0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
495 tayangan4 halaman
Dokumen ini merupakan resensi atas kumpulan cerpen karya Eka Kurniawan berjudul "Corat-coret di Toilet" yang berisi 12 cerita pendek yang sebagian besar bertema sosial seperti kelaparan, pemberontakan, politik, dan kriminalitas. Resensi ini menjelaskan bahasa yang digunakan Eka Kurniawan dalam cerpen-cerpen tersebut yang tinggi dan sulit dipahami. Juga mengulas tema dan alur cerita pendek yang diangkat d
Dokumen ini merupakan resensi atas kumpulan cerpen karya Eka Kurniawan berjudul "Corat-coret di Toilet" yang berisi 12 cerita pendek yang sebagian besar bertema sosial seperti kelaparan, pemberontakan, politik, dan kriminalitas. Resensi ini menjelaskan bahasa yang digunakan Eka Kurniawan dalam cerpen-cerpen tersebut yang tinggi dan sulit dipahami. Juga mengulas tema dan alur cerita pendek yang diangkat d
Dokumen ini merupakan resensi atas kumpulan cerpen karya Eka Kurniawan berjudul "Corat-coret di Toilet" yang berisi 12 cerita pendek yang sebagian besar bertema sosial seperti kelaparan, pemberontakan, politik, dan kriminalitas. Resensi ini menjelaskan bahasa yang digunakan Eka Kurniawan dalam cerpen-cerpen tersebut yang tinggi dan sulit dipahami. Juga mengulas tema dan alur cerita pendek yang diangkat d
KELAS XII.IS.D KELOMPOK 1. Hannisa Putri Sandi ( ) 2. Meilindah Putri ( ) 3. Muchammad Riski ( ) 4. Ranandha Naufal ( ) SMA NEGERI 88 JAKARTA
Judul Buku : Corat coret di Toilet Penulis : Eka Kurniawan Penerbit : PT Gramedia Pustaka Utama Tahun Terbit : 2014 Ukuran : 21 x 14 cm; vi + 125 hlm. Harga : Rp45.000,00
"Aku tak percaya bapak-bapak anggota dewan, aku lebih percaya kepada dinding toilet." "Nada komedi-satirnya cukup kuat dalam Corat-coret di Toilet. Cerdas juga usahanya mengangkat hal kecil yang remeh-temeh menjadi problem kemanusiaan." Maman S. Mahayana; Media Indonesia.
"I decided to translate Corat-coret di Toilet not only because it is one of Eka's best-known short stories, but because it is very blackly funny. It catches perfectly the atmosphere. of student life in Indonesia at the start of the new century, as the brief promise of Reformasi was being extinguished by gangsterism, cynicism, greed, corruption, stupidity, and mediocrity. It also mirrors beautifully the bizarre lingo shared by ex-radicals, sexual opportunists, young inheritors, of the debased culture of the New-Order era, and anarchists avant la lettre. Finally, it shows Eka's gift for startling imagery, sharp and unexpected changes of tone, and his 'extra-dry' sympathy for the fellow-members of his late-Suharto generation." Benedict R. O'G. Anderson; Indonesia. CORAT CORET DI TOILET Membaca kumpulan cerpen Eka Kurniawan ini begitu sulit dipahami. Perlu pemahaman yang kuat dan konsentrasi penuh dalam membaca cerpen ini. Karena bahasa yang digunakan begitu tinggi dengan tata bahasa politikus yang membuat kamu sulit sekali memahami. Terdapat beberapa kata yang membuat saya harus membacanya berulang kali. Untuk yang sudah pernah membaca buku kumpulan cerita cerita Gelak Sedih dan Cerita- cerita Lainnya (Judul Tertangkapnya Si Bandit Kecil Pencuri Roti belum ada),membaca kumpulan cerpen Eka Kurniawan yang ini berarti bernostalgia. Mayoritas cerita dalam buku ini sudah diterbitkan beberapa tahun lalu. Namun bedanya, ada tambahan dua cerpen dalam buku ini yaitu Dewi Amor dan Kandang Babi yang ditulis di tahun yang sama namun belum diterbitkan, yang mungkin merupakan sebuah bonus bagi Anda yang membaca cetakan ulangnya ini. Buat yang sudah pernah baca cetakan terdahulunya, rasanya tidak rugi juga kalau membeli edisi cetakan ulangnya. Sebab cover buku ini (Yang didesain oleh Eka Kurniawan sendiri) benar-benar unik dan berbeda. Dari segi materi kertas yang digunakan sebagai covernya juga, meskipun sederhana namun tetap menarik, apalagi ditambah dengan tulisan yang dicetak dengan tinta timbul. Namun jenis huruf yang dipakai karena terkesan tipis dan kecil. Buku ini berisi 12 cerpen yang hampir semuanya bertemakan isu sosial seperti kelaparan, pemberontakan, politik, dan kriminalitas. Semua kisah yang dituliskan dalam buku ini adalah kisah yang sehari-hari dapat dengan mudah kita jumpai. Sebut saja cerita tentang seorang anak perempuan yang terus dikekang orangtuanya meskipun sudah berumur 17 tahun dalam cerpen Si Cantik yang Tak Boleh Keluar Malam. Atau juga cerita yang dijadikan judul cerpen ini yaitu Corat-coret di Toilet yang menyuarakan aspirasi penggunanya. Juga cerita pendek berjudul Hikayat Orang Gila yang berakhir tragis. Cerita-cerita tersebut sangat erat kaitannya dengan kehidupan di sekitar kita. Tak hanya soal itu saja, Eka juga menyisipkan cerita roman dalam buku ini, antara lain Teman Kencan yang menceritakan kegundahan seorang pemuda yang ingin punya pacar namun akhirnya harus menerima kenyataan pahit perihal orang yang dicintainya dan cerita berjudul Rayuan Dusta untuk Marietje di mana dalam kisah ini ada seorang pemuda yang membual kepada pacarnya agar si pacar sudi menemui dirinya. Juga kisah sederhana Kontrolir Henri yang setiap hari mendapat kiriman bunga dari seorang yang rahasia dalam cerpen Siapa Kirim Aku Bunga?. Dalam cerpen Dongeng Sebelum Bercinta diceritakan kisah sepasang suami istri yang sampai hari ke-40 pernikahan namun mereka belum juga bercinta karena sang istri ingin menyelesaikan dongengnya dahulu yang ternyata tidak selesai-selesai sejak 40 hari lalu. Dengan membaca buku ini, Anda mungkin akan tahu bagaimana Eka pandai sekali mendeskprisikan segala sesuatu dengan jelas sampai-sampai saya seperti ikut merasa sedang masuk ke dalam cerita itu. Namun Eka sepertinya bukan tipikal penulis yang suka memberi ending yang mengejutkan. Justru Eka menawarkan kalimat-kalimat apik yang bisa dikunyah ketimbang rasa kenyang di akhir cerita. Ia membuka celananya kemudian berjongkok di atas kakus. Plung! Plung! Terkejutlah ia dengan bunyi yang nyaring itu. Dibukanya keran air agar suaranya menyaingi bunyi pling, plung yang menjijikkan. Malu. Dan sambil menikmati saat-saat yang penuh bau itu, si bocah mulai membacai tiga kalimat Corat-coret di Toilet hal. 24 Sungguh cerita-cerita dalam buku ini kebanyakan menggelitik. Sebab seperti yang sudah tertulis di atas, cerpen-cerpen ini sering kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari. Mungkin begitulah sastrawan. Meracik bahan-bahan sederhana untuk diolah menjadi bacaan yang bergizi tinggi bergantung dari bagaimana cara mengolahnya.