Anda di halaman 1dari 16

TUGAS ILMIAH KEPANITERAAN KLINIK FK UMS

REFERAT

MANAGEMENT OF PATIENTS WITH


FLUID & ELECTROLYTE DISTURBANCES

PENYUSUN:

Hendra Aryawinata Harsono, S.Ked J510195098

PEMBIMBING:

dr. Dian Nurfuadi S, Sp.An

PRODI PROFESI DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2020
HALAMAN PENGESAHAN
Tugas Ilmiah Kepaniteraan Klinik FK UMS
REFERAT
Prodi Profesi Dokter Fakultas Kedokteran
Universitas Muhammadiyah Surakarta

Judul : Management Of Patients With Fluid & Electrolyte Disturbances


Penyusun : Hendra Aryawinata Harsono, S.Ked J510195098
Pembimbing : dr. Dian Nurfuadi S, Sp.An
Karanganyar, 02 Januari 2021
Penyusun

Hendra Aryawinata Harsono, S.Ked


Menyetujui,
Pembimbing

Dr. Dian Nurfuadi S, Sp.An

Mengetahui
Kepala Program Studi Profesi Dokter
Fakultas Kedokteran UMS

Dr. Iin Novita N.M., M.Sc., Sp.PD

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN......................................................................................................ii
DAFTAR ISI...............................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................................................1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA...................................................................................................2
A. Gangguan Keseimbangan Cairan Tubuh..............................................................................2
B. Gangguan Keseimbangan Elektrolit.....................................................................................4
BAB III KESIMPULAN.............................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................................13

iii
BAB I

PENDAHULUAN

Gangguan cairan dan elektrolit sangat umum pada periode perioperatif. Cairan
intravena dengan jumlah yang besar sering diperlukan untuk memperbaiki defisit cairan
dan mengkompensasi kehilangan darah selama operasi. Cairan dan elektrolit di dalam
tubuh merupakan satu kesatuan yang tidak dapat terpisahkan. Komposisi cairan dan
elektrolit di dalam tubuh diatur sedemikan rupa agar keseimbangan fungsi organ vital
dapat dipertahankan. Gangguan besar dalam keseimbangan cairan dan elektrolit dapat
dengan cepat mengubah kardiovaskular, saraf, dan fungsi neuromuskular, dan penyedia
anestesi harus memiliki pemahaman yang jelas air normal dan elektrolit fisiologi.

Kebutuhan cairan dan elektrolit adalah suatu proses dinamik karena metabolisme
tubuh membutuhkan perubahan yang tetap dalam berespons terhadap stressor fisiologis
dan lingkungan. Keseimbangan cairan adalah esensial bagi kesehatan. Dengan
kemampuannya yang sangat besar untuk menyesuaikan diri, tubuh mempertahankan
keseimbangan, biasanya dengan proses-proses faal (fisiologis) yang terintegrasi yang
mengakibatkan adanya lingkungan sel yang relatif konstan tapi dinamis. Kemampuan
tubuh untuk mempertahankan keseimbangan cairan ini dinamakan “homeostasis”.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Gangguan Keseimbangan Cairan Tubuh


Tubuh manusia pada kelahiran mengandungi sekitar 75% berat cairan. Di usia satu
bulan, nilai ini menurun menjadi 65% dan pada saat dewasa berat cairan dalam tubuh
manusia bagi pria adalah 60% dan wanita pula sekitar 50%. Selain itu, faktor
kandungan lemak juga mengkontribusi kepada kandungan cairan dalam tubuh.
Semakin tinggi jumlah lemak yang terdapat dalam tubuh, seperti pada wanits, semakin
ssemakin kurang kandungan cairan yang ada.
Nilai normal ambilan cairan dewasa adalah sekitar 2500ml, termasuk 300ml hasil
metabolism tenaga susbtrat. Rata-rata kehilangan cairan adalah sebanyak 2500ml
dimana ia terbahagi kepada 1500ml hasil urin, 400ml terevaporasi lewat respiratori,
400ml lewat evaporasi kulit, 100ml lewat peluh dan 100ml melalui tinja. Kehilangan
cairan lewat evaporasi

adalah penting kerna ia memainkan peranan sebagai thermoragulasi, dimana ia


mengkontrol sekitar 20-25% kehilangan haba tubuh. Perubahan pada kesimbanngan
cairan dan volume sel bisa menyebabkan impak yang serius seperti kehilangan fungsi
pada sel, terutama ada otak.
Bentuk gangguan yang paling sering terjadi adalah kelebihan atau kekurangan
cairan yang mengakibatkan perubahan volume .

1. Overhidrasi
Air, seperti subtrat lain, berubah menjadi toksik apabila dikonsumsi secara
berlebihan dalam jangka waktu tertentu. Intoksikasi air sering terjadi bila cairan di
konsumsi tubuh dalam kadar tinggi tanpa mengambil sumber elektrolit yang
menyeimbangi kemasukan cairan tersebut.
Overhidrasi terjadi jika asupan cairan lebih besar daripada pengeluaran cairan.
Kelebihan cairan dalam tubuh menyebabkan konsentrasi natrium dalam aliran darah
menjadi sangat rendah. Penyebab overhidrasi meliputi, adanya gangguan ekskresi air
lewat ginjal (gagal ginjal akut), masukan air yang berlebihan pada terapi cairan,
masuknya cairan irigator pada tindakan reseksi prostat transuretra, dan korban
tenggelam.
Gejala overhidrasi meliputi, sesak nafas, edema, peningkatan tekanan vena
2
3

jugular, edema paru akut dan gagal jantung. Dari pemeriksaan lab dijumpai hiponatremi
dalam plasma. Terapi terdiri dari pemberian diuretik(bila fungsi ginjal baik), ultrafiltrasi
atau dialisis (fungsi ginjal menurun), dan flebotomi pada kondisi yang darurat.

2. Dehidrasi
Dehidrasi merupakan suatu kondisi defisit air dalam tubuh akibat masukan yang
kurang atau keluaran yang berlebihan. Kondisi dehidrasi bisa terdiri dari 3 bentuk,
yaitu: isotonik (bila air hilang bersama garam, contoh: GE akut, overdosis diuretik),
hipotonik (Secara garis besar terjadi kehilangan natrium yang lebih banyak
dibandingkan air yang hilang. Karena kadar natrium serum rendah, air di kompartemen
intravaskular berpindah ke ekstravaskular, sehingga menyebabkan penurunan volume
intravaskular), hipertonik (Secara garis besar terjadi kehilangan air yang lebih banyak
dibandingkan natrium yang hilang. Karena kadar natrium tinggi, air di kompartemen
ekstravaskular berpindah ke kompartemen intravaskular, sehingga penurunan volume
intravaskular minimal).

Tabel 6. Derajat Dehidrasi


Derajat %kehilangan air Gejala
Ringan 2-4% dari BB Rasa haus, mukosa kulit
kering, mata cowong
Sedang 4-8% dari BB Sda, disertai delirium,
oligo uri, suhu tubuh
meningkat
Berat 8-14% dari BB Sda, disertai koma,
hipernatremi, viskositas
plasma meningkat

Pada pemeriksaan laboratorium menunjukkan hipernatremia dan peningkatan


hematokrit.
Terapi dehidrasi adalah mengembalikan kondisi air dan garam yang hilang.
Jumlah dan jenis cairan yang diberikan tergantung pada derajat dan jenis dehidrasi dan
elektrolit yang hilang. Pilihan cairan untuk koreksi dehidrasi adalah cairan jenis
kristaloid RL atau NaCl.
4

B. Gangguan Keseimbangan Elektrolit

Gangguan keseimbangan elektrolit yang umum yang sering ditemukan pada


kasus- kasus di rumah sakit hanyalah beberapa sahaja. Keadaan-keadaan tersebut
adalah:
 Hiponatremia dan hypernatremia
 Hipokalemia dan hyperkalemia
 Hipokalsemia
1. Hiponatremia
Hiponatremia selalu mencerminkan retensi air baik dari peningkatan mutlak
dalam jumlah berat badan (total body weight, TBW) atau hilangnya natrium dalam
relatif lebih hilangnya air. Kapasitas normal ginjal untuk menghasilkan urin encer
dengan osmolalitas serendah 40 mOsm / kg (berat jenis 1,001) memungkinkan
mereka untuk mengeluarkan lebih dari 10 L air gratis per hari jika diperlukan.
Karena cadangan yang luar biasa ini, hiponatremia hampir selalu merupakan efeknya
dari akibat kapasitas pengenceran urin tersebut (osmolalitas urin> 100 mOsm / kg
atau spesifik c gravitasi> 1,003).
Kondisi hiponatremia apabila kadar natrium plasma di bawah 130mEq/L.
Jika < 120 mg/L maka akan timbul gejala disorientasi, gangguan mental, letargi,
iritabilitas, lemah dan henti pernafasan, sedangkan jika kadar < 110 mg/L maka akan
timbul gejala kejang, koma. Antara penyebab terjadinya Hiponatremia adalah
euvolemia (SIADH, polidipsi psikogenik), hipovolemia (disfungsi tubuli ginjal,
diare, muntah, third space losses, diuretika), hipervolemia (sirosis, nefrosis). Terapi
untuk mengkoreksi hiponatremia yang sudah berlangsung lama dilakukan secara
perlahan-lahan, sedangkan untuk hiponatremia akut lebih agresif.

Dosis NaCl yang harus diberikan, dihitung melalui rumus


berikut: NaCl = 0,6( N-n) x BB
N = Kadar Na yang
diinginkan n = Kadar Na
sekarang
BB = berat badan dalam kg
5

Tabel 7. Gradasi Hiponatremia


Gradasi Gejala Tanda
Ringan ( Na 105-118) Haus Mukosa kering
Sedang (Na 90-104) Sakit kepala, mual, vertigo Takikardi, hipotensi
Berat (Na <90) Apatis, koma Hipotermi

Pertimbangan Anestesi
Hiponatremia sering merupakan manifestasi dari gangguan yang medasari
sebuah penyakit, justeru memerlukan evaluasi pra operatif yang amat teliti.
Konsentrasi natrium plasma lebih besar dari 130 mEq / L biasanya dianggap aman
untuk pasien yang menjalani anestesi umum. Dalam sebagian besar keadaan, plasma
[Na +] harus diperbaiki untuk lebih dari 130 mEq / L untuk prosedur elektif, tanpa
adanya gejala neurologis. Konsentrasi yang lebih rendah dapat menyebabkan edema
serebral signifikan yang dapat dimanifestasikan secara intraoperatif sebagai
penurunan konsentrasi alveolar minimum atau pasca operasi sebagai agitasi,
kebingungan, atau mengantuk. Pasien yang menjalani reseksi transurethral dari
prostat dapat menyerap jumlah air yang banyak dari cairan irigasi (sebanyak 20 mL /
menit) dan berada pada risiko tinggi untuk pengembangan cepat yang mendalam
keracunan air akut.

Pasien hiponatremia amat sensitif terhadap vasodilatasi dan efek inotropik


negatif dari anestesi uap, propofol, dan agen terkait dengan pelepasan histamin
(morfin, meperidine). Persyaratan dosis untuk obat lain juga harus dikurangi untuk
mengimbangi penurunan volume distribusi. Pasien hiponatremia sangat sensitif
terhadap blokade simpatik dari anestesi spinal atau epidural. Jika anestesi harus
diberikan sebelum koreksi yang memadai hipovolemia, etomidate atau ketamin
mungkin agen induksi pilihan untuk anestesi umum.

2. Hipernatremia

Hiperosmolalitas terjadi setiap kali total kandungan tubuh terlarut


meningkatkan relatif terhadap TBW dan biasanya, tapi tidak selalu, berhubungan
dengan hipernatremia ([Na +]>145 mEq / L). Hiperosmolalitas tanpa hipernatremia
dapat dilihat selama hiperglikemia ditandai atau mengikuti akumulasi zat osmotik
aktif normal dalam plasma. Konsentrasi natrium plasma dapat benar-benar berkurang
6

karena air diambil dari intraseluler ke kompartemen ekstraseluler. Untuk setiap 100
mg peningkatan / dL pada konsentrasi glukosa plasma, natrium plasma menurun
sekitar 1,6 mEq / L. Hipernatremia hampir selalu merupakan hasil dari baik kerugian
relatif air lebih dari natrium (hipotonik cairan rugi) atau retensi dalam jumlah besar
natrium. Bahkan ketika kemampuan berkonsentrasi ginjal terganggu, haus biasanya
sangat efektif dalam mencegah hipernatremia. Hipernatremia karena itu paling
sering terlihat pada pasien lemah yang tidak dapat minum, sangat tua, yang sangat
muda, dan pasien dengan gangguan kesadaran. Pasien dengan hipernatremia
mungkin memiliki konten natrium tubuh total yang rendah, normal, atau tinggi.
Jika kadar natrium > 150 mg/L maka akan timbul gejala berupa perubahan
mental, letargi, kejang, koma, lemah.3 Manifestasi neurologis akan mendominasi
dahulu pada pasien dengan hipernatremia dan umumnya diduga hasil dari dehidrasi
selular. Gelisah, lesu, dan hyperreflexia dapat berkembang menjadi kejang, koma,
dan akhirnya kematian. Gejala berkorelasi lebih dekat dengan laju pergerakan air
keluar dari sel-sel otak daripada tingkat absolut hipernatremia. Cepat penurunan
volume otak akan menyebabkan pembuluh darah otak pecah dan mengakibatkan
fokus perdarahan intraserebral atau subarachnoid. Kejang dan kerusakan saraf serius
yang umum, terutama pada anak-anak dengan hipernatremia akut ketika plasma [Na
+] melebihi 158 mEq / L. Hipernatremia kronis biasanya ditoleransi lebih baik
berbanding dengan bentuk akut.
Hipernatremi dapat disebabkan oleh kehilangan cairan (yang disebabkan oleh
diare, muntah, diuresis, diabetes insipidus, keringat berlebihan), asupan air kurang,
asupan natrium berlebihan. Pengobatan hipernatremia bertujuan untuk
mengembalikan osmolalitas plasma normal serta mengoreksi penyebab yang
mendasari. Defisit air umumnya harus diperbaiki dalam 48 jam dengan larutan
hipotonik seperti 5% dextrose dalam air. Kelainan pada volume ekstraseluler juga
harus diperbaiki. Namun, koreksi yang cepat dari hipernatremia dapat
mengakibatkan kejang, edema otak, kerusakan saraf permanen, dan bahkan
kematian. Justeru pemberian serial Na + osmolalitas harus diperoleh selama
pengobatan. Secara umum, penurunan konsentrasi natrium plasma tidak harus
melanjutkan pada tingkat yang lebih cepat dari 0,5 mEq / L / jam. Terapi keadaan ini
adalah penggantian cairan dengan 5% dekstrose dalam air sebanyak {(X-140) x BB
x 0,6}: 140.
.
7

Pertimbangan anestesi
Hasil kajian mendapatkan hipernatremia akan meningkatkan konsentrasi
alveolar minimum pada anestesi inhalasi pada hewan percobaan, tetapi signifikasi
klinisnya lebih mendekati dengan defisit cairan yang terkait. Hipovolemia akan lebih
terlihat pada setiap vasodilatasi atau depresi jantung dari agen anestesi dan
predisposisi hipotensi dan hipoperfusi jaringan. Penurunan volume distribusi untuk
obat memerlukan pengurangan dosis untuk sebagian besar agen intravena, sedangkan
penurunan cardiac output meningkatkan penyerapan anestesi inhalasi. Operasi elektif
harus ditunda pada pasien dengan hipernatremia yang signifikan (> 150 mEq / L)
sampai penyebabnya didirikan dan defisit cairan dikoreksi. Air dan defisit cairan
isotonik harus diperbaiki sebelum operasi elektif.

3. Hipokalemia
Nilai normal Kalium plasma adalah 3,5-4,5 mEq/L. Disebut hipokalemia
apabila kadar kalium <3,5mEq/L. Dapat terjadi akibat dari redistribusi akut kalium
dari cairan ekstraselular ke intraselular atau dari pengurangan kronis kadar total
kalium tubuh. Tanda dan gejala hipokalemia dapat berupa disritmik jantung,
perubahan EKG (QRS segmen melebar, ST segmen depresi, hipotensi postural,
kelemahan otot skeletal, poliuria, intoleransi glukosa. Terapi hipokalemia dapat
berupa koreksi faktor presipitasi (alkalosis, hipomagnesemia, obat- obatan), infuse
potasium klorida sampai 10 mEq/jam (untuk mild hipokalemia >2 mEq/L) atau infus
potasium klorida sampai 40 mEq/jam dengan monitoring oleh EKG (untuk
hipokalemia berat;<2mEq/L disertai perubahan EKG, kelemahan otot yang hebat).

Rumus untuk menghitung defisit kalium:


K = K1 - (K0 x 0,25 x BB)
K = kalium yang dibutuhkan
K1 = serum kalium yang
diinginkan K0 = serum kalium
yang terukur BB = berat badan
(kg)
8

Pertimbangan anestesi
Hipokalemia merupakan temuan pra operasi umum. Keputusan untuk
melanjutkan dengan operasi elektif sering didasarkan pada plasma lebih rendah [K
+] antara 3 dan 3,5 mEq / L. Keputusan, bagaimanapun, juga harus didasarkan pada
tingkat perkemkembangan hipokalemia serta ada atau tidak adanya disfungsi organ
sekunder. Secara umum, hipokalemia ringan kronis (3-3,5 mEq / L) tanpa perubahan
EKG tidak meningkatkan risiko anestesi. Namun ini mungkin tidak berlaku untuk
pasien yang menerima digoksin, yang mungkin mempunyai peningkatan risiko
mengembangkan lagi toksisitas digoxin dari hipokalemia tersebut. Maka nilai
plasma [K +] di atas 4 mEq / L yang diinginkan pada pasien tersebut. Manajemen
intraoperatif hipokalemia membutuhkan pemantauan EKG yang teliti dan
berwaspada. Kalium intravena harus diberikan jika atrium atau ventrikel aritmia
terjadi. Solusi intravena glukosa bebas harus digunakan dan hiperventilasi harus
dihindari untuk mencegah penurunan lebih lanjut dalam plasma [K +]. Peningkatan
sensitivitas terhadap blocker neuromuskuler (NMBS) akan dapat dilihat pada status
hipokalemia, oleh karena itu dosis NMBS harus dikurangi 25-50%, dan stimulator
saraf harus digunakan untuk mengikuti tingkat kelumpuhan dan kecukupan
reversinya.

4. Hiperkalemia
Kalium (K+) memainkan peran utama dalam elektrofisiologi dari membran
sel serta karbohidrat dan protein sintesis. Potensial membran sel istirahat biasanya
tergantung pada rasio intraseluler dan ekstraseluler konsentrasi kalium. Konsentrasi
kalium intraseluler diperkirakan 140 mEq / L, sedangkan konsentrasi kalium
ekstraseluler biasanya sekitar 4 mEq / L. Dalam beberapa kondisi, redistribusi K+
antara cairan ekstraselular dan kompartemen cairan intraselular dapat mengakibatkan
perubahan yang nyata dalam ekstraseluler K+ tanpa perubahan total konten kalium
tubuh.
Hiperkalemia adalah jika kadar kalium > 5 mEq/L. Hiperkalemia sering
terjadi karena insufisiensi renal atau obat yang membatasi ekskresi kalium (NSAIDs,
ACE-inhibitor, siklosporin, diuretik). Tanda dan gejalanya terutama melibatkan
susunan saraf pusat (parestesia, kelemahan otot) dan sistem kardiovaskular
(disritmik, perubahan EKG). Efek paling penting dari hiperkalemia berada di otot
9

rangka dan jantung. Kelemahan otot rangka.

pada umumnya tidak terlihat sampai plasma [K +] lebih besar dari 8 mEq / L,
dan karena depolarisasi berkelanjutan spontan dan inaktivasi kanal Na + membran
otot, akhirnya mengakibatkan kelumpuhan.3 Perubahan EKG berlaku secara
berurutan dari simetris memuncak gelombang T (sering dengan interval QT
memendek) → pelebaran kompleks QRS → perpanjangan interval P-R → hilangnya
gelombang P → hilangnya amplitudo R-gelombang → depresi segmen ST (kadang-
kadang elevasi) → EKG yang menyerupai gelombang sinus, sebelum perkembangan
fibrilasi ventrikel dan detak jantung. Kontraktilitas dapat relatif baik dipertahankan
sampai akhir dalam perjalanan hiperkalemia progresif. Hipokalsemia, hiponatremia,
dan asidosis menonjolkan efek jantung hiperkalemia.

Tabel 8. Gambaran EKG berdasarkan Kadar K


Plasma3
Kadar K plasma Gambaran EKG
5,5-6 mEq/L Gelombang T tinggi
6-7 mEq/L P-R memanjang dan QRS melebar
7-8 mEq/L P mengecil & takikardi ventrikel
>8 mEq/L Fibrilasi ventrikel

Bila kadar K plasma <6,5mEq/L diberikan: Diuretik, Natrium bikarbonat, Ca


glukonas, glukonas-insulin, Kayekselate. Bila dalam 6 jam belum tampak perbaikan,
dilakukan hemodialisis. Bila fungsi ginjal jelek, pertimbangkan hemodialisis lebih
dini. Pada kadar K plasma >6,5 mEq/L, segera lakukan dialisis.

Pertimbangan Anestesi
Operasi elektif sebaiknya tidak dilakukan pada pasien dengan hiperkalemia
signifikan. Manajemen anestesi pasien bedah hiperkalemia diarahkan pada
menurunkan konsentrasi kalium plasma dan mencegah kenaikan lebih lanjut. EKG
harus hati-hati dipantau. Suksinilkolin merupakan kontraindikasi, seperti
penggunaan setiap solusi intravena yang menagndungi kalium seperti injeksi Ringer
laktat. Menghindari asidosis metabolik atau respiratorik sangat penting untuk
mencegah kenaikan lebih lanjut dalam plasma [K +]. Ventilasi harus dikontrol
dengan anestesi umum, dan hiperventilasi ringan mungkin diinginkan. Terakhir,
10

fungsi neuromuskular harus dipantau secara ketat, karena hiperkalemia dapat


menonjolkan efek NMBS.

5. Hipokalsemia

Meskipun 98% dari total kalsium tubuh dalam tulang, pemeliharaan


konsentrasi kalsium ekstraseluler normal adalah penting untuk homeostasis. Ion
kalsium terlibat dalam fungsi biologis hampir semua penting, termasuk kontraksi
otot, pelepasan neurotransmitter dan hormon, pembekuan darah, dan metabolisme
tulang, dan kelainan pada keseimbangan kalsium dapat mengakibatkan
derangements fisiologis yang mendalam.
Asupan kalsium pada orang dewasa rata-rata 600-800 mg / d. Penyerapan
kalsium terjadi di usus terutama di usus kecil proksimal tetapi adalah variabel.
Kalsium juga disekresi ke dalam saluran usus, dimana sekresi ini tampaknya konstan
dan independen dari penyerapan. Hingga 80% dari asupan kalsium harian biasanya
hilang dalam feses. Ginjal bertanggung jawab untuk sebagian besar ekskresi kalsium.
Rata-rata ekskresi kalsium ginjal 100 mg / d namun dapat bervariasi dari serendah 50
mg / d ke lebih dari 300 mg / d. Biasanya, 98% dari kalsium disaring dan diserap
kembali. Reabsorpsi kalsium paralel dengan natrium dalam tubulus ginjal proksimal
dan loop menaik Henle. Di tubulus distal, bagaimanapun, reabsorpsi kalsium
tergantung pada hormon paratiroid (PTH) sekresi, sedangkan reabsorpsi natrium
tergantung pada sekresi aldosteron. tingkat PTH meningkat meningkatkan reabsorpsi
kalsium distal dan dengan demikian menurunkan ekskresi kalsium urin.
90% kalsium terikat dalam albumin, sehingga kondisi hipokalsemia biasanya
terjadi pada pasien dengan hipoalbuminemia. Hipokalsemia disebabkan karena
hipoparatiroidism, kongenital, idiopatik, defisiensi vit D, defisiensi 125(OH)2D3
pada gagal ginjal kronik, dan hiperfosfatemia. Manifestasi dari hipokalsemia
termasuk kulit kering, parestesia, gelisah dan kebingungan, gangguan irama jantung,
laring stridor (spasme laring), tetani dengan spasme karpopedal (tanda Trousseau),
masseter spasme (Tanda Chvostek), dan kejang. kolik bilier dan bronkospasme. EKG
dapat mengungkapkan irritasi jantung atau interval QT perpanjangan yang mungkin
tidak berkorelasi antara tingkat keparahan dengan tingkat hipokalsemia. Penurunan
kontraktilitas jantung dapat mengakibatkan gagal jantung, hipotensi, atau keduanya.
Penurunan respon terhadap digoxin dan β-adrenergik agonis juga dapat terjadi.
11

Seperti yang diketahui, hipokalsemia adalah suatu kondisi yang gawat darurat
karena menyebabkan kejang umum dan henti jantung. Dapat diberikan 20-30 ml
preparat kalsium glukonas 10% atau CaCl 10% dapat diulang 30-60 menit kemudian
sampai tercapai kadar kalsium plasma yang optimal. Pada kasus kronik, dapat
dilanjutkan dengan terapi per oral.

Pertimbangan anestesi
Hipokalsemia yang signifikan harus diperbaiki sebelum operasi. Kadar
kalsium terionisasi harus dipantau intraoperatif pada pasien dengan riwayat
hipokalsemia. Alkalosis harus dihindari untuk mencegah penurunan lebih lanjut
dalam Ca 2+. Kalsium intravena mungkin diperlukan seiring transfusi darah sitrat
atau pada solusi albumin dengan jumlah besar. Potensiasi efek inotropik negatif dari
barbiturat dan anestesi volatile harus diintipasi. Respon untuk NMBS adalah tidak
konsisten dan memerlukan pemantauan ketat dengan stimulator saraf.
BAB III
KESIMPULAN

Secara normal, tubuh bisa mempertahankan diri dari ketidakseimbangan cairan &
elektrolit. Namun, ada kalanya tubuh tidak bisa mengatasinya. Ini terjadi apabila
kehilangan tterjadi dalam total banyak sekaligus, seperti pada muntah-muntah, diare,
berkeringat luar biasa, terbakar, luka/pendarahan dan sebagainya.
Cairan dan elektrolit (zat lerlarut) didalam tubuh merupakan suatu kesatuan yang
tidak terpisahkan. Bentuk gannguan keseimbangan cairan yang umum terjadi adalah
lebeihan atau kekurang cairan iaitu air. Kelebihan cairan disebut overhidrasi, sebaliknya
kekurang airan disebut dehidrasi. Zat terlarut yang ada dalam cairan tubuh terdiri dari
elektrolit dan nonelektrolit. Non elektrolit adalah zat terlarut yang tidak terurai dalam
larutan dan tidak bermuatan listrik, seperti protein, urea, glukosa, oksigen, karbon
dioksida dan asam-asam organik. Sedangkan elektrolit tubuh mencakup natrium (Na+),
kalium (K+), kalsium (Ca++), magnesium (Mg++), klorida (Cl-), bikarbonat(HCO3-),
fosfat (HPO42-), sulfat (SO42-). Elektrolit yang utama yang sering menyebabkan
gangguan pada hemodinamik tubuh adalah natrium, kalium, dan kalsium
Pasien yuang mengalami gangguan cairan dan elektrolit sebaiknya segera
ditangani karena sebagian besar dalam tubuh manusia terdiri dari cairan dan elektrolit dan
apabila tidak segera ditangani akan menyebabkan kematian

12
DAFTAR PUSTAKA

Butterworth JF, Mackey DC, Wasnick JD. Management of Patients with Fluid and
Electrolyte Disturbances. Dalam Morgan & Mikhail’s Clinical Anesthesiology 5 th
ed. New York: Mc-Graw Hill. 2013; 4 (49): h. 1107 – 40.

13

Anda mungkin juga menyukai