Anda di halaman 1dari 6

Tugas Estetika Nusantara Perbandingan Aksara Thailand dan

Aksara Jawa

PENJELASAN UMUM TENTANG AKSARA THAILAND

Aksara Thailand atau disebut Aksara Thai merupakan aksara yang dipakai untuk menulis

bahasa Thailand dan bahasa-bahasa lain di Thailand. Aksara ini memiliki 44 huruf konsonan,

15 lambang vokal yang bila digabungkan dengan huruf konsonan akan memunculkan 28

bentuk vokal, dan empat tanda diakritik.

Aksara Thailand berasal dari aksara Khmer kuno, aksara Khmer sendiri adalah abugida yang

digunakan menulis bahasa Khmer. Aksara ini juga digunakan untuk menulis bahasa Pali

dalam kitab Buddhis di Kamboja dan Thailand. Aksara ini diadaptasi dari aksara Pallawa,

sebuah varian dari aksara Grantha yang diturunkan dari aksara Brahmi di India. Jadi aksara

Thailand diciptakan melalui adaptasi dari aksara lain yang juga beradaptasi dengan aksara

lainnya. Aksara Thailan biasanya disebut sebagai “alfabet Thai”, tetapi sebenarnya aksara ini

bukan alfabet sejati, melainkan abugida, suatu sistem penulisan yang masing-masing

konsonannya yang memunculkan bunyi vokal. Konsonan ditulis secara mendatar dari kiri ke

kanan dengan bunyi vokal ditulis di atas, bawah, kiri, atau kanan konsonan tersebut.

Bahasa Thailand memiliki sistem angka sendiri yang didasarkan sistem angka Arab, dalam

sistem angka Arab (0,1,2,3,4,5,6,7,8,9) dinyatakan bahwa bilangan 123 adalah satu kesatuan

bilangan yang utuh, bukan angka sendiri seperti pada sistem bilangan Romawi atau Cina.

Angka Arab digunakan luas di seluruh dunia bersamaan dengan sistem penulisan huruf Latin.
Di bawah ini merupakan huruf konsonan aksara Thailand

Di bawah ini merupakan huruf vokal aksara Thailand

SEJARAH AKSARA JAWA


Aksara Jawa adalah turunan dari jenis aksara Brahmi. Jenis aksara ini memang sudah lama

digunakan pada beragam wilayah di kalangan Nusantara. Di antara wilayah yang

menggunakan jenis aksara ini adalah Pulau Jawa, Makasar, Sunda, Melayu, Sasak serta

umum dipakai untuk penulisan jenis karya sastra yang menggunakan bahasa Jawa.

Untuk awal mula penggunaan dari aksara Jawa sendiri sudah cukup lama bahkan sejak abad

ke 17 Masehi pada masa berdirinya kerajaan Mataram Islam. Pada masa tersebut pula

ditetapkan abjad Hanacaraka atau carakan yang dikenal hingga hari ini.

Tulisan Jawa dan Bali adalah perkembangan modern aksara Kawi, salah satu turunan aksara

Brahmi yang berkembang di Jawa. Pada masa periode Hindu-Buddha, aksara tersebut

terutama digunakan dalam literatur keagamaan dan terjemahan Sanskerta yang biasa ditulis

dalam naskah daun lontar.

Kemudian di abad 19 Masehi barulah aksara Jawa dibuat dalam bentuk cetakan. Aksara Jawa

sebenarnya merupakan gabungan dari aksara Abugida dan juga aksara Kawi. Berdasarkan

pada struktur dari tiap-tiap huruf yang setidaknya mewakili dua buah dari abjad aksara di

dalam bentuk huruf latinnya. Hal inilah yang menjadi bukti bahwa aksara Jawa memang

merupakan gabungan dari kedua aksara yang disebutkan itu.

 Selama periode Hindu-Buddha, bentuk aksara Kawi berangsur-angsur menjadi lebih Jawa,

tetapi dengan ortografi yang tetap. Pada abad ke-17, tulisan tersebut telah berkembang

menjadi bentuk modernnya dan dikenal sebagai Carakan atau hanacaraka berdasarkan lima

aksara pertamanya.

CIRI CIRI AKSARA JAWA


Aksara Jawa adalah sistem tulisan Abugida yang ditulis dari kiri ke kanan. Setiap aksara di

dalamnya melambangkan suatu suku kata dengan vokal /a/ atau /ɔ/, yang dapat ditentukan

dari posisi aksara di dalam kata tersebut. Penulisan aksara Jawa dilakukan tanpa spasi

(scriptio continua), dan karena itu pembaca harus paham dengan teks bacaan untuk dapat

membedakan tiap kata. Selain itu, dibanding dengan alfabet Latin, aksara Jawa juga

kekurangan tanda baca dasar, seperi titik dua, tanda kutip, tanda tanya, tanda seru, dan tanda

hubung.

Aksara Jawa dibagi menjadi beberapa jenis berdasarkan fungsinya. Aksara dasar terdiri dari

20 suku kata yang digunakan untuk menulis bahasa Jawa modern, sementara jenis lain

meliputi aksara swara, tanda baca, dan angka Jawa. Setiap suku kata dalam aksara Jawa

memiliki dua bentuk, yang disebut nglegéna (aksara dasar), dan pasangan (kebanyakan dalam

bentuk subskrip, ditulis di bawah aksara nglegéna yang digunakan untuk menulis gugus

konsonan).

Kebanyakan aksara selain aksara dasar merupakan konsonan teraspirasi atau retrofleks yang

digunakan dalam bahasa Jawa Kuno karena dipengaruhi bahasa Sanskerta. Selama

perkembangan bahasa dan aksara Jawa, huruf-huruf ini kehilangan representasi suara aslinya

dan berubah fungsi.

Sejumlah tanda diakritik yang disebut sandhangan berfungsi untuk mengubah vokal

(layaknya harakat pada abjad Arab), menambahkan konsonan akhir, dan menandakan ejaan

asing. Beberapa tanda diakritik dapat digunakan bersama-sama, tetapi tidak semua kombinasi

diperbolehkan.
HUBUNGAN AKSARA JAWA DAN THAILAND

Aksara Thai dan aksara Jawa mempunyai jika dilihat sekilas memiliki kemiripan karena

berakar dari bahasa yang sama yaitu Abjad Aram. Bentuk abjad ini adalah sebuah aksara

yang dipakai oleh masyarakat Aram dalam bahasa Aram. Mereka tinggal di daerah sekitar

siria Sekarang dan Mesopotamia. Aksara ini digunakan sekitar abad ke-10 SM. Sifat dari

aksara ini adalah alfabetis dan terdiri dari 22 konsonan. Dari aksara ini menurunkan aksara

arab dan aksara Brahmi, yang nantinya akan diturunkan lagi menjadi rumpun Brahmi.

Aksara Brahmi adalah jenis aksara Abugida atau sebuah aksara segmental yang berdasar pada

konsonan dengan notasi vokal yang diwajibkan tetapi bersifar sekunder. Aksara ini

berkembang pada pertengahan milenium pertama sebelum Masehi.

Aksara Brahmi berkembang menjadi berbagai jenis aksara, yang biasanya dibagi menjadi

aksara khas India Utara atau aksara Brahmi Utara yang lebih bersudut dan aksara India

Selatan atau Brahmi Selatan yang lebih bulat. Setelah sekian lama, beberapa aksara menjadi

dihubungkan dengan bahasa-bahasa tertentu. Aksara India Selatan menyebar ke Asia

Tenggara sementara aksara khas India Utara menyebar ke Tibet. Di thailand ditemukan

prasasti Khuan Luk Pat yang tertulis dalam aksara Brahmi Tamil. Aksara Tamil-Brahmi

adalah varian dari aksara Brahmi yang digunakan di India Selatan sekitar abad ke-3 SM.

Aksara Brahmi Selatan menurunkan aksara Pallawa. Dari aksara Pallawa ini aksara-aksara

Nusantara dan Asia tenggara diturunkan. Di Nusantara bukti terawal adalah Prasasti

Mulawarman di Kutai, Kalimantan Timur yang berasal dari abad ke-5 Masehi. Bukti tulisan

terawal yang ada di Jawa Barat dan sekaligus pulau Jawa, yaitu Prasasti Tarumanagara yang

berasal dari pertengahan abad ke-5, juga ditulis menggunakan aksara Pallawa.
Aksara Pallawa menurunkan aksara Cham, Dhives Akuru, Malayalam, Saurashtra Sinhala,

Tulu, Mon, Kawi Kuna dan Khmer. Dalam konteks ini kita akan berfokus pada aksara Kawi

kuno dan aksara Khmer. Aksara kawi kuno merupakan aksara Brahmi historis yang pernah

digunakan di wilayah maritim Asia tenggara sekitar abad 8 hingga 16 Masehi. Aksara Kawi

pada perkembangannya menjadi nenek moyang dari aksara-aksara tradisional Indonesia

seperti aksara Jawa, Bali, Sunda, dan lain-lain. Sedangkan Aksara Khmer adalah abugida

yang digunakan untuk menulis bahasa Khmer (bahasa resmi Kamboja). Aksara ini juga

digunakan untuk menulis bahasa Pali dalam kitab Buddhis di Kamboja dan Thailand. Dari

aksara Khmer inilah aksara Thai diturunkan.

Melihat dari sejarah perkembangan lahirnya aksara di dunia kita menjadi faham mengapa

bentuk aksara yang ada kini menjadi terlihat serupa bentuknya. Kemiripan tersebut

dikarenakan sebuah aksara memiliki induk yang sama dalam sejarah perkembangannya.

Aksara Jawa berasal dari Aksara Kawi Kuno, sedangkan aksara Thai berasal dari Khmer

Kuno. Dimana keduanya berasal dari turunan aksara pallawa. Tentu ini menjadi relevan

mengapa aksara aksara tersebut memiliki kemiripan dalam beberapa aspeknya.

Anggota Kelompok : Khalifatur Ahmad Faris (191511044)

Fahmi Prastio Ginanjar (191511061)

Yudhistira Aliyyu Tanaya (191511062)

Mata Kuliah : Estetika Nusantara

Dosen Pengampu : Brilinda Pandanwangi, S.Ds., M.Sn.

Anda mungkin juga menyukai