Nama
: 1. Annisa Fitri F
2. Elma Nadhira K
3. Kresna Devara
4. Luk Luk Maghfiroh
5. Muhammad Iman Rifki
6. Mutiara Hildadien N
7. Reyhan Pradipta R
XII IPA 3
SMA Negeri 66 Jakarta
Periodisasi Sastra
Sastra Indonesia berkembang dari waktu ke waktu, bahkan sebelum bahasa Indonesia
diresmikan pada 28 Oktober 1928. Pada zaman dahulu bahasa Melayu dipakai sebagai bahasa
kerajaan dan bahasa sastra (Purwoko, 2004: 84), hasil-hasil sastra berbahasa Melayu yang tidak
tertulis juga sudah ditemukan sejak abad ke-19. Sementara itu, pondasi pendirian sastra
Indonesia baru tegak berdiri pada tahun 1920-an dengan munculnya Balai Poestaka. Sejak saat
itu sastra berkembang sampai saat ini, sastra Indonesia secara umum terbagi oleh beberapa
periode, yaitu angkatan Balai Pustaka, Pujangga Baru, angkatan 1945, angkatan 1950, angkatan
1966, dan angkatan 1970sekarang. Di era 2000-an seperti sekarang mulai dikenal cyber sastra,
yaitu sastra yang beredar luas di dunia cyber atau internet. Berikut akan dipaparkan satu demi
satu penjelasan terkait periodisasi sastra Indonesia.
5. Terdapat digresi : Penyelipan/sisipan yang tidak terlalu penting, yang dapat menganggu
kelancaran teks.
6. Corak : Romantis sentimental.
7. Sifat : Didaktis (pendidikan)
8. Latar belakang sosial : Pertentangan paham antara kaum muda dengan kaum tua.
9. Peristiwa yang diceritakan saesuai dengan realitas kehidupan masyarakat.
10. Puisinya berbentuk syair dan pantun.
11. Menggambarkan tema pertentangan paham antara kaum tua dan kaum muda, soal
pertentangan adat, soal kawin paksa, permaduan, dll.
12. Soal kebangsaan belum mengemuka, masih bersifat kedaerahan.
Tokoh-tokoh angkatan Balai Pustaka beserta hasil karyanya.Menurut Rosiditokoh-tokoh
yang termasuk dalam angkatan Balai Pustaka diantaranya adalah:
1. Nur Sutan Iskandar
Lahir di Maninjau tahun 1893
Hasil karyanya:
a. Karangan asli
Salah pilih (dikarang dengan nama samaran Nur Sinah tahun 1928), Karena Mertua (tahun
1932), Hulubalang Raja (novel sejarah oleh Teeuw dipandang yang terbaik), Katak Hendak Jadi
lembu, Neraka Dunia (1973), Cinta tanah Air (novel yang terbit pada jaman Jepang tahun1944),
Mutiara (1946), Cobaan (1947), Cinta dan Kewajiban (dikarang bersama dengan I.Wairata).
b. Karangan terjemahan
Anjing Setan A. Canon Doyle, Gidang Intan Nabi Sulaiman Rider Haggard, Kasih Beramuk
dalam Hati Beatrice Harraday, Tiga Panglima Perang - Alexander Dumas, Graaf De Monto
Cristo Alexander Dumas, Iman dan Pengasihan H Sien Klewiex, Sepanjang Gaaris
kehidupan R Casimir.
c.
Karangan saduran
Pengajaran Di Swedwn Jan Lightair, Pengalaman Masa Kecil Jan Lighard, Pelik-pelik
Kehidupan Jan Lighard, Si Bakil Moliere Lavare, Abu Nawas, Jager Bali, Korban Karena
Penciiptaan, Apa Dayaku karena Aku Seoarng Perempuan, Dewi Rimba
d. Catatan harian
Ujian Masa (21-7-1947 s/d 1-4-1948)
2. Abdul Muis
Lahir di Minangkabau
Hasil karyannya : Salah Asuhan (1928), Pertemuan Jodoh (1933), Suropati (1950) - novel
sejarah, Robert Anak suropati (1953) novel sejarah, Sebatang Kara (Hector Mallot) karangan
terjemahan.
3. Marah Rusli
Lahir di Padang 7 Agustus 1989 dan meninggal di Bandung 17 Januari 1968.
Karya-karyanya: Siti Nurbaya (1922) Sub judul Kasih Tak Sampai, Anak dan Kemenakan
(1956), Memang Jodoh La Harni (1952).
4. Aman Datuk Majaindo
Lahir di Solok pada tahun 1896.
Karya-karyanya: Si Doel Anak Betawi (cerita anak-anak), Anak Desa (cerita anak-anak), Si
Cebol Rindukan Bulan (1934), Menebus Dosa, Perbuatan Dukun - Rusmala dewi (dikarang
bersama S. Harja Sumarta), Sebabnya Rapiah Tersesat (1934), Syair Si Banso (Gadis Durhaka)
terbit tahun 1931 Kumpulan Syair, Syair Gul Bakawali (1936) Kumpulan Syair.
5. Muhammad Kasim
Lahir tahun 1886
Karya-karyanya : Pemandangan Dunia Anak-anak, Teman Dukun (kumpulan cerpen), Muda
Terung, Pengeran Hindi, Niki Bahtera.
6. Tulis Sutan Sati
Hasil karyanya:
a.
Tidak Membalas Guna (1932), Memutuskan Pertalian (1932), Sengsara Membaaw Nikmat
(1928).
b. Cerita lama yang disadur dalam bentuk syair:
Siti Marhumah yang Saleh, Syair Rosida.
c.
Siti Nurbaya
Dengan maksud yang licik Datuk Maringgih meminjamkan uangnya pada Baginda
Sulaiman. Berkat pinjangan uang dari Datuk Maringgih tersebut, usaha dagang Baginda maju
pesat. Namun sayang, rupanya Datuk Maringgih menjadi iri hati melihat kemajuan dagang yang
dicapai oleh Baginda Sulaiman ini, maka dengan seluruh orang suruhanya, yaitu pendekar lima,
pendekar empat serta pendekar tiga, serta yanglainnya Datuk Maringgih memerintahkan untuk
membakar toko Baginda Sulaiman. Dan toko Bagindapun habis terbakar. Akibatnya Baginda
Sulaiman jauh bangrut dan sekligus dengan hutang yang menunpuk pada Datuk Maringgih.
Di tengah-tengah musibah tersebut, Datuk Maringgih menagih hutangnya kepadanya.
Jlas, tentu saja Baginda Sulaiman tidak mempu membayarnya. Hal ini memang sengaja oelh
datuk Maringgih, sebab dia sudah tahu pasti bahwa Baginda Sulaiman tidak mampu
membayarnya. Dengan alasan hutang tersebut, Datuk Maringgih langsung menawarkan
bagaimana kalau Siti Nurbaya, Putri Baginda Sulaiman dijadikan istri Datuk Maringgih. Kalau
tawaran Datuk Maringgih ini diterima, maka hutangnya lunas. Dengan terpaksa dan berat hati,
akhirnya Siti Nurbaya diserahkan untuk menadi istri Datuk Maringgih.
Waktu itu Samsulbahri, kekasih Siti Nurbaya sedang menuntut ilmu di Jakarta. Namun
begitu, Samsul Bahri tahu bahwa kekasihnya diperistri oleh orang lain. Hal tersebut dia ketahui
dari surat yang dikirim oleh Siti Nurbaya kepadanya. Dia sangat terpukul oleh kenyataan itu.
Cintanya yang menggebu-gebu padanya kandas sudah. Dan begitupun dengan Siti Nurbaya
sendiri, hatinya pun begitu hancur pula, kasihnya yang begitu dalam pada Samsulbahri kandas
sudah akibat petaka yangmenimpa keluarganya.
Tidak lama kemudian, ayah Siti Nurbaya jatuh sakit karena derita yangmenimpanya
begitu beruntun. Dan, kebetulan itu Samsulbahri sedang berlibur, sehingga dia punya waktu
untuk mengunjungi keluarganya di Padang. Di samping kepulangnya kekampung pada waktu
liburan karena kangennya pada keluarga, namun sebenarnya dia juga sekaligus hendak
mengunjungi Siti Nurbaya yang sangat dia rindukan.
Ketika Samsulbahri dan Siti Nurbaya sedang duduk di bawah pohon, tiba-tiba muncul
Datuk Maringgih di depan mereka. Datuk Maringgih begitu marah melihat mereka berdua yang
sedang duduk bersenda gurau itu, sehingga Datuk maringgih berusaha menganiaya Siti Nurbaya.
Samsulbahri tidak mau membiarkan kekasihnya dianiaya, maka Datuk Maringgih dia pukul
hingga terjerembab jatuh ketanah. Karena saking kaget dan takut, Siti Nurbaya berteriak-teriak
keras hingga terdengar oleh ayahnya di rumah yang sedang sakit keras. Mendengar teriakan anak
yang sangat dicinatianya itu, dia berusaha bangun, namun karena dia tidak kuat, ayah Siti
Nurbaya kemudian jatuh terjerembab di lantai. Dan rupanya itu juga nyawa Baginda Sulaiman
langsung melayang.
Karena kejadian itu, Siti Nurbaya oleh datuk Maringgih diusir, karena dianggap telah
mencoreng nama baik keluarganya dan adat istiadat. Siti Nurbaya kembali ke kampunyanya
danm tinggal bersama bibinya. Sementara Samsulbahri yang ada di Jakarta hatinya hancur dan
penuh dendam kepada Datuk Maringgih yang telah merebut kekasihnya. Siti Nurbaya menyusul
kekasihnya ke Jakarta, naumun di tengah perjalanan dia hampir meninggal dunia, ia terjatuh
kelaut karena ada seseorang yang mendorongnya. Tetapi Siti Nurbaya diselamatkan oleh
seseorang yang telah memegang bajunya hingga dia tidak jadi jatuh ke laut.
Rupanya, walaupun dia selamat dari marabahaya tersebut, tetapi marabahaya sberikutnye
menunggunya di daratan. Setibanya di Jakarta, Siti Nurbaya ditangkap polisi, karena surat
telegram Datuk Maringgih yang memfitnah Siti Nurbaya bahwa dia ke Jakarta telah membawa
lari emasnya atau hartanya.
Samsulbahri berusaha keras meolong kekasihnya itu agar pihak pemerintah mengadili
Siti Nirbaya di Jakarta saja, bukan di Padang seperti permintaan Datuk Maringgih. Namun
usahanya sia-sia, pengadilan tetap akan dilaksanakan di Padang. Namun karena tidak terbukti
Siti Nurbaya bersalah akhirnya dia bebas.
Beberapa waktu kemudian. Samsulbahri yang sudah naik pangkat menjadi letnan dikirim
oleh pemerintah ke Padang untuk membrantas para pengacau yang ada di daerah padang. Para
pengacau itu rupanya salah satunya adalah Datuk Maringgih, maka terjadilah pertempuran sengit
antara orang-orang Letnan Mas (gelar Samsulbahri) dengan orang-orang Datuk Maringgih.
Letnan Mas berduel dengan Datuk Maringgih. Datuk Maringgih dihujani peluru oleh Lentan
Mas, namun sebelum itu datuk Maringgih telah sempat melukai lentan Mas dengan pedangnya.
Datuk Maringgih meninggal ditempat itu juga, sedangkan letan mas dirawat di rumah sakit.
Sewaktu di rumah sakit, sebelum dia meninggal dunia, dia minta agar dipertemukan
dengan ayahnya untuk minta maaf atas segala kesalahannya. Ayah Samsulbahri juga sangat
menyesal telah mengata-ngatai dia tempo dulu, yaitu ketika kejadian Samsulbahri memukul
Datuk Maringgih dan mengacau keluarga orang yang sangat melanggar adat istiadat dan
memalukan itu. Setelah berhasil betemu dengan ayahnya, Samsulbahripun meninggal dunia.
Namun, sebelum meninggal dia minta kepada orangtuanya agar nanti di kuburkan di Gunung
Padang dekat kekasihnya Siti Nurbaya. Perminataan itu dikabulkan oleh ayahnya, dia
dikuburkan di Gunung Padang dekat dengan kuburan kekasihnya Siti Nurbaya. Dan di situlah
kedua kekasih ini bertemu terakhir dan bersama untuk selama-lamanya.
Dengan maksud yang licik Datuk Maringgih meminjamkan uangnya pada Baginda
Sulaiman. Berkat pinjangan uang dari Datuk Maringgih tersebut, usaha dagang Baginda maju
pesat. Namun sayang, rupanya Datuk Maringgih menjadi iri hati melihat kemajuan dagang yang
dicapai oleh Baginda Sulaiman ini, maka dengan seluruh orang suruhanya, yaitu pendekar lima,
pendekar empat serta pendekar tiga, serta yanglainnya Datuk Maringgih memerintahkan untuk
membakar toko Baginda Sulaiman. Dan toko Bagindapun habis terbakar. Akibatnya Baginda
Sulaiman jauh bangrut dan sekligus dengan hutang yang menunpuk pada Datuk Maringgih.
Di tengah-tengah musibah tersebut, Datuk Maringgih menagih hutangnya kepadanya.
Jlas, tentu saja Baginda Sulaiman tidak mempu membayarnya. Hal ini memang sengaja oelh
datuk Maringgih, sebab dia sudah tahu pasti bahwa Baginda Sulaiman tidak mampu
membayarnya. Dengan alasan hutang tersebut, Datuk Maringgih langsung menawarkan
bagaimana kalau Siti Nurbaya, Putri Baginda Sulaiman dijadikan istri Datuk Maringgih. Kalau
tawaran Datuk Maringgih ini diterima, maka hutangnya lunas. Dengan terpaksa dan berat hati,
akhirnya Siti Nurbaya diserahkan untuk menadi istri Datuk Maringgih.
Waktu itu Samsulbahri, kekasih Siti Nurbaya sedang menuntut ilmu di Jakarta. Namun
begitu, Samsul Bahri tahu bahwa kekasihnya diperistri oleh orang lain. Hal tersebut dia ketahui
dari surat yang dikirim oleh Siti Nurbaya kepadanya. Dia sangat terpukul oleh kenyataan itu.
Cintanya yang menggebu-gebu padanya kandas sudah. Dan begitupun dengan Siti Nurbaya
sendiri, hatinya pun begitu hancur pula, kasihnya yang begitu dalam pada Samsulbahri kandas
sudah akibat petaka yangmenimpa keluarganya.
Tidak lama kemudian, ayah Siti Nurbaya jatuh sakit karena derita yangmenimpanya
begitu beruntun. Dan, kebetulan itu Samsulbahri sedang berlibur, sehingga dia punya waktu
untuk mengunjungi keluarganya di Padang. Di samping kepulangnya kekampung pada waktu
liburan karena kangennya pada keluarga, namun sebenarnya dia juga sekaligus hendak
mengunjungi Siti Nurbaya yang sangat dia rindukan.
Ketika Samsulbahri dan Siti Nurbaya sedang duduk di bawah pohon, tiba-tiba muncul
Datuk Maringgih di depan mereka. Datuk Maringgih begitu marah melihat mereka berdua yang
sedang duduk bersenda gurau itu, sehingga Datuk maringgih berusaha menganiaya Siti Nurbaya.
Samsulbahri tidak mau membiarkan kekasihnya dianiaya, maka Datuk Maringgih dia pukul
hingga terjerembab jatuh ketanah. Karena saking kaget dan takut, Siti Nurbaya berteriak-teriak
keras hingga terdengar oleh ayahnya di rumah yang sedang sakit keras. Mendengar teriakan anak
yang sangat dicinatianya itu, dia berusaha bangun, namun karena dia tidak kuat, ayah Siti
Nurbaya kemudian jatuh terjerembab di lantai. Dan rupanya itu juga nyawa Baginda Sulaiman
langsung melayang.
Karena kejadian itu, Siti Nurbaya oleh datuk Maringgih diusir, karena dianggap telah
mencoreng nama baik keluarganya dan adat istiadat. Siti Nurbaya kembali ke kampunyanya
danm tinggal bersama bibinya. Sementara Samsulbahri yang ada di Jakarta hatinya hancur dan
penuh dendam kepada Datuk Maringgih yang telah merebut kekasihnya. Siti Nurbaya menyusul
kekasihnya ke Jakarta, naumun di tengah perjalanan dia hampir meninggal dunia, ia terjatuh
kelaut karena ada seseorang yang mendorongnya. Tetapi Siti Nurbaya diselamatkan oleh
seseorang yang telah memegang bajunya hingga dia tidak jadi jatuh ke laut.
Rupanya, walaupun dia selamat dari marabahaya tersebut, tetapi marabahaya sberikutnye
menunggunya di daratan. Setibanya di Jakarta, Siti Nurbaya ditangkap polisi, karena surat
telegram Datuk Maringgih yang memfitnah Siti Nurbaya bahwa dia ke Jakarta telah membawa
lari emasnya atau hartanya.
Samsulbahri berusaha keras meolong kekasihnya itu agar pihak pemerintah mengadili
Siti Nirbaya di Jakarta saja, bukan di Padang seperti permintaan Datuk Maringgih. Namun
usahanya sia-sia, pengadilan tetap akan dilaksanakan di Padang. Namun karena tidak terbukti
Siti Nurbaya bersalah akhirnya dia bebas.
Beberapa waktu kemudian. Samsulbahri yang sudah naik pangkat menjadi letnan dikirim
oleh pemerintah ke Padang untuk membrantas para pengacau yang ada di daerah padang. Para
pengacau itu rupanya salah satunya adalah Datuk Maringgih, maka terjadilah pertempuran sengit
antara orang-orang Letnan Mas (gelar Samsulbahri) dengan orang-orang Datuk Maringgih.
Letnan Mas berduel dengan Datuk Maringgih. Datuk Maringgih dihujani peluru oleh Lentan
Mas, namun sebelum itu datuk Maringgih telah sempat melukai lentan Mas dengan pedangnya.
Datuk Maringgih meninggal ditempat itu juga, sedangkan letan mas dirawat di rumah sakit.
Sewaktu di rumah sakit, sebelum dia meninggal dunia, dia minta agar dipertemukan
dengan ayahnya untuk minta maaf atas segala kesalahannya. Ayah Samsulbahri juga sangat
menyesal telah mengata-ngatai dia tempo dulu, yaitu ketika kejadian Samsulbahri memukul
Datuk Maringgih dan mengacau keluarga orang yang sangat melanggar adat istiadat dan
memalukan itu. Setelah berhasil betemu dengan ayahnya, Samsulbahripun meninggal dunia.
Namun, sebelum meninggal dia minta kepada orangtuanya agar nanti di kuburkan di Gunung
Padang dekat kekasihnya Siti Nurbaya. Perminataan itu dikabulkan oleh ayahnya, dia
dikuburkan di Gunung Padang dekat dengan kuburan kekasihnya Siti Nurbaya. Dan di situlah
kedua kekasih ini bertemu terakhir dan bersama untuk selama-lamanya.
Balai Pustaka (tahun 1930 - 1942), dipelopori oleh Sutan Takdir Alisyahbana. Karyanya Layar
Terkembang, menjadi salah satu novel yang sering diulas oleh para kritikus sastra Indonesia.
Selain Layar Terkembang, pada periode ini novel Tenggelamnya Kapal van der Wijck dan Kalau
Tak Untung menjadi karya penting sebelum perang.
Masa ini ada dua kelompok sastrawan Pujangga baru yaitu :
1. Kelompok "Seni untuk Seni" yang dimotori oleh Sanusi Pane dan Tengku Amir Hamzah
2. Kelompok "Seni untuk Pembangunan Masyarakat" yang dimotori oleh Sutan Takdir
Alisjahbana, Armijn Pane dan Rustam Effendi.
1. Cirinya adalah
1) Bahasa yang dipakai adalah bahasa Indonesia modern,
2) Temanya tidak hanya tentang adat atau kawin paksa, tetapi mencakup masalah yang
kompleks, seperti emansipasi wanita, kehidupan kaum intelek, dan sebagainya,
3) Bentuk puisinya adalah puisi bebas, mementingkan keindahan bahasa, dan mulai
digemari bentuk baru yang disebut soneta, yaitu puisi dari Italia yang terdiri dari 14 baris,
4) Pengaruh barat terasa sekali, terutama dari Angkatan 80 Belanda,
5) Aliran yang dianut adalah romantik idealisme, dan
6) Setting yang menonjol adalah masyarakat penjajahan.
2. Pengarang dan karya sastra yang terkenal dalam angkatan tersebut adalah :
1) Sutan Takdir Ali Syhabana (roman Layar Terkembang (1948), Tebaran Mega (1963),
Dian Tak Kunjung Padam, Kalah dan Manang, Grota Azzura)
2) Amir Hamzah (kumpulan puisi Nyanyian Sunyi (1954), Buah Rindu (1950), Setanggi
Timur (1939))
3) Armin Pane (novel Belenggu (1654), Jiwa Berjiwa, kumpulan sajak Gamelan Jiwa
(1960), drama Jinak-Jinak Merpati (1950))
4) Sanusi Pane (drama Manusia Baru, Pancaran Cinta (1926), Puspa Mega (1971), Madah
Kelana (1931/1970), Sandhyakala Ning Majapahit (1971), Kertadjaja (1971))
5) M. Yamin (drama Ken Arok dan Ken Dedes (1951), Indonesia Tumpah Darahku
(1928), Kalau Dewi Tara Sudah Berkata, Tanah Air)
6) Rustam Efendi (drama Bebasari (1953), Pertjikan Permenungan (1957))
7) Y.E. Tatengkeng (kumpulan puisi Rindu Dendam (1934)
8) Hamka (roman Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck)
Sinopsis Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck
Perdebatan mengenai harta warisan antara Pendekar Sutan dengan mamaknya berujung
pada kematian. Akibat membunuh mamaknya, Pendekar Sutan diasingkan dari Batipuh ke
Cilacap selama dua belas tahun. Setelah bebas, Pendekar Sutan memilih menetap di Makassar
dan menikah dengan Daeng Habibah. Akan tetapi, setelah memperoleh seorang anak bernama
Zainuddin, Daeng Habibah meninggal dan, tak lama setelah itu, Zainuddin menjadi yatim piatu.
Ketika beranjak remaja, Zainuddin meminta izin kepada pengasuhnya, Mak Base untuk
berangkat ke Minangkabau; ia telah lama ingin menjumpai tanah asal ayahnya di Batipuh.
Namun, kedatangan Zainuddin tidak mendapatkan sambutan baik di tengah-tengah struktur
masyarakat yang bernasabkan kepada ibu itu. Ia dianggap tidak memiliki pertalian darah lagi
dengan keluarganya di Minangkabau karena, meskipun berayah Minang, ibunya berasal dari
Bugis. Akibatnya, ia merasa terasing dan melalui surat-surat ia kerap mencurahkan kesedihannya
kepada Hayati, perempuan keturunan bangsawan Minang yang prihatin terhadapnya.
Setelah Zainuddin dan Hayati sama-sama mulai jatuh cinta, Zainuddin memutuskan
pindah ke Padang Panjang karena mamak Hayati memintanya untuk keluar dari Batipuh.
Sebelum berpisah, Hayati sempat berjanji kepada Zainuddin untuk selalu setia. Sewaktu Hayati
berkunjung ke Padang Panjang karena hendak menjumpai Zainuddin, Hayati sempat menginap
di rumah sahabatnya, Khadijah. Namun, sekembali dari Padang Panjang, Hayati dihadapkan oleh
permintaan keluarganya yang telah sepakat untuk menerima pinangan Azis, kakak Khadijah;
Aziz, yang murni keturunan Minang dan berasal dari keluarga terpandang, lebih disukai keluarga
Hayati daripada Zainuddin. Meskipun masih mencintai Zainuddin, Hayati akhirnya terpaksa
menerima dinikahkan dengan Aziz.
Mengetahui Hayati telah menikah dan mengkhianati janjinya, Zainuddin yang sempat
berputus asa pergi ke Jawa bersama temannya Muluk, tinggal pertama kali di Batavia sebelum
akhirnya pindah ke Surabaya. Di perantauan, Zainuddin menjadi penulis yang terkenal. Pada saat
yang sama, Aziz juga pindah ke Surabaya bersama Hayati karena alasan pekerjaan, tetapi rumah
tangga mereka akhirnya menjadi berantakan. Setelah Aziz dipecat, mereka menumpang ke
rumah Zainuddin, tetapi Aziz lalu bunuh diri dan dalam sepucuk surat ia berpesan agar
Zainuddin menjaga Hayati. Namun, Zainuddin tidak memaafkan kesalahan Hayati. Hayati
akhirnya disuruh pulang ke Batipuh dengan menaiki kapal Van der Wijck. Di tengah-tengah
perjalanan, kapal yang dinaiki Hayati tenggelam, dan setelah Zainuddin mendengar berita itu ia
langsung menuju sebuah rumah sakit di Tuban. Sebelum kapal tenggelam, Muluk yang
menyesali sikap Zainuddin memberi tahu Zainuddin bahwa Hayati sebetulnya masih
mencintainya. Namun tak lama setelah Zainuddin datang, Hayati meninggal. Sepeninggal
Hayati, Zainuddin menjadi sakit-sakitan sampai akhirnya meninggal. Jasadnya dimakamkan di
dekat pusara Hayati.
3. Angkatan 1945
Angkatan 45 merupakan angkatan yang lahir pada masa sebelum dan awal kemerdekaan,
Pengalaman hidup dan gejolak sosial-politik-budaya telah mewarnai karya sastrawan Angkatan
45. Karya sastra angkatan ini lebih realistik dibanding karya Angkatan Pujangga baru yang
romantik idealistik. Sehingga karya sastra angkatan ini banyak bercerita tentang perjuangan
merebut kemerdekaan. Angkatan ini memiliki konsep seni yang diberi judul Surat Kepercayaan
Gelanggang. Konsep ini menyatakan bahwa mereka ingin bebas berkarya sesuai alam
kemerdekaan dan hati nurani. Penulis yang termasuk angkatan 45 adalah Chairil Anwar, Asrul
Sani, Idrus, Achdiat K. Mihardja, dan masih banyak penulis lainnya. Karya sastra yang
dihasilkan oleh angkatan ini diantaranya yang terkenal adalah Kerikil Tajam, Dari Ave Maria ke
Jalan Lain ke Roma, Atheis, dan banyak lainnya.Angkatan 45 lahir dalam suasana lingkungan
yang sangat prihatin dan serba keras, yaitu lingkungan fasisme Jepang dan dilanjutkan
peperangan mempertahankan kemerdekaan Indonesia.
Ciri Ciri Periodisasi Sastra Angkatan 1945:
1. Terbuka
2. Pengaruh unsur sastra asing lebih luas
3. Corak isi lebih realis, naturalis
4. Individualisme sastrawan lebih menonjol, dinamis, dan kritis
5. Penghematan kata dalam karya
6. Ekspresif
7. Sinisme dan sarkasme
8. Karangan prosa berkurang, puisi berkembang
9. bentuk prosa maupun puisinya lebih bebas,
10. prosanya bercorak realisme,
11. puisinya bercorak ekspresionisme,
12. tema dan setting yang menonjol adalah revolusi,
13. lebih mementingkan isi daripada keindahan bahasa, dan
14. jarang menghasilkan roman seperti angkatan sebelumnya.
Lahir di Padang Panjang pada 30 Agustus 1927, dan wafat di Jakarta, April 1995. Pernah
menjadi redaktur Gema Suasana, Siasat, Zenith, dan Zaman Baru. Keterlibatannya dalam Lekra
menyebabkan dia ditahan dan baru dibebaskan tahun 1979.
d. Idrus
Lahir di Padang, 21 September 1921, dan 18 Mei 1979. Sastrawan dunia yang ia sukai: Anton
Chekov, Jaroslov Hask, Luigi Pirandello, dan Guy de Maupassant. Pada masa Lekra, Idrus
memutuskan pindah ke Malaysiakarena tekanan lembaga tersebut.
e. Achdiat Karta Mihardja
Lahir di Jawa Barat, 6 Maret 1911, dan meninggal di Canberra, Australia, 8 Juli 2010. Kiprahnya
guru Taman Siswa, redaktur Balai Pustaka, Kepala Jawatan Kebudayaan Perwakilan Jakarta
Raya, dan dosen Fakultas Sastra UI.
f. Trisno Sumardjo
Lahir 1916, dan meninggal 21 April 1969. Selain sebagai sastrawan, dikenal juga sebagai
pelukis.
g. Utuy Tatang Sontani
Lahir di Cianjur, 1 Mei 1920 , dan meninggal di Moskwa, 17 September 1979. Ia adalah utusan
dalam Konferensi Pengarang Asia-Afrika di Tashkent, Uzbekistan, 1958. Utuy mengajar Bahasa
dan Sastra Indonesia di Moskwa.
Chairil Anwar
Idrus
o Dari Ave Maria ke Djalan
Lain ke Roma (1948)
o Aki (1949)
o Deru Tjampur Debu (1949)
o Perempuan dan Kebangsaan
Achdiat K. Mihardja
o Atheis 1958
Trisno Sumardjo
o Katahati
(1951)
dan
Perbuatan
(1952)
o Perburuan (1950)
o Terjemahan karya W.
Shakespeare: Hamlet, Impian
M.Balfas
o Lingkaran-lingkaran
Retak,
Mochtar Lubis
o Suling (1948)
o Djalan
o Tambera (1952)
Tak
Ada
Udjung
(1958)
o Awal dan Mira drama satu
o Si Djamal (1964)
babak (1962)
o Harimau-Harimau! (1977)
AKU
3. Seni dan politik adalah pencampuradukan yang lahir dari kondisi masa itu.
4. Pada masa itu pula telah lahir organisasi-organisasi kegiatan kesenian yang mengarahkan
kegiatanya pada seni sastra dan seni drama.
5. Hal ini mengindikasikan seni mendapat perhatian.
6. Kesusastraan berhubungan erat dengan adanya tempat berkegiatan, Jakarta di angggap
sebagai pusatnya. Anggapan ini diluruskan, Jakarta hanya sebagai pusat produksi dan
publikasi
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa angkatan 1950 merupakan angkatan yang sepi oleh
karya karena sastra Indonesia yang ada dianggap sudah tidak lagi memiliki identitas,
kesusasteraan mengalami krisis baik kualitas maupun kuantitas karena lahirnya pesimisme dan
penggunaan seni ke ranah politik yang tidak dibarengi dengan tanggung jawab.
Ciri-ciri:
Puisi
a. Gaya epik (bercerita) berkembang dengan berkembangnya puisi
cerita dan balada, dengan gaya yang lebih sederhana.
Misalnya:
Puisi-puisi karya Rendra, seperti Balada Terbunuhnya Atmo
Karpo, Blues untuk Bonnie, atau Nyanyian Angsa.
b. Gaya ulangan mulai berkembang.
c. Ada gambaran suasana muram karena menggambarkan hidup
yang penuh penderitaan.
d. Mengungkapkan masalah-masalah sosial seperti, kemiskinan,
pengangguran, perbedaan kaya miskin yang besar, belum adanya
pemerataan hidup.
Contoh:
Blues untuk Bonnie
Kota Boston lusuh dan layu
kerna angin santer, udara jelek.
Dan malam larut yang celaka.
Di dalam cafe itu
seorang penyanyi Negro tua
bergitar dan bernyanyi.
Hampir-hampir tanpa penonton.
....
Ia bernyanyi.
Suaranya dalam.
Lagu dan kata ia kawinkan
lalu beranak seratus makna.
NH. Dini, nama lengkapnya Nurhayati Suhardini, lahir 29 Pebruari 1936. Setelah
menamatkan SMA 1956, lalu masuk kursus stewardess, kemudian bekerja di GIA Jakarta.
Karya-karyanya banyak mengisahkan kebiasaan barat yang bertentangan dengan timur.
Karya-karyanya antara lain:
a. Dua Dunia (1950)
b. Hati yang Damai (1960)
6. Nugroho Notosusanto
Lahir di Rembang, 15 Juni 1931. Dia bergerak dalam kemasyarakatan dan pernah
menjadi Tentara Pelajar, lulusan Fakultas sastra UI Jakarta. Karya-karyanya antara lain:
a. Hujan Kepagian (kumpulan cerita pendek,
1958)
b. Rasa Sayange (1961)
7. Ramadhan K.H
Lahirkan di Bandung, 16 Maret 1927. Namanya mulai muncul sekitar tahun 1952.
Karyanya berupa sajak, cerita pendek, dan terjemahan-terjemahan karya Lorca, pengarang
Spanyol.
Karya-karyanya antara lain:
a. Api dan Sirangka
b. Priangan si Jelita (kumpulan sajak, 1958, mendapat hadiah BMKM)
c. Yerna (terjemahan dari Lorca, 1959)
8. Sitor Situmorang
Lahir di Tapanuli, 21 Oktober 1924. Dia adalah angkatan 45, yang tetap produktif
menghasikan karya di tahun 50-an. Karya-karyanya antara lain:
a. Pertempuran dan Salju di Paris (1956,
mendapat hadiah dari BMKM)
b. Jalan Mutiara (kumpulan tiga sandiwara,
1954)
c. Surat Kertas Hijau (kumpulan sajak,
1953)
d. Wajah Tak Bernama (kumpulan sajak,
1955)
e. Jaman Baru (kumpulan sajak)
f. Dalam sajak
9. Subagio Sastrowardojo
Karyanya antara lain:
a. Simphoni (sajak, 1957)
b. Kejantanan di Sumbing (1965)
c. Perawan Tua (cerpen)
d. Daerah perbatasan
e. Salju.
10. Trisnojuwono
Lahir di Yoyakarta, 5 Desember 1929. Dia menamatkan SMA tahun 1947. Sejak 1946
masuk Tentara Rajyat Mataram, 1947-1948 anggota Corps Mahasiswa di Magelang dan
Jombang. Tahun 1950 masuk tantara Siliwangi, Combat Intelligence, Kesatuan Komando,
Pasukan Payung AURI sampai dapat Brevet.
1958)
c. Di Medan Perang (1962)
d. Pagar Kawat Berduri.
: Dua Dunia
Pengarang
: Nh. Dini
Judul Cerpen
: Istri Prajurit
Terbitan
: 2002
Jumlah Halaman
: 114
Cetakan
:3
Aku bertanya kepadanya, di mana anaknya? Itulah kata-kata yang ku ucapkan ketika ia
keluar menemuiku di pendapa sebuah rumah berbentuk kuno. Matanya kuyu memandangku. Aku
tersenyum ada keraguan di hatiku hendak mengatakan ketidak mengertianku atas bicaranya. Lalu
kami berbicara hal-hal apa saja mengenai diriku selama ini, tapi percakapan itu kadang-kadang
terhenti dengan cara yang kaku.
Dia menundukan kepala sesudah menetang mataku agak lama, kemudian kekakuan terasa
lagi menyelinapi antara aku dan dia. Lama sekali kami saling diam, nampak olehku kegelisaan
yang tersilap diwajahnya yang kurus dan pucat. Dia tetap tak memandang kepadaku. Cuma
kadang-kadang saja ditegakkannya kepalanya memandang keluar. Aku mencoba memecah
dinding kekakuan saat itu. Dia tetap tak memandang kepadaku. Sekali lagi kudengar keluhannya,
kali ini memberat. Dia pun berkata bahwa semua orang sedang menyalahkan dirinya dan
mengutuk dirinya dan dia pun berharap agar aku tidak begitu. Digigitnya bibirnya, kesedihan
yang tak terderita membayangi seluruh wajahnya. Aku tertegun sejenak. Dia sebentar
memandang aku, lalu mengalihkan pandangannya keluar lagi.
Ningsih inilah yang dulu menjadi istri Garjo yang merupakan seorang prajurit. Tiga
setengah tahun yang lalu ia kawin. Kedudukan Garjo tidak tinggi, bukan sesuatu jabatan penting
yang mendapat perhatian masyarakat, karena Garjo Cuma mendapat sebutan dari bapak Ningsih
seorang serdadu yang sewaktu-waktu berangkat perang dan menyerahkan nyawanya ketangan
musuh. Semua sudah mengingatkan Ningsih tapi Ningsih tidak mempedulikannya, baginya tak
akan ada perang lagi di negara ini. Pikirnya dipenuhi kedamaian cinta yang menghendaki
kedamaian pula diantara semua orang. Kemudian dia diam memandang kepadaku, aku
menatapnya dengan tajam.
Garjo meninggal dunia ketika ditugaskan di pos Slawi, daerah tegal dan meninggalkan
seorang anak nanik namanya. Ningsih mengetahui itu dari telegram. Kebiasaan hidup senang dan
ditolong dalam menyelesaikan segala sesuatu membikin dia tidak tahu apa yang mesti dikerjakan
sepeninggalan Garjo. Dia masi di rumah itu juga, tempat yang disewahkan Garjo untuk mereka,
sampai kemudian beberapa bulan kemudian ia pergi ke Surabaya.
Aku mencuri pandangan Ningsih, tapi dia masi tetap menghindarkan paduan mataku dan
dia masi tetap diam pula. Aku memberi saran kepada Ningih agar ia mencobah untuk hidup
sendiri dengan tenaganya, apalagi ia punyai ijazah untuk bekerja di kantor dan kawan-kawan
Garjo pasti bisa membantunya. Tapi ia takut memulai itu semua, suaranya yang datar rendah
menusuk perasaanku, dan aku menghindari pandangannya sebisaku. Aku tersenyum dan
mencoba berkata jujur. Aku merasa malu kepada diriku sendiri. Aku mengingkari cinta karena
mengkhawatirkan pandangan orang lain. Dan aku merasa terguga oleh kesombonganku sendiri,
lalu aku lari dengan kesombongan itu. Akhirnya, aku sadar bahwa itu bukanlah kesombongan,
melainkan suatu kesadaran akan harga dirikusebagai perempuan yang mau mengeluarkan tangan
dalam kerja bermasyarakat.
Kubayangkan bagaimana kebingungan ketika Garjo gugur. Kematian suami yanag
menjadi penegak sejak ia keluar dari lingkungan dinding keluarganya. Dia satu-satunya yang
bisa kauajak bicara tentang hal-hal yang lucu dalam dinding ini. Dia mengangkat wajahnya
mencoba menentang mataku, ada sesuatu yang hendak dikatakan kurasa. Aku memadangnya
tenang dan aku tak berani berbuat apa-apa. Juga aku tak berani menyebut kata ketidak hadiran
Nani diantara kami. Kutundukan kepalahku, dan kupejamkan mataku menahan kesesakan
dadaku. Terlalu banyak yang mau kukatakan, serasa tersekat saja dalam keronkongan. Senyum
bibir Nanik masi menggaris dalam ingatanku.
Tibah-tibah suaranya mengerasa penuh semangat dan berkata bahwa dia bisa seperti aku dan dia
ingin pergi bersamaku pulang kejakarta. Suaranya yang jernih dan tegas.
Peristiwa yang dihasilkan lakuan dan pikiran disajikan seketika secara serempak, seolah-olah
peristiwa itu datang saling menyergap. Akibatnya, peristiwa itu seperti tidak jelas lagi
juntrungannya. Model novel-novel yang seperti inilah yang kemudian disebut sebagai novel arus
kesadaran (stream of conciousness), sebuah aliran dalam sastra (terutama prosa) yang
menekankan cerita melalui pikiran, perasaan, dan alam bawah sadar tokoh-tokohnya.
Untuk cerpen, dapatlah kiranya diwakili oleh karya-karya Danarto, Putu Wijaya,
Kuntowijoyo, Fudoli Zaini, dan Umar Kayam13 Lebih khusus lagi pada cerpen-cerpen Danarto,
tokoh-tokoh yang muncul bisa apa saja. Air, batu, hewan, tanaman, atau benda dan binatang
apapun, bisa saja menjadi tokoh yang juga dapat berdialog dengan tokoh lain. Kumpulan cerpen
Danarto, Godlob (1976) dan Adam MaRifat (1982) memperlihatkan adanya penggalian
mistisisme Jawa dan tasawuf, sedangkan kumpulan cerpen Kuntowijoyo dan Fudoli Zaini
mengedepankan tema-tema sufistik. Yang sangat kuat mengungkapkan warna lokal budaya Jawa
tampak pada cerpen-cerpen Umar Kayam, Sri Sumarah dan Bawuk, sementara karya-karya Putu
Wijaya yang cenderung menampilkan serangkaian teror mengangkat tema-tema keterasingan
manusia perkotaan.
Begitulah, cerpen-cerpen Indonesia pada dasawarsa tahun 1970-an seperti sengaja
melepaskan diri dari konvensi cerpen sebelumnya. Ada inovasi (pembaruan) dan pemberontakan
terhadap wawasan estetik cerpen-cerpen periode sebelumnya. Itulah yang dimaksud dengan
adanya kecenderungan baru, baik yang menyangkut tema cerita, tokoh yang ditampilkan, alur
cerita, maupun cara penyajiannya.
Untuk bidang drama, dapat diwakili oleh karya-karya Arifin C. Noer (10 Maret 194128
Mei 1995), Putu Wijaya, Rendra, Danarto, dan Ikranagara.14 Ciri khas yang menonjol dari karya
mereka adalah terbukanya peluang bagi para pemain untuk melakukan improvisasi. Dalam hal
ini, para pemain yang dalam konvensi drama sebelumnya harus tunduk dan setia pada teks
naskah, kini para pemain itu dibolehkan melakukan improvisasi atau menyampaikan sesuatu di
luar teks drama. Bahkan, ada pula naskah drama yang penulisannya bersamaan dengan proses
latihan, sehingga begitu proses latihan selama beberapa minggu itu selesai, selesai pula penulisan
naskahnya.
Jadi, naskah diperlakukan hanya sebatas pegangan dasar, dan ketika pemain mempunyai
kesempatan untuk mengembangkan ekspresinya, pemain boleh melakukan improvisasi. Dengan
begitu, pemain juga dituntut kreatif memanfaatkan momen-momen tertentu untuk
mengekspresikan potensi permainannya.
Ciri Ciri dan karya Angkatan 1970 -1980:
Ciri-ciri
Diabaikannya unsur
makna
Penuh semangat
eksperimentasi
karya
O, Amuk, Kapak
Hukla
Wajah Kita
Catatan Sang Koruptor
Dandandik
pengarang
Sutardji Calzoum Bachri
Leon Agusta
Hamid Jabar
F. Ibrahim
Ibrahim Sattah
Beraliran surealistik
Dalam drama, pemain
sering improvisasi
Pada masa ini para pengarang sangat bebas bereksprimen dalam penggunaan bahasa dan bentuk.
a. Puisi
Struktur Fisik
1) Puisi bergaya mantera menggunakan sarana kepuitisan berupa : ulangan kata, frasa , atau
kalimat.
2) Puisi kongkret sebagai eksperimen
3) Banyak menggunakan kata-kata daerah untu memberi kesan ekspresif
4) Banyak menggunakan permainan bunyi
5) Gaya penulisan yang prosais
6) Menggunakan kata yang sebelumnya tabuh
Struktur Temantik
1) Protes terhadap kepincangan masyarakat pada awal industrialisasi
2) Kesadaran bahwa aspek manusia merupakan subjek dan bukan obyek pembangunan
3) Banyak mengungkapkan kehidupan batin religuis
4) Cerita dan pelukisan bersifat alegoris atau parabel
5) Perjuangan hak-hak asasi manusia : kebebasan, persamaan, pemerataan, dan terhindar dari
pencemaran teknologi moderen
6) Kritik sosial terhadap si kuat yang bertindak sewenang-wenang terhadap mereka yang lemah.
Siarah (roman)
2000-an, yaitu:
1. Memakai alur berbelit-belit, misalnya pada novel Saman karya Ayu Utami,
2. Gaya symbol surealistik,
3. Memakai gaya bahasa hiperbola,
4. Bergaya esaai, mengemukakan tanggapan-tanggapan pribadi terhadap masalah-masalah; Iwan
Simantupang dalam Ziarah menyebutnya sebagai novel essai.
Pada masa ini, banyak sekali muncul pengarang wanita. Mereka umumy menulis dengan
ungkapan perasaan dan pikiran yang tajam dan bebas. Ada diantara mereka yang sangat berani
menampilkan nuansa-nuansa erotik, hal-hal yang sensual bahkan seksual, yang justru lebih
berani dibandingkan para sastrawan seumumnya. Ada di antara mereka yang mengusung
ideologi kebebasan wanita (woman libs) yang dulu pernah dilakukan oleh Nh.Dini (namun
ungkapan-ungkapan Dini tetap literik, tidak vulgar). Sebenarnya minus idiom-idiom vulgar karya
meraka termasuk berbobot, seperti juga prosa liris karya Linus Suryadi berjudul Pengakuan
Pariyem. Di bagian-bagian tertentu karya Jenar Mahesa Ayu dan Ayu Utami bahkan sangat puitis
serta filosofis, menampilkan ungkapan-ungkapan yang bernas dan cerdas, dengan imajinasiimajinasi yang kaya renungan, mungkin juga humanis dan religius. Jadi mengandung hal-hal
kontroversial.
Konstruksi Wacana Gender dan Seksualitas dalam Sastra dan Film. Misal saja representasi
perempuan urban dalam film Mengejar Mas-Mas. Wajah sosialita wanita urban dalam film
Quicky Express dan Arisan Brondong. Sastra Cyber dan Pengajaran Sastra. Misal saja karya
urban kinetik tipografi dalam Puisi Siber. Refleksi kehidupan urban dalam novel Internet 253
yang disebut Fiksyen hiperteks. Karya sastra cyber tidak hanya memberikan suatu contoh tetapi
membuat para siswa untuk lebih berani dalam berbicara serta mempunyai kepercayaan diri yang
tinggi dalam melakukan suatu pementasan. Penggunaan teknologi dapat kita gunakan untuk
kemajuan sastra. Sastra atau seni islami dalam kajian lintas budaya.
Sastra islami dalam transformasi lintas genre yaitu representasi cinta, seks, dan perkawinan
dalam novel dan film Ayat-ayat Cinta. Kontesisasi perempuan dalam masyarakat urban. Suara
perempuan urban dalam cerpen-cerpen karya Djenar Maesa Ayu. Masa pembebasan kritik sastra
Indonesia (sejak 1998) memperlihatkan gejala perkembangan kritik sastra yang makin beragam
sejalan dengan dinamika kehidupan sosial politik yang dianggap mendukung kebebasan
berekspresi di berbagai bidang kehidupan masyarakat, termasuk bidang sastra, baik di kalangan
masyarakat maupun di lingkungan akademis. Tokoh-tokohnya juga semakin banyak sehingga
tidak tampak ketokohan yang berpusat pada beberapa orang kritikus. Di antara mereka itu
muncullah nama-nama baru, seperti Faruk H.T., Manneke Budiman, Maman S. Mahayana,
Pamusuk Eneste, Suminto A. Sayuti, Sugihastuti, dan Wahyudi Siswanto. Apakah kedudukan
dan peran mereka akan semakin kukuh di masa mendatang merupakan persoalan tersendiri.
Setelah air bah melanda novel Cantik Itu Luka karya Eka Kurniawan, kini peristiwa yang sama
dengan tema berbeda menerjang nove Sabda dari Persemayaman karya Tengku Muhammad
Dhani Iqbal. Novel ini ditulis dengan semangat berfilsafat yang menggelegak. Maka, didalamnya
terbentanglah pemikiran filsafat sejak zaman Thales Anaximenes. Dan terus mengalir menuju
gelombang ketiga Alvin Toffler hingga ke teori quantum, bootstrap dan teori chaos.
Dari sudut deskripsi filsafat, novel ini jelas bermaksud menyajikan hamparan panorama filsafat.
Dengan cara itu, pengarang tidak hanya menyampaikan pemikiran filsafat yang disetujui atau
tidak disetujuinya, tetapi juga menempatkannya sebagai corong sistem pendidikan dinegeri ini.
Jadi disana akan dijumpai kritik atas positivisme Karl Marx, kekaguman pada cogito ergo sum
nya Descrates atau paparan gagasan para filsuf. Diantara itu gambaran hingar bingar gerakan
mahasiswa, masuk sebagai protes atas sistem pendidikan kita. Dua gagasan besar itulah yang
hendak diangkat Iqbal dalam novelnya ini.
Di Indonesia, cara itu juga sudah banyak dilakukan novelis kita beberapa diantaranya, periksa
saja, misalnya, Atheis-Achdiat Karta Mihardja yang menampilkan tokoh hasan yang pencari,
Rusli yang Atheis dan Anwar yang chauvinis. Sementara itu, dalam debu cinta bertebaran
Achdiat mengangkat perdebatan filsafat dan estetika dalam dunia seni. Gua Biru Grota AzzuraSutan Takdir Alisjahbana, lain lagi. Disana, mengangkat problem politik dan kebudayaan yang
berantakan akibat pemerintahan yang represif dan korup. Sementara ali audah dalam jalan
terbuka menyajikan kegelisahan tokoh utamanya dalam mencari tuhan. Lebih rumit lagi
sejumlah karya iwan simatupang, khasnya ziarah. Filsafat eksistensialisme yang melekat dalam
diri tokoh kita seperti menyatu dalam segala tindakan tokoh itu. Sementara Kuntowodjoyo dalam
Khotbah Di atas Bukit menampilkan tokoh barman yang sedang bergulat dalam lingkaran
panteisme jawa dan filsafat eksistensialisme.
Pada tahun 2002 dikeluarkan wacana tentang lahirnya sastrawan angkatan 2000-an, sebuah buku
tebal tentang angkatan 2000-an yang disusun dan diterbitkan di Gramedia Jakartapada tahun
2002. Seratus lebih penyair, cerpenis, novelis, essais, dan kritikus sastra dimasukkan kedalam
angkatan 2000-an, termasuk mereka yang mulai menulis pada tahun 1980. Karya sastra angkatan
2000-an mulai memunculkan fiksi fiksi yang bersifat islami. Para sastrawan mengikuti
perkambangan jaman yang dituntut adanya keberanian dan kreatifitas untuk berkarya. Dalam
karya para sastrawan dari setiap angkatan tentunya memilki perbedaan apa lagi untuk mengikuti
perkembangan zaman, perbedaan itu dapat kita temukan dari segi karakteristik karya sastra yang
di buatnya.
Ciri - Ciri karya sastra angkatan 2000-an yang mencakup semua genre, di antaranya:
1.
Menggunakan kata-kata maupun frase yang bermakna konotatif
2.
Banyak menyindir keadaan sekitar baik sosial, budaya, politik, atau lingkungan
3. Revolusi tipografi atau tata wajah yang bebas aturan dan kecenderungan ke puisi kongkret
Ayu Utami
o Saman (1998)
o Larung (2001)
Dewi Lestari
o Supernova 1: Ksatria, Puteri dan Bintang Jatuh (2001)
o Supernova 2.1: Akar (2002)
o Supernova 2.2: Petir (2004)
Habiburrahman El Shirazy
o Ayat-Ayat Cinta (2004)
o Diatas Sajadah Cinta (2004)
o Ketika Cinta Berbuah Surga (2005)
o Pudarnya Pesona Cleopatra (2005)
o Ketika Cinta Bertasbih 1 (2007)
o Ketika Cinta Bertasbih 2 (2007)
o Dalam Mihrab Cinta (2007)
Andrea Hirata
o Laskar Pelangi (2005)
o Sang Pemimpi (2006)
o Edensor (2007)
o Maryamah Karpov (2008)
o Padang Bulan dan Cinta Dalam Gelas (2010)
Ahmad Fuadi
o Negeri 5 Menara (2009)
o Ranah 3 Warna (2011)
Tosa
o Lukisan Jiwa (puisi) (2009)
o Melan Conis (2009)
Yogyakarta, 1990/2007