Anda di halaman 1dari 4

TUGAS BAHASA INDONESIA

RESENSI KUMPULAN CERPEN CORAT CORET DI TOILET













KELAS XII.IS.D
KELOMPOK
1. Hannisa Putri Sandi ( )
2. Meilindah Putri ( )
3. Muchammad Riski ( )
4. Ranandha Naufal ( )
SMA NEGERI 88 JAKARTA


Judul Buku : Corat coret di Toilet
Penulis : Eka Kurniawan
Penerbit : PT Gramedia Pustaka Utama
Tahun Terbit : 2014
Ukuran : 21 x 14 cm; vi + 125 hlm.
Harga : Rp45.000,00

"Aku tak percaya bapak-bapak anggota dewan, aku lebih percaya kepada
dinding toilet."
"Nada komedi-satirnya cukup kuat dalam Corat-coret di Toilet. Cerdas juga usahanya
mengangkat hal kecil yang remeh-temeh menjadi problem kemanusiaan." Maman S.
Mahayana; Media Indonesia.

"I decided to translate Corat-coret di Toilet not only because it is one of Eka's best-known short
stories, but because it is very blackly funny. It catches perfectly the atmosphere. of student life in
Indonesia at the start of the new century, as the brief promise of Reformasi was being
extinguished by gangsterism, cynicism, greed, corruption, stupidity, and mediocrity. It also
mirrors beautifully the bizarre lingo shared by ex-radicals, sexual opportunists, young inheritors,
of the debased culture of the New-Order era, and anarchists avant la lettre. Finally, it shows
Eka's gift for startling imagery, sharp and unexpected changes of tone, and his 'extra-dry'
sympathy for the fellow-members of his late-Suharto generation." Benedict R. O'G.
Anderson; Indonesia.
CORAT CORET DI TOILET
Membaca kumpulan cerpen Eka Kurniawan ini begitu sulit dipahami. Perlu pemahaman yang
kuat dan konsentrasi penuh dalam membaca cerpen ini. Karena bahasa yang digunakan begitu tinggi
dengan tata bahasa politikus yang membuat kamu sulit sekali memahami. Terdapat beberapa kata yang
membuat saya harus membacanya berulang kali.
Untuk yang sudah pernah membaca buku kumpulan cerita cerita Gelak Sedih dan Cerita-
cerita Lainnya (Judul Tertangkapnya Si Bandit Kecil Pencuri Roti belum ada),membaca
kumpulan cerpen Eka Kurniawan yang ini berarti bernostalgia. Mayoritas cerita dalam buku ini
sudah diterbitkan beberapa tahun lalu. Namun bedanya, ada tambahan dua cerpen dalam buku ini
yaitu Dewi Amor dan Kandang Babi yang ditulis di tahun yang sama namun belum diterbitkan,
yang mungkin merupakan sebuah bonus bagi Anda yang membaca cetakan ulangnya ini.
Buat yang sudah pernah baca cetakan terdahulunya, rasanya tidak rugi juga kalau
membeli edisi cetakan ulangnya. Sebab cover buku ini (Yang didesain oleh Eka Kurniawan
sendiri) benar-benar unik dan berbeda. Dari segi materi kertas yang digunakan sebagai covernya
juga, meskipun sederhana namun tetap menarik, apalagi ditambah dengan tulisan yang dicetak
dengan tinta timbul. Namun jenis huruf yang dipakai karena terkesan tipis dan kecil.
Buku ini berisi 12 cerpen yang hampir semuanya bertemakan isu sosial seperti kelaparan,
pemberontakan, politik, dan kriminalitas. Semua kisah yang dituliskan dalam buku ini adalah
kisah yang sehari-hari dapat dengan mudah kita jumpai. Sebut saja cerita tentang seorang anak
perempuan yang terus dikekang orangtuanya meskipun sudah berumur 17 tahun dalam cerpen Si
Cantik yang Tak Boleh Keluar Malam. Atau juga cerita yang dijadikan judul cerpen ini yaitu
Corat-coret di Toilet yang menyuarakan aspirasi penggunanya. Juga cerita pendek berjudul
Hikayat Orang Gila yang berakhir tragis. Cerita-cerita tersebut sangat erat kaitannya dengan
kehidupan di sekitar kita.
Tak hanya soal itu saja, Eka juga menyisipkan cerita roman dalam buku ini, antara lain
Teman Kencan yang menceritakan kegundahan seorang pemuda yang ingin punya pacar namun
akhirnya harus menerima kenyataan pahit perihal orang yang dicintainya dan cerita berjudul
Rayuan Dusta untuk Marietje di mana dalam kisah ini ada seorang pemuda yang membual
kepada pacarnya agar si pacar sudi menemui dirinya. Juga kisah sederhana Kontrolir Henri yang
setiap hari mendapat kiriman bunga dari seorang yang rahasia dalam cerpen Siapa Kirim Aku
Bunga?. Dalam cerpen Dongeng Sebelum Bercinta diceritakan kisah sepasang suami istri yang
sampai hari ke-40 pernikahan namun mereka belum juga bercinta karena sang istri ingin
menyelesaikan dongengnya dahulu yang ternyata tidak selesai-selesai sejak 40 hari lalu.
Dengan membaca buku ini, Anda mungkin akan tahu bagaimana Eka pandai sekali
mendeskprisikan segala sesuatu dengan jelas sampai-sampai saya seperti ikut merasa sedang
masuk ke dalam cerita itu. Namun Eka sepertinya bukan tipikal penulis yang suka memberi
ending yang mengejutkan. Justru Eka menawarkan kalimat-kalimat apik yang bisa dikunyah
ketimbang rasa kenyang di akhir cerita.
Ia membuka celananya kemudian berjongkok di atas kakus. Plung! Plung! Terkejutlah ia
dengan bunyi yang nyaring itu. Dibukanya keran air agar suaranya menyaingi bunyi pling,
plung yang menjijikkan. Malu. Dan sambil menikmati saat-saat yang penuh bau itu, si bocah
mulai membacai tiga kalimat Corat-coret di Toilet hal. 24
Sungguh cerita-cerita dalam buku ini kebanyakan menggelitik. Sebab seperti yang sudah
tertulis di atas, cerpen-cerpen ini sering kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari. Mungkin
begitulah sastrawan. Meracik bahan-bahan sederhana untuk diolah menjadi bacaan yang bergizi
tinggi bergantung dari bagaimana cara mengolahnya.

Anda mungkin juga menyukai