Oleh:
Sari Marlina Sudin
NPM:
18710065
Dokter Pembimbing:
Dr. Bambang Soekotjo, MSc-Sp. An
2021
1
HALAMAN PENGESAHAN
Referat
Oleh:
18710065
Hari :
Tanggal :
Mengetahui:
Dokter Pembimbing
2
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-Nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan referat dengan Judul: “Manajemen Anastesi pada Hipernatremia”.
Referat ini penulis susun sebagai salah satu tugas kepanitraan klinik di SMF Ilmu Bedah RSUD
Dr. Mohammad Saleh Probolinggo.
1. Dr. Bambang Soekotjo, Msc-Sp. An, selaku pembimbing SMF Ilmu Bedah RSUD
Dr. Mohammad Saleh Probolinggo yang memberi bimbingan dan pengarahan dalam
penyelesaian referat ini.
2. Seluruh staf dan karyawan di bagian SMF Ilmu Bedah RSUD Dr. Mohammad Saleh
Probolinggo yang membantu hingga terselesaikannya referat ini.
3. Rekan-rekan dokter muda yang telah membantu dalam memberikan masukan
hingga referat ini terselesaikan dengan baik.
Referat ini jauh dari sempurna sehingga penulis masih mengharapkan saran dan kritik
untuk menyempurnakan tugas ini sehingga dapat bermanfaat bagi pihak yang membutuhkan.
Penulis
3
DAFTAR ISI
Judul......................................................................................................................... i
Lembar Pengesahan................................................................................................. ii
Kata Pengantar......................................................................................................... iii
Daftar Isi.................................................................................................................. iv
4
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
penurunan asupan) dan, walaupun jarang, karena kelebihan asupan natrium. Yang
berisiko tinggi untuk hipernatremia ialah mereka dengan gangguan mekanisme rasa haus
atau keterbatasan akses terhadap air. Berbagai faktor dapat menyebabkan hipernatremia
pemekatan urin, dan berkurangnya total body water. Gejala klinis hipernatremia biasanya
tidak spesifik namun pasien cenderung menjadi simtomatik saat hipernatremia terjadi
secara akut. Gejala hipernatremia terutama bersifat neurologik terkait dengan tingkat
hipernatremia ialah antara lain penyusutan otak akibat perpindahan cairan intrasel ke
ekstrasel yang dapat merobek pembuluh darah otak, pendarahan otak, dan berbagai gejala
hipernatremia perlu dilakukan dengan cermat karena penanganan yang tidak tepat atau
koreksi yang terlalu cepat dapat berisiko terjadinya edema serebri (Setyawan, 2021).
Insidensi hipernatremia pada pasien rawat inap berkisar 3-5 per 100.000 individu
di seluruh dunia sedangkan prevalensi hipernatremia pada pasien kondisi kritis sekitar 9-
26 per 100.000 individu, dan umumnya mengenai lanjut usia. Selain itu tidak terdapat
perbedaan prevalensi hipernatremia berdasarkan ras dan jenis kelamin.3 Imai et al4
melaporkan bahwa prevalensi hipernatremia secara bermakna lebih tinggi pada usia
5
lanjut dibandingkan dewasa (1,0% vs 0,1%; p<0,001). Demikian pula prevalensi
hipernatremia sedang sampai \berat secara bermakna lebih tinggi pada lanjut usia
osmolaritas, dapat disebabkan oleh kehilangan air dan cairan ekstrasel, yang memekatkan
ion natrium, atau karena kelebihan natrium dalam cairan ekstrasel Kehilangan pimer air
(Setyawan, 2021).
menjadi menantang apabila terjadi kesulitan dalam penanganan jalan nafas dan akses
vaskular, sesuai dengan patofisiologi yang dramatis yang terjadi dalam menjaga stabilitas
hemodinamik saat pasien terpapar dengan banyak agen Anestesi (Sjamsuhidajat, 2007).
inhalasi pada hewan percobaan, tetapi signifikasi klinisnya lebih mendekati dengan
defisit cairan yang terkait. Hipovolemia akan lebih terlihat pada setiap vasodilatasi atau
depresi jantung dari agen anestesi dan predisposisi hipotensi dan hipoperfusi jaringan.
Penurunan volume distribusi untuk obat memerlukan pengurangan dosis untuk sebagian
anestesi inhalasi. Operasi elektif harus ditunda pada pasien dengan hipernatremia yang
signifikan (> 150 mEq / L) sampai penyebabnya didirikan dan defisit cairan dikoreksi.
Air dan defisit cairan isotonik harus diperbaiki sebelum operasi elektif (Rahman, 2017).
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Hipernatremia
a. Definisi
Hipernatremia didefinisikan sebagai peningkatan kadar natrium lebih dari 145
mmol/L. Hal ini merupakan suatu kondisi hiperosmolar yang disebabkan oleh
penurunan asupan) atau, walaupun jarang, karena kelebihan asupan natrium. Pasien
yang berisiko tinggi untuk hipernatremia ialah termasuk mereka dengan gangguan
mekanisme rasa haus atau keterbatasan akses terhadap air (misalnya: terdapat
perubahan status mental, sedang diintubasi, bayi, dan pasien lansia) (Setyawan,
2021).
b. Epidemiologi
Insidensi hipernatremia pada pasien rawat inap berkisar 3-5 per 100.000 individu
di seluruh dunia sedangkan prevalensi hipernatremia pada pasien kondisi kritis sekitar
9-26 per 100.000 individu, dan umumnya mengenai lanjut usia. Selain itu tidak
terdapat perbedaan prevalensi hipernatremia berdasarkan ras dan jenis kelamin.3 Imai
et al4 melaporkan bahwa prevalensi hipernatremia secara bermakna lebih tinggi pada
usia lanjut dibandingkan dewasa (1,0% vs 0,1%; p<0,001). Demikian pula prevalensi
hipernatremia sedang sampai \berat secara bermakna lebih tinggi pada lanjut usia
7
c. Etiologi
yang disebabkan oleh keseimbangan air negative (karena diuresis air atau zat terlarut)
dan penyebab primer yang disebabkan oleh keseimbangan natrium positif, atau
kombinasi keduanya. Hipernatremia terjadi bila terdapat defisit cairan tubuh akibat
ekskresi air melebihi ekskresi natrium, misalnya pada pengeluaran air melalui
insensible water loss (keringat); diare osmotik akibat pemberian laktulose atau
glukosa atau manitol; gangguan pusat rasa haus di hipotalamus akibat tumor atau
gangguan vaskular sehingga pengeluaran air melalui insensible water loss (keringat)
tidak direspon dengan keinginan minum. Hipernatremia dapat juga disebabkan oleh
penambahan natrium yang melebihi jumlah cairan dalam tubuh, missalnya koreksi
bikarbonat berlebihan pada asidosis metabolik. Pada keadaan ini tidak terjadi deplesi
menyebabkan kadar Na dalam urin lebih dari 100 meq/L.8 Penyebab lain dari
hipernatremia ialah masuknya air tanpa elektrolit ke dalam sel. Misalnya pada latihan
olahraga yang berat, asam laktat dalam sel meningkat sehingga osmolalitas sel juga
meningkat dan air dari ekstrasel akan masuk ke intrasel. Biasanya kadar natrium akan
kembali normal dalam waktu 5-15 menit setelah istirahat.7 Penyebab tersering
8
9
d. Patofisiologi
Kehilangan cairan hipotonik renal dapat terjadi akibat penggunaan obat diuretik (loop
diuretic dan tiazid), diuresis osmotik (hiperglikemia, manitol, urea), garam ginjal,
nekrosis tubular akut fase diuresis, kehilangan cairan hipotonik non-renal melalui saluran
gastrointestinal, dan fistula) atau melalui kulit (berkeringat akibat olahraga ekstrim, lari
maraton, serta luka bakar). Pada hipernatremia, euvolemia terdapat jumlah natrium tubuh
normal tetapi terjadi kehilangan air. Pasien memiliki volume cairan ekstrasel normal
dengan kadar natrium dan kalium total tubuh normal. Keadaan ini paling sering terjadi
pada beberapa keadaan, seperti gangguan asupan dan kurangnya akses terhadap air
kehilangan air ginjal pada penyakit ginjal primer (uropati obstruktif, displasia ginjal,
penyakit kista meduler, refluks nefropati, penyakit polikistik) atau penyakit sistemik
e. Klasifikasi Hipernatremi
dan hipervolemia. Pada hipernatremia hipovolemia terdapat jumlah natrium tubuh rendah
dengan kehilangan air lebih banyak daripada kehilangan natrium. Pasien mengalami
penurunan volume cairan ekstrasel, defisit air bebas, dan elektrolit (kadar natrium dan
kalium dalam tubuh rendah). Hipovolemia merupakan keadaan yang lebih mengancam
10
tubuh yang meningkat. Pasien memiliki kelebihan volume cairan ekstrasel dengan kadar
akibat pemberian larutan elektrolit hipertonik (larutan natrium bikarbonat, atau pada
f. Gejala Klinis
Gejala klinis hipernatremia biasanya tidak spesifik. Gejala klinis timbul pada keadaan
peningkatan natrium plasma secara akut diatas 158 meq/L. Gejala yang ditimbulkan
akibat mengecilnya volume otak karena air keluar dari dalam sel. Pengecilan volume ini
menimbulkan robekan pada vena menyebabkan perdarahan lokal di otak dan perdarahan
subaraknoid. Gejala dimulai dari letargi, lemas, twitching, kejang dan akhirnya koma.
Kenaikan akut diatas 180 meq/L dapat menimbulkan kematian. Gambaran klinis
mengantuk, dan perubahan status mental, yang mengarah pada kejang, koma, dan
kematian jika tidak ditangani dengan segera. Pada pasien dengan hipernatremia berat,
osmolalitas urin secara nyata lebih tinggi daripada pada pasien dengan hiponatremia,
yang menunjukkan bahwa dehidrasi memainkan peran utama. Indikator lain ialah tingkat
kreatinin serum yang lebih tinggi pada pasien dengan hipernatremia berat pada keadaan
pre-renal akibat dehidrasi. Sekitar 11% pasien dengan hipernatremia berat menggunakan
diuretik loop, yang dapat menyebabkan konsentrasi urin lebih rendah dan peningkatan
11
g. Penatalaksanaan
Untuk total body water (TBW) saat ini dipergunakan patokan sebagai berikut, yaitu
Formula ini memberikan perkiraan volume cairan tambahan yang diperlukan untuk
koreksi hipernatremia, dilakukan hal-hal sebagai berikut: Pada hipernatremia akut atau
sangat simtomatik, pengobatan segera dengan cairan hipotonik harus dimulai, terlepas
dari penyebab yang mendasari. Bila seorang pasien dengan hipernatremia memiliki
hipotensi, pemberian cairan isotonik harus dimulai. Pada hipernatremia kronis, koreksi
cepat harus dihindari untuk mencegah edema serebral dan perawatan diarahkan ke
penyebab yang mendasari. Untuk semua penyebab hipernatremia, angka koreksi terbatas
hingga 8 mmol/L dalam 24 jam pertama dan 18 mmol/l dalam 48 jam pertama.
Hipernatremia akut dapat dikoreksi lebih cepat pada awalnya (1-2 mmol/L/jam) kenaikan
12
Resusitasi Cairan
Secara garis besar, cairan intravena dibagi menjadi dua, yaitu cairan kristaloid dan
koloid. Perbandingan pemberian cairan kristaloid dan koloid adalah 3:1. Ini dikarenakan
cairan kristaloid memiliki komposisi yang mirip cairan ekstraseluler. Dimana cairan
kristaloid 75% akan menyebar keruang interstisial dan sebaliknya cairan koloid akan
a. Cairan Kristaloid
tidak mengandung partikel onkotik dan karena itu tidak terbatas dalam ruang
kristaloid isotonik. Kristaloid murah, mudah dibuat, dan tidak menimbulkan reaksi
imun. Larutan kristaloid adalah larutan primer yang digunakan untuk terapi intravena
dilarutkan dalam air, dibandingkan dengan yang dari plasma tubuh (Suta et al, 2017).
b. Cairan Koloid
Cairan koloid mengandung zat-zat yang mempunyai berat molekul tinggi dengan
aktivitas osmotik yang menyebabkan cairan ini cenderung bertahan agak lama dalam
ruang intravaskuler. Koloid digunakan untuk resusitasi cairan pada pasien dengan
protein jumlah besar (misalnya pada luka bakar). Cairan koloid merupakan turunan
dari plasma protein dan sintetik yang dimana koloid memiliki sifat yaitu plasma
13
expander yang merupakan suatu sediaam larutan steril yang digunakan untuk
menggantikan plasma darah yang hilang akibat perdarahan, luka baker, operasi,
Kerugian dari ‘plasma expander’ ini yaitu harganya yang mahal dan dapat
2. Bila berat badan anak adalah 15 kg, maka kebutuhan air dalam 24 jam adalah 1250 mL
3. Bila berat badan anak adalah 30 kg, maka kebutuhan air dalam 24 jam adalah 1700 mL
B. Anastesi
a. Pengertian
Anestesi merupakan suatu tindakan untuk menghilangkan rasa sakit ketika dilakukan
pembedahan dan berbagai prosedur lain yang menimbulkan rasa sakit, dalam hal ini rasa
takut perlu ikut dihilangkan untuk menciptakan kondisi optimal bagi pelaksanaan
b. General Anestesi
General anestesi merupakan tindakan menghilangkan rasa sakit secara sentral disertai
14
yang dapat dilakukan adalah general anestesi denggan teknik intravena anestesi dan
general anestesi dengan inhalasi yaitu dengan face mask (sungkup muka) dan dengan
teknik intubasi yaitu pemasangan endotrecheal tube atau gabungan keduanya inhalasi dan
General anestesi menurut (Latief, 2007), dapat dilakukan dengan 3 teknik, yaitu:
Teknik general anestesi yang dilakukan dengan jalan menyuntikkan obat anestesi
Teknik general anestesi yang dilakukan dengan jalan memberikan kombinasi obat
anestesi inhalasi yang berupa gas dan atau cairan yang mudah menguap melalui alat atau
c) Anestesi Imbang
anestesi intravena maupun obat anestesi inhalasi atau kombinasi teknik general anestesi
dengan analgesia regional untuk mencapai trias anestesi secara optimal dan berimbang,
yaitu:
(1) Efek hipnosis, diperoleh dengan mempergunakan obat hipnotikum atau obat anestesi
(2) Efek analgesia, diperoleh dengan mempergunakan obat analgetik opiat atau obat
15
(3) Efek relaksasi, diperoleh dengan mempergunakan obat pelumpuh otot atau general
Pada tindakan general anestesi terdapat beberapa teknik yang dapat dilakukan adalah
general anestesi dengan teknik intravena anestesi dan general anestesi dengan inhalasi,
relatif terhadap TBW dan biasanya, tapi tidak selalu, berhubungan dengan hipernatremia
([Na +]> 145 mEq / L). Hipernatremia hampir selalu merupakan hasil dari baik kerugian
relatif air lebih dari natrium (hipotonik cairan rugi) atau retensi dalam jumlah besar
sangat efektif dalam mencegah hipernatremia. Hipernatremia karena itu paling sering
terlihat pada pasien lemah yang tidak dapat minum, sangat tua, yang sangat muda, dan
konten natrium tubuh total yang rendah, normal, atau tinggi.1 Jika kadar natrium > 150
mg/L maka akan timbul gejala berupa perubahan mental, letargi, kejang, koma, lemah.
Manifestasi neurologis akan mendominasi dahulu pada pasien dengan hipernatremia dan
16
umumnya diduga hasil dari dehidrasi selular. Gelisah, lesu, dan hyperreflexia dapat
disebabkan oleh kehilangan cairan (yang disebabkan oleh diare, muntah, diuresis,
diabetes insipidus, keringat berlebihan), asupan air kurang, asupan natrium berlebihan.
Pertimbangan anestesi
minimum pada anestesi inhalasi pada hewan percobaan, tetapi signifikasi klinisnya lebih
mendekati dengan defisit cairan yang terkait. Hipovolemia akan lebih terlihat pada setiap
vasodilatasi atau depresi jantung dari agen anestesi dan predisposisi hipotensi dan
dosis untuk sebagian besar agen intravena, sedangkan penurunan cardiac output
meningkatkan penyerapan anestesi inhalasi. Operasi elektif harus ditunda pada pasien
dengan hipernatremia yang signifikan (> 150 mEq / L) sampai penyebabnya didirikan
dan defisit cairan dikoreksi. Air dan defisit cairan isotonik harus diperbaiki sebelum
operasi elektif.
Induksi Anastesi
anastesi yang sesuai terdiri dari opioid, muscle relaxant, agen inhalasi untuk
operasi eksisi luka bakar. Propofol dan thiopental sering digunakan untuk induksi namun
harus dititrasi secara hati hati agar tidak terjadi cardiac arrest. Etomidate merupakan agen
induksi yang baik karena stabilitas hemodinamiknya. Ketamin juga baik untuk induksi
dan maintenance anestesi. Ketamin mempunyai sifat analgesik, anestetik, dan kataleptik
dengan kerja singkat. Sifat analgesiknya sangat kuat untuk sistem somatik tetapi lemah
untuk sistem viseral. Ketamin dapat meningkatkan tekanan darah, frekuensi nadi dan
17
curah jantung sampai ± 20%. Untuk induksi ketamin diberikan secara IV dengan dosis 2
mg/kgBB (1-4,5 mg/kgBB) dalam waktu 60 detik; stadium operasi dicapai dalam 5-10
menit. Untuk mempertahankan anestesi dapat diberikan dosis ulangan setengah dari
Maintenance Anastesi
Pemberian anestesia dengan N2O harus disertai dengan O2 minimal 25%. Gas ini bersifat
anestetik lemah, tetapi analgesiknya kuat, Pada anestesia inhalasi, jarang digunakan
sendirian, tetapi dikombinasi dengan salah satu cairan anestesik lain seperti halotan dan
sebagainya. Pada akhir anestesia, setelah N2O dihentikan, maka N2O akan cepat keluar
mengisi alveoli, sehingga terjadi pengenceran O2 dan terjadilah hipoksia difusi. Untuk
menghindari hipoksia difusi, berikan O2 100% selama 5-10 menit (Subekti et al, 2014).
Sevoflurane merupakan halogenasieter. Induksi dan pulih dari anestesi lebih cepat
dibadingkan dengan isofluran. Baunya tidak menyengat dan tidak merangsang jalan
nafas, sehingga digemari untuk induksi anestesi inhalasi disamping halotan. Efek
terhadap kardiovaskular cukup stabil, jarang menyebabkan aritmia. Efek terhadap sistem
saraf pusat seperti isofluran dan belum ada laporan toksik terhadap hepar (Subekti et al,
2014).
18
BAB III
KESIMPULAN
Hipernatremia hampir selalu merupakan hasil dari baik kerugian relatif air lebih
dari natrium (hipotonik cairan rugi) atau retensi dalam jumlah besar natrium.
Hipernatremia karena itu paling sering terlihat pada pasien lemah yang tidak dapat
minum, sangat tua, yang sangat muda, dan pasien dengan gangguan kesadaran. Pasien
dengan hipernatremia mungkin memiliki konten natrium tubuh total yang rendah, normal,
atau tinggi. Jika kadar natrium > 150 mg/L maka akan timbul gejala berupa perubahan
mental, letargi, kejang, koma, lemah. Manifestasi neurologis akan mendominasi dahulu
pada pasien dengan hipernatremia dan umumnya diduga hasil dari dehidrasi selular.
Gelisah, lesu, dan hyperreflexia dapat berkembang menjadi kejang, koma, dan akhirnya
kematian.
inhalasi pada hewan percobaan, tetapi signifikasi klinisnya lebih mendekati dengan
defisit cairan yang terkait. Hipovolemia akan lebih terlihat pada setiap vasodilatasi atau
depresi jantung dari agen anestesi dan predisposisi hipotensi dan hipoperfusi jaringan.
Penurunan volume distribusi untuk obat memerlukan pengurangan dosis untuk sebagian
anestesi inhalasi. Operasi elektif harus ditunda pada pasien dengan hipernatremia yang
signifikan (> 150 mEq / L) sampai penyebabnya didirikan dan defisit cairan dikoreksi.
Air dan defisit cairan isotonik harus diperbaiki sebelum operasi elektif.
19
Daftar Pustaka
Latief, A.S., (2007), Petunjuk Praktis Anesthesiologi Edisi Kedua. Jakarta; Bagian
Rahman., D., R. 2017. Gangguan Keseimbangan Cairan dan Elektrolit. Denpasar; RSUP
2021;V2(2);93-99.
Sjamsuhidajat, de Jong. 2007. Buku Ajar Ilmu Bedah, Ed 3. Jakarta: EGC. Hlm: 103-110.
Suta., D., D et al. 2017. Terapi Cairan. Denpasar; RSUP sanglah/Fakultras Kedokteran
Universitas Udayana
20