H2O ketika CES terlalu pekat

1. Vasopresin dalam darah berikatan dengan tempat reseptornya di membran


basolateral prinsipal di tubulus distal atau koligentes.
2. Pengikatan ini mengaktifkan sistem pembawa pesan kedua AMP siklik di dalam
sel.
3. AMP siklik meningkatkan permeabilitas membran luminal yang berlawanan
terhadap .
4. H2O dengan mendorong insersi saluran-saluran air AQP-2 yang di regulasi oleh
vasopresin di membran ini. Membran ini impermeabel terhadap air jika terdapat
vasopresin.
5. Air masuk ke sel tubulus dari lumen tubulus melalui saluran air yang disisipkan
tersebut.
6. Air keluar dari sel melalui saluran air berada ( baik AQP-3 maupun AQP-4) yang
ada permanen dan selalu terbuka di membran basolateral, lalu masuk ke darah, dan
dengan cara ini direabsorpsi.

Di bawah pengaruh vasopresin kadar maksimal, cairan tubulus dapat dipekatkan


hingga 1200 mOsm/liter, an zat-zat sisa ini adalah 500 mL/hari atau 0,3 mL/mnt).
Karena itu, di bawah pengaruh maksimal vasopresin, 99,7% dari 180 liter H2O plasma
yang terfiltrasi per hari dikembalikan ke darah, dengan pengeluaran wajib H2O
sebanyak 0,5 liter.
Ketika sekresi vasopresin meningkat sebagai respons terhadap defisit H20 dan
permeabilitas tubulus distal dan koligentes terhadap H20 juga karenanya meningkat, cairan
tubulus yang hipotonik yang mengalir ke bagian distal nefron dapat kehilangan lebih banyak
H20 secara progresif melalui osmosis ke dalam cairan interstisium sewaktu cairan tubulus
mula-mula mengalir melalui korteks isotonik dan kemudian terpajan ke cairan interstisium
medula yang osmolaritasnya terus meningkat ketika saluran masuk jauh menuju pelvis ginjal .
Sewaktu cairan tubulus 100 mOsm/liter masuk ke tubulus distal dan terpajan ke cairan
interstisium sekitar dengan osmolaritas 300 mOsm/ liter, H20 keluar dari tubulus secara
osmosis menembus sel tubulus yang kini permeabel hingga cairan tubulus mencapai kosentrasi
maksimal 300 mOsm/liter di akhir tubulus distal. Sewaktu terus mengalir ke ductus koligentes,
cairan tubulus 300 mOsm/liter ini terpajan ke cairan interstisium medula yang osmolaritasnya
bahkan lebih tinggi lagi. Konsekuensinya, cairan tubulus kembali kehilangan H20 secara
osmosis dan menjadi semakin pekat; hanya untuk mengalir maju, terpajan ke osmolaritas cairan
interstisium yang lebih tinggi, dan kembali kehilangan H20; dan demikian seterusnya.
Di bawah pengaruh vasopresin kadar maksimal, cairan tubulus dapat dipekatkan hingga
1200 mOsm/liter di akhir duktus koligentes. Cairan tidak dimodifikasi lebih lanjut lagi setelah
duktus koligentes sehingga apa yang tersisa di tubulus di titik ini adalah urine. Akibat
reabsorpsi ekstensif H20 yang didorong oleh vasopresin di segmen-segmen akhir tubulus ini,
dapat diekskresikan urine dengan volume sedikit dan memiliki konsentrasi hingga 1200
mOsm/liter(a.k.a pekat). Setiap menit dapat dihasilkan urine bervolume hanya 0,3 ml, kurang
daripada sepertiga kecepatan aliran urine normal yang besarnya 1 mL/mnt. H20 yang
direabsorpsi masuk ke cairan interstisium medula diambil oleh kapiler peritubulus dan
dikembalikan ke sirkulasi umum sehingga dipertahankan di dalam tubuh.
Sebaliknya dalam keadaan kelebihan air inilah yg terjadi:

Sebaliknya, jika seseorang mengonsumsi H20 dalam jumlah besar, kelebihan H20 harus
dikeluarkan dari tubuh tanpa secara bersamaan kehilangan zat terlarut yang penting untuk
mempertahankan homeostasis. Pada keadaan ini, tidak ada vasopresin yang dikeluarkan,
sehingga tubulus distal dan koligentes tetap impermeabel terhadap H20. Cairan tubulus yang
masuk ke tubulus distal bersifat hipotonik (100 mOsmiliter), karena kehilangan garam tanpa
disertai pengeluaran H20 di pars asenden ansa Henle. Sewaktu cairan hipotonik ini mengalir
melalui tubulus distal dan koligentes, gradient osmotik medula tidak dapat menimbulkan
pengaruh karena segmen-segmen akhir tubulus ini impermeabel terhadap H2O. Dengan kata
lain, tidak ada H20 yang tertinggal di dalam tubulus yang dapat meninggalkan lumen untuk
direabsorpsi meskipun cairan tubulus lebih encer daripada cairan interstisium sekitar. Karena
itu, tanpa vasopresin, 20% cairan terfiltrasi yang mencapai tubulus distal tidak direabsorpsi.
Sementara itu, ekskresi zat sisa dan zat terlarut urine lainnya tidak berubah. Hasil akhir adalah
urine encer dalam jumlah besar, yang membantu tubuh mengeluarkan kelebihan H20.
Osmolaritas urine dapat serendah 100 mOsm/liter, sama seperti cairan yang masuk ke tubulus
distal. Tanpa vasopresin, aliran urine dapat meningkat hingga 25 mL/mnt, dibandingkan
dengan produksi normal 1 mL/mnt. Intinya sih nanti urinnya lebih encer karena memang
osmolaritasnya yg rendah dibanding saat kekurangan air gituuu.

NOTE

Buat ngerti betul gambar di atas perhatikan keterangan panahnya ya!

Okee lanjut ya, yang selanjutnya tentang Pertukaran countercurrent di dalam vasa rekta
mempertahankan gradien osmotik vertical medulla, sebelumnya perhatikan dlu gambar
di bawah ini
Intinya, kalau gambar yang a itu menggambarkan bagaimana jika pembuluh darah
hanya vertical ke bawah, karena pembuluh darah itu sangat permeable akan H2O dan NaCl
maka kalau dia turun terus ke bawah, kemungkinan yang paling terjadi itu adalah darah akan
sangat hipertonik which is not good ya gaes karena osmolaritasnya tinggi sekali berarti
darahnya juga susah dipompa hmmm untungnya aliran darah yang di sana itu yg bener adalah
gambar yang ke-2.

Dilema ini diatasi oleh konstruksi vasa rekta yang berbentuk jepit rambut yang, dengan
memutar balik melalui gradient konsentrasi dalam arah berlawanan, memungkinkan darah
yang meninggalkan medula dan masuk ke vena renalis hampir isotonis seperti darah arteri yang
masuk ke ginjal Sewaktu darah mengalir menelusuri pars desenden vasa rekta, mengalami
penyeimbangan dengan cairan interstisium sekitar yang konsentrasinya semakin meningkat,
darah ini menyerap garam dan kehilangan H20 hingga menjadi sangat hipertonik di bagian
bawah lengkung. Kemudian, ketika darah mengalir melalui pars asenden, garam berdifusi
keluar kembali ke interstisium, dan H20 kembali masuk ke vasa rekta karena cairan
interstisium sekitar menjadi semakin hipotonik. Pertukaran pasif zat terlarut dan H20 antara
kedua bagian vasa rekta dan cairan interstisium ini dikenal sebagai pertukaran
countercurrent. Tidak seperti multiplikasi countercurrent, pertukaran ini tidak menciptakan
gradien konsentrasi. Pertukaran ini mempertahankan (mencegah disolusi) gradien. Karena
darah masuk dan keluar medula dengan osmolaritas yang sama akibat pertukaran
countercurrent, jaringan medula mendapat nutrisi dari darah sementara gradien
hipertonisitasnya tetap dipertahankan.

Next, kita bahas tentang gagal ginjal ya

 GAGAL GINJAL
Jadi, gagal ginjal itu punya beberapa kausa seperti berikut:

1. Organisme penginfeksi, baik melalui darah maupun masuk ke saluran kemih melalui
uretra.

2. Bahan toksik, misalnya timbal, arsen, pestisida, atau bahkan pajanan berkepanjangan
dengan aspirin dosis tinggi.
3. Respons imun yang tidak sesuai, misalnya glomerulonefritis, yang kadang menyertai
infeksi streptokokus di tenggorokan karena terbentuknya kompleks antigen-antibodi
yang menyebabkan kerusakan inflamatorik lokal di glomerulus.
4. Obstruksi aliran urine akibat batu ginjal, tumor, atau pembesaran kelenjar prostat,
dengan tekanan balik yang mengurangi filtrasi glomerulus serta merusak jaringan
ginjal.
5. Insufisiensi aliran darah ginjal yang menyebabkan kurangnya tekanan filtrasi, yang
dapat terjadi sekunder akibat gangguan sirkulasi, misalnya gagal jantung, perdarahan,
syok, atau penyempitan dan pengerasan arteri renalis akibat aterosklerosis.

Apapun kausanya, gagal ginjal dapat bermanifestasi sebagai gagal ginjal akut, yang
ditandai oleh kemerosotan produksi urine yang berlangsung cepat dan muncul mendadak
hingga produksinya berjumlah kurang dari 500 mLthari; atau gagal ginjal kronik, yang ditandai
oleh penurunan fungsi ginjal yang berlangsung lambat progresif. Seseorang dapat meninggal
akibat gagal ginjal akut, atau kondisi ini bersifat reversibel dan dapat sembuh sempurna. Gagal
ginjal kronik, sebaliknya, tidak reversibel. Kerusakan jaringan ginjal secara bertahap dan
permanen akhirnya menyebabkan kematian. Gagal ginjal kronik bersifat samar karena jaringan
ginjal dapat rusak hingga 75% sebelum penurunan fungsi ginjal menjadi nyata. Karena
besarnya cadangan fungsi ginjal, hanya 25% jaringan ginjal yang diperlukan untuk
mempertahankan semua fungsi ekskresi dan regulasi ginjal yang esensial. Namun, dengan
kurang dari 25% jaringan ginjal fungsional yang tersisa, insufisiensi ginjal akan tampak.

 MEKANISME MIKSI
Finalllllyyyyyyy kita akhirnya sampai di tahap miksi atau pipis yeayyy .

Setelah terbentuk di ginjal, urine disalurkan melalui ureter ke kandung kemih. Urine
tidak mengalir melalui ureter hanya karena tarikan gravitasi. Kontraksi peristaltik (mendorong
maju) otot poIos di dinding ureter mendorong urine maju dari ginjal ke kandung kemih. Ureter
menembus dinding kandung kemih secara oblik, berjalan melalui dinding kandung kemih
beberapa sentimeter sebelum membuka ke dalam rongga kandung kemih. Susunan anatomik
ini mencegah aliran balik urine dari kandung kemih ke ginjal ketika tekanan di kandung kemih
meningkat. Sewaktu kandung kemih terisi, ujung ureter di dalam dinding kandung kemih
tertekan hingga menutup.
Otot polos kandung kemih banyak mengandung serat parasimpatis, yang stimulasinya
menyebabkan kontraksi kandung kemih. Jika saluran melalui uretra ke luar terbuka maka
kontraksi kandung kemih akan mengosongkan urine dari kandung kemih. Namun, pintu keluar
dari kandung kemih dijaga oleh dua sfingter, sfingter uretra internum dan sfingter uretra
eksternum.

Ngomongin miksi ada 2 tahap, ada yg secara refleks dan ada yg secara sadar(ini kita)
Miksi, atau berkemih, proses pengosongan kandung kemih, diatur oleh dua
mekanisme: refleks berkemih dan kontrol volunter. Refleks berkemih dimulai ketika reseptor
regang di dalam dinding kandung kemih terangsang. Kandung kemih pada orang dewasa dapat
menampung hingga 250
hingga 400 mL urine sebelum tegangan di dindingnya mulai cukup meningkat untuk
mengaktifkan reseptor regang . Semakin besar tegangan yang melebihi ukuran ini, semakin
besar tingkat aktivasi reseptor. Serat-serat aferen dari reseptor regang membawa impuls ke
korda spinalis dan akhirnya, melalui antarneuron, merangsang saraf parasimpatis untuk
kandung kemih dan menghambat neuron motorik ke sfingter eksternum. Stimulasi saraf
parasimpatis kandung kemih menyebabkan organ ini berkontraksi. Tidak ada mekanisme
khusus yang dibutuhkan untuk membuka sfingter internum; perubahan bentuk kandung kemih
selama kontraksi secara mekanis akan menarik terbuka sfingter internum. Secara bersamaan,
sfingter eksternum melemas karena neuron-neuron motoriknya dihambat. Kini kedua sfingter
terbuka dan urine terdorong melalui uretra oleh gaya yang ditimbulkan oleh kontraksi kandung
kemih. Refleks berkemih ini, yang seluruhnya adalah refleks spinal, mengatur pengosongan
kandung kemih pada bayi. Segera setelah kandung kemih terisi cukup untuk memicu refleks,
bayi secara otomatis berkemih(bayi lho ya!).
lanjut ya ke yang sadar,Selain memicu refleks berkemih, pengisian kandung kemih juga
menyadarkan yang bersangkutan terhadap keinginan untuk berkemih. Persepsi penuhnya
kandung kemih muncul sebelum sfingter eksternum secara refleks melemas, memberi
peringatan bahwa miksi akan segera terjadi. Akibatnya, kontrol volunter berkemih, yang
dipelajari selama toilet training pada masa anak-anak dini, dapat mengalahkan refleks
berkemih sehingga pengosongan kandung kemih dapat berlangsung sesuai keinginan yang
bersangkutan dan bukan ketika pengisian kandung kemih pertama kali mengaktifkan reseptor
regang. Jika waktu refleks miksi yang dimulai tersebut kurang sesuai untuk berkemih, yang
bersangkutan dapat dengan sengaja mencegah pengosongan kandung kemih dengan
mengencangkan sfingter eksternum dan diafragma pelvis. Impuls eksitatorik volunter dari
korteks serebrum mengalahkan sinyal inhibitorik refleks dari reseptor regang ke neuron-neuron
motorik yang terlibat (keseimbangan relatif sehingga otot-otot ini tetap berkontraksi dan tidak
ada urine yang keluar.
SELESAIIIII Legaaa dehhhh

dh lega belum? Kalau belum baca lagi penjelasan dari atas ya hehehe.
Kalau udahhh boleh deh kalian bangga ke diri kalian sendiri, babay

Anda mungkin juga menyukai