digoreskan dengan pisau. Naskah yang ditulis menggunakan aksara ini di antaranya adalah Bujangga
Manik, Sewa ka Darma, Carita Ratu Pakuan, Carita Parahyangan, Fragmen Carita Parahyangan, dan
Carita Waruga Guru. Aksara Sunda Kuno terdapat pada kolom 89 – 92 di dalam Table van Oud en Nieuw
Indische Alphabetten (Holle, 1882).
Dalam perkembangannya, Aksara Sunda Kuno tidak mempertahankan huruf-huruf dari Aksara Kawi yang
tidak digunakan dalam Bahasa Sunda Kuno. Huruf-huruf Aksara Kawi yang punah pada Aksara Sunda
Kuno yaitu:
Huruf konsonan; meliputi huruf kha, gha, cha, jha, ṭa (cerebral), ṭha (cerebral), ḍa (cerebral), ḍha
(cerebral), ṇa (cerebral), tha, dha, pha, bha, ṣa (cerebral), dan śa (palatal).
Huruf vokal; meliputi huruf ā (a panjang), ī (i panjang), ū (u panjang), ṝ (ṛ panjang), dan ḹ (ḷ panjang).
Sebagian besar naskah maupun prasasti tidak membedakan huruf dan tanda diakritik antara bunyi ӗ (e
pepet) dengan ӧ (e pepet panjang), walaupun demikian beberapa naskah membedakan huruf dan tanda
diakritik antara bunyi ӗ dengan ӧ.
Pada awal tahun 2000-an pada umumnya masyarakat Sunda hanya mengenal adanya satu jenis aksara di
Tatar Sunda yang disebut sebagai Aksara Sunda. Namun demikian perlu diperhatikan bahwa setidaknya
ada empat jenis aksara yang menyandang nama Aksara Sunda, yaitu Aksara Sunda Kuno, Aksara Sunda
Cacarakan, Aksara Sunda Pegon, dan Aksara Sunda Baku. Dari empat jenis Aksara Sunda ini, Aksara
Sunda Kuno dan Aksara Sunda Baku dapat disebut serupa tetapi tak sama. Aksara Sunda Baku
merupakan modifikasi Aksara Sunda Kuno yang telah disesuaikan sedemikian rupa sehingga dapat
digunakan untuk menuliskan Bahasa Sunda kontemporer. Modifikasi tersebut meliputi penambahan
huruf (misalnya huruf va dan fa), pengurangan huruf (misalnya huruf re pepet dan le pepet), dan
perubahan bentuk huruf (misalnya huruf na dan ma).