Anda di halaman 1dari 3

1.

Cedera kepala

g) Prognosis

Glasgow outcome scale (GOS) merupakan skala paling umum digunakan untuk menilai
hasil akhir pada cedera kepala. GOS dikelompokkan dalam lima kategori, yaitu: mati, persistent
vegetative state, ketidakmampuan yang berat, ketidakmampuan sedang dan kesembuhan yang
baik. Penilaian secara tepat diperoleh pada 3, 6, dan 12 bulan setelah cedera kepala

Sorbo ann. Outcome after modern neurosurgical care and formalized rehabilitation following
severe brain injury. Geson Hylte Tryck, Goteborg, Sweden. 2009

Skala penilaian prognosis Glasglow terdiri atas lima kategori:

Bryan Jennett. Development of Glasgow Coma and Outcome Scales. Scotland. United Kingdom:
Nepal Journal of Neuroscience. 2014
1. Pemulihan baik (good recovery=GR) diberi nilai 5. Pasien dapat berpartisipasi pada
kehidupan sosial, kembali bekerja seperti biasa. Pemeriksaan ini dapat disertai
komplikasi neurologis ringan, seperti defisit minor saraf kranial dan kelemahan
ekstremitas atau sedikit gangguan pada uji kognitif atau perubahan personal.
2. Ketidakmampuan sedang (Moderate disability=MD, independent but disabled) diberi
nilai 4. Kondisi pasien jelas berbeda sebelum cedera dan mampu menggunakan
transportasi umum, tetapi tidak dapat bekerja seperti biasa. Pasien defisit memori,
perubahan personal, hemiparesis, disfasia, ataksia, epilepsi pasca traumatika, atau defisit
mayor saraf kranial. Derajat ketergantungan pasien pada orang lain lebih baik
dibandingkan dengan lansia dan kemampuan kebutuhan personal sehari-hari dapat
dikerjakan tetapi, mobilitas dan kapasitas berinteraksi tidak dapat dilakukan tanpa asisten.
3. Ketidakmampuan berat (Severe disability=SD, conscious but dependent) diberi nilai 3.
Pasien mutlak bergantung pada orang lain setiap saat (memakai baju, makan, dan lain-
lain), paralisis spastik, disfasia, disatria, defisit fisik dan mental yang mutlak memerlukan
supervisi perawat ataupun keluarga.
4. Persistent Vegetative State=PVS diberi nilai 4. Pasien hanya mampu menuruti perintah
ringan saja atau bicara sesaat. Pada perawatan sering ditemukan grasping reflek,
withdrawal sebagai pencerminan menuruti perintah, mengerang, menangis, kadang
mampu mengatakan tidak sebagai bukti proses kembali berbicara.
5. Meninggal dunia (death) diberi nilai 1. Pada tahun 1981 Jennet menelaah dan
memodifikasi ulang skala GOS karena masalah sensitivitas statistik dan penggunaan yang
lebih praktis pada uji klinis obat neuroproteksi, yaitu distribusi bimodal (dikotomisasi)
antara hidup (GR, MD, SD) dan mati (PVS, Death) dan penilaian ekstensi (GOS
Extended).

3) ATLS-Initial ass

b) Triase

Triase adalah proses khusus memilah dan memilih pasien, kondisi pasien mana yang
harus segera diberikan tindakan terlebih dahulu. 

Tujuan Triase UGD:

1) Identifikasi cepat korban yang memerlukan stabilisasi segera

2) untuk mengurangi jatuhnya korban jiwa dan kecacatan

Priorita Warna Kode Kategori Kondisi Penyakit/ Luka


s
1 I Prioritas Memerlukan pengobatan dengan
utama segera karena dalam kondisi yang
pengobatan sangat kritis yaitu tersumbatnya jalan
nafas, dyspnea, pendarahan, syok,
hilang kesadaran.
2 II Bisa Pengobatan mereka dapat ditunda dulu
menunggu untuk beberapa jam dan tidak akan
pengobatan berpengaruh terhadap nyawanya.
Tanda-tanda vital stabil.
3 III Ringan Mayoritas korban luka yang dapat
berjalan sendiri. Mereka dapat
melakukan rawat jalan.
4 0 Meninggal Korban sudah meningeal dunia
atau tidak ataupun tanda-tanda kehidupannya
dapat terus menghilang.
diselamatkan

Tabel 1. Triase UGD

Astuti, E. 2016. Kebijakan Standar Layanan dan Fasilitas IGD. Pelatihan Triase Keperawatan
Gawat Darurat di Rumah Sakit. Optimalisasi Pelaksanaan Triase Keperawatan Gawat Darurat
Sebagai Upaya Efisiensi dan Efektifitas Pelayanan Pasien di IGD Untuk Mendukung Pelayanan
yang Berkualitas Serta Menunjang Akreditasi KARS-JCI. 13-15 Mei 2016. Yogyakarta.

9. Bagaimana penanganan kegawatdaruratan pasien pada saat pandemi COVID-19?

Panduan triase awal dalam penanganan pasien covid-19 antara lain menyiapkan titik
triase di pintu masuk fasilitas kesehatan untuk screening pasien terhadap covid-19, penempatan
papan informasi untuk mengedukasi pasien dan keluarga agar melakukan langkah-langkah
kebersihan, menyiapkan ruang tunggu terpisah, titik tempat cuci tangan dan waspada terhadap
orang yang menunjukkan gejala covid-19. Setelah triase awal selesai, dilakukan pengkajian
triase primer (ada tidaknya gejala covid-19) dan triase sekunder (cek kondisi pasien lebih dalam).

Pada rumah sakit rujukan dalam penanganan pasien covid-19 yang disiapkan adalah
sumber daya manusia yang memadai, sarana prasarana pendukung (IGD, klinik khusus covid,
ruang khusus isolasi, pemeriksaan penunjang radiologi dan laboratorium). Selain itu, Alat
Pelindung Diri (APD) merupakan standar wajib. APD yang digunakan harus sesuai level dengan
masing-masing indikasi.

(Ndak ada sumber. Ini dari webinar. T_T)

Anda mungkin juga menyukai