Anda di halaman 1dari 6

Kerancuan adalah gejala bahasa yang terjadi akibat masuknya unsur

bahasa lain dalam bahasa tertentu (bahasa Indonesia). Dalam bahasa Indonesia,
hal itu diistilahkan kontaminasi. Rancu ialah kacau. Kerancuan bahasa ialah
kekacauan dalam bahasa. Kerancuan dapat terjadi dalam susunan/
penggabungan ataupun pembentukan kata, frasa, dan kalimat.
Sebagai kaum intelektual, generasi penerus bangsa, sudah seharusnya
mahasiswa menggunakan bahasa, khususnya bahasa Indonesia terlepas dari
kerancuan. Mahasiswa harus mampu menyampaikan gagasan/pendapat,
tanggapan, maupun sanggahan dengan bahasa Indonesia yang baik dan benar,
terhindar dari kerancuan.

3.1 Kerancuan Kata


K erancuan pada tingkat kata dapat terjadi karena penggabungan dua
kata yang berbeda dilakukan secara tidak tepat untuk membentuk kata baru,
seperti terlihat pada kalimat berikut.

(1) Sudah berulangkali ia dinasihati keluarganya, tetapi kelakuannya tidak


berubah.

Penggabungan kata ‘berulang’ dan ‘kali’ pada kalimat di atas tidak tepat
karena penggabungan kedua kata tersebut tidak memenuhi sebagai kaidah
penggabungan kata. Seharusnya tidak perlu menggunakan penggabungan dua
kata, cukup dengan mengulang kata-kata tersebut, yaitu: ‘berulang-ulang’ atau
‘berkali-kali’. Dengan demikian, contoh yang tepat sebagai perbaikan kalimat
(1) ialah sebagai berikut.

(2) Sudah berulang-ulang ia dinasihati keluarganya, tetapi kelakuannya tidak


berubah.
(3) Sudah berkali-kali ia dinasihati keluarganya, tetapi kelakuannya tidak
berubah.

Contoh lain penggabungan kata yang tidak tepat terjadi pada kata
‘seringkali’ dan ‘kerapkali’. Kedua kata tersebut merupakan hasil
penggabungan dua kata yang tidak tepat. Disadari atau tidak, hasil
penggabungan tersebut sering digunakan dalam kalimat, seperti terlihat pada
contoh berikut.

Bahasa Indonesia Kontekstual 17


(4) Ia seringkali tidak mengerjakan tugas kuliah.
(5) Ia kerapkali tidak masuk perkuliahan.

Seringkali merupakan kontaminasi dari ‘sering’ dan ‘banyak kali’ atau


‘berkali-kali’. Di samping itu, dalam kasus di atas juga tampak adanya unsur
mubazir. ‘Sering’ artinya berkali-kali atau banyak kali. Jika ditulis ‘seringkali’
berarti maknanya ‘banyak berkali-kali’. Begitu halnya dengan penggabungan
kata ‘kerapkali’. Jika dikembalikan ke bentuk asal maka ditemukan dua bentuk,
yaitu ‘kerap’ dan ‘berkali-kali’. Dengan demikian, perbaikan yang tepat untuk
penulisan kedua gabungan kata apabila dipakai dalam kalimat ialah sebagai
berikut.

(6) Ia sering tidak mengerjakan tugas kuliah.


(7) Ia berkali-kali tidak mengerjakan tugas kuliah.
(8) Ia kerap tidak masuk perkuliahan.
(9) Ia sering tidak masuk perkuliahan.

3.2 Kerancuan Frasa


Dalam hal ini, terdapat dua frasa yang berbeda digabungkan dalam
bentuk frasa yang baru. Penggunaan frasa yang salah dan sering digunakan
dapat dilihat pada contoh berikut.

(10) belok kiri boleh langsung


(11) jangan boleh

Frasa ”belok kiri boleh langsung” merupakan bentuk rancu penggabungan


beberapa frasa, yaitu: belok kiri dan boleh langsung. Apabila yang
dimaksudkan ialah pengendara boleh langsung belok ke kiri, penulisan yang
tepat sebagai berikut.

(12) boleh langsung belok kiri

Adapun frasa ”jangan boleh” merupakan bentuk rancu dari ”jangan biarkan”
dan ”tidak boleh”. Dengan demikian, kalimat:

(13) Jangan boleh ia pergi dari sini.

merupakan kalimat yang rancu. Perbaikan yang tepat untuk kalimat (13) ialah
sebagai berikut.

(14) Jangan biarkan ia pergi dari sini.


(15) Tidak boleh ia pergi. (atau diubah strukturnya)
(16) Ia tidak boleh pergi dari sini.

Contoh lain dari pemakaian frasa yang tidak disadari akan kesalahannya
dan menghantui kita karena sering kita jumpai dalam kalimat dapat dilihat pada
contoh berikut.

Bahasa Indonesia Kontekstual 18


(17) Mahasiswa itu belajar dengan tekun agar tidak menyesal di belakang
hari.

Pemakaian frasa ”belakang hari” pada kalimat di atas kurang tepat. Frasa
”belakang hari” merupakan bentuk rancu. Perbaikan yang dapat dilakukan
dengan mengganti frasa ”belakang” hari dengan bentukan frasa baru, seperti:
kemudian hari, kelak, dan masa yang akan datang. Kalimat (17) dapat
diperbaiki sebagai berikut.

(18) Mahasiswa itu belajar dengan tekun agar tidak menyesal di kemudian
hari.
(19) Mahasiswa itu belajar dengan tekun agar tidak menyesal kelak.
(20) Mahasiswa itu belajar dengan tekun agar tidak menyesal di masa yang
akan datang.

3.3 Kerancuan Kalimat


Kerancuan atau kontaminasi kalimat ialah kalimat dengan susunan yang
kacau. Akan tetapi, susunan kata atau frasa dalam kalimat tersebut dianggap
sebagai sesuatu yang khas sehingga tidak dianggap salah. Padahal, secara
kaidah bahasa itu salah. Pada umumnya kalimat yang rancu terdiri atas dua
bagian yang tidak sesuai. Hal itu dapat dilihat pada contoh-contoh berikut.

(21) Para mahasiswa telah menyelesaikan tugas kemudian diserahkan kepada


dosen.

Kalimat di atas rancu karena menggabungkan dua kalimat yang konsepnya


berbeda, yaitu kalimat aktif dan pasif. Penulisan kalimat yang tepat dapat
dilihat pada contoh berikut.

(22) Para mahasiswa menyelesaikan tugas. Tugasnya diserahkan kepada


dosen.
(23) Para mahasiswa menyelesaikan tugas, kemudian menyerahkannya kepada
dosen. (AKTIF)
Tugas diselesaikannya kemudian diserahkan kepada dosen. (PASIF)

3.4 Ketaksaan
Ketaksaan atau ’ambivalen’ ialah perasaan tidak sadar yang saling
bertentangan terhadap situasi yang sama. Ambivalen dapat juga diartikan
sebagai ’kebingungan’, ’keadaan’, ’sikap’, atau ’perasaan’ yang bertentangan
dengan seseorang pada waktu yang sama.
Dalam kajian ini, yang dimaksud ambivalen ialah ketaksaan atau
kemungkinan makna ganda pada kata atau rangkaian kata, baik yang berupa
frase, klausa, dan kalimat.

Bahasa Indonesia Kontekstual 19


Yang termasuk taksa tingkat kata ialah semua kata yang tergolong
polisemi, yaitu ’satu kata yang memiliki beberapa makna (pengertian).

Contoh:
(24) kandungan : unsur, organ tubuh wanita
(25) kepala : pimpinan, anggota tubuh
(26) kaki : bagian akhir/bawah, anggota tubuh
(27) ramah tamah : sifat, acara makan-makan
(28) canggih : rumit, banyak unsur, modern, utama, lain dari
yang lain

Yang termasuk taksa tingkat frasa ialah gabungan kata yang tidak
predikatif yang memiliki makna lebih dari satu.

Contoh:
(29) bebas parkir : parkir gratis, tidak boleh parkir
(30) hapus papan tulis : meniadakan papan tulis, menghapus tulisan

Yang termasuk taksa tingkat klausa ialah gabungan kata yang memenuhi
unsur sebagai bagian kalimat yang berstruktur gramatikal subjek dan predikat,
tetapi memiliki makna lebih dari satu. Padahal, satu klausa hanya memiliki
makna satu.

Contoh:
(31) terima kasih untuk tidak merokok

Seharusnya : - terima kasih karena (Anda) tidak merokok atau


- terima kasih untuk yang tidak merokok

(32) buku bahasa baru : cetakan terakhir, bahasa baru


(33) istri dosen muda : yang muda ialah istri, yang muda ialah
dosen
Sama halnya dengan kata, frasa, dan klausa, ketaksaan dalam kalimat
juga sering terjadi. Ketaksaan disebabkan kalimat yang disusun memiliki
makna ganda atau membingungkan.

Contoh:
(34) HARAP TURUN BANYAK ANAK KECIL

Seharusnya: ”Pengendara motor diharap turun karena banyak anak kecil.”

(35) HARAP PELAN-PELAN BANYAK ANAK KECIL

Seharusnya: ”Berkendaraanlah dengan pelan-pelan karena banyak anak kecil.”


Contoh lain dari penyusunan kalimat yang menimbulkan makna atau
penafsiran ganda dapat dilihat pada contoh berikut.

(36) Kucing itu makan tikus mati.

Bahasa Indonesia Kontekstual 20


(37) Anak perwira tinggi yang rendah hati.
(38) Vicks menghilangkan tenggorokan gatal.

Perbaikan yang tepat untuk kalimat (36) ialah sebagai berikut.

(39) Kucing itu makan tikus yang sudah mati. (tikus mati)
(40) Kucing itu mati karena makan tikus. (kucing mati)

Perbaikan yang tepat untuk kalimat (37) ialah sebagai berikut.

(41) Perwira tinggi yang rendah hati mempunyai anak. (perwira tinggi rendah
hati)
(42) Perwira tinggi itu mempunyai anak yang rendah hati. (anak rendah hati)

Perbaikan yang tepat untuk kalimat (38) ialah sebagai berikut.

(43) Vicks menghilangkan gatal di tenggorokan. (sakit gatal-gatalnya yang


hilang, bukan tenggorokannya)

Dari beberapa uraian di atas dapat dilihat bahwa salah satu penyebab
kesalahan dalam berbahasa Indonesia disebabkan oleh kebiasaan yang kurang
disiplin dalam berbahasa Indonesia. Kesalahan-kesalahan yang terjadi
dianggap sebagai sesuatu yang biasa dan wajar. Padahal, sebagai mahasiswa
dituntut selalu bersikap kritis dan memulai perubahan untuk perbaikan, tidak
terkecuali dalam berbahasa Indonesia.

Bahasa Indonesia Kontekstual 21


Latihan Soal Materi Kerancuan dan Ketaksaan dalam Bahasa Indonesia

I. Perbaikilah kalimat-kalimat yang terkontaminasi (rancu) di bawah ini


sehingga menjadi kalimat yang benar!

1. Belok kiri mengikuti lampu.


2. Anak itu jangan diperbolehkan memanjat tembok.
3. Ketika saya datang, luh kemana?
4. Ayah dan ibu ke rumah nenek bersama adik.
5. Para pemenang diminta maju ke depan.

II. Tuliskan bentuk yang benar dari ketaksaan berikut ini!

1. Baygon membasmi nyamuk tanpa batuk.


2. Makan sama ayam dan bebek.
3. Beli dua dapat satu.
4. Telepon murah bebas pulsa.
5. Waktu dan tempat kami persilakan.
III. Carilah 10 kata yang tidak tepat penggunaannya, kemudian
benarkan!
IV. Carilah 10 frase yang tidak tepat penggunaannya, kemudian benarkan!
V. Carilah 10 kalimat yang tidak tepat penggunaannya, kemudian benarkan!

Bahasa Indonesia Kontekstual 22

Anda mungkin juga menyukai