Anda di halaman 1dari 7

seputQ ak;sr sun;d k-g-G

Seputar Aksara Sunda Ka-Ga-Nga (Sejarah dan Penggunaannya)*


Oleh: Dena Setiawan**

PENDAHULUAN
Bangsa Indonesia ini dibentuk oleh bermacam-macam suku yang berbeda, serta
masing-masing memiliki ciri atau karakteristik yang berbeda pula. Setiap suku bangsa
pasti memiliki inovasi dan kreativitas untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Bermacam-macam hasil karya, cipta, dan rasa manusia itu terwujudkan dalam suatu
ikatan yang disebut budaya, yang berupa gagasan, aktivitas, dan artefak (J.J
Hoeningman dalam Sulasman, 2013, kc. 35).
Salah satu suku bangsa Indonesia yang mempunyai berbagai macam budaya yaitu
suku Sunda, yang mayoritas masyarakatnya hidup di daerah jawa Barat dan Banten.
Sebelum dikenalnya aksara Latin yang dikenal pada saat ini, masyarakat Sunda sudah
mempunyai aksara sendiri untuk berkomunikasi melalui tulisan. Salah satu aksaranya
yaitu aksara Sunda. Hal ini diketahui dari berbagai macam hasil tradisi tulis yang
dilakukan masyarakat Sunda sebelum abad ke-17 Masehi.
Secara etimologi, aksara Sunda dibentuk oleh dua kata yaitu aksara dan Sunda.
Aksara adalah sistem tanda grafis tertentu yang digunakan manusia untuk
berkomunikasi dan sedikit-banyaknya mewakili ujaran. Sedangakan kata Sunda itu
sendiri memiliki beberapa arti, diantaranya: 1) dari bahasa Kawi yang artinya adalah
pangkat, air, dan waspada; 2) dari bahasa Sansekerta yang berarti sinar, terang, jelas;
dan 3) manusia pribumi dari Jawa Barat. Kalau diartikan secara gamblang, aksara Sunda
adalah sistem tanda grafis tertentu yang digunakan masyarakat pribumi Jawa Barat
(Sunda) untuk berkomunikasi dan menjadi salah satu ciri budaya masyarakat tersebut.

SEJARAH AKSARA SUNDA


Masyarakat Sunda pernah menggunakan sejumlah aksara dalam tradisi tulisnya.
Hal ini menunjukan bahwa sejak lama masyarakat Sunda termasuk kelompok
masyarakat yang beraksara. Berdasarkan data sejarah, di Jawa Barat telah digunakan
tujuh jenis aksara, yaitu aksara Pallawa, Pranagari, Sunda Kuno, Carakan Jawa, Arab-
Pegon, Cacarakan, dan Latin. Salah satu aksara yang digunakan serta dijadikan salah
satu identitas keberadaan budaya Sunda pada masa kini adalah aksara Sunda.
Aksara Sunda merupakan aksara hasil kreatifitas dan kearifan lokal masyarakat
Sunda yang mendapat pengaruh dari aksara Pallawa India. Pada dasarnya, ada tiga tipe
aksara Pallawa, yaitu: (1) Pallawa Awal, (2) Pallawa Lanjut, dan (3) Nagari. Meskipun
bersumber dari aksara Pallawa, namun bentuknya telah mengalami “pelokalan” yang
menandakan kekhasan karakteristik kearifan lokal masyarakat Sunda (kuno).
Peninggalannya dapat ditemukan pada tradisi tulis abad ke-8 s.d 16 Masehi, yaitu pada
prasasti Kawali (Ciamis), piagam Kabantenan (Bekasi), dan Prasasti Batu Tulis
(Bogor). Selain pada prasasti dan piagam, aksara Sunda juga ditemukan dalam naskah-
naskah Sunda kuno. Aksara pada naskah Sunda kuno memiliki variasi bentuk dari
aksara pada prasasti, namun demikian tidak terdapat perbedaan mendasar yang begitu
besar. Aksara Sunda yang digunakan pada prasasti, piagam dan naskah-naskah kuno
disebut aksara Sunda Kuno. Aksara Sunda Kuno tersebut menjadi cikal bakal aksara
Sunda standar atau yang biasa disebut Aksara Sunda Ka-Ga-Nga.
Aksara Sunda mengalami perjalanan yang cukup panjang, dan eksistensinya
sempat menghilang selama beberapa abad. Namun hasil dari pengkajian para ahli dan
pemprov Jawa Barat, pada tahun 1999 dikeluarkanlah Surat Keputusan nomor
434/SK.614-Dis.PK/99 tentang pembakuan aksara Sunda. Yang menarik yaitu pada
keputusan poin kedua, berbunyi “Menetapkan Aksara Sunda Kuno sebagai Aksara
Sunda yang harus dipelihara dan disebarluaskan pemakaiannya di lingkungan
masyarakat Sunda khususnya di Jawa Barat.” Sejak saat itu, aksara daerah yang
dibakukan di Jawa Barat adalah aksara Sunda kuno.
Pada tahun 2008 aksara Sunda telah mengalami standarisasi dan modifikasi
mutakhir. Aksara Sunda standar tersebut telah didaftarkan kepada Konsorsium
Internasional Unicode, sehingga saat ini telah memiliki slot karakter khusus pada tabel
sistem komputerisasi aksara dunia. Beberapa perubahan dilakukan pada aksara Sunda
kuno oleh tim standarisasi aksara Sunda. Oleh karena itu, meskipun tak banyak, kita
dapat melihat bahwa bentuk aksara Sunda standar saat ini agak berbeda dengan aksara
Sunda kuno.
TATA TULIS AKSARA SUNDA
Berdasarkan bentuk tata tulisnya, aksara Sunda „standar‟ berjumlah 30 aksara,
yang mencakup 7 aksara „swara‟ (vokal mandiri) dan 23 aksara „ngalagena‟
(konsonan). Aksara swara atau ngalagena bisa menempati posisi awal, tengah, dan
akhir pada suatu kata. Aksara ngalagena mempunyai sifat “logo-silabik”, artinya tulisan
yang bisa mewakili suatu kata atau suku kata.
Urutan abjad ngalagena pada awalnya hanya berjumlah 18, yaitu: / ka ga nga ca
ja nya ta da na pa ba ma ya ra la wa sa ha /. Seiring dengan perkembangan zaman,
dilakukan penambahan pada aksara ngalagena yang disesuaikan dengan konsonan pada
bahasa Indonesia, yaitu: / fa, qa, va, xa, za /, ditambah dengan 7 aksara swara, yaitu: / a,
é, i, o, u, e, eu /. Oleh karena itu, jumlah aksara ngalagena berjumlah 23 aksara. Selain
itu ada pula lambang bilangan, yaitu angka-angka dasar yang mempunyai nilai nol
sampai dengan sembilan.
Dalam tata tulis aksara Sunda, ada yang disebut dengan vokalisasi. Vokalisasi
adalah imbuhan (rarangkén) untuk merubah, menambah, dan membuang/menghapus
suara vokal dari aksara ngalagena. Lambang vokalisasi atau imbuhan ini berjumlah tiga
belas serta ditempatkan di atas, di bawah, atau sejajar dengan aksara ngalagena.
Imbuhan yang ditempatkan di atas aksara ngalagena berjumlah lima. Imbuhan yang
ditempatkan di bawah aksara ngalagena berjumlah tiga. Selain itu, yang ditempatkan
sejajar dengan aksara ngalagena berjumlah lima, yang dibagi menjadi: satu imbuhan
ditempatkan di sebelah kiri, dua imbuhan ditempatkan di sebelah kanan, dan dua
imbuhan lainnya ditempatkan di sebelah kanan dengan agak menjorok ke bawah.

Aksara Sunda Standar


1) Aksara Swara ‘Vokal Mandiri’

Aksara
Aksara Latin Aksara Sunda Aksara Latin
Sunda
a e
i o

é eu

u
2) Aksara Ngalagena (konsonan) Pada Bahasa Sunda

Aksara Latin Aksara Sunda Aksara Latin Aksara Sunda

ka pa

ga ba

nga ma

ca ya

ja ra

nya la

ta wa

da sa

na ha

3) Aksara Ngalagena (Serapan dari Bahasa Indonesia)

Aksara Latin Aksara Sunda Aksara Latin Aksara Sunda


fa va
qa xa
za

4) Imbuhan/Rarangkén (Vokalisasi)
a) Imbuhan (Rarangkén) yang ditulis di atas lambang aksara dasar.

Rarangkén Harkat Suara Bentuk Dipakai Dibaca


1 2 3 4 5

panghulu /i/ ki

pamepet /e/ re
1 2 3 4 5

paneuleung /eu/ teu

panglayar /+r/ bar

panyecek /+ng/ yang

Penggunaan imbuhan (rarangkén) dalam sebuah kata


Rarangkén Contoh Kata Dibaca

panghulu baki

pamepet melak

paneuleung teuteup

panglayar sabar

panyecek hayang

b) Imbuhan (rarangkén) yang ditulis di bawah lambang aksara dasar.

Rarangkén Harkat Suara Bentuk Dipakai Dibaca

panyuku /u/ pu

panyakra /+r+/ kra

panyiku /+l+/ sla

Penggunaan imbuhan (rarangkén) dalam sebuah kata


Rarangkén Contoh Kata Dibaca

panyuku ngapung

panyakra cakra

panyiku Klatén
c) Rarangkén yang ditulis sejajar dengan aksara dasar berjumlah lima, yaitu:

Ngaran Harkat Sora Bentuk Dipakai Dibaca


panéléng /é/ né
panolong /o/ do

pamingkal /+y+/ sya


pangwisad /+h/ mah
pamaéh /Ø/ k

Penggunaan imbuhan (rarangkén) dalam sebuah kata


Ngaran Contoh Kata Dibaca
panéléng hésé
panolong bodo

pamingkal syahid

pangwisad imah
pamaéh dadas

d) Lambang Angka
Sistem tata tulis aksara Sunda pun dilengkapi dengan lambang angka-angka. Cara
penulisan angka pada aksara Sunda sama dengan aksara Latin, yaitu dari kiri ke kanan.
Penulisan angka pada aksara Sunda biasanya diapit oleh garis vertikal (|....|), karena
beberapa lambang angkanya mirip dengan aksara ngalagena.

Angka Bentuk Angka Bentuk


1 6
2 7
3 8
4 9
5 0

Sebagai contoh, angka 2015 dituliskan dengan lambang seperti ini:


e) Tanda Baca
Semua tanda baca pada aksara Latin digunakan dalam penggunaan kalimat atau
paragraf beraksara Sunda. tanda baca yang dimaksud seperti: titik (.), koma (,), titik-
koma (;), tanda kutip (“...”), tanda tanya (?), tanda seru (!), tanda hubung (-), garis
miring (/), dll. Ukuran fisik tanda baca disesuaikan dengan ukuran fisik aksara Sunda.

DAFTAR PUSTAKA
Referensi
Baidilah, Idin dkk. (2008). Direktori Aksara Sunda untuk Unicode. Bandung. Disidik
Provinsi Jawa Barat.
Nurwansah, Ilham. (2013). Font Aksara Sunda Kuna Sebagai Penunjang Kajian
Filologi Sunda. Bandung (Tidak diterbitkan).
Sudaryat, Yayat. (2015). Wawasan Kesundaan. Bandung. Jurusan Pendidikan Bahasa
Daerah FPBS UPI Bandung.
Sulasman. (2013). Teori-teori Kebudayaan: Dari Teori Hingga Aplikasi. Bandung.
Pustaka Setia.

Situs Internet
www.id.wikipedia.org/Aksara_Sunda
www.su.wikipedia.org/Aksara_Sunda
www.ilhamnurwansah.wordpress.com

*
Disampaikan pada acara Sundanese Day di SMA Madania, Bogor.
**
Alumni Jurusan Pendidikan Bahasa Daerah, FPBS-UPI Bandung.

Anda mungkin juga menyukai