Anda di halaman 1dari 17

Referat

STUNTING

Oleh:

Ahmad Sidqi Erik Syofiantito 1710070100064

Pratiwi Sonia Putri 1710070100068

Fadilla Yusra 1710070100075

Putri Aulia Syarif 1710070100076

Wangi Kamtala Syafti 1710070100079

Preseptor:

dr. Fitria Rhahmadani, Sp.A, M. Biomed

BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS


KEDOKTERAN UNIVERSITAS BAITURRAHMAH
RSUD DR. ACHMAD MOCHTAR
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas berkat dan rahmat-Nya, sehingga penulis
dapat menyelesaikan Referat yang berjudul “Stunting”. Adapun tujuan dalam pembuatan
referat ini adalah sebagai tugas kepanitraan klinik senior bagian anak di RSUD DR. Achmad
Mochtar. Penulis mengucapkan rasa terimakasih kepada dr. Fitria Rhahmadani, Sp. A, M.
Biomed yang telah memberikan bimbingan dan kepada semua pihak yang telah membantu
baik secara langsung maupun tidak langsung dalam menyelesaikan Referat ini.
Penulis menyadari bahwa referat ini masih jauh dari kata sempurna, baik mengenai
isi, susunan bahasa, maupun kadar ilmiahnya. Hal ini disebabkan keterbatasan pengetahuan
dan pengalaman dari penulis dalam menyelesaikan referat ini. Oleh karena itu penulis
mengharapkan kritik dan saran yang akan penulis jadikan pelajaran sehingga penulisan
referat ini dapat kearah yang lebih baik. Demikianlah yang dapat penulis sampaikan, semoga
referat ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca umumnya untuk
dapat meningkatkan pengetahuan.

Padang, Agustus 2022

Penulis
DAFTAR ISI

BAB I ............................................................................................................................ 3
1. 1 Latar Belakang ................................................................................................... 3
1.2 Tujuan Penulisan ................................................................................................. 3
1.3 Manfaat Penulisan ............................................................................................... 3
BAB II ........................................................................................................................... 4
2.1 Definisi Stunting.................................................................................................. 4
2.2 Epidemiologi ....................................................................................................... 5
2.3 Etiologi ................................................................................................................ 5
2.4 Patofisiologi ........................................................................................................ 6
2.5 Manifestasi klinis ................................................................................................ 7
2.6 Diagnosa .............................................................................................................. 8
2.7 Penatalaksanaan ................................................................................................ 12
BAB III ....................................................................................................................... 14
3.1 Kesimpulan ....................................................................................................... 14
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................. 15

2
BAB I
PENDAHULUAN

1. 1 Latar Belakang
Anak adalah seseorang yang yang belum berusia 18 tahun, termasuk anak yang
masih di dalam kandungan.1 Menurut Kementerian Kesehatan, batasan anak balita
adalah setiap anak yang berada pada kisaran umur 12-59 bulan.2 Stunting
merupakan kondisi kronis yang menggambarkan terhambatnya pertumbuhan karena
malnutrisi jangka panjang. Stunting menurut WHO Child Growth Standart
didasarkan pada indeks panjang badan dibanding umur (PB/U) atau tinggi badan
dibanding umur (TB/U) dengan batas (z-score) kurang dari -2 SD.3
Menurut Riset Kesehatan Dasar tahun 2013, prevalensi kejadian stunting di
Indonesia sebesar 37,2%, dimana dari jumlah presentase tersebut, 19,2% anak
pendek dan 18,0% sangat pendek. 4 Diketahui angka tertinggi ada pada provinsi
Nusa Tenggara Timur sebesar >50%, dan yang terendah pada provinsi Kepulauan
Riau, DI Yogyakarta, dan DKI Jakarta dan Kalimantan Timur, yaitu sebesar
<30%.5 Stunting berhubungan dengan meningkatkanya resiko terjadinya kesakitan dan
kematian khusus pada balita yang stunting.6 Balita yang mengalami stunting memiliki
risiko terjadinya penurunan kemampuan intelektual, produktivitas, dan penurunan
kualitas hidup akibat meningkatnya risiko infeksi di masa mendatang. 3
1.2 Tujuan Penulisan
1.2.1 Tujuan Umum
Untuk mendapatkan informasi mengenai stunting
1.2.2 Tujuan Khusus
Mengetahui dan memahami mengenai stunting.
1.3 Manfaat Penulisan
1. Sebagai sumber media informasi.
2. Untuk memenuhi tugas referat kepaniteraan klinik senior di bagian Anak RSUD
DR. Achmad Mochtar Bukittinggi tahun 2022.

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Stunting


Stunting merupakan kondisi kronis yang menggambarkan terhambatnya
pertumbuhan karena malnutrisi jangka panjang. 3 Balita pendek (stunting) dapat
diketahui bila seorang balita telah diukur panjang atau tinggi badannya, lalu
dibandingkan dengan standar dan hasilnya berada di bawah normal. Stunting
didasarkan pada indeks pengukuran panjang badan dibanding umur (PB/U) atau
atau tinggi badan dibanding umur (TB/U) jika berada pada ambang batas (z-score)
kurang dari -2SD atau dibawah persentil 3, dan dikategorikan sangat pendek (severe
stunting) jika nilai z-scorenya kurang dari -3SD.5

Gambar 2.1 Kurva Tinggi Badan Menurut Usia (TB/U) WHO6


4
2.2 Epidemiologi
Menurut Global Nutrition Report tahun 2016 oleh UNICEF, diketahui
bahwa prevalensi stunting di seluruh dunia pada anak usia dibawah 5 tahun
sebesar 23,8%, yang sebelumnya telah turun dari angka 39,6% pada tahun
1990.7 Dari hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 menyatakan
bahwa persentase stunting di Indonesia pada tahun 2013 adalah 37,2%, dimana
19,2% terdiri dari stunting dan 18% lainnya merupakan severe stunting. Global
Nutrition Report tahun 2014 menunjukkan Indonesia termasuk dalam 17 negara
di antara 117 negara, yang mempunyai tiga masalah gizi yaitu stunting, wasting
dan overweight pada balita.5
Provinsi Sumatera Barat khususnya Bukitiinggi angkat kejadian stunting
pada tahun 2017 dan 2018 terjadi peningkatan yang cukup signifikan dimana
pada tahun 2017 angka kejadian stunting adalah 178 dan pada tahun 2018
menjadi 618 kasus kejadian stunting. 8

2.3 Etiologi
Stunting dapat disebabkan oleh berbagai macam hal, namun diklasifikasikan
menjadi 2 yaitu variasi normal dan patologis. Pada variasi normal, stunting
dikategorikan menjadi: 9
• Familial short stature (perawakan pendek familial)
Adalah variasi normal dari perawakan pendek yang ditandai dengan kecepatan
tumbuh normal, usia tulang normal, tinggi badan kedua orangtua pendek, dan
tinggi akhir anak dibawah persentil 3 atau z score dibawah -2 SD.9
- Constitutional delay of growth and puberty (CDGP)
Merupakan salah satu kategori dari pubertas terlambat yang paling sering
ditemui dalam praktek sehari-hari, didefinisikan sebagai tidak timbulnya tanda-
tanda seks sekunder pada usia 12 tahun untuk anak perempuan dan pada usia
14 tahun untuk anak laki-laki. Anak dengan CDPG memiliki perawakan
pendek, pubertas terlambat, usia tulang terambat, namun tidak terdapat kelianan
organik yang mendasarinya. Pada pasien CDPG ditemukan riwayat keluarga
dengan pubertas terlambat dan hal ini menunjukkan bahwa faktor genetic

5
berperan dalam awitan pubertas.9
Kelainan patologis pada stunting dapat dibedakan menjadi proporsional dan
tidak proporsional. Stunting dengan tubuh proporsional meliputi malnutrisi,
intrauterine growth retardation (IUGR), psychosocial dwarfism, penyakit kronik,
dan kelainan endokrin, seperti defisiensi hormon pertumbuhan, hipotiroid, sindrom
Cushing, resistensi hormon pertumbuhan/ growth hormone (GH), dan
defisiensi Insulin-like growth faktor 1 (IGF-1). Sedangkan stunting dengan badan
tidak proporsional disebabkan oleh kelainan tulang, seperti kondrodistrofi, displasia
tulang, sindrom Kallman, sindrom Marfan, dan sindrom Klinifelter. Etiologi - etologi
tersebut dapat diingat dengan menggunakan metode mnemonic “KOKPENDK”
yang terdiri dari:10
K = kelainan kronis: penyakit organik, non organik (infeksi/ non infeksi)
O = obat-obatan (glukokortikoid, radiasi)
K = kecil masa kehamilan (KMK) dan berat badan lahir rendah (BBLR)
P = psikososial
E = endokrin
N = nutrisi dan metabolik
D = displasia tulang
K = kromosom dan sindrom

2.4 Patofisiologi
Stunting merupakan representasi dari disfungsi sistemik dalam fase
perkembangan anak dan tanda dari adanya malnutrisi kronik. Faktor utama dalam
mekanisme stunting adalah adanya inflamasi pada penyakit kronik, dan penyakit
dengan resistensi terhadap hormon pertumbuhan. Pada inflamasi penyakit kronik,
akan terjadi kaheksia, yaitu ditandai dengan turunnya nafsu makan, meningkatnya
laju metabolisme basal, berkurangnya massa otot, dan tidak efisiennya penggunaan
lemak dalam tubuh sebagai energi.11
Selain itu, juga terjadi malabsorpsi makanan, intoleransi makan, dan adanya efek
obat dari terapi yang sedang dijalani, contohnya steroid. Hal ini kemudian akan
mengakibatkan adanya proses akut, yaitu penurunan berat badan. Kaheksia pada

6
akhirnya akan menyebabkan defisiensi makronutrisi, vitamin dan mineral. Adanya
resistensi terhadap GH pada suatu penyakit, contohnya gagal ginjal kronik dan
konsumsi obat golongan steroid akan menyebabkan terhambatnya pertumbuhan
linear, menurunnya massa otot dan kepadatan tulang. Lama kelamaan, hal tersebut
akan menyebabkan efek kronis pada tubuh, yaitu adanya stunting, menurunnya
kualitas hidup, dan meningkatnya risiko dari infeksi. 11

2.5 Manifestasi Klinis


Pertumbuhan yang normal menggambarkan kesehatan anak yang baik.
Pertumbuhan tinggi badan merupakan suatu proses yang berkelanjutan. Stunting
dikategorikan menjadi variasi normal dan patologis. Variasi normal dalam stunting
meliputi 2 berserta masing-masing gejala klinisnya, yaitu: 9
 Familial short stature (perawakan pendek familial):
a. pertumbuhan yang selalu berada dibawah persentil 3 atau -2 SD
b. kecepaan pertumbuhan normal
c. usia tulang normal
d. tinggi badan kedua atau salah satu orangtua yang pendek
e. tinggi akhir dibawah persentil 3 atau -2 SD 9
 Constitutional delay of growth and puberty (CDGP):
a. perlambatan pertumbuhan linear pada 3 tahun pertama kehidupan
b. pertumbuhan linear normal atau hamper normal pada saat pra pubertas
dan selalu berada di bawah persenti 3 atau -2 SD
c. usia tulang terlambat
d. maturase seksual terlambat
e. tinggi akhir biasanya normal9
Anak dengan CDGP umumnya terlihat normal dan disebut dengan late
bloomer. Biasanya terdapat riwayat pubertas terlambat dalam keluara, usia tulang
terlambat, akan tetapi masih sesuai dengan usia tinggi. Anak dengan familial short
stature selama periode bayi dan pra pubertas akan mengalami pertumbuhan yang
sama seperti anak dengan CDGP. Anak -anak ini akan tumbuh memotong garis
persentil dalam 2 tahun pertama kehidupan dan mencari potensi genetiknya,
7
pubertas terjadi normal dengan tinggi akhir berada dibawah persentil 3 atau -2 SD,
tetapi masih normal sesuai potensi genetiknya dan paralel dengan tinggi badan
orangtua, dimana tinggi potensi genetik (TPG) seseorang dapat diukur dengan
rumus sebagai berikut: 12
Target height/mid parental height :12
Laki laki : (TB Ayah + (TB Ibu + 13)) x ½
Perempuan : (TB Ibu + (TB Ayah + 13)) x ½
Tinggi Potensi Genetik (TPG) : Target Height ± 8,5 cm
2.6 Diagnosis

Anamnesis
Anamnesis pada anak dengan stunting meliputi: 12
• Riwayat kelahiran dan persalinan, juga meliputi BB dan PB lahir
• Pola pertumbuhan keluarga
• Riwayat penyakit kronik dan konsumsi obat-obatan
• Riwayat asupan nutrisi ataupun penyakit nutrisi sebelumnya
• Riwayat pertumbuhan dan perkembangan
• Data antropometri sebelumnya
• Data antropometri kedua orangtua biologisnya

Pemeriksaan Fisik
Pada kasus stunting, pemeriksaan fisik yang perlu dilakukan adalah: 12
- Pemeriksaan antropometri berat badan, tinggi badan, dan lingkar
kepala Pengukuran antropometri menggunakan kurva WHO yang
meliputi pengukuran berat badan menurut usia (BB/U), tinggi badan
menurut usia (TB/U), dan berat badan menurut tinggi badan (BB/TB),
juga lingkar kepala menurut usia.12

- Disproporsi Tubuh

Dihitung dengan mengukur rentang lengan dan rasio segmen atas


berbanding segmen bawah (U/L). Rentang lengan adalah jarak terjauh
dari rentangan kedua tangan, diukur dari ujung jari tengah kanan ke
ujung jari tengah kiri. Rentang lengan ini sama dengan tinggi badan
8
(TB)pada periode bayi, dan 3-5 cm lebih panjang dari TB pada anak.12

Rasio segmen atas dan bawah diukur dengan menghitung segmen


bawah terlebih dahulu, yaitu dengan cara mengukur panjang
simfisis pubis hingga telapak kaki. Selanjutnya, untuk mendapatkan
nilai segmen atas, nilai TB dikurangi dengan segmen bawah, sehingga
didapatkannya rasio antar keduanya. Nilai standar rasio berubah sesuai
dengan berubahnya usia. Rasio U/L pada bayi baru lahir (BBL) adalah
sebsar 1,7, dan mendekati 1 pada usia 8-10 tahun.9
• Stigmata sindrom, tampilan dismorfik, dan kelainan tulang.

Tabel 2.1 contoh sindrom dengan cirinya masing-masing, yaitu:9

Perempuan dengan webbed neck, cubitus valgus, Sindrom Tuner


shield chest Small
Triangular facies, hemihypertrophy, clinodactyly Sindrom Russel Silver

Bird headed dwarfism, mikikrosefal,mikrognati Sindrom seckel


Brakisefali, simian crease, makroglosia Sindrom Down

- Pemeriksaan tingkat maturasi kelamin (status pubertas)


Pada fase pubertas terjadi perubahan fisik, sehingga pada akhirnya anak
akan memiliki kemampuan bereproduksi. Terdapat 5 perubahan
khusus yang terjadi pada pubertas, yaitu pertambahan tinggi badan
yang cepat (pacu tumbuh), perkembangan seks sekunder,
perkembangan organ reproduksi, perubahan komposisi tubuh, juga
perubahan sistem sirkulasi dan sistem respirasi yang berhubungan
dengan kekuatan dan stamina tubuh. 13

9
Tahap perkembangan maturasi genitalia dinyatakan dalam stadium Tanner
untuk laki-laki dan perempuan sebagai berikut: 13

Gambar 2.2 Perkembangan Status Pubertas pada Anak Laki Laki 13


Pada laki-laki, penis dan rambut pubis mulai tumbuh hampir
bersamaan dengan pacu tumbuh. Bentuk penis berubah dari bentuk infantile
ke bentuk dewasa dalam waktu kurang lebih 2 tahun. Rambut pubis tumbuh
secara bertahap yang dinyatakan dalam 5 tahap, yaitu P1-P5. P5 rambut pubis
sudah mencapai bentuk dewasa sampai pusar dan biasanya tercapai pada usia
15-16 tahun.14

Gambar 2.3 Tahap Perkembangan Fisik Anak Perempuan pada Masa Pubertas 13
Pada perempuan, perkembangan pubertas biasanya dimulai dengan
budding payudara, namun sekitar 15% dari perempuan normal mengalami
perkembangan rambut pubis terlebih dahulu. Rambut pubis mulai tumbuh
pada usia 11 tahun. Pacu tumbh pada anak perempuan dimulai sekitar usia
9,5 tahun dan berakhir pada usia sekitar 14,5 tahun. Umumnya menarke
terjadi dalam 2 tahun sejak berkembangnya payudara dengan rata-rata pada
usia 12,8 tahun dan rentang usia 10-16 tahun. Haid merupakan tahap akhir
10
pubertas pada perempuan. Dengan terjadinya haid secara periodik, maka
akan berakhirlah pertumbuhan fisik pada perempuan. 14
 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang dilakukan pada anak dengan stunting dengan indikasi :12
- Tinggi badan dibawah presentil 3 atau -2SD
• Kecepatan tumbuh dibawah presentil 25 atau laju pertumbuhan ≤ 4cm/ tahun
(pada usia 3-12 tahun)
• Perkiraan tinggi dewasa dibawah mid parental hight
Pemeriksaan penunjang yang mungkin dilakukan :1
1. Skrining penyakit sistemik

- Darah perifer lengkap, urin rutin, feses rutin


- Laju endap darah (LED)
- Kreatinin, natrium, kalium, analisis gas darah (kadar bikarbonat),
kalsium, fosfat, alkali fosfatase 1
2. Pemeriksaan lanjutan
- Fungsi tiroid
- Analisis kromoson
- Uji stimulasi/ provokasi untuk hormon pertumbuhan
Pada anak dengan stunting harus dilakukan pemeriksaan secara baik
dan terarah agar tata laksananya optimal. Kriteria awal pemeriksaan anak
dengan stunting yaitu:
• TB dibawah persentil 3 atau -2 SD
• Kecepatan tumbuh dibawah persentil 25
• Perkiraan tinggi badan dewasa dibawah midparental height1

11
Berikut merupakan algoritme pendekatan diagnostik anak dengan stunting:

Gambar 2.4 Algoritma Diagnosis Stunting13

2.7 Penatalaksanaan
Pada varian normal stunting tidak perlu dilakukan terapi hormonal, cukup
observasi saja bahwa diagnosisnya merupakan fisiologis bukan patologis. Akhir-
akhir ini telah ada penelitian yang menyatakan bahwa penggunaan aromatase
inhibitor sebagai terapi adjuvant atau tunggal pada Familial Short Stature dan
Constitutional Delay of Growth and Puberty melalui mekanisme menghambat kerja
estrogen pada lempeng pertumbuhan. Namun masih perlu dilakukan penelitian lebih
lanjut mengenai hal ini, maka sebaiknya tidak digunakan secara rutin terlebih
dahulu.14
Terapi dengan menggunakan hormon pertumbuhan memiliki tujuan
memperbaiki prognosis tinggi badan dewasa. Dari berbagai penelitian terakhir telah
ddapat dilihat bahwa hasil tinggi akhir anak yang mendapat GH jauh lebih baik

12
daripada prediksi tinggi badan pada awal pengobatan. Pada tahun 1995 FDA telah
menyetujui pemakaian hormon pertumbuhan untuk defisiensi hormon pertumbuhan,
gagal ginjal kronik, sindrom Turner, sindrom Prader Willi, anak anak IUGR,
perawakan pendek idiopatik, orang dewasa dengan defisiensi hormon pertumbuhan,
dan orang dewasa dengan AIDS wasting.14

13
BAB III
KESIMPULAN

Stunting merupakan kondisi kronis yang menggambarkan terhambatnya


pertumbuhan karena malnutrisi jangka panjang. Stunting menurut WHO Child
Growth Standart didasarkan pada indeks panjang badan dibanding umur (PB/U)
atau tinggi badan dibanding umur (TB/U) dengan batas (z-score) kurang dari -2
SD.3
Menurut Riset Kesehatan Dasar tahun 2013, prevalensi kejadian stunting
di Indonesia sebesar 37,2%, dimana dari jumlah presentase tersebut, 19,2% anak
pendek dan 18,0% sangat pendek. 4 Diketahui angka tertinggi ada pada provinsi
Nusa Tenggara Timur sebesar >50%, dan yang terendah pada provinsi
Kepulauan Riau, DI Yogyakarta, dan DKI Jakarta dan Kalimantan Timur,
yaitu sebesar <30%.5
Stunting berhubungan dengan meningkatnya risiko terjadinya kesakitan
dan kematian serta terhambatnya pertumbuhan mental dan motorik, sehingga
perlu adanya perhatian khusus pada balita dengan stunting.6 Balita yang
mengalami stunting memiliki risiko terjadinya penurunan kemampuan
intelektual, produktivitas, dan penurunan kualitas hidup akibat meningkatnya
risiko infeksi di masa mendatang.3
Stunting dibagi menjadi 2, yaitu variasi normal dan patologis. Stunting
variasi normal terdiri dari familial short stature (perawakan pendek familial) dan
constitutional delay of growth and puberty (CDGP). Stunting variasi normal
tidak membutuhkan terapi hormon pertumbuhan, namun cukup observasi
terhadap keadaan gizi anak. 9

14
DAFTAR PUSTAKA

1 Kementerian Kesehatan RI. Kondisi Pencapaian Program Kesehatan Anak


Indonesia. 2014.
2. Kementerian Kesehatan RI. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2013.
3. Kusuma KE, Nuryanto. Faktor risiko kejadian stunting pada anak usia 2-3
tahun (Studi di Kecamatan Semarang Timur). Journal of Nutrition College.
2013; 2(4): 523-30.
4. Badan Penelitian Dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan
RI. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013. 2013.
5. Kementrian Kesehatan RI. Situasi Balita Pendek. 2016.
6. Purwandini K, Kartasurya MI. Pengaruh pemberian micronutrient sprinkle terhadap
perkembangan motorik anak stunting usia 12 - 36 bulan. Journal of Nutrition College.
2013; 2(1): 50-9
7. UNICEF. Global Nutrition Report: From Promise to Impact Ending
Malnutrition by 2030. 2016.
8. Lubis, kholilah. Analisis geospasial sebaran stunting di kota Bukittingi. Jurnal
kesehatan 2021. 13(1):43-44.
9. Batubara JRL, Susanto R, Cahyono HA. Pertumbuhan dan Gangguan
Pertumbuhan. Dalam: Buku Ajar Endokrinologi Anak. Edisi 1. Jakarta:
UKK Endokrinologi Anak dan Remaja IDAI; 2015:29-32.
10. Tridjaja B. Short Stature (Perawakan Pendek) Diagnosis dan Tata Laksana.
Dalam: Best Practices in Pediatrics. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia
Cabang DKI Jakarta; 2013:11-8.
11. Sevilla WMA. Nutritional Considerations in Pediatric Chronic Disease.
Pediatr Rev. 2017; 38(8):343-52.
12. Pudjiadi AH, Hegar B, Handryastuti S, Idris NS, Gandaputra EP,
Harmoniati ED, editor. Perawakan Pendek. Dalam: Pedoman Pelayanan
Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta: Ikatan Dokter Anak
Indonesia; 2009 243-9.
13. Batubara JRL. Adolescent Development (Perkembangan Remaja). Sari

15
Pediatri. 2010; 12(1):21-9.
14. Pulungan AM. Pubertas dan Gangguannya. Dalam: Buku Ajar
Endokrinologi Anak. Edisi 1. Jakarta: UKK Endokrinologi Anak dan
Remaja IDAI; 2015:89-94.

16

Anda mungkin juga menyukai