Anda di halaman 1dari 65

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Penyakit stroke merupakan penyebab kematian kedua dan penyebab disabilitas ketika di

dunia. Dampak stroke tidak hanya dirasakan oleh penderita, tetapi juga oleh keluarga dan

masyarakat di sekitamya. Penelitian memperlihatkan bahwa kejadian stroke terus meningkat

di berbagai negara berkembang termasuk Indonesia 1.

Definisi stroke menurut WHO adalah tanda-tanda klinis yang berkembang cepat akibat

gangguan fungsi otak fokal atau global, dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24

jam atau lebih atau menyebabkan kematian, tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain

vaskuler2. Stroke terjadi apabila pembuluh darah otak mengalami penyumbatan atau pecah

yang mengakibatkan otak tidak mendapatkan pasokan darah yang membawa oksigen

sehingga terjadi kematian sel atau jaringan otak. Pembagian stroke berdasarkan patologi

anatomi dan manifestasi klinisinya yaitu stroke non-hemoragik (iskemik) dan stroke

hemoragik3.

Data World Stroke Organization menunjukkan bahwa setiap tahunnya ada 13,7 juta kasus

baru stroke, dan sekitar 5,5 Juta kematian terjadi akibat penyakit stroke. Sekitar 70%

penyakit stroke dan 87% kematian dan disabilitas akibat stroke terjadi pada negara

berpendapatan rendah dan menengah. Lebih dari empat decade terkahir, kejadian stroke

pada negara berpendapatan rendah dan menengah meningkat 2 kali lipat. Data Riskesdas

2013 prevalensi stroke nasional 12,1 per mil, sedangkan pada Riskesdas 2018 prevalensi
stroke 10,9 per mil, tertinggi di Provinsi Kalimantan Timur (14,7 per mil), terendah di

Provinsi Papua (4,1 per mil)2.

Di Indonesia penyakit ini menduduki posisi ketiga setelah jantung dan kanker. Pada

tahun 2007, hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) menunjukkan data 8, 3 per 1000

penduduk menderita stroke. Sedangkan pada tahun 2013, terjadi peningkatan yaitu sebesar

12,1%. Stroke juga menjadi penyebab kematian utama di hampir semua rumah sakit di

Indonesia, yakni sebesar 14,5%. Jumlah penderita stroke di Indonesia menurut diagnosis

tenaga kesehatan (Nakes) pada tahun 2013, diperkirakan sebanyak 1.236.825 orang dari

seluruh penderita stroke yang terdata, sebanyak 80% merupakan jenis stroke iskemik10.

Sampai saat ini stroke masih merupakan penyebab gangguan fungsional yang pertama,

dan sebanyak 15 – 30 % penderita stroke mengalami kecacatan yang permanen. Mayoritas

stroke adalah infark serebral. Sekitar 85% dari semua stroke disebabkan oleh stroke iskemik

atau infark4.

Pada laporan kasus ini akan dilaporkan sebuah kasus laki-laki dengan stroke infark.

1.2 RUMUSAN MASALAH

Bagaimana tatalaksana yang tepat pada pasien tersebut?

1.3 TUJUAN
a. Tujuan Umum
Memberikan pelayanan kesehatan berupa tatalaksana yang tepat pada pasien
tersebut.
b. Tujuan Khusus
1) Mengidentifikasi penyakit pasien.
2) Mengidentifikasi metode penanganan/manajemen pasien.
3) Mengidentifikasi factor-faktor yang berpengaruh.
4) Menganalisis dan membahas (memecahkan masalah/factor risiko) yang dihadapi
pasien.
BAB II
LAPORAN KASUS

SMF ILMU PENYAKIT SARAF


FK UWKS / RSUD MOH. SALEH PROBOLINGGO

Nama Dokter Muda :


NPM :
Dokter Penguji / Pembimbing : dr. Utoyo Sunaryo, Sp.S
dr. Intan Sudarmadi, Sp.S

DOKUMEN MEDIK UNTUK DOKTER MUDA

A. IDENTITAS PENDERITA
1. Nama pasien : Tn. Buhori
2. Jenis kelamin : Laki - Laki
3. Umur : 44 tahun
4. Alamat : Dsn. Blobo Rt 33 Rw 5 Banjarsari Sumberasih Probolinggo
5. Suku : Jawa
6. Agama : Islam
7. Status marital : Menikah
8. Pendidikan : SMA
9. Pekerjaan : Wiraswasta
10. No RM : 2100XX
11. Ruangan : Kemuning Bawah
12. MRS : 6 September 2021
13. Tanggal pemeriksaan : 7 September 2021
B. SUBYEKTIF (S)
1. Keluhan Utama
Tangan dan kaki kiri lemas sejak hari jumat
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD RSUD Moh. Saleh dengan keluhan tangan dan kaki kiri
lemas sejak hari Jumat sebelum MRS. Sebelumnya keluhan timbul mendadak jumat pagi
setelah sholat subuh. Sebelumnya pasien sudah merasakan kesemutan dan rasa kaku
pada tangan dan kaki kiri setelah melakukan aktivitas (kerja lembur ±2 hari). Pasien
juga mengatakan sebelumnya pasien sudah mengalami kesusahan saat mengerem sepeda
motor. Pasien mengatakan mata kiri mengalami penurunan pengelihatan. Muntah (-),
sakit kepala sebelumnya (-),kejang (-) ,keluhan nyeri dada (-), nyeri pada tungkai (-).
3. Riwayat Penyakit Dahulu

- Riwayat Diabetes Militus : Disangkal


- Riwayat Asma : Disangkal
- Riwayat Batuk Lama :Disangkal
- Riwayat Penyakit Jantung :Disangkal
- Riwayar Tekanan Daarah Tinggi : (+)
- Stroke : (+) tahun 2018

4. Riwayat Penyakit Keluarga

- Riwayat Diabetes Militus : (+)


- Riwayat Asma : Disangkal
- Riwayat Batuk Lama :Disangkal
- Riwayat Penyakit Jantung :Disangkal
- Riwayar Tekanan Daarah Tinggi (+)
- Stroke :(+)

5. Riwayat Pengobatan
Terakhir 3 bulan yang lalu dan jarang control ke poli syaraf. Obat yang biasa
dikonsumsi Amlodipin dan Aspilet.
6. Riwayat Intoksikasi
Tidak ada alergi obat

7. Riwayat Trauma
Tidak ada riwayat trauma sebelumnya

8. Riwayat Kebiasaan
- Merokok : ±30 Tahun
- Alkohol : Disangkal
- Olaraga : Jarang
9. Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien berkerja sebagai penggali kubur yang terkadang mengharuskan pasien
berkerja lembur. Untuk mencapai tempat kerjanya biasanya pasien mengendarai sepeda
motor. Pasien tinggal bersama istri dan anaknya.
C. OBYEKTIF (O)
1. Tanda Vital
a. Tensi : 142/89 mmHg
b. Nadi : 80 x/menit, regular, pulsasi kuat
c. RR : 20 x/menit
d. Suhu : 36,6 ° C
2. Status Generalis
a. Kepala : a/i/c/d : -/-/-/-
b. Leher : Pembesaran tyroid & KGB : -/-
c. Paru-paru : Vesikuler : +/+, Rhonki -/ - , Wheezing :
-/-
d. Jantung : Suara S1S2 tunggal regular, murmur : -,
Gallop : -
e. Abdomen : Supel, Nyeri tekan (-), BisingUsus +
(Normal)
f. Hepar &Lien : Tidak ada pembesaran
g. Ekstremitas : Akral hangat (+), Edema (-), CRT < 2 dtk.
h. Genitalia :Terpasang down chateter dengan produksi
urine±1000 cc
3. Status Neurologis
a. Keadaan Umum : Cukup
Kesadaran
Kualitatif : Composmentis
Kuantitatif : G C S : E4 – V5- M6
b. Pembicaraan
Afasia :
Motorik : (-)
Sensorik : (-)
Konduksi : (-)
Global : (-)
Transkortikal motorik : (-)
Transkortikal sensorik : (-)
Transkortikal campuran : (-)
Amnestik (anomik) : (-)

c. Kepala
Bentuk /besar : Normochepali
Asimetris : (-)

d. Muka
Mask (Topeng) : (-)
Myopathik : (-)
Fullmoon : (-)
Lain – lain : (-)

D. Pemeriksaan Khusus
1. Rangsangan Selaput Otak
Kaku Kuduk : (-)
Laseque Test : (-)
Kernig Test : (-)
Brudzinski Tanda Leher : (-)
Brudzinski Tungkai Kontra lateral : (-)
Brudzinski Tanda Pipi : (-)
Brudzinski Tanda simpisis pubis : (-)
2. Saraf Otak
Nervus I KANAN KIRI
Anosmia Tidak dievaluasi
Hiposmia Tidak dievaluasi
Parosmia Tidak dievaluasi
Halusinasi Tidak dievaluasi

Nervus II KANAN KIRI


Visus > 2/60 > 3/300
Nistagmus (-) (-)
Funduskopi Tidak dievaluasi
Nervus III , IV , VI KANAN KIRI
Kedudukan bola mata Tengah Tengah
Pergerakan bola mata
Ke nasal (+) (+)
Ke temporal atas (+) (+)
Ke bawah (+) (+)
Ke atas (+) (+)
Ke temporal bawah (+) (+)
Celah mata (ptosis) (-) (-)
Pupil
Bentuk Bulat Bulat
Lebar 3mm 3mm
Letak Sentral Sentral
Perbedaan lebar Isokor Isokor
Refleks cahaya langsung Miosis Miosis
Refleks cahaya tidak langsung Miosis Miosis
Refleks akomodasi (+) (+)

Nervus V KANAN KIRI


Cabang motorik
Otot masseter (+) simetris
Otot temporal (+) simetris
Otot pterygoideus int/ext (+) simetris
Merapatkan Gigi Dapat melakukan
Menggoyangkan Rahang Dapat melakukan
Refleks kornea langsung Tidak dievaluasi
Refleks kornea konsensuil Tidak dievaluasi
Nervus VII KANAN KIRI
Waktu diam
Kerutan dahi (+) (+)
Tinggi alis Simetris
Sudut mata Simetris
Lipatan nasolabial (+) (+)
Waktu gerak
Mengerut dahi (+) (+)
Menutup mata (+) (+)
Bersiul (+) (+)
Mengembungkan pipi (+) (+)
Pengecapan 2/3 depan lidah Tidak dievaluasi
Hyperakusis Tidak dievaluasi
Sekresi air mata Tidak dievaluasi

Nervus VIII KANAN KIRI


Vestibular
Vertigo (-) (-)
Nistagmus ke (-) (-)
Tinnitus aureum (-) (-)
Cochlear
Weber Tidak dievaluasi
Rinne Tidak dievaluasi
Schwabach Tidak dievaluasi
Tuli konduktif Tidak dievaluasi
Tuli perseptif Tidak dievaluasi
Nervus IX , X
Bagian Motorik
Suara biasa / parau / tak bersuara : Biasa
Menelan : (+)
Kedudukan arcus pharynx : Simetris
Kedudukan uvula : Tengah
Pergerakan arcus pharynx / uvula : Terangkat +/+
Bagian sensorik
Refleks muntah (pharynx) : tidak dievaluasi
Refleks pallatum molle : tidak dievaluasi

NERVUS XI KANAN KIRI


Mengangkat bahu (+) (+)
Memalingkan kepala (+) (+)

NERVUS XII KANAN KIRI


Kedudukan lidah
Waktu istirahat ke (+)

Waktu gerak ke (+)


Atrofi (-) (-)
Fasikulasi / tremor (-) (-)
Kekuatan lidah menekan Lemah

3. Extremitas KANAN KIRI


A. Superior
Inspeksi
Atrofi otot (-) (-)
Pseudohypertrofi (-) (-)
Palpasi
Nyeri (-) (-)
Kontraktur (-) (-)
Konsistensi Padat kenyal Padat kenyal
Perkusi
Normal Normal Normal
Reaksi myotonik (-) (-)
Motorik
KANAN KIRI
M. Deltoid (abduksi lengan atas) 5 2
M. biceps (flexi lengan bawah) 5 2
M. Triceps (ekstensi lengan bawah) 5 2
Flexi sendi pergelangan tangan 5 2
Ekstensi pergelangan tangan 5 2
jari – jari tangan 5 2

Tonus otot KANAN KIRI


Tonus Otot Lengan Normal
Hypotoni (-) (-)
Spastik (-) (-)
Rigid (-) (-)
Flaccid (-) (+)
Refleks fisiologis
BPR (+2) (+1)
TPR (+2) (+1)
Refleks Patologis
Hoffman (-) (-)
Tromner (-) (-)
SENSIBILITAS
Eksteroseptik
Rasa nyeri superficial Tidak dievaluasi
Rasa suhu Tidak dievaluasi
Rasa raba ringan Tidak dievaluasi
Proprioseptik
Rasa getar Tidak dievaluasi
Rasa tekan Tidak dievaluasi
Rasa nyeri tekan Tidak dievaluasi
Rasa gerak dan posisi Tidak dievaluasi

B. Inferior KANAN KIRI


Inspeksi
Atrofi otot (-) (-)

Palpasi
Nyeri (-) (-)
Kontraktur (-) (-)
Konsistensi padat kenyal padat kenyal
Perkusi
Normal normal normal
Reaksi myotonik (-) (-)
Motorik
Tungkai KANAN KIRI
Flexi artic coxae (tungkai atas) : 5 2
Extensi artic coxae (tungkai atas) : 5 2
Flexi sendi lutut (tungkai bawah) : 5 2
Extensi sendi lutut (tungkai bawah) : 5 2
Flexi plantar kaki : 5 2
Ekxtensi dorsal kaki : 5 2
Gerakan jari-jari : 5 2
Tonus otot tungkai
Hypotoni (-) (-)
Spastik (-) (-)
Rigid (-) (-)
Flaccid (-) (+)
Refleks fisiologis
KPR (+2) (+1)
APR (+2) (+1)
Refleks patologis
Babinski (-) (+)
Chaddok (-) (-)
Oppenheim (-) (-)
Gordon (-) (-)
Gonda (-) (-)
Schaffer (-) (-)
Rossolimo (-) (-)
Mendel-Bechterew (-) (-)
Stransky (-) (-)
SENSIBILITAS
Eksteroseptik
Rasa nyeri superficial Tidak dievaluasi
Rasa suhu Tidak dievaluasi
Rasa raba ringan Tidak dievaluasi
Proprioseptik
Rasa getar Tidak dievaluasi
Rasa tekan Tidak dievaluasi
Rasa nyeri tekan Tidak dievaluasi
Rasa gerak dan posisi Tidak dievaluasi

4. Badan
Inspeksi : Normal
Palpasi
Otot perut : Dalam Batas Normal
Otot pinggang : Dalam Batas Normal
Kedudukan diafragma: gerak : simetris
istirahat : simetris
Perkusi
Thorax : sonor / sonor
Abdomen : Timpani / timpani
Auskultasi
Thorax : vesikuker / vesikuler
Bising usus : (+) normal
5. Kolumna Vertebralis
Kelainan lokal
Skoliosis : (-)
Kifosis : (-)
Kifoskoliosis : (-)

Besar otot
Atrofi : (-)
Pseudohipertrofi : (-)
6. Gerakan-gerakan involunter
Tremor
o Waktu istirahat : (-)
o Waktu gerak : (-)
Chorea : (-)
Athetose : (-)
Myokloni : (-)
Ballismus : (-)
Torsion spasme : (-)
Fasikulasi : (-)
Myokymia : (-)
7. Gait dan keseimbangan
Koordinasi
Jari tangan-jari tangan :Tidak dievaluasi
Jari tangan-hidung : Tidak dievaluasi
Ibu jari kaki-tangan : Tidak dievaluasi
Tumit-lutut : Tidak dievaluasi
Pronasi-supinasi : Tidak dievaluasi
Gait
Jalan diatas tumit : Tidak dievaluasi
Jalan diatas jari kaki : Tidak dievaluasi
Tandem walking : Tidak dievaluasi
Jalan lurus lalu berputar : Tidak dievaluasi
Jalan mundur : Tidak dievaluasi
Hoping : Tidak dievaluasi
Berdiri dengan satu kaki : Tidak dievaluasi
Test Romberg : Tidak dievaluasi
8. Susunan Saraf Otonom
Miksi : normal
Salivasi : normal
Gangguan Tropik
Kulit : (-)
Rambut : (-)
Kuku : (-)
Defekasi : normal
Gangguan vasomotor : (-)
Sekresi keringat : normal
Ortostatik hipotensi : (-)
E. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Radiologi
Foto Thorax PA
Tgl 6 September 2021

Cor : Terdapat Pembesaran


Pulmo : Bronchovaskular patern normal
Sinus costophrenicus kanan kiri tajam
Tulang tulang costae baik

Kesimpulan : Cardiomegali

2. Laboratorium
Tgl 6 September 2021

Hasil Nilai Rujukan


Darah Lengkap
Gula darah stick 103 mg/dl
Hb 14,8 g/dl 13-18 g/dl
Lekosit 8.760 /cmm 4.000-11.000/cmm
Trombosit 244.000/cmm 150.000-450.000 /cmm
Tgl 6 September 2021

Ekeltrolit
Kalsium 1,3 mmol/L 1,12-1,32 mmol/L
Klorida 104,5 mmol/L 96,0-106,0 mmol/L
Kalium 3,5 mmol/L 3,6-5,5 mmol/L
Natrium 139,5 mmol /L 135-155 mmol /L
Kolesterol
Kolesterol 141 mg/dl <200 mg/dl
HDL-Kolesterol 21 mg/dl >35-55 mg/dl
LDL-Kolesterol 97 mg/dl <150 mg/dl
Trigliserida 179 mg/dl
RFT
BUN 11 mg/dl
Creatinin 0,7 mg/dl
UA 5,3

3. CT-Scan Kepala
Kesimpulan : Acute Cerebral Infarctions di corona radiata dextra/sinistra

F. Scorinng
SIRIRAJ STROKE SCORE:

(2,5 x kesadaran) + (2 x sakit kepala) + ( 2 x muntah) + (0,1 x diastol) – (3 x atheroma) - 12


= (2,5 x 0) + (2 x 0) + ( 2 x 0) + (0,1 x 80) – (3x1) - 12
= -7 (Lihat Hasil CT Scan)
G. Resume
1. Anamnesa
o Tangan dan kaki kiri lemas
o Keluhan timbul mendadak hari jumat
o Pasien mengatakan sebelumnya terdapat kesemutan
o Pasien mengatakan mata kiri mengalami penurunan pengelihatan
o Muntah (-)
o Sakit kepala sebelumnya (-)
o Kejang (-)
o Keluhan nyeri dada (-)
o Nyeri pada tungkai (-)
o Riwayat HT (+), DM (-)
o Riwayat keluarga HT (+), DM (+), Stroke (+)
o Tidak ada alergi obat
o Tidak ada riwayat trauma kepala sebelumnya
o Riwayat stroke tahun 2018
o Riwayat merokok ±30 tahun
2. Pemeriksaan Fisik
a. Tanda Vital
Tensi : 142/89 mmHg
Nadi : 80 x/menit
RR : 20x/menit
Suhu : 36,6 ° C
b. Status Generalis
Kepala : a/i/c/d = (-/-/-/-)
Leher : Pembesaran tyroid & KGB (-/-)
Paru-paru : Vesikuler (+/+), Rhonki (-/-), Wheezing (-/-)
Jantung : Suara S1S2 tunggal regular, murmur (-), Gallop (-)
Abdomen : Supel, Nyeri tekan (-), BisingUsus (+) (Normal)
Hepar & Lien : Tidak ada pembesaran
Ekstremitas : Akral hangat (-), Edema (-) CRT < 2 dtk.
c. Status Neurologi
Kesadaran : GCS 4,5,6 (composmentis)
Pembicaraan : Afasia (-)

Meningeal sign : (-)


Nervus Kranialis
N I,N II : Dalam batas normal
N III, N IV, N IV : Mata kiri pengelihatan menurun Visus > 3/300
NV : Dalam batas normal
N VII : Kerutan dahi simetris
Angkat alis simetris
Lipatan Nasolabial simetris
N VIII : Tidak ada gangguan pendengaran
N IX, N X : Dalam batas normal
N XI : Dalam batas normal
NXII : Tremor : (-)
Atrofi : (-)
Fasikulasi : (-)
Melet : Deviasi ke kiri

d. Motorik
52
Kekuatan Motorik :
52

e. Sensoris
Tidak dapat dievaluasi

f. Refleks Fisiologis : BPR +2/+1 KPR +2/+1


TPR +2/+1 APR +2/+1
g. Refleks Patologis
 Babinski (-) (+)
 Chaddok (-) (-)
 Oppenheim (-) (-)
 Gordon (-) (-)
 Gonda (-) (-)
 Schaffer (-) (-)
 Rossolimo (-) (-)
 Mendel-Bechterew (-) (-)
 Stransky (-) (-)
 Hoffman (-) (-)
 Tromner (-) (-)
3. Pemeriksaan Penunjang
Foto Thorax : Cardiomegali
CT- Scan : Acute Cerebral Infarctions di corona radiata dextra/sinistra
Laboratorium : HDL Kolesterol 21 mg/dl
H. Diagnosis Banding
1. Bell´s Palsy
2. Stroke Hemoragic
I. Assesment
1. Diagnosis Klinis : Hemiparese sinistra
Parese N.III Sinistra
Parese N XII sinistra
Hipertensi

2. Diagnosis Topis : Hemisfer Cerebri Dextra


3. Diagnosis Etiologi : Stroke Infark
J. PLANNING
1. Umum
Evaluasi 5B
2. Infus
NaCl 0,9% 14 tpm
3. Injeksi
o Citicolin 250 mg 2dd
o Metilcobalamin 500 mg 3dd
o Omeprazole 40mg 2dd
o Santagesik 3dd
4. Per-Oral
o Tab. Clopidogrel 75 mg 0-0-1
K. Edukasi
1. Bed Rest Total
2. KIE keluarga mengenai hasil Lab dan CT Scan kepala
3. Kontrol HT secara rutin
L. Monitoring
1. Monitor keluhan pasien
2. Memantau status neurologis
3. Memantau tanda vital
4. Observasi kekuatan otot
M. Prognosis
Dubia ad bonam
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 ANATOMI

Otak adalah organ vital yang terdiri dari 100-200 milyar sel aktif yang saling

berhubungan dan bertanggung jawab atas fungsi mental dan intelektual kita. Berat otak

manusia sekitar 1400 gram dan tersusun oleh kurang lebih 100 triliun neuron Otak terdiri

dari sel-sel otak yang disebut neuron. Otak merupakan organ yang sangat mudah beradaptasi

meskipun neuron - neuron di otak mati tidak mengalami regenerasi kemampuan adaptif atau

plastisitas. Pada otak dalam situasi tertentu bagian - bagian otak dapat mengambil alih fungsi

dari bagian-bagian yang rusak. Otak sepertinya belajar kemampuan baru. Ini merupakan

mekanisme paling penting yang berperan dalam pemulihan stroke7.

Gambar 1.1 Anatomi Otak

Otak terdiri dari empat bagian besar yaitu serebrum (otak besar), serebelum (otak

kecil), brainsterm (batang otak), dan diensefalon. Serebrum terdiri dari dua hemisfer serebri,
korpus kolosum dan korteks serebri. Masing-masing hemisfer serebri terdiri dari lobus

frontalis yang merupakan area motorik primer yang bertanggung jawab untuk

gerakangerakan voluntar, lobur parietalis yang berperanan pada kegiatan memproses dan

mengintegrasi informasi sensorik yang lebih tinggi tingkatnya, lobus temporalis yang

merupakan area sensorik untuk impuls pendengaran dan lobus oksipitalis yang mengandung

korteks penglihatan primer, menerima informasi penglihatan dan menyadari sensasi warna.

Serebelum terletak di dalam fosa kranii posterior dan ditutupi oleh duramater yang

menyerupai atap tenda yaitu tentorium, yang memisahkannya dari bagian posterior

serebrum. Fungsi utamanya adalah sebagai pusat refleks yang mengkoordinasi dan

memperhalus gerakan otot, serta mengubah tonus dan kekuatan kontraksi untuk

mempertahankan keseimbangan sikap tubuh6.

Bagian-bagian batang otak dari bawak ke atas adalah medula oblongata, pons dan

mesensefalon (otak tengah). Medula oblongata merupakan pusat refleks yang penting untuk

jantung, vasokonstriktor, pernafasan, bersin, batuk, menelan, pengeluaran air liur dan

muntah7.

Pons merupakan mata rantai penghubung yang penting pada jaras kortikosereberalis

yang menyatukan hemisfer serebri dan serebelum. Mesensefalon merupakan bagian pendek

dari batang otak yang berisi aquedikus sylvius, beberapa traktus serabut saraf asenden dan

desenden dan pusat stimulus saraf pendengaran dan penglihatan. Diensefalon di bagi empat

wilayah yaitu talamus, subtalamus, epitalamus dan hipotalamus. Talamus merupakan stasiun

penerima dan pengintegrasi subkortikal yang penting. Subtalamus fungsinya belum dapat

dimengerti sepenuhnya, tetapi lesi pada subtalamus akan menimbulkan hemibalismus yang

ditandai dengan gerakan kaki atau tangan yang terhempas kuat pada satu sisi tubuh.
Epitalamus berperanan pada beberapa dorongan emosi dasar seseorang. Hipotalamus

berkaitan dengan pengaturan rangsangan dari sistem susunan saraf otonom perifer yang

menyertai ekspresi tingkah dan emosi6,7.

2.2 TRAKTUS PIRAMIDALIS

Traktus Pyramidalis adalah serabut-serabut saraf motoris central yang bergabung dalam

suatu berkas yang berfungsi menjalankan impuls motorik yang disadari. Traktus ini

membentuk pyramidal pada medulla oblongata, karena itulah dinamakan system pyramidal

turun dari capsula interna dari cortex cerebri6.

Gambar 1.2. Jalur Traktus Piramidalis

Serat-serat motorik berupa homunkulus motorik yang meninggalkan korteks motorik

akan bergabung melalui materi putih (korona radiata) otak, membentuk limbus posterior
kapsula interna yang merupakan daerah diantara thalamus dan ganglia basalia (disini

serabut-serabut saraf saling berdekatan)8.

Gambar 1.3. Kapsula Interna

Di tingkat mesensefalon serabut-serabut itu berkumpul di 3/5 bagian tengah

pedunkulus serebri dan diapit oleh daerah-daerah serabut-serabut frontopontin dari sisi

medial dan serabut-serabut parietotemporopontin dari sisi lateral. Di pons serabut-serabut

tersebut di atas menduduki pes pontis, dimana terdapat inti-inti tempat serabut-serabut

frontopontin dan parietotemporopontin berakhir. Maka dari itu, bangunan yang merupakan
lanjutan dari pes pontis mengandung hanya serabut-serabut kortikobulbar dan piramidalis

saja.7,8

Diperbatasan pons dan medulla oblongata serabut memanjang terbalik dan menonjol

seperti piramid terbalik, oleh karena itu disebut traktus piramidalis. Pada bagian bawah akhir

medula oblongata, 80-85% serabut traktus piramidalis akan menyilang di garis tengah, yang

disebut decussatio pyramidalis. Serabut piramidalis yang menyilang kemudian berjalan di

funikulus dorsolateralis kontralateral dinamakan traktus piramidalis lateralis, dan sebagian

kecil yang tidak menyilang turun ke medula spinalis bagian ipsilateral funikulus anterior

yang disebut sebagai traktus piramidalis anterior, lalu menuju bagian yang lebih bawah

(biasanya setingkat dengan segmen yang akan dipersarafi) melalui komisura anterior medula

spinalis. Traktus piramidalis mengontrol semua gerakan volunter yang terdiri dari Upper

Motor Neuron (UMN) dan Lower Motor Neuron (LMN). Kerusakan traktus piramidalis

menghambat semua impuls volunter sepanjang perjalanannya dari korteks serebri turun ke

motoneuron masing-masing pada kornu anterior medula spinalis.8

Gambar 1.4. Lesi UMN dan LMN

Fase akut lesi traktus piramidalis, reflek tendon akan hipoaktif, ada flaksid, dan

kelemahan otot. Reflek ini akan kembali dalam beberapa hari atau minggu dan menjadi
hiperaktif karena respon serabut otot lebih sensitif terhadap regangan, terutama sekali pada

otot-otot fleksor ekstrimitas atas, dan ekstensor ekstrimitas bawah.7,8

Hipersensitifitas ini terjadi akibat kehilangan kontrol inhibitor sentral desenden dari

sel-sel fusimotor (γ motor neuron), yang menginervasi serabut otot, sehingga terjadi aktivasi

yang permanen den respon yang lebih cepat dari normalnya. Gangguan terhadap sistem

pengaturan panjang serabut otot juga terjadi, sehingga otot-otot fleksor ekstrimitas atas, dan

ekstensor ekstrimitas bawah menjadi lebih pendek. Hasil dari semuanya adalah tonus otot

meningkat, terjadi spastik, dan hiperreflek, yang disebut juga tanda traktus piramidalis dan

klonus, selain itu dikenal juga tanda pada jari tangan dan kaki (seperti tanda babinski).8

Pada lesi UMN terjadi paralisis spastik, hipertonia, hiperrefleks, refleks patologis dan

klonus positif. Refleks patologis yang sering didapatkan adalah refleks Babinski. Sedangkan

lesi LMN terjadi karena kerusakan sel-sel kornu anterior atau akson-akson pada ganglion

anterior, serta saraf perifer, gambaran klinisnya berupa paralisis flaksid, hipotonia,

hiporefleks, reflex patologis negatif, atrofi otot-otot bersangkutan yang progresif dan

fasikulasi. Defisit motorik jarang terjadi sendiri sebagai akibat dari lesi sistem saraf,

biasanya bersama dengan kelainan sensorik, otonom, kognitif dan atau beberapa jenis deficit

neurofisiologis lainnya tergantung lokasi dan penyebab lesi tersebut8,7.

2.3 DEFINISI

Definisi stroke menurut WHO adalah tanda-tanda klinis yang berkembang cepat akibat

gangguan fungsi otak fokal atau global, dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24

jam atau lebih atau menyebabkan kematian, tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain

vaskuler2.
Stroke disebabkan terjadinya gangguan aliran darah menuju otak. Biasanya berupa

sumbatan atau pecahnya pembuluh darah ke otak. Berdasarkan penyebab stroke, maka

secara patologis stroke bisa dibagi menjadi stroke perdarahan dan stroke infark/iskemik. Di

mana, stroke infark adalah kematian sebagian jaringan otak yang disebabkan oleh hambatan

aliran darah menuju jaringan otak oleh emboli atau trombus4.

Pada Stroke infark, penyumbatan bisa terjadi di sepanjang jalur pembuluh darah arteri

yang menuju ke otak. Darah ke otak disuplai oleh dua arteria karotis interna dan dua arteri

vertebralis. Arteri-arteri ini merupakan cabang dari lengkung aorta jantung. Stroke Iskemik

terbagi lagi menjadi 3 yaitu5:

1. Stroke Trombotik: proses terbentuknya thrombus yang membuat penggumpalan.

2. Stroke Embolik: Tertutupnya pembuluh arteri oleh bekuan darah.

3. Hipoperfusion Sistemik: Berkurangnya aliran darah ke seluruh bagian tubuh karena

adanya gangguan denyut jantung.

2.4 KLASIFIKASI STROKE INFARK

Berikut adalah klasifikasi stroke infark berdasarkan penyebabnya :

1). Stroke Emboli

Emboli serebri terjadi akibat oklusi arteria karotis atau vetebralis atau cabangnya oleh

trombus atau embolisasi materi lain dari sumber proksimal, seperti bifurkasio arteri

karotis atau jantung. Emboli dari bifurkasio karotis biasanya akibat perdarahan ke dalam

plak atau ulserasi di atasnya di sertai trombus yang tumpang tindih atau pelepasan materi
ateromatosa dari plak sendiri. Embolisme serebri sering di mulai mendadak, tanpa tanda-

tanda disertai nyeri kepala4. Sumber emboli cardiogenik termasuk thrombus valvular

(seperti mutral stenosis, endoraditis, katup prostetik), thrombus mural (seperti infark

myocardm fibrilasi atrial, cardiomyopathy dilatasi, CHF dan atrial myxoma)9.

2). Stroke Thrombosis

Trombosis serebri menunjukkan oklusi trombotik arteri karotis atau cabangnya, biasanya

karena arterosklerosis yang mendasari. Proses ini sering timbul selama tidur dan bisa

menyebabkan stroke mendadak dan lengkap. Defisit neurologi bisa timbul progresif

dalam beberapa jam atau intermiten dalam beberapa jam atau hari4. Stroke thrombosis

dapat mengenai pembuluh darah besar termasuk sistem arteri carotis atau pembuluh darah

kecil termasuk percabangan sirkulus wilis dan sirkulasi posterior. Tempat yang umum

terjadi thrombosis adalah titik percabangan arteri serebral khususnya distribusi arteri

carotis interna9. Stenosis arteri dapat mengakibatkan aliran darah yang turbulen dan

meningkatkan resiko tebentuknya thrombus, atherosclerosis (seperti plak ulserasi), dan

perlengketan plateler yang kesemuanya dapat menyebabkan pembentukan bekuan darah

juga emboli atau oklusi pada arteri. Penyebab yang umum dari thrombosis adalah

polisitemia, defisiensi protein C, dysplasia fibromuscula pada arteri serebral, dan

vasokonstriksi yang berkepanjangan pada gangguan migraine headache. Berbagai proses

diseksi dari arteri serebral juga dapat menyebabkan stroke thrombosis seperi trauma,

diseksi aorta thoracalis dan arteritis. Hipoperfusi distal akibat stenosis atau oklusi arteri

atau hipoperfusi area diantara dua arteri serebral dapan menyebabkan stroke iskemik6,7,9.
Klasifikasi Stroke Infark Berdasarkan Arteri yang Terkena dan Gejala yang

Ditimbulkannya

1) Sindrom Arteri Serebral Medial Oklusi

Arteri serebral meadial biasanya disebabkan oleh emboli. Stenosis arteri serebral medial

dengan atau tanpa oklusi thrombotic lebih jarang terjadi9.

2) Sindrom Arteri Serebral Anterior Oklusi

Arteri serebral anteri juga biasa disebabkan oleh emboli. Oklusi cabang arteri serebral

anterior sering tidak begitu mencolok karena adanya aliran darah dari arteri komunikana

anterior. Namun demikian ketika ada oklusi pada percabangan utamanya akan

menghasilkan defisit yang berat pada dareah yang diperdarahi6,9.

3) Sindrom Arteri Carotis Oklusi

Carotid dapat menghasilkan symptom melalui 2 cara yaitu melalui hipoperfusi sekunder

akibat stenosis atau oklusi atau dengan adanya emboli. Walau dengan adanya stenotis

yang ringan, ulserasi dan plak ateroma dapat menjadi pembentukan thrombus dan

putensia sebagai sumber emboli9.

4) Sindrom Arteri Serebral Posterior Arteri

Serebral posterior dapat mangalami oklusi akibat emboli dan thrombosis 9

5) Sindrom Artery Vertebrobasilar

Lebih jarang terjadi dibandingkan iskemia sirkulasi anterioe, oklusi arteri basilar dan

vertebral dapat disebabkan thrombosis dan emboli6,9.


6) Infark Serebellar

Infark serebelar biasa menyebabkan pusing, mual, muntah, nistagmus dan ataksia. Sering

terdapat ataksia tumit-lutut dan telunjuk-hidung. Lebih dari 1 sampai 3 hari, akan terjadi

edema pada serebellum yang menyebebkan timbulnya gejala-gejala penekanan batang

otak seperti conjugate eye, disfungsi N V ipsilateral dan palsy N VII ipsilateral. Kelainan

ini akan berlanjut dengan cepat sampai koma maupun kematian. Pasien dengan

manifestasi klinis tersebut harus dievaluasi dan diobservasi dalam beberapa hari sampai

komplikasi penekanan batang otak dapat di dikurangi dengan dekompresi surgical pada

fossa posterior6,9.

7) Infark Lakunar

Tipe penyakit vascular yang khusus, memiliki karakteristik berupa penebalan hialin pada

penetrasi arteri kecil pada otak (lipohialinosis) dan sering terjadi pada pasien diabetes

mellitus dan hipertensi. Oklusi pada pembuluh darah ini menghasilkan infark cystic yang

kecil dan dalam. Infark ini sering asimptomatis tapi bisa juga menyebabkan gejala seperti

stroke motorik yang murni, stroke sensorik yang murni, clumsy hand-dysarthria

syndrome, ataksia homolateral dan paresis crural, hemiparese motorik yang murni dengan

parese kontralaeral dari gaze lateral dan optalmoplegia internuclear, lacuna sensorimotor,

hemiparesis ataksia dan sebagainya. Diagnosi dapat diarahkan ketika EEG normal dengan

manifestasi klinis seperti di atas. clumsy hand-dysarthria syndrome Oklusi primer arteri-

arteri kecil merupakan mekanisme yang umum, arteri tersebut bisa juga menjadi target

emboli dan mengalami oklusi akibat plak atherosclerosis pembuluh darah besarnya9.
2.5 FAKTOR RESIKO

Ada beberapa faktor risiko stroke yang sering teridentifikasi pada stroke non hemoragik,

diantaranya yaitu faktor risiko yang tidak dapat di modifikasi dan yang dapat di modifikasi.5

Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi :

1. Usia

Pada umumnya risiko terjadinya stroke mulai usia 55 tahun dan akan
meningkat dua kali dalam dekade berikutnya. 40% berumur 65 tahun dan hampir

13% berumur di bawah 45 tahun.5

2. Jenis kelamin

Laki-laki lebih berisiko terkena stroke daripada perempuan tetapi penelitian

menyimpulkan bahwa justru lebih banyak perempuan yang meninggal krena stroke.

Risiko stroke pria 1,25 kali lebih tinggi daripada perempuan5

3. Heriditer

Gen berperan besar dalam beberapa faktor risiko stroke, misalnya hipertensi,

penyakit jantung, diabetes melitus dan kelainan pembuluh darah, dan riwayat stroke

dalam keluarga, terutama jika dua atau lebih anggota keluarga pernah mengalami

stroke pada usia kurang dari 65 tahun, meningkatkan risiko terkena stroke.4

Faktor risiko yang dapat dimodifikasi :

1. Riwayat stroke

Seseorang yang pernah memiliki riwayat stoke sebelumnya dalam waktu lima

tahun kemungkinan akan terserang stroke kembali sebanyak 35% sampai 42%.5

2. Hipertensi

Hipertensi meningkatkan risiko terjadinya stroke sebanyak empat sampai enam

kali ini sering di sebut the silent killer dan merupakan risiko utama terjadinya

stroke non hemoragik dan stroke hemoragik. Berdasarkan Klasifikasi menurut

JNC 7 yang dimaksud dengan tekanan darah tinggai apabila tekanan darah lebih

tinggi dari 140/90 mmHg, makin tinggi tekanan darah kemungkinan stroke makin

besar karena mempermudah terjadinya kerusakan pada dinding pembuluh darah,


sehingga mempermudah terjadinya penyumbatan atau perdarahan otak.5,4

3. Fibrilasi Atrium (FA) Penyakit Katup Jantung

Study FRAMINGHAM mendapatkan peningkatan 5,6x lebih besar kejadian

stroke pada orang dengan fibrilasi atrium. Fibrilasi Atrium juga merupakan

penyebab aritmia cardiac pada orang tua.5

4. Diabetes mellitus

Penderita diabetes memiliki risiko tiga kali lipat terkena stroke dan mencapai

tingkat tertinggi pada usia 50-60 tahun. Setelah itu, risiko tersebut akan menurun.

Namun, ada factor penyebab ain yang dapat memperbesar risiko stroke karena

sekitar 40% penderita diabetes pada umumnya juga mengidap hipertensi 4. Pada

penderita DM meningkatkan terjadinya aterosklerosis pada arteri koroner, arteri

femoral dan arteri cerebral. Sehingga mempermudah terjadinya stroke5.

5. TIA

Merupakan serangan-serangan defisit neurologik yang mendadak dan singkat

akibat iskemik otak fokal yang cenderung membaik dengan kecepatan dan tingkat

penyembuhan berfariasi tapi biasanya 24 jam. Satu dari seratus orang dewasa di

perkirakan akan mengalami paling sedikit satu kali TIA seumur hidup mereka,

jika diobati dengan benar, sekitar 1/10 dari para pasien ini akan mengalami stroke

dalam 3,5 bulan setelah serangan pertama, dan sekitar 1/3 akan terkena stroke

dalam lima tahun setelah serangan pertama.4

6. Hiperkolesterol
Lipid plasma yaitu kolesterol, trigliserida, fosfolipid, dan asam lemak bebas.

Kolesterol dan trigliserida adalah jenis lipid yang relatif mempunyai makna klinis

penting sehubungan dengan aterogenesis. Lipid tidak larut dalam plasma sehingga

lipid terikat dengan protein sebagai mekanisme transpor dalam serum, ikatan ini

menghasilkan empat kelas utama lipuprotein yaitu kilomikron, lipoprotein

densitas sangat rendah (VLDL), lipoprotein densitas rendah (LDL), dan

lipoprotein densitas tinggi (HDL). Dari keempat lipo protein LDL yang paling

tinggi kadar kolesterolnya, VLDL paling tinggi kadar trigliseridanya, kadar

protein tertinggi terdapat pada HDL. Hiperlipidemia menyatakan peningkatan

kolesterol dan atau trigliserida serum di atas batas normal, kondisi ini secara

langsung atau tidak langsung meningkatkan risiko stroke, merusak dinding

pembuluh darah dan juga menyebabkan penyakit jantung koroner. Kadar

kolesterol total >200mg/dl, LDL >100mg/dl, HDL <40mg/dl, trigliserida

>150mg/dl dan trigliserida >150mg/dl akan membentuk plak di dalam pembuluh

darah baik di jantung maupun di otak.4,5

7. Merokok

Merokok meningkatkan risiko terjadinya stroke hampir dua kali lipat, dan

perokok pasif berisiko terkena stroke 1,2 kali lebih besar. Nikotin dan

karbondioksida yang ada pada rokok menyebabkan kelainan pada dinding

pembuluh darah, di samping itu juga mempengaruhi komposisi darah sehingga

mempermudah terjadinya proses gumpalan darah.4

8. Hematokrit, Fibrinogen dan Polisitemia


Interaksi antara tingginya hematokrit dan fibrinogen, terbukti secara

patologi akan menyempitkan penetrasi arteri kecil dan meningkatkan stenosis

arteri cerebral.5

2.6 PATOFISIOLOGI

Sekitar  80% sampai 85% stroke adalah stroke infark, yang terjadi akibat obstruksi

atau bekuan di satu atau lebih arteri besar pada sirkulasi serebrum. Obstruksi dapat

disebabkan oleh bekuan (trombus) yang terbentuk di dalam suatu pembuluh otak atau

pembuluh atau organ distal. Pada trombus vaskular distal, bekuan dapat terlepas, atau
mungkin terbentuk di dalam suatu organ seperti jantung, dan kemudian dibawa melalui

sistem aretri ke otak sebagai suatu embolus.4,5

Sumbatan aliran di arteri karotis interna sering merupakan penyebab stroke pada orang

usia lanjut, yang sering mengalami pembentukan plak aterosklerotik di pembuluh darah

sehingga terjadi penyempitan atau stenosis. Pangkal arteri karotis interna (tempat arteri

karotis komunis bercabang menjadi arteri karotis interna dan eksterna) merupakan tempat

tersering terbentuknya aterosklerosis4.

Selain itu, stroke infark terjadi akibat berkurangnya aliran darah ke otak sehingga

menyebabkan hipoksemia daerah regional otak dan menimbulkan reaksi-reaksi berantai

yang berakhir dengan kematian sel-sel otak dan unsur-unsur pendukungnya1.

Secara umum daerah regional otak yang iskemik terdiri dari bagian inti (core) dengan

tingkat iskemia terberat dan berlokasi di sentral. Daerah ini akan menjadi nekrotik dalam

waktu singkat jika tidak ada reperfusi. Di luar daerah core iskemik terdapat daerah

penumbra iskemik. Sel-sel otak dan jaringan pendukungnya belum mati akan tetapi sangat

berkurang fungsi-fungsinya dan menyebabkan juga defisit neurologik1.

Di luar daerah penumbra iskemik dapat dikelilingi oleh suatu daerah hyperemic akibat

adanya aliran darah kolateral (Itaury perfusion area). Daerah penumbra iskemik inilah yang

menjadi sasaran terapi stroke iskemik akut supaya dapat direperfusi dan sel-sel otak

berfungsi kembali. Reversibilitas tergantung pada faktor waktu dan jika tak terjadi reperfusi,

daerah penumbra dapat berangsur-angsur mengalami kematian5.

Dipandang dari segi biologi molekuler, ada dua mekanisme kematian sel otak. Pertama

proses nekrosis, suatu kematian berupa ledakan sel akut akibat penghancuran sitoskeleton
sel yang berakibat timbulnya reaksi inflamasi dan proses fagositosis debris nekrotik. Proses

kematian kedua adalah proses apoptosis atau silent death, sitoskeleton sel neuron mengalami

penciutan atau shrinkage tanpa adanya reaksi inflamasi seluler. Nekrosis seluler dipicu oleh

exitotoxic injury dan free radical injury akibat bocomya neurotransmitter glutamate dan

aspartat yang sangat toksik terhadap struktur sitoskeleton otak1.

2.7 MANIFESTASI KLINIS

Gejala neurologik yang timbul akibat gangguan peredaran darah di otak bergantung

pada berat ringannya gangguan pembuluh darah dan lokalisasinya. Sebagian besar kasus

terjadi secara mendadak, sangat cepat, dan menyebabkan kerusakan otak dalam beberapa

menit. Gejala utama stroke infark akibat trombosis serebri ialah timbulnya defisit neurologik

secara mendadak/subakut, terjadi pada waktu istirahat atau bangun pagi dan kesadaran

biasanya tidak menurun. Biasanya terjadi pada usia lebih dari 50 tahun. Sedangkan stroke

infark akibat emboli serebri didapatkan pada usia lebih muda, terjadi mendadak dan pada

waktu beraktifitas. Kesadaran dapat menurun bila emboli cukup besar4.

Vaskularisasi otak dihubungkan oleh 2 sistem yaitu sistem karotis dan sistem

vertebrobasilaris.

a. Gangguan pada sistem karotis5

Pada cabangnya yang menuju otak bagian tengah (a.serebri media) dapat terjadi gejala:

1. Gangguan rasa di daerah muka dan sesisi atau disertai gangguan rasa di lengan dan

tungkai sesisi
2. Gangguan gerak dan kelumpuhan dari tingkat ringan sampai total pada lengan dan

tungkai sesisi (hemiparesis/hemiplegi)

3. Gangguan untuk berbicara baik berupa sulit mengeluarkan kata-kata atau sulit

mengerti pembicaraan orang lain, ataupun keduanya (afasia)

4. Gangguan pengelihatan dapat berupa kebutaan satu sisi, atau separuh lapangan

pandang (hemianopsia)

5. Mata selalu melirik ke satu sisi

6. Kesadaran menurun

7. Tidak mengenal orang-orang yang sebelumnya dikenalnya

Pada cabangnya yang menuju otak bagian depan (a.serebri anterior) dapat terjadi gejala:

1. Kelumpuhan salah satu tungkai dan gangguan saraf perasa

2. Ngompol (inkontinensia urin)

3. Penurunan kesadaran

4. Gangguan mengungkapkan maksud

Pada cabangnya yang menuju otak bagian belakang (a.serebri posterior), dapat

memberikan gejala:

1. Kebutaan seluruh lapangan pandang satu sisi atau separuh lapangan pandang pada

satu sisi atau separuh lapangan pandang pada kedua mata. Bila bilateral disebut

cortical  blindness.

2. Rasa nyeri spontan atau hilangnya persepsi nyeri dan getar pada separuh sisi tubuh.

3. Kesulitan memahami barang yang dilihat, namun dapat mengerti jika meraba atau

mendengar suaranya.

b. Gangguan pada sistem vertebrobasilaris4


Gangguan pada sistem vertebrobasilaris dapat menyebabkan gangguan penglihatan,

pandangan kabur atau buta bila gangguan pada lobus oksipital, gangguan nervus

kranialis bila mengenai batang otak, gangguan motorik, gangguan koordinasi, drop

attack, gangguan sensorik dan gangguan kesadaran. Selain itu juga dapat menyebabkan:

1. Gangguan gerak bola mata, hingga terjadi diplopia, sehingga jalan sempoyongan

2. Kehilangan keseimbangan

3. Vertigo

4. Nistagmus

Bila lesi di kortikal, akan terjadi gejala klinik seperti afasia, gangguan sensorik

kortikal, muka dan lengan lebih lumpuh, deviasi mata, hemiparese yang disertai

kejang. Bila lesi di subkortikal, akan timbul tanda seperti; muka, lengan dan tungkai

sama berat lumpuhnya, distonic posture, gangguan sensoris nyeri dan raba pada

muka lengan dan tungkai (tampak pada lesi di talamus). Bila disertai hemiplegi, ini

berarti terdapat lesi pada kapsula interna4. Bila lesi di batang otak, gambaran klinis

berupa hemiplegi alternans, tanda-tanda serebelar, nistagmus, dan gangguan

pendengaran. Selain itu juga dapat terjadi gangguan sensoris, disartri, gangguan

menelan, dan deviasi lidah5.

2.8 TAHAPAN STROKE INFARK (BERDASARKAN KLINIS WAKTU)5

1. Trans Ischemic Attack (TIA) Gangguan neurologis memiliki gejala yang berlangsung

untuk jangka waktu yang lebih singkat, berlangsung sekitar 2 hingga 15 menit dan tidak

lebih dari 24 jam.


2. Reversible Ischemic Neurological Deficits (RIND) Gangguan neurologis menetap antara

24-72 jam

3. Stroke in evolution/progressing stroke Stroke, Gangguan neurologis yang sedang berjalan

dan gejala neurologis yang timbul makin lama makin berat.

4. Completed stroke, Gangguan neurologis yang memiliki gejala neurologis yang menetap

dan tidak berkembang lagi

2.9 DIAGNOSIS

2.9.1 ANAMNESIS

Adanya defisit neurologis yang terjadi secara tiba-tiba, saat aktifitas/istirahat,

onset, nyeri kepala/tidak, kejang/tidak, muntah/tidak, kesadaran menurun, serangan

pertama atau berulang. Juga bisa didapatkan informasi mengenai faktor resiko stroke.

Faktor resiko yang tidak dapat dimodifikasi adalah usia, jenis kelamin, ras, dan

genetik. Sementara faktor resiko yang dapat diubah adalah hipertensi, diabetes melitus,

penyakit jantung, riwayat TIA/ stroke sebelumnya, merokok, kolesterol tinggi dalam

darah, dan obesitas4.

2.9.2 SKOR SIRIRAJ

Skor Siriraj adalah salah satu sistem skoring yang telah dikembangkan tahun 1984-

1985 di Rumah Sakit Siriraj, Universitas Mahidol, Bangkok, Thailand, dan diterima

secara luas serta digunakan di banyak rumah sakit di Thailand sejak tahun 1986. Skor

Siriraj dibuat dengan tujuan mengembangkan suatu alat diagnostik klinis stroke yang

sederhana, reliable, aman dan dapat digunakan di daerah yang tidak memiliki fasilitas

CT scan kepala15.
2.9.3 PEMERIKSAAN FISIK

a. Pemeriksaan Tingkat Kesadaran

Salah satu pemeriksaan yang penting dalam bidang neurologi adalah penilaian

tingkat kesadaran. Pemeriksaan tingkat kesadaran berguna dalam menegakkan

diagnosis maupun menentukan prognosis penderita.Tingkat kesadaran yang

menurun biasanya diikuti dengan gangguan isi kesadaran. Sedangkan gangguan

isi kesadaran tidak selalu diikuti dengan penurunan tingkat kesadaran. Penurunan

tingkat kesadaran di ukur dengan Glasgow Coma Scale11.


Pemeriksaan GCS didasarkan pada pemeriksaan respon dari mata, bicara dan

motorik. Cara penilaiannya adalah dengan menjumlahkan nilai dari ketiga aspek

tersebut di atas. rentang nilainya adalah 3 (paling jelek) sampai dengan 15

(normal)5.

b. Tanda Meningeal

Tanda-tanda meningeal timbul karena tertariknya radiks-radiks saraf tepi yang

hipersensitif karena adanya perangsangan atau peradangan pada selaput otak

meninges (meningitis) akibat infeksi, kimiawi maupun karsinomatosis.

Perangsangan meningeal bisa terjadi juga akibat perdarahan subarachnoid11.

Untuk memudahkan pemeriksaan, pada keterampilan medik ini berturutturut

akan dipelajari tanda-tanda meningeal sebagai berikut:


1. Kaku Kuduk (Rigiditas Nuchae)

Penderita berbaring terlentang di atas tempat tidur. Secara pasif kepala

penderita dilakukan fleksi dan ekstensi. Kaku kuduk positif jika sewaktu

dilakukan gerakan, dagu penderita tidak dapat menyentuh dua jari yang

diletakkan di incisura jugularis, terdapat suatu tahanan12.

2. Tanda Brudzinski

Cara memeriksa brudzinski I : pada pasien yang sedang berbaring,

letakkan satu tangan dibawah kepala pasien dan tangan lainnya diletakkan di

dada untuk mencegah badan terangkat. Selanjutnya kepala difleksikan ke

dada, adanya rangsang meningeal apabila kedua tungkai bawah terangkat

(fleksi) pada sendi panggul dan lutut12.

Cara memeriksa brudzinski II : pada pasien yang sedang berbaring,

tungkai atas pasien difleksikan secara pasif pada sendi panggul, dan diikuti

dengan fleksi tungkai lainnya. Apabila sendi lutut lainnya dalam keadaan

ekstensi, maka terdapat tanda rangsang meningeal12.

3. Tanda Kernig

Cara memeriksa dapat dilakukan : pasien yang sedang berbaring

difleksikan pahanya pada persendian panggul sampai membuat sudut 90

derajat. Setelah itu tungkai bawah diekstensikan pada persendian lutut sampai

membentuk sudut lebih dari 135 derajat terhadap paha. Bila terdapat tahanan

dan rasa nyeri sebelum atau kurang dari sudut 135 derajat, maka dikatakan

tanda kerniq positif11.


4. Tanda Laseq

Cara memeriksa dapat dilakukan : pada pasien yang berbaring kedua

tungkai diluruskan (diekstensikan), kemudian satu tungkai diangkat lurus,

difleksikan persendian panggulnya. Tungkai yang satu lagi harus berada

dalam keadaan ekstensi. Pada keadaan normal dapat mencapai sudut 70

derajat sebelum timbul rasa sakit dan tahanan. Bila sudah timbul rasa sakit

dan tahanan sebelum mencapai 70 derajat maka disebut tanda laseque positif.

Namun pada pasien yang sudah usia lanjut diambil patokan 60 derajat11.

c. Nervus Kranialis

1. Nervus Olfaktorius (Nervus Kranialis I)

Nerfus olfaktorius menghantarkan bau menuju otak dan kemudian diolah

lebih lanjut. Sistem olfaktorius dimulai dengan sisi yang menerima

rangsangan olfaktorius. Sistem ini terdiri dari bagian berikut: mukosa

olfaktorius pada bagian atas kavum nasal, fila olfaktoria, bulbus subkalosal

pada sisi medial lobus orbitalis12.

Sistem olfaktorius merupakan satu-satunya sistem sensorik yang

impulsnya mencapai korteks tanpa dirilei di talamus. Bau-bauan yang dapat

memprovokasi timbulnya nafsu makan dan induksi salivasi serta bau busuk

yang dapat menimbulkan rasa mual dan muntah menunjukkan bahwa sistem

ini ada kaitannya dengan emosi. Serabut utama yang menghubungkan sistem

penciuman dengan area otonom adalah medial forebrain bundle dan stria

medularis talamus. Emosi yang menyertai rangsangan olfaktorius mungkin


berkaitan ke serat yang berhubungan dengan talamus, hipotalamus dan sistem

limbik13.

2. Nervus Optikus (Nervus Kranialis II)

Saraf Optikus merupakan saraf sensorik murni yang dimulai di retina.

Serabut-serabut saraf ini, ini melewati foramen optikum di dekat arteri

optalmika dan bergabung dengan saraf dari sisi lainnya pada dasar otak untuk

membentuk kiasma optikum. Orientasi spasial serabut-serabut dari berbagai

bagian fundus masih utuh sehingga serabut-serabut dari bagian bawah retina

ditemukan pada bagian inferior kiasma optikum dan sebaliknya13.

Pemeriksaannya dengan snellen card, funduscope, dan periksa lapang

pandang12.

3. Nervus Okulomotorius (Nervus Kranialis III), Nervus Troklearis (Nervus

Kranialis IV), Nervus Abdusens (Nervus Kranialis VI)

Nukleus saraf okulomotorius terletak sebagian di depan substansia grisea

periakuaduktal (Nukleus motorik) dan sebagian lagi di dalam substansia

grisea (Nukleus otonom)13.

Nukleus motorik bertanggung jawab untuk persarafan otot-otot rektus

medialis, superior, dan inferior, otot oblikus inferior dan otot levator palpebra

superior. Nukleus otonom atau nukleus Edinger-westhpal yang bermielin

sangat sedikit mempersarafi otot-otot mata inferior yaitu spingter pupil dan

otot siliaris13.
Nukleus saraf troklearis terletak setinggi kolikuli inferior di depan

substansia grisea periakuaduktal dan berada di bawah Nukleus

okulomotorius. Saraf ini merupakan satu-satunya saraf kranialis yang keluar

dari sisi dorsal batang otak. Saraf troklearis mempersarafi otot oblikus

superior untuk menggerakkan mata bawah, kedalam dan abduksi dalam

derajat kecil12,13.

Nukleus saraf abdusens terletak pada masing-masing sisi pons bagian

bawah dekat medula oblongata dan terletak dibawah ventrikel ke empat saraf

abdusens mempersarafi otot rektus lateralis. Saraf ini berperan dalam

mengatur gerakan bola mata13.

Pemeriksaannya yaitu dengan, melakukan inspeksi mata pasien untuk

mendeteksi apakah ada ptosis atau juling. Lalu pasien diminta untuk duduk

tegak dan tidak menggerakkan kepala, minta pasien untuk melihat gerakan

tangan atau jari pemeriksa dengan arah huruf H. Pemeriksa menggerakkan

tangan atau jari ke arah samping kanan kiri, atas, bawah dan diagonal). Bola

mata harus bergerak secara bersamaan dan simetris. Saat mengarahkan tangan

ke samping (arah lateral), perhatikan apakah ada nistagmus pada pasien atau

tidak. Refleks pupil disarafi oleh nervus II (optikus) dan nervus III

(okulomotor). Nervus II untuk menghantarkan rangsangan cahaya sedangkan

nervus III untuk kontraksi otot pupil. Pupil pasien diperiksa dengan

menggunakan senter atau penlight. Pupil yang normal akan mengecil

(konstriksi) bila disinari cahaya. Refleks konsensual (refleks tak langsung)

diperiksa dengan menyinari salah satu mata dan menghalangi mata


sebelahnya dengan meletakkan tangan pemeriksa di hidung pasien. Refleks

pupil konsensual yang normal adalah kedua pupil akan mengecil secara

bersamaan walaupun hanya 1 mata yang disinari cahaya11,12.

4. Nervus Trigeminus (Nervus Kranialis V)

Saraf trigeminus bersifat campuran terdiri dari serabut-serabut motorik

dan serabut-serabut sensorik. Serabut motorik mempersarafi otot masseter

dan otot temporalis yang merupakan otot-otot pengunyah. Serabut-serabut

sensorik saraf trigeminus dibagi menjadi tiga cabang utama yatu saraf

oftalmikus, maksilaris, dan mandibularis. Daerah sensoriknya mencakup

daerah kulit, dahi, wajah, mukosa mulut, hidung, sinus. Gigi maksilar dan

mandibula, dura dalam fosa kranii anterior dan tengah bagian anterior telinga

luar dan kanalis auditorius serta bagian membran timpani13.

Cara melakukan pemeriksaan yaitu, asien diminta untuk menutup mata.

Gunakan kapas dan jarum tumpul untuk memeriksa sensorik di wajah. Sentuh

tiga bagian kulit wajah pasien dan tanyakan apakan pasien dapat merasakan

stimulus tersebut dan dapat membedakan sentuhan halus dan nyeri. Reflek

kornea diperiksa dengan menyentuhkan ujung kornea dengan pilinan kapas.

Dikatakan normal bila pasien segera mengedipkan mata. Pemeriksaan fungsi

motorik nervus V (trigeminal) dengan mempalpasi otot maaseter dan

temporalis. Pasien diminta untuk mengatupkan gigi rapat-rapat dan membuka

mulut. Lesi nervus trigeminal unilateral dapat menyebabkan deviasi rahang ke

bagian yang lumpuh. Refleks hentakan rahang (jaw jerk reflect) dapat

diperiksa dengan meminta pasien merilekskan otot rahangnya dan membuka


sedikit mulut. Pemeriksa menempatkan ibu jari ke dagu pasien dan

memukulkan palu refleks dengan ibu jari pasien sebagai alasnya. Refleks

yang normal adalah pasien sedikit megatupkan mulutnya setelah

mendapatkan rangsangan11.

5. Nervus Fasialis (Nervus Kranialis VII)

Saraf fasialis mempunyai fungsi motorik dan fungsi sensorik fungsi

motorik berasal dari Nukleus motorik yang terletak pada bagian ventrolateral

dari tegmentum pontin bawah dekat medula oblongata. Fungsi sensorik

berasal dari Nukleus sensorik yang muncul bersama nukleus motorik dan

saraf vestibulokoklearis yang berjalan ke lateral ke dalam kanalis akustikus

interna13.

Serabut motorik saraf fasialis mempersarafi otot-otot ekspresi wajah,

termasuk tersenyum, mengerutkan dahi, terdiri dari otot orbikularis okuli, otot

buksinator, otot oksipital, otot frontal, otot stapedius, otot stilohioideus, otot

digastriktus posterior serta otot platisma. Serabut sensorik menghantar

persepsi pengecapan bagian anterior lidah12,13.

Cara pemeriksannya yaitu, terlebih dahulu kita lakukan inspeksi wajah

pasien secara umum, perhatikan apakah ada asimetri dan gangguan untuk

menutup mata. Minta pasien untuk melakukan berbagai ekspresi wajah untuk

menilai otot wajah. Minta pasien untuk menaikkan alis (otot frontalis),

menutup mata dengan kuat (otot orbikularis okuli), bersiul atau

menggembungkan pipi (otot buccinator) dan tersenyum sambil


memperlihatkan gigi (otot orbikularis oris). Periksa fungsi sensoris indra

perasa dengan memberikan rasa manis,pahit, asam dan asin11.

6. Nervus Vestibulokoklearis (Nervus Kranialis VIII)

Saraf vestibulokoklearis terdiri dari dua komponen yaitu serabut-serabut

aferen yang mengurusi pendengaran dan vestibuler yang mengandung

serabut-serabut aferen yang mengurusi keseimbangan. Serabut-serabut untuk

pendengaran berasal dari organ corti dan berjalan menuju inti koklea di pons.

Dari sini terdapat transmisi bilateral ke korpus genikulatum medial dan

kemudian menuju girus superior lobus temporalis. Serabut-serabut untuk

keseimbangan mulai dari utrikulus dan kanalis semisirkularis dan bergabung

dengan serabut-serabut auditorik di dalam kanalis fasialis. Serabut-serabut ini

kemudian memasuki pons, serabut vestibutor berjalan menyebar melewati

batang dan serebelum. Mempertahankan keseimbangan merupakan fungsi

bagian vestibularis, sedangkan bagian koklearis memperantarai

pendengaran13.

Pasien dapat dibisikkan suara di ruangan kedap suara, bila pendengaran

pasien normal maka pasien dapat mengulang kata yang diucapkan oleh

pemeriksa. Tes Rinne adalah tes untuk membandingkan kemampuan

konduksi suara di udara dan di tulang. Garpu tala ukuran 512 Hz dibunyikan,

letakkan gagang garpu tala di tulang mastoid dan minta pasien memberikan

tanda bila pasien sudah tidak mendengar suara. Pindahkan garpu tala di depan

meatus eksterna akustikus. Tanyakan pada pasien apakah pasien masih


mendengarkan suara garpu tala. Bila suara masih terdengar di depan meatus

akustikus eksterna berarti penghantaran konduksi suara melalui udara lebih

baik dibandingkan dengan penghantaran suara lewat tulang. Hal ini

dinamakan tes Rinne positif11,12.

Tes Weber untuk mengetahui apakah ada lateralisasi dalam pendengaran.

Garpu tala 512 Hz dibunyikan dan diletakkan di puncak kepala (verteks) dan

tanyakan pada pasien apakah ada bagian telinga yang lebih kuat mendengar

bunyi11.

Pemeriksaan vestibular dapat dilakukan dengan melakukan manuver

Halpike (Halpike’s maneuver) untuk melihat apakah ada nistagmus atau

tidak. Atau dapat melakukan tes kesimbangan seperti tandlem walking, tes

rombergh, dan tes stapping12,11.

7. Nervus Glososfaringeus (Nervus Kranialis IX) dan Nervus Vagus (Nervus

Kranialis X)

Saraf Glosofaringeus menerima gabungan dari saraf vagus dan asesorius

pada waktu meninggalkan kranium melalui foramen tersebut. Saraf

glosofaringeus mempunyai dua ganglion, yaitu ganglion intrakranialis

superior dan ekstrakranialis inferior. Setelah melewati foramen, saraf

berlanjut antara arteri karotis interna dan vena jugularis interna ke otot

stilofaringeus. Di antara otot ini dan otot stiloglosal, saraf berlanjut ke basis

lidah dan mempersarafi mukosa faring, tonsil dan sepertiga posterior lidah.

Saraf vagus juga mempunyai dua ganglion yaitu ganglion superior atau

jugulare dan ganglion inferior atau nodosum, keduanya terletak pada daerah
foramen jugularis, saraf vagus mempersarafi semua visera toraks dan

abdomen dan menghantarkan impuls dari dinding usus, jantung dan paru-

paru13.

Pemeriksaan dapat dilakukan dengan, pemeriksaan reflek muntah (gag

reflex). Tanyakan apakah pasien memiliki kesulitan untuk menelan (disfagia).

Pemeriksa dapat memperhatikan apakah pasien memiliki suara serak atau

sengau. Pasien diminta untuk membuka mulut lebar dan mengatakan “aaa”.

Bila terjadi kelumpuhan (palsy) maka uvula akan berdeviasi ke arah yang

sakit11,12

8. Nervus Asesorius (Nervus Kranialis XI)

Saraf asesorius mempunyai radiks spinalis dan kranialis. Radiks kranial

adalah akson dari neuron dalam nukleus ambigus yang terletak dekat neuron

dari saraf vagus. Saraf aksesoris adalah saraf motorik yang mempersarafi otot

sternokleidomastoideus dan bagian atas otot trapezius. Otot

sternokleidomastoideus berfungsi memutar kepala ke samping dan otot

trapezius memutar skapula bila lengan diangkat ke atas13.

Prosedur pemeriksaan, minta pasien duduk dengan tegak dan lakukan

inspeksi pada bahu pasien. Lakukan palpasi pada bahu pasien untuk

mengetahui apakah ada atrofi atau tidak. Minta pasien untuk menolehkan

kepala dengan melawan tahanan dari pemeriksa, sambil pemeriksa melakukan

palpasi pada otot sternokleidomastoideus. Misalnya, untuk memeriksa otot

sternokleidomastoideus kiri maka pasien diminta untuk menoleh ke kanan

dengan tangan pemeriksa di dagu bagian kanan untuk memberikan tahanan11.


9. Nervus Hipoglosus (Nervus Kranialis XII)

Nukleus saraf hipoglosus terletak pada medula oblongata pada setiap sisi

garis tengah dan depan ventrikel ke empat dimana semua menghasilkan

trigonum hipoglosus. Saraf hipoglosus merupakan saraf motorik untuk lidah

dan mempersarafi otot lidah yaitu otot stiloglosus, hipoglosus dan

genioglosus. Fungsi lidah yang normal sangat penting untuk fungsi bicara dan

menelan13.

Cara pemeriksaan dengan, pasien diminta untuk membuka mulut dan

menjulurkan lidah. Perhatikan apakah ada deviasi dan fasikulasi. Minta

pasien untuk menggerakkan lidah11.

2.9.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG

Cara membedakan jenis patologi stroke dapat dilakukan pemeriksaan

neuroimaging (CT Scan kepala atau MRI). Stroke dengan lesi yang luas, misalnya di

daerah kortikal atau ganglia basalis, gambaran abnormal CT scan kepala baru akan

muncul setelah 1-3 jam. Pemeriksaan CT Scan kepala dilakukan dalam 24 jam

pertama sejak admisi pasien ke rumah sakit 14. Penggunaan CT-Scan adalah untuk

mendapatkan etiologi dari stroke yang terjadi. Pada stroke non-hemoragik, ditemukan

gambaran lesi hipodens dalam parenkim otak. Sedangkan dengan pemeriksaan MRI

menunjukkan area hipointens4.


Gambar 1.5 CT Scan

Diagnosis stroke akut dapat ditegakkan dengan lebih cepat dan akurat dengan

menggunakan MRI terkini (resolusinya lebih tinggi, munculnya gambaran abnormal

lebih cepat, dan dapat menilai lesi di batang otak). Jika penampakan tidak khas atau

tidak menunjukkan stroke, maka seorang klinisi harus tetap menganggap itu adalah

stroke dan dilanjutkan dengan penentuan apakah pasien adalah calon untuk

mendapatkan terapi akut14. MRI Lebih sensitif dibandingkan dg CT scan dalam

mendeteksi stroke non hemoragik rigan, bahkan pada stadium dini, meskipun tidak

pada setiap kasus. Alat ini kurang peka dibandingkan dengan CT scan dalam

mendeteksi perdarahan intrakranium ringan4.


BAB III

PEMBAHASAN

Diagnosis pada pasien ini adalah :

Diagnosa Klinis: Hemiparese sinistra , parese NIII, parese N.XII dextra dan hipertensi

Diagnosa Topis: Hemisfer Cerebri Dextra

Diagnosa Etiologi : Stroke Infark

Diagnosis tersebut ditegakkan berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan

penunjang. Pada anamnesa:

Pasien datang ke IGD RSUD Moh. Saleh dengan keluhan tangan dan kaki kiri lemas sejak

hari Jumat sebelum MRS. Sebelumnya keluhan timbul mendadak jumat pagi setelah sholat

subuh. Sebelumnya pasien sudah merasakan kesemutan dan rasa kaku pada tangan dan kaki kiri

setelah melakukan aktivitas (kerja lembur ±2 hari). Pasien juga mengatakan sebelumnya pasien

sudah mengalami kesusahan saat mengerem sepeda motor. Pasien mengatakan mata kiri

mengalami penurunan pengelihatan. Muntah (-), sakit kepala sebelumnya (-),kejang (-) ,keluhan

nyeri dada (-), nyeri pada tungkai (-).

Dari keluhan utama pasien menunjukkan adanya kelemahan pada daerah ekstremitas,

hal ini dapat merupakan manifestasi klinis dari stroke. Selain itu didapatkan gejala lain

yaitu penurunan pengelihatan pada mata kiri. Stroke dibagi menjadi 2 bagian besar yaitu stroke

haemorrage dan stroke infark.

Dari pemeriksaan klinis dapat diketahui pasien kemungkinan menderita stroke

infark atau haemorage. Pemeriksaan klinis tersebut dimasukkan ke dalam rumus siriraj score.

Apabila score <-1 maka pasien kemungkinan menderita stroke infark, apabila score >1 pasien
kemungkinan menderita stroke haemorrage. Pada pasien ini score sirirajnya <- 7, sehingga

kemungkinan menderita stroke infark.

Kekuatan motoric pasien pada ekstremitas superior dan inferior sama, sehingga

kemungkinan terjadi penyumbatan pada arteri serebral media. Apabila kekuatan motoric antara

ekstremitas superior dan inferior tidak sama, kemungkinan terjadi penyumbatan pada arteri

cerebri anterior. Adanya gangguan penglihatan mendadak pada mata kiri sehigga

memungkinkan pasien mengalami penyumbatan pada arteri cerebri posterior. Keluhan lemah

kaki dan tangan kanan pasien dirasakan mendadak ketika bangun tidur sehingga kemungkinan

penyumbatanpada arteri cereberi media pasien disebabkan oleh pembentukan thrombus.

Gejala pada pasien tidak menghilang setelah 24 jam atau lebih sehingga dapat

menyingkirkan diagnosis TIA dan RIND. Gejala pada pasien tidak semakin memberat

sehingga ini bukan merupakan kondisi progressive stroke melainkan complete stroke.

Selain itu, pada pasien ini didapatkan deviasi lidah ke arah parese (sinistra) namun

tidak didapatkan fasikulasi atau atrofi pada lidah sehingga lesi pada pasien merupakan lesi

UMN, bukan LMN.

Pasien menyangkal adanya keluhan sakit kepala hebat, menyangkal adanya mual,

muntah, riwayat trauma/terjatuh, dan demam. Berdasarkan keluhan pasien tersebut

menunjukan bahwa tidak ada kemungkinan adanya tanda peningkatan intracranial.

Diagnosa hipertensi ditegakkan dari hasil anamanesis dan pemeriksaan fisik (tensi 142/89

mmHg). Pasien mengeluhkan telah lama menderita darah tinggi. Pasien merupakan

perokok sudah ±30 tahun.


Pada pemeriksaan penunjang berupa ct-scan kepala ditemukan lesi hipodense pada corona

radiate sinistra dan dextra. Hal ini mendukung anamnesis dan pemeriksaan fisik pasien yang

mengarah pada stroke infark dan lesi UMN.

Penatalaksaan Stroke Infark, dengan pedoman 5B :

1. Breathing : Pemantauan saturasi oksigen selama 72 jam, pemberian O2pada saturasi O2 <

95%

2. Blood: Perbaiki sirkulasi darah ke otak dengan pemberian cairan kristaloid isotonis seperti

saline 0,9%.

3. Brain: Memperbaiki fungsi otak. Dilakukan pengendalian tekanan intracranial dengan

meninggikan posisi kepala 20-30˚, hindari pemberian cairan glukosa atau hipotonik, jaga

normovolemi, pemberian manitol 20% dengan dosis 0,25-0,5 gr/kgbb selama >20 menit

diulang tiap 4-6 jam dengan target <310 mOsm/L.Atau 6x100mg/ 24 jam atau 100mg tiap 4

jam.

4. Bladder : memperhatikan fungsi ginjal, cairan, elektrolit dan miksi. Pemasangan

kateter foley dilakukan untuk penderita retensi urin atau ikontinensia urin.

5. Bowel : Memperhatikan intake makanan dan fungsi pencernaan. Makanan harus cukup

mengandung kalori dan vitamin. Pemasangan sonde dilakukan apabila ada gangguan

menelan. Melakukan brain imaging dengan ct-scan .

Pada pasien diberikan citokilin, Citicolin berperan untuk perbaikan membran sel saraf

melalui peningkatan sintesis phosphatidylcholine dan perbaikan neuron kolinergik yang rusak

melalui potensiasi dari produksi asetilkolin. Citicoline juga menunjukkan kemampuan untuk

meningkatkan kemampuan kognitif, Citicoline diharapkan mampu membantu rehabilitasi

memori pada pasien dengan luka pada kepala dengan cara membantu dalam pemulihan darah
ke otak. Studi klinis menunjukkan peningkatan kemampuan kognitif dan motorik yang lebih

baik pada pasien yang terluka di kepala dan mendapatkan citicoline. Citicoline juga

meningkatkan pemulihan ingatan pada pasien yang mengalami gegar otak.

Selain itu juga diberikan Metilkobalamin  yang berperan sebagai koenzim dalam proses

pembentukan methionin dari homosystein. Reaksi ini berguna dalam pembentukan DNA,

serta pemeliharaan fungsi saraf. Metilkobalamin berperan pada neuron susunan saraf melalui

aksinya terhadap reseptor NMDA dengan perantaraan S-adenosilmethione (SAM) dalam

mencegah apoptosis akibat glutamate-induced neurotoxicity. Hal ini menunjukkan adanya

kemungkinan peranan metilkobalamin pada terapi stroke, cedera otak, penyakit Alzheimer,

Pemberian Clopidogrel secara selektif menghambat pengikatan adenosin difosfat (ADP)

pada reseptor ADP di platelet, dengan demikian menghambat aktivasi kompleks glikoprotein

GPIIb/IIIa yang dimediasi ADP, yang menimbulkan penghambatan terhadap agregasi platelet.

Biotransformasi Clopidogrel diperlukan untuk menghasilkan penghambatan agregasi platelet.

Clopidogrel juga menghambat agregasi platelet yang diinduksi oleh agonis lain dengan

menghalangi amplifikasi aktivasi platelet dengan merilis ADP. Clopidogrel bertindak dengan

memodifikasi reseptor ADP platelet secara ireversibel. Akibatnya, platelet yang terkena

Clopidogrel terpengaruh untuk sisa jangka hidup mereka dan pemulihan fungsi platelet

normal terjadi pada tingkat yang konsisten dengan pergantian platelet.

Sedangkan omeprazol merupakan obat golongan PPI merupakan golongan obat yang

mampu mengurangi produksi asam lambung dengan menghalangi enzim yang menghasilkan

asam di dinding lambung sehingga bisa digunakan untuk terapi asam lambung atau

gastroesophageal reflux (GERD).  Omeprazole diberikan sebagai gastroprotektor dan


mencegah efek samping dan interaksi dari obat lain. Omeprazole bekerja dengan menghambat

reseptor H2 sehingga sekresi asam lambung dapat dihambat.

Santagesik mengandung Metamizole sodium anhydrate yang digunakan untuk mengatasi

nyeri akut atau kronik berat, yang berhubungan dengan spasme otot polos (akut atau kronik)

misalnya spasme otot atau kolik yang mempengaruhi The gastrointestinal tract (GIT), ginjal,

atau saluran kemih bagian bawah.


BAB IV

KESIMPULAN

3.1 KESIMPULAN

Stroke adalah sindrom yang terdiri dari tanda dan/atau gejala hilangnya fungsi sistem

saraf pusat fokal atau global yang berkembang cepat ( dalam detik atau menit). Gejala ini

berlangsung lebih dari 24 jam atau menyebabkan kematian, berasal dari gangguan aliran

darah otak dan bukan disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak sepintas, tumor otak,

stroke sekunder karena trauma maupun infeksi. Pembagian stroke berdasarkan patologi

anatomi dan manifestasi klinisinya yaitu stroke non-hemoragik (iskemik) dan stroke

hemoragik.

Serangan untuk tipe stroke apa pun akan menimbulkan defisit neurologis yang bersifat

akut. Tanda dan gejala stroke antara lain, hemidefisit motorik , hemidefisit sensorik,

penurunan kesadaran , kelumpuhan nervus VII (fasialis) dan nervus XII (hipoglosus) yang

bersifat sentral, afasia dan demensia, hemianopsia, defisit batang otak. Cara membedakan

jenis patologi stroke dapat dilakukan pemeriksaan neuroimaging (CT Scan kepala atau MRI).

Tujuan terapi adalah memulihkan perfusi ke jaringan otak yang mengalami infark dan

mencegah serangan stroke berulang. Terapi dapat menggunakan Intravenous recombinant

tissue plasminogen activator (rtPA) yang merupakan bukti efektivitas dari trombolisis, obat

antiplatelet dan antikoagulan untuk mencegah referfusi pada pasien stroke iskemik.
DAFTAR PUSTAKA

1. Tiara Khairina. 2017. Pengaruh Rehabilitasi Medik Terhadap Fungsi Motorik

Penderita Stroke Iskemik Di Rsud Palembang Bari. Fakultas Kedokteran

Universitas Muhammadiyah Palembang.

2. Pusdatin Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2019. Stroke

3. Ni Made Trismarani Sultradewi Kesuma,dkk. 2019. Gambaran faktor risiko dan

tingkat risiko stroke iskemik berdasarkan stroke risk scorecard di RSUD

Klungkung. Directory of Open Acces Journal. Intisari Sains Medis 2019,

Volume 10, Number 3: 720-729

4. Rabie’ah. 2015. Stroke Iskemik. Kepaniteraan Klinik Ilmu Saraf Fakultas Kedokteran

Universitas Kristen Krida WacanaRs Husada

5. Tanpa Nama. 2015. Stroke Iskemik. Universitas Sumatera Utara

6. Eliwati,dkk. 2016. Penatalaksanaan Fisioterapi Pada Pasien Hemiparesis Sinistra Ec

Stroke Iskemik Dengan Penambahan Latihan Core Stability Terhadap

Peningkatan Keseimbangan Duduk Dinamis Dan Trunk Control Di Rsupn Dr.

Ciptomangunkusumo Jakarta Pusat Tahun 2016. Kementerian Kesehatan

Republik Indonesia Politeknik Kesehatan Jakarta Iii Jurusan Fisioterapi.

7. Nurussakinah Daulay. 2017. Struktur Otak dan Keberfungsiannya pada Anak dengan

Gangguan Spektrum Autis: Kajian Neuropsikologi. Jurnal UGM Buletin

Psikologi
8. Nodia Adillah Syukri. 2017. Traktus Piramidalis. Bagian Ilmu Penyakit Saraf Fakultas

Kedokteran Universitas Riau Rumah Sakit Umum Daerah Arifin Achmad

Pekanbaru

9. Sugeng Ariyadi. 2010. Motivasi Penderita Stroke Iskemik Mengikuti Fisioterapi Di

Rumah Sakit Umum Kelet, Jepara. Universitas Negeri Semarang

10. Permatasari, Nia . 2020 . Artikel Penelitian : Perbandingan Stroke Non Hemoragik

dengan Gangguan Motorik Pasien Memiliki Faktor Resiko Diabetes Melitus

dan Hipertensi. Universitas Malahayati. Jurnal Ilmiah Kesehatan Sandi Husada

Vol 11 Nomor 1

11. Diah Kurnia Mirawati,dkk. 2019. Buku Manual Keterampilan Klinik Topik

Pemeriksaan Neurologi Dasar. Universitas Sebelas Maret : Surakarta

12. Ashari Bahar dan Devi Wuysang. 2017. Pemeriksaan Neurologik dan Keterampilan

Medik. Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin : Makasar

13. Modul Fisioterapi Pengukuran. Universitas Asa Unggul Jakarta

14. Diah Mutiarasari. 2019. ISCHEMIC Stroke: Symptoms, Risk Factors, And

Prevention. Medika Tadulako, Jurnal Ilmiah Kedokteran, Vol. 6 No. 1

15. Hanif Fakhruddin dan Lisa Nurmalia. 2019. Perbandingan Uji Diagnostik Siriraj

Stroke Score dan Algoritma Stroke Gadjah Mada Sebagai Prediktor Jenis

Stroke di RS Sentra Medika Bekasi. Universitas Malahayati

Anda mungkin juga menyukai