Kejadian ini terjadi baru kemarin sore selasa, 07 April 2020 dalam percakapan di rumah. Saat itu sedang berkumpul bersama keluarga sembari makan cemilan khas desa yaitu ubi goring. Percakapan diawali ketika terlihat dari depan rumah tetangga rumah yaitu ibu dengan anaknya baru pulang, tidak tahu darimana yang jelas mereka berboncengan tiga, padahal anak mereka sudah seusia adik saya yang sudah bersekolah kelas 3 smp. Pasti heran bukan, karena mereka masih bisa berboncengan tiga walaupun anak mereka sudah terbilang remaja. Iya, itu semua bisa dilakukan karena anak tetangga rumah saya tersebut menyandang disabilitas, badannya kecil, fisiknya lemah dan tumbuh tidak seperti remaja biasanya. Perbandigannya adik saya dengan anak tetangga saya yaitu, adik saya kelas 3 smp tingginya 172cm, sedangkan dia hanya berkisar 1 meter saja. Pada saat itu ibu saya mengatakan “liat sudah remaja masih bisa dibonceng tiga”, saut adik saya “iya itu ma, kayak anak kecil masian hahaha”. Saya yang mendengar obrolan ibu dan adik saya langsung memotong pembicaraan, dengan nada sopa saya pun berkata “udah ma, jangan bully orang terus, nanti bisa timbal balak ke kita. Biarkan saja tidak usah mencampuri urusan orang lain, dia memang cacat dari lahir tapi tidak pantas untuk dibully”. Wajar saja saya berkata seperti itu, karena sejujurnya saya sangat tidak suka dengan siapapun orangnya yang melakukan Body Shiming (menilai orang lain dari bentuk fisik). Kami semua sama, mendapatkan hak dan kewajiban, tidak sepantasnya kita sombong akan apa yang kita miliki. Kita boleh berteman dengan siapapun, jangan memandang ras, budaya, fisik, adat istiadat bahkan agama. Menurut saya kita hidup dibawah naungan Bhineka Tunggal Ika.