Anda di halaman 1dari 28

Case Report

“TALASEMIA”

Oleh :
Monika Rai Islamiah
Sekar Mentari
William Bahagia

Perceptor:
dr. Firdaus Djunid, Sp. A

KEPANITRAAN KLINIKSMF ILMU KESEHATAN ANAK


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH AHMAD YANI METRO
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG
2018
BAB 1

STATUS PASIEN

Status Pasien

Tanggal Masuk RSAY : 14 Mei 2018 pukul 15:57

No RM : 335782

2.1 Anamnesis

a. Identitas

Nama pasien : An. PA

Jenis Kelamin : Perempuan

Usia : 13 th

Agama : Islam

Suku : Jawa

Alamat : Lampung Timur

b. Riwayat Penyakit

Autoanamnesis dan Alloanamnesis dilakukan dengan ibu os pada tanggal 15

Mei 2018

Keluhan Utama : Pucat dan lemas

Keluhan Tambahan : Kepala pusing dan mual


c. RPS :

OS datang ke rumah sakit Ahmad Yani dengan keluhan pucat dan lemas.

Pucat dan lemas sudah dirasakan 1 hari sebelum masuk rumah sakit. Selain

pucat dan lemas, pasien juga merasakan sering sakit kepala dan mual. Pasien

tidak mengeluh demam, muntah juga tidak ada.

d. RPD :

Pasien terdiagnosis thalasemia dan sudah rutin menjalani transfusi darah dari

pasien usia 2 tahun. Pasien terdiagnosis thalasemia pada usia 2 tahun saat

pasien menjalani pengobatan Tuberkulosa Paru. Pada saat itu pasien

mempunyai kadar hemoglobin sangat rendah dan harus segera di transfusi.

Sejak saat itu pasien terdiagnosis thalasemia dan rutin transfusi darah setiap 2-

3 bulan sekali. Namun, semenjak 3 tahun yang lalu pasien harus mendapatkan

transfusi darah satu kali sebulan.

e. RPK :

keluarga pasien tidak ada yang mengalami keluhan serupa baik dari garis

keturunan ayah maupun ibu

f. Riwayat kehamilan ibu :

Pasien adalah anak pertama dari kelahiran pertama dan kehamilan pertama

tanpa ada abortus sebelumnya. Selama kehamilan, ibu pasien menjalani

pemeriksaan kehamilan rutin di bidan. Pada saat hamil, ibu pasien tidak

mengonsumsi obat-obatan jangka panjang/jamu, hanya saja ibu pasien sering

melakukan pekerjaan berat seperti berladang dan berkebun selama hamil. Pada

saat hamil ibu pasien mengaku berat badannya tidak bertambah dan perutnya

kecil.

g. Riwayat Persalinan :
Ibu o.s. melahirkan dibantu oleh bidan. Lahir prematur pada saat usia

kehamilan kurang lebih 36 minggu

Berat lahir : 1900 gr

Panjang badan : 32 cm

Cacat :-

Keadaan lahir : Langsung menangis, kulit kemerahan, tidak ada kebiruan saat

menangis. Setelah lahir bayi tidak dirawat di rumah sakit atau fasilitas

pelayanan kesehatan lain, hanya dirawat dirumah

h. Riwayat Imunisasi

Imunisasi yang dilakukan Imunisasi dasar, lengkap

i. Riwayat perkembangan

1. Miring di usia 4 bulan

2. Tengkurap 5 bulan

3. Duduk 8 bulan

4. Merangkak 9 bulan

5. Berdiri 12 bulan

6. Berjalan 14 bulan

7. Berbicara 20 bulan

Tidak ada keterlambatan dalam perkembangan gerak motorik kasar, halus, dan

bicara.

j. Riwayat Makanan

1. Anak minum ASI sampai usia 12 bulan

2. MPASI dimulai di usia 6 bulan ( bubur SUN)

3. MPASI nasi tim usia 8 bulan

4. 12 bulan mulai makanan lunak-dewasa


2.2 Pemeriksaan Fisik

a. Status Present

Keadaan Umum : tampak sakit sedang

Kesadaran : compos mentis

TD :110/70 mmHg

Suhu : 36,6 °C

RR : 28 x/menit

Saturasi Oksigen : 98%

Frekuensi nadi : 96 x/menit

Berat Badan : 27 kg

Tinggi Badan : 135 cm

b. Status generalis

Kelainan mukosa kulit/ subkutan yang menyeluruh

Pucat : (+)

Sianosis : tidak sianosis

Ikterus : tidak ikterus

Oedem : Tidak ada oedem pada ekstremitas, abdomen, dan regio

lainnya

Turgor : Baik

Pembesaran KGB : Tidak ada pembesaran KGB leher, aksila, inguinal, dan KGB

lainnya

Kepala

Wajah : Simetris, normochepal


Rambut : Hitam, tidak mudah dicabut

Mata : Sklera ikterik (-/-), konjungtiva anemis (+/+), mata cekung (-),

oedem (-/-)

Hidung : Simetris, nafas cuping hidung (-), sekret (-)

Mulut : sianosis (-), bibir kering (+), Faring hiperemis (-), pembesaran

tonsil (-)

Leher

Bentuk : Simetris

Trakea : Deviasi (-)

KGB : Tidak terdapat pembesaran

Thorax

Paru

Bentuk : Simetris, normal

Inspeksi : Pengembangan paru kanan-kiri (+/+), retraksi (-), luka (-)

Palpasi : Pengembangan paru (+/+), nyeri (-/-)

Perkusi : Sonor-hipersonor

Auskultasi : vesikuler di seluruh lapang paru

Jantung

Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat

Palpasi : Ictus cordis teraba di SIC IV midclavicula sinistra, frekuensi

normal

Perkusi : Batas jantung normal


Auskultasi : BJ1 BJ2 murni reguler, murmur (-), gallop (-)

Abdomen

Inspeksi : Cembung

Auskultasi : Bising usus (+) Normal 12x/menit

Perkusi : pekak

Palpasi : nyeri tekan (-), teraba splenomegali (+)

Ekstremitas

Tidak ada sianosis, oedem (-), CRT< 2 s

2.3 Pemeriksaan Penunjang

Darah Lengkap ( 14 Mei 2018)

Jenis Hasil Satuan Nilai Keterangan

Rujukan

Leukosit 7,3 3
10 /μL 5-10 Normal

Eritrosit 3,50 3
10 /μL 3,08-5,05 Normal

Hemoglobin 7,1 g/dL 12-16 Menurun

Hematokrit 43,4 % 37-48 Normal

MCV 64,8 fL 80-92 Menurun

MCH 21,6 pg 27-31 Menurun

MCHC 33,4 g/dL 32-36 Normal

Trombosit 365 103/μL 150-450 Normal

RDW 13,5 % 12,4-14,4 Normal


2.4 Follow Up

S O A P
Keluhan Status Assesment Penatalaksanaan
15/5/2018 KU : Sakit sedang Thalasemia Transfusi whole
Pucat, lemas, KS : Compos mentis blood 486 ml ≈ 500
kepala pusing Nadi : 96 x/min ml (2 kantong)
SpO2 : 98% Terapi kelasi besi:
RR : 28 x/menit Deferiprone 675 mg
T : 36,6°C 3x1
BB : 27 Kg Vit C 100 mg 1x1
Kepala:
Simetris, tidak ada kelainan
Mata:
konjungtiva anemis (+/+),
sklera tidak ikterik.
Hidung:
Sekret dari hidung (-), napas
cuping hidung (-)
Mulut:
Mulut kering (+)
Leher:
pembesaran KGB (-),
deviasi trakea (-)
Paru:
I :Simetris, retraksi (-), tidak
tampak sesak
P :Ekspansi
kanan=kiri
A : vesikuler
Jantung:
I : Ictus cordis tak terlihat
P : Ictus cordis teraba
P : Batas jantung normal
A : BJ I/II reguler, murmur
(-), gallop (-)
Abdomen:
I : cembung
A : Bising usus (+) Normal
P : pekak (+)
P : Nyeri tekan (-), hepar (-)
teraba, lien (+) schuffner 4
teraba
Ekstremitas :
Ekstremitas superior
Oedem -/-, sianosis -/-
Ekstremitas inferior Oedem
-/-, sianosis -/-

2.5 Diagnosis banding

 Thalasemia alfa

 Thalasemia beta

 Anemia hemolitik

2.6 Diagnosa Kerja

Thalasemia

2.7 Tatalaksana

Transfusi whole blood 486 ml ≈ 500 ml (2 kantong)

Terapi kelasi besi:

Deferiprone 675 mg 3x1

Vit C 100 mg 1x1

2.8 Prognosis

Ad vitam : dubia ad bonam

Ad functionam : dubia ad bonam

Ad sanationam : ad bonam
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI

Thalasemia adalah kelompok dari anemia herediter yang diakibatkan oleh

berkurangnya sintesis salah satu atau lebih rantai globin. Normalnya HbA memiliki rantai

polipeptida α dan β, dan yang paling penting thalasemia dapat ditetapkan sebagai α - atau

β -thalassemia. Thalassemia adalah suatu kelompok anemia hemolitik kongenital herediter

yang diturunkan secara autosomal, disebabkan oleh kekurangan sintesis rantai polipeptid

yang menyusun molekul globin dalam hemoglobin. Thalassemia adalah sekelompok

gangguan genetic heterogen pada sintesis Hb yang ditandai dengan tidak adanya /

berkurangnya sisntesis rantai globin dan diturunkan secara kodominan autosomal sehingga

eritrosit mempunyai sedikit kemampuan mengikat O2. Thalassemia bukan termasuk dalam

hemoglobinopati karena thalassemia merupakan penyakit yang mengurangi atau

meniadakan hemoglobin (dari segi kuantitas), sedangkan hemoglobinopati lebih ke arah

kualitas dari hemoglobin itu sendiri.

Thalassemia adalah penyakit genetik yang diturunkan secara autosomal resesif

menurut hukum Mendel dari orang tua kepada anak-anaknya. Penyakit thalassemia

meliputi suatu keadaan penyakit dari gelaja klinis yang paling ringan (bentuk heterozigot)

yang disebut thalassemia minor atau thalassemia trait (carrier = pengemban sifat) hingga

yang paling berat (bentuk homozigot) yang disebut thalassemia mayor. Bentuk heterozigot

diturunkan oleh salah satu orang tuanya yang mengidap penyakit thalassemia, sedangkan

bentuk homozigot diturunkan oleh kedua orang tuanya yang mengidap penyakit

thalassemia.
2.2 EPIDEMIOLOGI

Kelainan Hemoglobin pada awalnya endemik di 60% dari 229 negara,


berpotensi mempengaruhi 75% kelahiran. Namun sekarang cukup umum di 71%
dari Negara Negara di antara 89% kelahiran. Tabel 2.3-1 menunjukkan perkiraan
prevalensi konservatif oleh WHO regional. Setidaknya 5,2% dari populasi dunia
(dan lebih dari 7% wanita hamil) membawa varian yang signifikan. S Hemoglobin
membawa 40% carir namun lebih dari 80% kelainan dikarenakan prevalensi
pembawa local sangat tinggi. Sekitar 85% dari gangguan sel sabil (sickle-cell
disorders), dan lebih dari 70% seluruh kelahiran terjadi di afrika. Selain itu,
setidaknya 20% dari populasi dunia membawa Thalassemia α +.

Diantara 1.1% pasangan suami istri mempunya resiko memiliki anak dengan
kelainan hemoglobin dan 2.7 per 1000 konsepsi terganggu. Pencegahan hanya
memberikan pengaruh yang kecil, pengaruh prevalensi kelahiran dikalkulasikan
antara 2.55 per 1000. Sebagian besar anak anak yang lahir dinegara berpenghasilan
tinggi dapat bertahan dengan kelainan kronik, sementara di Negara Negara yang
berpengasilan rendah meninggal sebelum usia 5 tahun. Kelainan hemoglobin
memberikan kontribusi setara dengan 3.4% kematian padan anak usia di bawah 5
tahun di seluruh dunia.

Di seluruh dunia, 15 juta orang memiliki presentasi klinis dari thalassemia.

Fakta ini mendukung thalassemia sebagai salah satu penyakit turunan yang
terbanyak : menyerang hampir semua golongan etnik dan terdapat pada hampir

seluruh negara di dunia.Thalassemia α ditemukan terutama di Asia tenggara dan

kepulauan mediterania, tahlassemia α+ tersebar di Afrika, Mediterania, Timur

Tengah, India dan Asia Tenggara. Angka kariernya mencapai 40-80 %.

Thalassemia β memiliki distribusi sama dengan thalassemia α. Dengan

pengecualian di beberapa Negara, frekuensinya rendah di Afrika, tinggi di

Mediterania dan bervariasi di Timur Tengah, India dan Asia Tenggara. HbE yang

merupakan varian thalassemia sangat banyak dijumpai di India, Birma dan beberapa

Negara Asia Tenggara. Adanya interaksi HbE dan thalassemia β menyebabkan

thalassemia HbE sangat tinggi di wilayah ini. Tingginya frekuensi thalassemia juga

mempengaruhi kekebalan HbE ini terhadap malaria plasmodium falsiparum yang

berat. Hal ini membuktikan penyakit ini disebabkan oleh mutasi baru dan

penyebarannya dipengaruhi oleh seleksi local oleh malaria.

Thalassemia ternyata tidak saja terdapat di sekitar Laut Tengah, tetapi juga di

Asia Tenggara yang sering disebut sebagai sabuk thalassemia (WHO, 1983) sebelum

pertama sekali ditemui pada tahun 1925. Di Indonesia banyak dijumpai kasus

thalassemia, hal ini disebabkan oleh karena migrasi penduduk dan percampuran

penduduk. Menurut hipotesis, migrasi penduduk tersebut diperkirakan berasal dari

Cina Selatan yang dikelompokkan dalam dua periode. Kelompok migrasi pertama

diduga memasuki Indonesia sekitar 3.500 tahun yang lalu dan disebut Protomelayu

(Melayu awal) dan migrasi kedua diduga 2.000 tahun yang lalu disebut Deutromelayu

(Melayu akhir) dengan fenotip Monggoloid yang kuat. Keseluruhan populasi ini
menjadi menjadi Hunian kepulauan Indonesia tersebar di Kalimantan, Sulawesi, pulau

Jawa, Sumatera, Nias, Sumba dan Flores.

Pada tahun 1955, Lie-Injo Luan Eng dan Yo Kian Tjai, telah melaporkan

adanya 3 orang anak menderita thalassemia mayor dan 4 tahun kemudian ditemukan

23 orang anak dengan penyakit yang serupa di Indonesia. Dalam kurun waktu 17

tahun, yaitu dari tahun 1961 hingga tahun 1978 telah menemukan tidak kurang dari

300 penderita dengan sindrom thalassemia ini.

Jumlah penderita thalassemia di Indonesia hingga tahun ini naik 8,3 persen dari total

3.653 penderita yang tercatat selama tahun 2006. Hampir 90 persen, para penderita

penyakit genetik pada sintesis hemoglobin itu berasal dari kalangan masyarakat

miskin.

Tabel. Estimasi prevalensi carir dari varian gen hemoglobin dan hubungan konsepsi
2.3 ETIOLOGI

Dasar kelainan pada thalassemia berlaku secara umum yaitu kelainan

thalassemia-α disebabkan oleh delesi gen atau terhapus karena kecelakaan genetik,

yang mengatur produksi tetramer globin,sedangkan pada thalassemia-β karena adanya

mutasi gen tersebut. individu normal yang mempunyai 2 gen alfa yaitu alfa thal 2 dan

alfa thal 1 terletak pada bagian pendek kromosom 16 (aa/aa). Hilangnya satu gen

(silent carrier) tidak menunjukkan gejala klinis sedangkan hilangnya 2 gen hanya

memberikan manifestasi ringan atau tidak memberikan gejala klinis yang jelas.

Hilangnya 3 gen (penyakit Hb H) memberikan anemia moderat dan gambaran klinis

talasemia-α intermedia. Afinitas Hb H terhadap oksigen sangat terganggu dan

destruksi eritrosit lebih cepat. Delesi ke 4 gen alfa (homosigot alfa thal 1, Hb Barts

Hydrops fetalis) adalah tidak kompatibel dengan kehidupan akhir intra uterin atau neo

natal tanpa transfusi darah.


Gen yang mengatur produksi rantai beta terletak di sisi pendek kromosom 11.

Pada thalassemia-β, mutasi gen disertai berkurangnya produksi mRNA dan

berkurangnya sintesis globin dengan struktur normal. Di bedakan dalam 2 golongan

besar thalassemia-β :

 Memproduksi sedikit rantai beta (tipe beta plus)

 Tidak ada produksi rantai beta (tipe beta nol)

2.4 KLASIFIKASI

Talasemia dapat diklasifikasikan berdasarkan 2 hal berikut, yaitu sebagai berikut.

 Klinis

 Genetik/Molekuler

Berdasarkan Klinis, ada tida tngkat talasemia berdasarkan klasifikasi klinis yakni:

 Talasemia mayor, sangat tergantung pada tranfusi

 Talasemia minor/ karier tanpa gejala

 Talasemia intermedia

Berdasarkan molekuler, thalassemia dibagi menjadi thalassemia alfa dan

thalassemia beta yang terdiri sebagai berikut:

a. Thalassemia Alfa disebabkan mutasi salah satu atau seluruh globin rantai alfa.

Thalassemia alfa terdiri dari :

 Silent Carrier State : Gangguan pada 1 rantai globin alfa. Keadaan ini

tidak timbul gejala sama sekali atau sedikit kelainan berupa sel darah

merah yang tampak lebih pucat.


 Alfa Thalassemia Trait : Gangguan pada 2 rantai globin alfa. Penderita

mengalami anemia ringan dengan sel darah merah hipokrom dan

mikrositer, dapat menjadi carrier.

 Hb H Disease : Gangguan pada 3 rantai globin alfa. Penderita dapat

bervariasi mulai tidak ada gejala sama sekali, hingga anemia yang berat

yang disertai dengan pembesaran limpa.

 Alfa Thalassemia Mayor :Gangguan pada 4 rantai globin alpha.

Thalasemia tipe ini merupakan kondisi yang paling berbahaya pada

thalassemia tipe alfa. Kondisi ini tidak terdapat rantai globin yang

dibentuk sehingga tidak ada HbA atau HbF yang diproduksi. Janin yang

menderita alpha thalassemia mayor pada awal kehamilan akan

mengalami anemia, membengkak karena kelebihan cairan, perbesaran

hati dan limpa. Janin ini biasanya mengalami keguguran atau meninggal

tidak lama setelah dilahirkan.

*A 4- Delesi gen tidak selalu mempertimbangkan kemungkinan untuk hidup (hidrops fetalis).
Hgb CS = Hemoglobin Constant Spring.

Sumber : Hastings, the children’s hospital Oakland hematology/oncology handbook


b. Thalassemia Beta terjadi jika terdapat mutase pada satu atau dua rantai globin beta

yang ada. Thalassemia beta terdiri dari :

 Beta Thalassemia Trait : Thalasemia jenis ini memiliki satu gen normal

dan satu gen yang bermutasi. Penderita mengalami anemia ringan yang

ditandai dengan sel darah merah yang mengecil (mikrositer).

 Thalassemia Intermedia : Kondisi ini kedua gen mengalami mutasi tetapi

masih bisa produksi sedikit rantai beta globin. Penderita mengalami

anemia yang derajatnya tergantung dari derajat mutasi gen yang terjadi.

Kondisi antara thalasemia mayor dan minor, mengakibatkan anemia berat

dan masalah lain seperti deformitas tulang dan pembengkakan limpa.

Rentang keparahan klinis pada thalassemia intermedia ini cukup lebar, dan

batasnya dengan kelompok thalassemia mayor tidak terlalu jelas sehingga,

keduanya dibedakan berdasarkan ketergantungan penderita pada tranfusi

darah.

 Thalassemia Mayor : Kondisi ini kedua gen mengalami mutasi sehingga

tidak dapat memproduksi rantai beta globin. Terjadi bila kedua orang

tuanya membawa gen pembawa sifat Thalasemia

2.5 Patogenesis dan Patofisiologi

a. Thalassemia Beta

Thalassemia beta terjadi jikia terdapat substitusi satu basa pada bagian kosong gen

globin β. Bila mengenai bagian promoter, menurunkan jumlah transkripsi gen globin

β dan menyebabkan Thalassemia β minor. Mutasi pada bagian akhir (3’)

mempengaruhi prosesing mRNA dan menyebabkan Thalassemia β mayor. Karena

banyaknya mutasi pada Thalassemia β, pasien yang nampaknya homozigot mungkin


merupakan heterozigot dari 2 lesi molekuler yang berbeda. Jarang sekali pasien

dengan Thalassemia β memiliki Hb A2 normal, biasanya hal ini terjadi pada

gabungan Thalassemia β dan δ. Thalassemia δβ dibagi menjadi (δβ) + dan (δβ)o.

Thalassemia (δβ)+ dihasilkan oleh penggabungan gen δ dan β selama miosis,

menghasilkan varian fenotip Thalassemia δβ. Pada Thalassemia (δβ) o, terjadi delesi

gen δ dan β, dengan gen γ yang utuh. Delesi yang lebih panjang yang juga mengenai

LCR gen β globin, menginaktifkan seluruh komplek gen dan menghasilkan

Thalassemia (εγδβ)o .

Kelebihan rantai α mengendap pada membran sel eritrosit dan prekursornya. Hal ini

menyebabkan pengrusakan prekursor eritrosit yang hebat intra meduler.

Kemungkinan melalui proses pembelahan atau proses oksidasi pada membran sel

prekursor. Eritrosit yang mencapai darah tepi memiliki inclusion bodies yang

menyebabkan perusakan di lien dan oksidasi membran sel, akibat pelepasan heme dan

denaturasi hemoglobin dan penumpukan besi pada eritrosit. Sehingga anemia pada

Thalassemia β disebabkan oleh berkurangnya produksi dan pemendekan umur

eritrosit.

Kombinasi anemia pada thallasemia β dan eritrosit yang kaya HbF dengan afinitas

oksigen tinggi, menyebabkan hipoksia berat yang menstimulasi prosuksi eritropoetin.

Hal ini mengakibatkan peningkatan masa eritroid yang tidak efektif dengan perubahan

tulang, peningkatan absorpsi besi, metabolisme rate yang tinggi dan gambaran klinis

thallasemia β mayor. Penimbunan lien dengan eritrosit abnormal mengakibatkan

pembesaran limpa. Juga diikuti dengan terperangkapnya eritrosit, leukosit dan

trombosit di dalam limpa, sehingga menimbulkan gambaran hipersplenisme.


b. Thalassemia Alfa

Patologi molekular dan genetik pada Talesemia α lebih komplek dari Talesemia β,

karena adanya 2 gen α globin pada tiap pasang kromosom 16. Genotip normal α

globulin digambarkan αα/αα. Talasemia αo, disebabkan beberapa delesi pada 2 gen

tersebut. Homozigot dan heterozigot digambarkan -/- dan -/αα. Jarang sekali

Talasemia αo disebabkan oleh delesi gen bagian yang mirip LCR α globin, 40 kb di

atas kumpulan gen α globin atau pemutusan lengan pendek kromosom 16. Pada

beberapa kasus terjadi delesi pada 1 bagian dari pasangan gen α globulin, sedangkan

yang lain utuh – α/αα. Lainnya memiliki 2 gen globin tapi salah satu mengalami

mutasi sehingga menyebabkan inaktivasi sebagian atau seluruhnya.

Dengan adanya HbH dan Bart’s, patologi seluler Talesemia α berbeda dengan

Talesemia β. Pembentukan tetramer ini mengakibatkan eritropoesis yang kurang

efektif. Tetramer HbH cenderung mengendap seiring dengan penuaan sel,

menghasilkan inclusion bodies.

Proses hemolitik merupakan gambaran utama kelainan ini. Hal ini semakin berat

karena HbH dan Bart’s adalah homotetramer, yang tidak mengalami perubahan

allosterik yang diperlukan untuk transpor oksigen. Seperti mioglobin, mereka tidak

bisa melepaskan oksigen pada tekanan fisiologis. Sehingga tingginya kadar HbH dan

Bart’s sebanding dengan beratnya hipoksia. Bentuk heterozigot talesemia αodan – α+

menghasilkan ketidakseimbangan jumlah rantai tetapi pasiennya mampu bertahan

dengan penyakit HbH. Kelainan ini ditandai dengan adanya anemia hemolitik,

adaptasi terhadap anemianya sering tidak baik, karena HbH tidak berfungsi sebagai

pembawa oksigen.
2.6 Penegakan Diagnosa

Penegakan diagnosa pada kasus thalassemia meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik, dan

pemeriksaan penunjang.

a. Anamnesis

Penderita pertama datang dengan keluhan anemia/pucat, tidak nafsu makan, gangguan

tumbuh kembang dan perut membesar karena pembesaran hati dan limpa. Umumnya,

keluhan ini muncul pada usia 6 bulan.

Anamnesis yang umum didapatkan pada penderita thalasemia sebagai berikut:

 Pucat yang lama (kronis)

 Terlihat kuning

 Mudah infeksi

 Perut membesar akibat hepatosplenomegali

 Pertumbuhan terhambat/pubertas terlambat

 Riwayat transfusi berulang (jika sudah pernah transfusi sebelumnya)

 Riwayat keluarga yang menderita thalassemia

b. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik pada penderita Thalasemia yang didapatan berupa pucat, bentuk

muka mongoloid, dapat ditemukan ikterus, gangguan pertumbuhan, dan splenomegali

dan hepatomegali yang menyebabkan perut membesar.

c. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan meliputi:

 Darah tepi lengkap:

o Hemoglobin
o Sediaan apus darah tepi (mikrositer, hipokrom, anisositosis,

poikilositosis, sel eritrosit muda /normoblas, fragmentosit, sel target)

o Indeks eritrosit: MCV, MCH, dan MCHC menurun, RDW meningkat.

Bila tidak menggunakan cell counter, dilakukan uji resistensi osmotik

1 tabung (fragilitas).

 Konfirmasi dengan analisis hemoglobin menggunakan:

o Elektroforesis hemoglobin: tidak ditemukannya HbA dan

meningkatnya HbA2 dan HbF

o Jenis Hb kualitatif → menggunakan elektroforesis cellulose acetate

o Hb A2 kuantitatif → menggunakan metode mikrokolom

o Hb F → menggunakan alkali denaturasi modifikasi Betke

o HbH badan inklusi → menggunakan pewarnaan supravital (retikulosit)

o Metode HPLC (Beta Short variant Biorad): analisis kualitatif dan

kuantitatif.

 Thalasemia Alfa Trait

Pasien dengan 2 gen globin alfa akan mengalami anemia ringan, dengan nilai

hematokrit antara 28% sampai dengan 40%. Kadar volume eritrosit rata-rata (MCV)

rendah, yaitu antara 60-75 fL. Apusan darah tepi menunjukkan abnormalitas ringan,

meliputi mikrosit, hipokromi, kadang terdapat sel target, dan akantosit (sel dengan

tonjolan membulat yang berjarak tidak teratur). Angka retikulosit dan parameter besi

dalam batas normal. Elektroforesis hemoglobin menunjukkan tidak adanya

peningkatan pada hemoglobin A2 atau hemoglobin F dan tidak didapatkan

hemoglobin H disease. Alfa Thalasemia trait seringkali didiagnosis pada pasien


dengan anemia ringan, mikrositosis nyata, dan tidak terdapat peningkatan hemoglobin

A2 atau hemoglobin F.

 Hemoglobin H Disease

Pada pasien ini terdapat anemia hemolitik dengan derajat bervariasi, dengan kadar

hematokrit 28% sampai 32%. Kadar MCV rendah, yaitu 60-70 fL. Apusan darah tepi

menunjukkan abnormalitas dengan hipokromi, mikrositosis, sel target dan

poikilositosis. Angka retikulosit meningkat. Elektroforesis hemoglobin menunjukkan

adanya hemoglobin yang bermigrasi cepat (hemoglobin H) dalam jumlah 10-40% dari

hemoglobin. Apusan darah tepi dapat diperjelas dengan cat khusus untuk menunjukkan

adanya hemoglobin H.

 Thalasemia Beta Minor

Seperti pada pasien Thalasemia alfa trait, pasien akan mengalami anemia ringan dengan

hematokrit berkisar antara 28%-40%. Kadar MCV berkisar antara 55- 75 fL, dan angka

eritrosit bisa normal atau meningkat. Apusan darah tepi menunjukkan abnormalitas

ringan dengan hipokromi, mikrositosis, dan sel target. Berbeda dengan Thalasemia alfa,

pada Thalasemia beta minor bisa terdapat basofil stippling. Angka retikulosit bisa

normal atau sedikit meningkat. Elektroforesis hemoglobin menunjukkan peningkatan

hemoglobin A2 berkisar antara 4-8% dan terkadang terjadi peningkatan hemoglobin F

antara 1-5%.

 Thalasemia Beta Mayor

Thalasemia beta mayor menyebabkan anemia berat dan tanpa transfusi, hematokrit

dapat turun sampai dibawah 10%. Apusan darah tepi menunjukkan abnormalitas,
poikilositosis berat, hipokromi, mikositosis, sel target, basofil stippling dan eritrosit

berinti. Hemoglobin A sangat sedikit bahkan tidak ditemukan. Hemoglobin A2

ditemukan dalam jumlah yang sangat bervariasi, dan hemoglobin utama yang dapat

ditemukan adalah hemoglobin F.

d. Skrining

Skrining merupakan pemantauan perjalanan penyakit dan pemantauan hasil terapi yang

lebih akurat. Pemeriksaan ini meliputi Hematologi rutin untuk mengetahui kadar Hb

dan ukuran sel darah, gambaran darah tepi untuk melihat bentuk, warna, dan

kematangan sel-sel darah, feritin dan iron serum (SI) untuk melihat status besi, analisis

hemoglobin untuk diagnosis dan menentukan jenis Thalasemia, serta analisis DNA

untuk diagnosis prenatal (pada janin) dan penelitian.

2.7 Diagnosa Banding

a. -Thalasemia

Sifat -Thalasemia (dua gen delesi ) harus dibedakan dari anemia ringan tipe

mikrositik termasuk defisiensi besi dan -thalasemia minor. Berbeda pada anak

anak dengan defisiensi besi, juga dengan sifat -Thalasemia yang memiliki Hb

elektroporesis normal setelah usia 4-6 bulan. Akhirnya, perjalanan dari rendahnya

MCV (96 fL) saat lahir atau tampilan Hb bart’s pada hemoglobinopati neonatal,

screening tes memperlihatkan -Thalasemia.

Anak -anak dengan HbH memiliki gejala ikterus dan splenomegali, dan

kelainan tersebut harus disingkirkan dari hemolitik anemia lainnya. Kunci

diagnosis adalah meningkatnya MCV dan memperlihatkan hipokrom pada apusan


darah. Dengan pengecualian pada -thalasemia, memiliki kelainan hemolitik berupa

normal atau peningkatan MCV dan tidak hipokromik.

b. -Thalasemia

-Thalasemia minor harus dibedakan dari penyebab lain dari mikrositik ringan,

hipokromik anemia, defisiensi besi dan -thalasemia. Berbeda dengan penderita

anemia difisiensi besi, mereka dengan -thalassemia minor memiliki peningkatan

jumlah eritrosit dan index MCV dibagi eritrosit dengan hasil di bawah 13. Secara

umum, ditemukannya peningkatan Hb A2 merupakan diagnosis. Namun rendahnya

HbA2 juga dapat disebabkan oleh defesiensi besi yang terjadi secara bersamaan.

Sehingga dapat mengaburkan diagnosis dan sering salah diagnosis dengan

anemia defesiensi besi.

-Thalassemia major sering sangat beda dari kelainan lain. Hb elektroporesis dan

study keluarga membuktikan mudah membedakan dengan Hb E--Thalassemia,

yang paling penting adalah tranfusi rutin merupakan poin penting diagnosa -

Thalassemia.

2.8 Tatalaksana

Adapun tatalaksana yang dapat diberikan antara lain:

1. Transfusi darah

Prinsipnya: pertimbangkan matang-matang sebelum memberikan transfusi darah.

Transfusi darah pertama kali diberikan bila:


a. Hb <7 g/dL yang diperiksa 2 kali berturutan dengan jarak 2 minggu

b. Hb ≥ 7g/dL disertai gejala klinis:

 Perubahan muka/facies Cooley

 Gangguan tumbuh kembang

 Fraktur tulang

 Curiga adanya hematopoietik ekstrameduler, antara lain massa

mediastinum Pada penanganan selanjutnya, transfusi darah diberikan Hb

≤8 g/dL sampai kadar Hb 10-11 g/dL.

Bila tersedia, transfusi darah diberikan dalam bentuk PRC rendah leukosit

(leucodepleted).

2. Medikamentosa

 Asam folat: 2 x 1 mg/ hari

 Vitamin E: 2 x 200 IU / hari

 Vitamin C: 2-3 mg/kg/hari (maksimal 50 mg pada anak < 10 tahun dan 100 mg pada

anak ≥ 10 tahun, tidak melebihi 200 mg/hari) dan hanya diberikan saat pemakaian

deferioksamin (DFO), tidak dipakai pada pasien dengan gangguan fungsi jantung.

 Kelasi besi

Terapi kelasi besi dimulai jika :

o Feritin ≥ 1000 ng/mL

o Bila pemeriksaan feritin tidak tersedia, dapat digantikan dengan pemeriksaan

saturasi transferin ≥ 55%

o Bila tidak memungkinkan dilakukannya pemeriksaan laboratorium, maka

digunakan kriteria sudah menerima 3-5 liter atau 10-20 kali transfusi.

Kelasi besi pertama kali dimulai dengan Deferioksamin/DFO:

o Dewasa dan anak ≥3 tahun: 30-50 mg/kgBB/hari, 5-7 x seminggu subkutan


(sk) selama 8-12 jam dengan syringe pump.

o Anak usia <3 tahun: 15-25 mg/kg BB/hari dengan monitoring ketat (efek

samping: gangguan pertumbuhan panjang dan tulang belakang/vertebra).

o Pasien dengan gangguan fungsi jantung: 60-100 mg/kg BB/hari IV kontinu

selama 24 jam.

o Pemakaian deferioksamin dihentikan pada pasien-pasien yang sedang hamil,

kecuali pasien menderita gangguan jantung yang berat dan diberikan kembali

pada trimester akhir deferioksamin 20-30 mg/kg BB/hari.

o Ibu menyusui tetap dapat menggunakan kelasi besi ini.

o Jika tidak ada syringe pump dapat diberikan bersama NaCl 0,9% 500 ml

melalui infus (selama 8-12 jam).

o Jika kesediaan deferoksamin terbatas: dosis dapat diturunkan tanpa

mengubah frekuensi pemberian.

Pemberian kelasi besi dapat berupa dalam bentuk parenteral (desferioksamin) atau oral

(deferiprone/ deferasirox) ataupun kombinasi.

 Terapi kombinasi (Desferioksamin dan deferiprone) hanya diberikan pada

keadaan:

o Feritin ≥3000 ng/ mL yang bertahan minimal selama 3 bulan

o Adanya gangguan fungsi jantung/kardiomiopati akibat kelebihan besi

o Untuk jangka waktu tertentu (6-12 bulan) bergantung pada kadar feritin dan

fungsi jantung saat evaluasi

3. Pemantauan
Selain pemantauan efek samping pengobatan, pasien talasemia memerlukan

pemantauan rutin:

 Sebelum transfusi: darah perifer lengkap, fungsi hati

 Setiap 3 bulan: pertumbuhan (berat badan, tinggi badan)

 Setiap 6 bulan: feritin

 Setiap tahun: pertumbuhan dan perkembangan, status besi, fungsi jantung, fungsi

endokrin, visual, pendengaran, serologis virus.

Anda mungkin juga menyukai