Hasil pembelajaran:
1. Patogenesis dan patofisiologi terjadinya stroke hemoragik
2. Diagnosis penyakit Stroke Hemoragik
3. Penanganan pertama pasien dengan Stroke Hemoragik
4. Penanganan rehabilitasi medis pasca stroke
5. Upaya pencegahan serangan stroke berulang (kepatuhan minum obat dan pola
hidup sehat)
Rangkuman hasil pembelajaran portofolio:
1. Subyektif:
Penurunan kesadaran dialami sejak 1 jam sebelum masuk unit gawat darurat, secara tiba-
tiba setelah pasien pulang dari bekerja, sebelum tidak sadar, pasien mengeluhkan muntah
menyemprot dan sakit kepala. Tidak ada riwayat trauma sebelum terjadinya penurunan
kesadaran. Tidak ada riwayat kelemahan, kesemutan, dan kejang sebelum trauma.
Menurut keluarga pasien, pasien merupakan penederita hipertensi dan berobat tidak
teratur, riwayat penyakit diabetes disangkal. Buang air besar dan buang air kecil dalam
batas normal sebelum terjadinya penurunan kesadaran.
2. Obyektif:
Status Present
Sakit berat
GCS E1M5V1
Tanda Vital :
Tensi : 220/180 mmHg
Nadi : 88x/i
Pernapasan : 22x/i
Suhu : 36,5 C
Kepala :
Rambut hitam, tipis dan kusut, konjungtiva normal, tidak ada ikterus, bibir tidak
sianosis
Mata konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik, pupil anisokor diameter
1mm/3mm, reflex cahaya +/+
Hidung :
Perdarahan (-) Sekret (-)
Mulut :
Lidah kotor (-)
Leher : Kelenjar getah bening : tidak teraba
Kelenjar gondok : tidak teraba
DVS : R -2cm H2O
Kaku kuduk : (-)
Tumor : (-)
Thorax :
Inspeksi :
Simetris kiri=kanan, bentuk dada normochest, sela iga tidak melebar
Palpasi :
Tidak ada massa tumor, tidak ada nyeri tekan, vocal fremitus sama di kiri
dan kanan paru
Perkusi :
Kedua paru sonor, batas paru hepar sela iga VI anterior kanan
Auskultasi :
Bunyi pernapasan : Vesikuler
Bunyi tambahan : (+)
Ronkhi : - - Wheezing : + +
- - + +
+ + + +
Jantung :
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis teraba
Perkusi : Pekak, batas jantung kesan cardiomegaly
Auskultasi : BJ I/II murni regular, bising (-)
Abdomen :
Inspeksi : Cembung, ikut gerak napas
Palpasi :
MT (-) NT (-)
Hati : tidak teraba
Limpa : tidak teraba
Perkusi : Tympani
Auskultasi : Peristaltik (+) kesan normal
Ekstremitas :
Pitting edema -/-
Clubbing finger (-)
Status Neurologis
1. Kesan Umum
GCS : E1 M5 V1
2. Pemeriksaan Khusus
a. Rangsangan selaput otak
- Kaku kuduk : -
- Laseque : -
- Kerniq : tidak diperiksa
- Brudzinski tanda leher : tidak diperiksa
- Brudzinski tanda kontralateral : tidak diperiksa
- Brudzinski tanda pipi : tidak diperiksa
- Brudzinski tanda symphisis pubis : tidak diperiksa
· Pembicaraan
- Disartri : tidak dapat dievaluasi
- Monoton : tidak dapat dievaluasi
- Scanning : tidak dapat dievaluasi
- Afasia : -
- Motorik : -
- Sensorik : tidak dapat dievaluasi
- Amnestik : tidak dapat dievaluasi
· Kepala
- Bentuk besar : -
- Asimetri : -
- Sikap paksa : -
- Torticolis : -
· Muka
- Mask (topeng) : -
- Myopathik : -
- Fullmoon : -
- Lain-lain : -
Lainnya :
Berbagai lesi jantung lainnya telah dikaitkan dengan stroke, seperti
prolaps katup mitral, patent foramen ovale, defek septum atrium,
aneurisma septum atrium, dan lesi aterosklerotik dan trombotik dari
ascending aorta.
Merokok Beberapa laporan, termasuk meta-analisis angka studi,
menunjukkan bahwa merokok jelas menyebabkan peningkatan
risiko stroke untuk segala usia dan
kedua jenis kelamin, tingkat risiko berhubungan dengan jumlah
batang rokok yang dihisap, dan penghentian merokok mengurangi
risiko, dengan resiko kembali seperti bukan perokok dalam masa
lima tahun setelah penghentian.
Peningkatan Penigkatan viskositas menyebabkan gejala stroke ketika hematokrit
hematokrit melebihi 55%. Penentu utama viskositas darah keseluruhan adalah
dari isi sel darah merah;
plasma protein, terutamanya fibrinogen, memainkan peranan
penting. Ketika meningkat viskositas hasil dari polisitemia,
hyperfibrinogenemia, atau paraproteinemia, biasanya menyebabkan
gejala umum, seperti sakit kepala, kelesuan, tinnitus, dan
penglihatan kabur. Infark otak fokal dan oklusi vena retina jauh
kurang umum, dan dapat mengikuti disfungsi trombosit akibat
trombositosis. Perdarahan Intraserebral dan subarachnoid kadang-
kadang dapat terjadi.
Peningkatan Tingkat fibrinogen tinggi merupakan faktor risiko untuk stroke
tingkat fibrinogen trombotik. Kelainan sistem pembekuan darah juga telah dicatat,
dan kelainan seperti antitrombin III dan kekurangan protein C serta protein S dan
system pembekuan berhubungan dengan vena thrombotic.
Penyalahgunaan Obat yang telah berhubungan dengan stroke termasuk
obat methamphetamines, norepinefrin, LSD, heroin, dan kokain.
Amfetamin menyebabkan sebuah vaskulitis nekrosis yang dapat
mengakibatkan pendarahan petechial menyebar, atau fokus bidang
iskemia dan infark. Heroin dapat timbulkan sebuah hipersensitivitas
vaskular menyebabkan alergi . Perdarahan subarachnoid dan
difarction otak telah dilaporkan setelah penggunaan kokain.
Hiperlipidemia Meskipun tingkat kolesterol tinggi telah jelas berhubungan dengan
penyakit jantung koroner, mereka sehubungan dengan stroke kurang
jelas. Peningkatan kolesterol tidak muncul untuk menjadi faktor
risiko untuk aterosklerosis karotis, khususnya pada laki-laki di
bawah 55 tahun. Kejadian hiperkolesterolemia menurun dengan
bertambahnya usia. Kolesterol berkaitan dengan perdarahan
intraserebral atau perdarahan subarachnoid. Tidak ada hubungan
yang jelas antara tingkat kolesterol dan infark lakunar.
Kontrasepsi oral Pil KB, estrogen tinggi yang dilaporkan meningkatkan risiko stroke
pada wanita muda. Penurunan kandungan estrogen menurunkan
masalah ini, tetapi tidak dihilangkan sama sekali. Ini adalah faktor
risiko paling kuat pada wanita yang lebih dari 35 tahun . Mekanisme
diduga meningkat koagulasi, karena stimulasi estrogen tentang
produksi protein liver, atau jarang penyebab autoimun
Diet Konsumsi alkohol :
Ada peningkatan risiko infark otak, dan perdarahan subarakhnoid
dikaitkan dengan penyalahgunaan alkohol pada orang dewasa
muda. Mekanisme dimana etanol dapat menghasilkan stroke
termasuk efek pada darah tekanan, platelet, osmolalitas plasma,
hematokrit, dan sel-sel darah merah. Selain itu, alkohol bisa
menyebabkan miokardiopati, aritmia, dan perubahan di darah aliran
otak dan autoregulasi.
Kegemukan :
Diukur dengan berat tubuh relatif atau body mass indexs, obesitas
telah secara konsisten meramalkan berikutnya
stroke. Asosiasi dengan stroke dapat dijelaskan sebagian oleh
adanya hipertensi dan diabetes. Sebuah berat relatif lebih dari 30%
di atas rata-rata kontributor independen ke-atherosklerotik infark
otak berikutnya.
Infeksi Infeksi meningeal dapat mengakibatkan infark serebral melalui
pengembangan perubahan inflamasi dalam dinding pembuluh darah.
Sifilis meningovaskular dan mucormycosis dapat menyebabkan
arteritis otak dan infark.
Sirkadian dan Variasi sirkadian dari stroke iskemik, puncaknya antara pagi dan
faktor musim siang hari. Hal ini telah menimbulkan hipotesis bahwa perubahan
diurnal fungsi platelet dan fibrinosis mungkin relevan untuk stroke.
Hubungan antara variasi iklim musiman dan stroke iskemik telah
didalihkan. Peningkatan dalam arahan untuk infark otak diamati di
Iowa. Suhu lingkungan rata-rata menunjukkan korelasi negatif
dengan kejadian cerebral infark di Jepang. Variasi suhu musiman
telah berhubungan dengan resiko lebih tinggi cerebral infark dalam
usia 40-64 tahun pada penderita yang nonhipertensif, dan pada
orang dengan kolesterol serum bawah 160mg/dL.
Sistem skoring pada no 1 dan 2 dipakai pada kasus SAH primer akibat rupturnya
aneurisma.10
Versi orisinal:
= (0.80 x kesadaran) + (0.66 x muntah) + (0.33 x sakit kepala) + (0.33x tekanan darah
diastolik) – (0.99 x atheromal) – 3.71.
Versi Pemeriksaan
disederhanakan:penunjang dilakukan untuk mendukung diagnosis stroke dan
menyingkirkan diagnosis
= (2.5 x kesadaran) + (2bandingnya.
x muntah) + Laboratorium yang+dapat
( 2 x sakit kepala) (0.1 xdilakukan pada diastolik)
tekanan darah penderita –stroke
(3 x atheroma)
diantaranya – 12.
adalah hitung darah lengkap, profil pembekuan darah, kadar elektrolit, dan kadar
serum glukosa.2
Kesadaran:
Pemeriksaan pencitraan juga diperlukan dalam diagnosis. Pencitraan otak adalah langkah
Sadar = 0; mengantuk, stupor = 1; semikoma, koma = 2
penting dalam evaluasi pasien dan harus didapatkan dalam basis kedaruratan. Pencitraan otak
Muntah: tidak = 0 ; ya = 1
membantu dalam diagnosis adanya perdarahan, serta dapat menidentifikasi komplikasi seperti
Sakit kepala
perdarahan dalam 2 jam: tidak
intraventrikular, edem= otak,
0 ; ya dan
= 1 hidrosefalus. Baik CT non kontras ataupun MRI
2
otak merupakanateroma:
Tanda-tanda pilihan yang
tidak dapat
ada = digunakan.
0 ; 1 atau lebih tanda ateroma = 1
CT non kontras otak dapat digunakan untuk membedakan stroke hemoragik dari stroke
(anamnesis diabetes; angina; klaudikasio intermitten)
iskemik. Pencitraan ini berguna untuk membedakan stroke dari patologi intrakranial lainnya. CT
Pembacaan:
non kontras dapat mengidentifikasi secara virtual hematoma yang berdiameter lebih dari 1 cm.2
Skor MRI
> 1 telah
: Perdarahan
terbuktiotak
dapat mengidentifikasi stroke lebih cepat dan lebih bisa diandalkan
daripada <CT
-1:scan,
Infarkterutama
otak stroke iskemik. MRI dapat mengidentifikasi malformasi vaskular
yang mendasari atau lesi yang menyebabkan perdarahan.2
Sensivitas : Untuk perdarahan: 89.3%.
Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan adalah elektrokardiogram (EKG) untuk memulai
Untuk infark: 93.2%.
memonitor aktivitas hantung. Disritmia jantung dan iskemia miokard memiliki kejadian
Ketepatan
signifikan diagnostic
dengan : 90.3%.
stroke. 2
Oleh karena tidak seluruh Rumah Sakit memiliki alat-alat di atas, maka untuk
memudahkan pemeriksaan dapat dilakukan dengan sistem lain, misalnya sistem skoring yaitu
sistem yang berdasarkan gejala klinis yang ada pada saat pasien masuk Rumah Sakit. Sistem
skoring yang sering digunakan antara lain:
Siriraj Hospital Score 11
Stroke dapat didiagnosa banding dengan penyakit-penyakit lain seperti: ensefalitis,
meningitis, migrain, neoplasma otak, hipernatremia, stroke iskemik, perdarahan subaraknoid,
hematoma subdural, kedaruratan hipertensif, hipoglikemia, labirinitis, dan Transient Ischemic
Attack (TIA).2
3.9. Penatalaksanaan Stroke Hemoragik
A. Penatalaksanaan di Ruang Gawat Darurat
1. Evaluasi cepat dan diagnosis
2. Terapi umum (suportif)
a. stabilisai jalan napas dan pernapasan
b. stabilisasi hemodinamik/sirkulasi
c. pemeriksaan awal fisik umum
d. pengendalian peninggian TIK
e. penanganan transformasi hemoragik
f. pengendalian kejang
g. pengendalian suhu tubuh
h. pemeriksaan penunjang
B. Penatalaksanaan Stroke Perdarahan Intra Serebral (PIS)
Terapi medik pada PIS akut:
a. Terapi hemostatik 1
1. Eptacog alfa (recombinant activated factor VII [rF VIIa]) adalah obat haemostasis
yang dianjurkan untuk pasien hemofilia yang resisten terhadap pengobatan faktor VIII
replacement dan juga bermanfaat untuk penderita dengan fungsi koagulasi yang normal.
2. Aminocaproic acid terbuktitidak mempunyai efek menguntungkan.
3. Pemberian rF VIIa pada PIS pada onset 3 jam hasilnya adalah highly-significant, tapi
tidak ada perbedaan bila pemberian dilakukan setelah lebih dari 3 jam.
b. Reversal of anticoagulation 1
1. Pasien PIS akibat dari pemakaian warfarin harus secepatnya diberikan fresh frozen
plasma atau prothrombic complex concentrate dan vitamin K.
2. Prothrombic-complex concentrates suatu konsentrat dari vitamin K dependent
coagulation factor II, VII, IX, dan X, menormalkan INR lebih cepat dibandingkan FFP dan
dengan jumlah volume lebih rendah sehingga aman untuk jantung dan ginjal.
3. Dosis tunggal intravena rFVIIa 10-90µg/kg pada pasien PIS yang memakai warfarin
dapat menormalkan INR dalam beberapa menit. Pemberian obat ini harus tetap diikuti dengan
coagulation-factor replacement dan vitamin K karena efeknya hanya beberapa jam.
4. Pasien PIS akibat penggunaan unfractionated atau low moleculer weight heparin
diberikan Protamine Sulfat, dan pasien dengan trombositopenia atau adanya gangguan fungsi
platelet dapat diberikan dosis tunggal Desmopressin, transfusi platelet, atau keduanya.
5. Pada pasien yang memang harus menggunakan antikoagulan maka pemberian obat
dapat dimulai pada hari ke-7-14 setelah erjadinya perdarahan.
c. Tindakan bedah pada PIS berdasarkan EBM
1. Keputusan mengenai apakah dioperasi dan kapan dioperasi masih tetap kontroversial.
2. Tidak dioperasi bila: 1
1. Pasien dengan perdarahan kecil (<10cm3) atau defisit neurologis minimal.
2. Pasien dengan GCS <4. Meskipun pasien GCS <4 dengan perdarahan
intraserebral disertai kompresi batang otak masih mungkin untuk life saving.
3. Dioperasi bila: 1
1. Pasien dengan perdarahan serebelar >3cm dengan perburukan klinis atau
kompresi batang otak dan hidrosefalus dari obstruksi ventrikel harus secepatnya dibedah.
2. PIS dengan lesi struktural seperti aneurisma malformasi AV atau angioma
cavernosa dibedah jika mempunyai harapan outcome yang baik dan lesi strukturnya terjangkau.
3. Pasien usia muda dengan perdarahan lobar sedang s/d besar yang memburuk.
4. Pembedahan untuk mengevakuasi hematoma terhadap pasien usia muda dengan
perdarahan lobar yang luas (>50cm3) masih menguntungkan.
B. Penatalaksanaan Perdarahan Sub Arakhnoid
1. Pedoman Tatalaksana 1
a. Perdarahan dengan tanda-tanda Grade I atau II (H&H PSA):
Identifikasi yang dini dari nyeri kepala hebat merupakan petunjuk untuk upaya
menurunkan angka mortalitas dan morbiditas.
Bed rest total dengan posisi kepala ditinggikan 30 dalam ruangan dengan lingkungan
yang tenang dan nyaman, bila perlu diberikan O2 2-3 L/menit.
Hati-hati pemakaian obat-obat sedatif.
Pasang infus IV di ruang gawat darurat dan monitor ketat kelainan-kelainan neurologi
yang timbul.
b. Penderita dengan grade III, IV, atau V (H&H PSA), perawatan harus lebih intensif: 1
Lakukan penatalaksanaan ABC sesuai dengan protocol pasien di ruang gawat darurat.
Intubasi endotrakheal untuk mencegah aspirasi dan menjamin jalang nafas yang adekuat.
Bila ada tanda-tanda herniasi maka dilakukan intubasi.
Hindari pemakaian sedatif yang berlebhan karena aan menyulitkan penilaian status
neurologi.
2. Tindakan untuk mencegah perdarahan ulang setelah PSA 1
a. Istirahat di tempat tidur secara teratur atau pengobatan dengan antihipertensi saja tidak
direkomendasikan untuk mencegah perdarahan ulang setelah terjadi PSA, namun kedua
hal tersebut sering dipakai dalam pengobatan pasien dengan PSA.
b. Terapi antifibrinolitik untuk mencegah perdarahan ulang direkomendasikan pada keadaan
klinis tertentu. Contohnya pasien dengan resiko rendah untuk terjadinya vasospasme atau
memberikan efek yang bermanfaat pada operasi yang ditunda.
c. Pengikatan karotis tidak bermanfaat pada pencegahan perdarahan ulang.
d. Penggunaan koil intra luminal dan balon masih uji coba.
3. Operasi pada aneurisma yang rupture 1
a. Operasi clipping sangat direkomendasikan untuk mengurangi perdarahan ulang setelah
rupture aneurisma pada PSA.
b. Walaupun operasi yang segera mengurangi resiko perdarahan ulang setelah PSA, banyak
penelitian memperlihatkan bahwa secara keseluruhan hasil akhir tidak berbeda dengan operasi
yang ditunda. Operasi yang segera dianjurkan pada pasien dengan grade yang lebih baik serta
lokasi aneurisma yang tidak rumit. Untuk keadaan klinis lain, operasi yang segera atau ditunda
direkomendasikan tergantung pada situasi klinik khusus.
c. Aneurisma yang incompletely clipped mempunyai resiko yang tinggi untuk perdarahan
ulang.
Diagnosis Kerja
Suspek Stroke Hemoragik
Terapi
Head up 30 derajat
Pasang guedel
O2 3 lpm via nasal kanul
IVFD RL 24 tpm
Rujuk ke RS Wahidin Soedirohoesodo
Promotif
Upaya ini bertujuan untuk menurunkan angka kejadian stroke dengan mencegah peningkatan
faktor resiko stroke di masyarakat. Termasuk upaya ini adalah kampanye atau penyuluhan
tentang gaya hidup sehat agar terhindar dari berbagai faktor resiko seperti merokok,minum
alkohol, inaktivitas dan obesitas.1
Preventif
Pencegahan primer pada stroke meliputi upaya memperbaiki gaya hidup dan mengatasi berbagai
faktor risiko. Upaya ini ditujukan pada orang sehat maupun kelompok risiko tinggi yang berlum
pernah terserang stroke. Beberapa pencegahan yang dapat dilakukan adalah:1
Mengatur pola makan yang sehat
Melakukan olah raga yang teratur
Menghentikan rokok
Menhindari minum alkohol dan penyalahgunaan obat
Memelihara berat badan yang layak
Perhatikan pemakaian kontrasepsi oral bagi yang beresiko tinggi
Penanganan stres dan beristirahat yang cukup
Pemeriksaan kesehatan teratur dan taat advis dokter dalam hal diet dan obat
Pemakaian antiplatelet
Pada pencehagan sekunder stroke, yang harus dilakukan adalah pengendalian faktor
pengendalian faktor risiko yang dapat dimodifikasi seperti hipertensi, diabetes mellitus, riwayat
TIA, dislipidemia, dan sebagainya.
Tujuan Penatalaksanaan
Adapun penatalaksanaan pada pasien ini bersifat terapi empiris dan simptomatis.
- Menjelaskan kepada pasien bahwa kondisi pasien tidak baik dan membutuhkan
penanganan lanjutan di Rumah Sakit.
- Menjelaskan kepada pasien bahwa pasca serangan stroke pasien harus patuh minum obat
untuk mencegah terjadinya serangan stroke berulang
- Menjelaskan kepada pasien bahwa pasca serangan stroke pasien harus mengikuti
fisioterapi guna mengembalikan fungsi gerak pasien guna memenuhi kebutuhan hidup pasien
sehari-hari
- Menjelaskan kepada pasien untuk mengendalikan faktor-faktor resiko yang dapat
menyebabkan stroke
- Menjelaskan pasien agar menjalani pola hidup sehat untuk menghindari terjadinya
serangan stroke kembali
Peserta, Pendamping,