Anda di halaman 1dari 22

DEHIDRASI PADA ANAK

KELOMPOK B6
Dehidrasi adalah gangguan dalam keseimbangan
cairan atau air pada tubuh. Hal ini terjadi karena
pengeluaran air lebih banyak daripada
pemasukan (misalnya minum).

Diare pada anak merupakan penyebab 3 juta kunjungan dokter,


220.000 rawar inap, dan 400 kematian anak setiap tahunnya.
Rata-rata anak bawah lima tahun di Amerika Utara terkena 2
episode serangan gastroenteritis setiap tahunnya. Diare ini
akan menyebabkan dehidrasi yang berkontribusi pada sekitar 4
juta kematian per tahun pada bayi dan anak-anak
DEHIDRASI
Pada dehidrasi terjadi keseimbangan negatif cairan tubuh akibat penurunan
asupancairan dan meningkatnya jumlah air yang keluar (lewat ginjal, saluran
cerna atau insensible water loss/IWL), atau karena adanya perpindahan cairan
dalam tubuh. Berkurangnya volume total cairan tubuh menyebabkan
penurunan volume cairan intrasel dan ekstrasel.
EPIDEMIOLOGI
Diare pada anak merupakan penyebab 3 juta kunjungan dokter, 220.000
rawar inap, dan 400 kematian anak setiap tahunnya. Anak kurang dari 5
tahun merupakan kelompok risiko tertinggi terserang diare. Rata-rata
anak bawah lima tahun di Amerika Utara terkena 2 episode serangan
gastroenteritis setiap tahunnya. Diare ini akan menyebabkan dehidrasi
yang berkontribusi pada sekitar 4 juta kematian per tahun pada bayi dan
anak-anak.
ETIOLOGI
Faktor patologis penyebab dehidrasi
yang sering yaitu:
 Gastroenteritis.
 Stomatitis dan faringitis. Penyebab dehidrasi yang mengancam
 Ketoasidosis diabetes (KAD). kehidupan antara lain:
 Demam.  Gastroenteritis
 Diabetic Ketoasidosis
 Luka Bakar
 Congenital Adrenal Hiperplasia
 Obstruksi Saluran Cerna
 Heat Stroke
 Fibrosis Kistik
 Diabetes Insipidus
 Tirotoksikosis
FISIOLOGI
TUBUH
TERHADAP
DEHIDRASI
Fisiologi
Tubuh
terhadap
Dehidrasi
PATOFISIOLOGI DEHIDRASI
Keseimbangan cairan negatif yang menyebabkan dehidrasi berasal dari
penurunan intake, peningkatan output (renal, gastrointestinal,
insensible water loss), atau berpindahnya cairan (asites, efusi, dan
peningkatan permeabilitas kapiler pada konsisi luka bakar dan sepsis).
Penurunan Total Body Water (TBW) menyebabkan penurunan volume
cairan intraselular dan ekstraselular.
KLASIFIKASI DEHIDRASI
 Dehidrasi isotonik (isonatremik)
Kehilangan air sebanding dengan jumlah natrium yang hilang
 Dehidrasi hipotonik (hiponatremik)
Natrium yang hilang lebih banyak daripada air.
 Dehidrasi hipertonik (hipernatremik)
Hilangnya air lebih banyak daripada natrium.
TABEL 1. DERAJAT DEHIDRASI BERDASARKAN
PERSENTASE KEHILANGAN AIR DARI BERAT BADAN
(BB)
Derajat Bayi (<10kg) Anak (>10kg) Dewasa
Dehidrasi
Dehidrasi Ringan 5% atau 50 mL/kg 3% atau 30 mL/kg 4% dari BB

Dehidrasi Sedang 10% atau 100 mL/kg 6% atau 60 mL/kg 6% dari BB

Dehidrasi Berat 15% atau 150mL/kg 9% atau 90 mL/kg 8% dari BB

Menentukan derajat dehidrasi pada anak juga dapat menggunakan skor


WHO, dengan penilaian keadaan umum, kondisi mata, mulut dan turgor.
Tabel 2. Manifestasi Klinis Dehidrasi
Tanda/Gejala Dehidrasi Ringan Dehidrasi Sedang Dehidrasi Berat
Kesadaran Sadar Letargi Apati

CRT <2s 2-4s >4s, akral dingin

Membran Mukosa Normal Kering Keriput

Air Mata Normal Menurun Tidak ada

Respiratory Rate Normal Meningkat Meningkat

Tekanan Darah Normal Normal Hipotensi/Menurun

Nadi Normal Meningkat Tidak teraba

Turgor Kulit Normal Melambat Sangat Lambat

Fontanella Normal Cekung Sangat Cekung

Mata Normal Cekung Sangat Cekung

Urin Menurun Oliguria Anuria


PEMERIKSAAN PENUNJANG
 Kadar sodium serum harus ditentukan karena hiponatremia
(<130 mEq/L) dan hipernatremia (>150mEq/L) membutuhkan
tatalaksana spesifik
 Kadar kalium bisa meningkat
 Rendahnya kadar klor pada stenosis pilorus
 Buruknya perfusi jaringanpada dehidrasi menyebabkan
produksi asam laktat
 Glukosa bisa rendah karena buruknya intake
 BUN creatinin bisa meningkat karena hipoperfusi renal
 Urinalisis pada DKA
 Analisis Elektrolit
TATALAKSANA
• Secara sederhana prinsip penatalaksanaan dehidrasi adalah mengganti
cairan yang hilang dan mengembalikan keseimbangan elektrolit, sehingga
keseimbangan hemodinamik kembali tercapai. Selain pertimbangan derajat
dehidrasi, penanganan juga ditujukan untuk mengoreksi status osmolaritas
pasien.
• Terapi farmakologis dengan loperamide, antikolinergik, bismuth
subsalicylate, dan adsorben, tidak direkomendasikan terutama pada anak,
karena selain dipertanyakan efektivitasnya, juga berpotensi menimbulkan
berbagai efek samping.
JENIS CAIRAN
• Cairan hipotonik:
Osmolaritasnya lebih rendah dibandingkan serum (konsentrasi ion Na+ lebih rendah
dibandingkan serum), sehingga larut dalam serum, dan menurunkan osmolaritas serum.
Contohnya adalah NaCl 45% dan Dekstrosa 2,5%
• Cairan Isotonik:
Osmolaritas (tingkat kepekatan) cairannya mendekati serum (bagian cair dari
komponen darah), sehingga terus berada di dalam pembuluh darah. Contohnya
adalah cairan Ringer-Laktat (RL), dan normal saline/larutan garam fisiologis (NaCl
0,9%).
• Cairan hipertonik:
Osmolaritasnya lebih tinggi dibandingkan serum, sehingga “menarik” cairan dan
elektrolit dari jaringan dan sel ke dalam pembuluh darah. Mampu menstabilkan tekanan
darah, meningkatkan produksi urin, dan mengurangi edema (bengkak). Penggunaannya
kontradiktif dengan cairan hipotonik. Misalnya Dextrose 5%, NaCl 45% hipertonik,
Dextrose 5%+Ringer-Lactate, Dextrose 5%+NaCl 0,9%, produk darah (darah), dan albumin
T
A
T
A
L
A
K
S
A
N
A
KESIMPULAN
Dehidrasi adalah suatu keadaan penurunan total air di dalam tubuh karena
hilangnya cairan secara patologis, asupan air tidak adekuat, atau kombinasi
keduanya. Mortalitas dan morbiditas pada kasus dehidrasi yang terjadi
bergantung pada derajat keparahan dehidrasi dan ketepatan pemberian
rehidrasi oral dan intrevena. Penegakan diagnosis dehidrasi dapat dilakukan
dengan melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang kemudian akan
didapatkan derajat dehidrasi. Penilaian klinis keparahan dehidrasi akan
menentukan tatalaksana yang selanjutnya.
KESIMPULAN
Secara sederhana prinsip penatalaksanaan dehidrasi adalah mengganti cairan yang hilang
dan mengembalikan keseimbangan elektrolit, sehingga keseimbangan hemodinamik
kembali tercapai. Kristaloid merupakan cairan pilihan untuk terapi dehidrasi karena
dehidrasi mempengaruhi ruang ekstravaskular melalui produksi urin dan pengeluaran
keringat yang menyebabkan hilangnya cairan tanpa koloid dari ruang ekstraselular. Pilihan
kristaloid perlu diperhatikan dan perlu dilakukan monitoring terhadap efek terkait kristaloid
yang digunakan. Perlu juga diperhatikan Goal-directed fluid therapy untuk mencapai tujuan
rehidrasi tanpa menimbulkan komplikasi overload cairan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Brandt KG, de Castro Antunes MM, da Silva GA. Acute diarrhea: evidence-based
management. J Pediatr (Rio J). 2015 Nov-Dec. 91 (6 Suppl 1):S36-43
2. Cheuvront SN, Kenefick RW, Montain SJ, Sawka MN. Mechanisms of aerobic
performance impairment with heat stress and dehydration. J Appl Physiol. 2010 Dec.
109(6):1989-95
3. Clinical management of acute diarrhea. WHO/UNICEF Joint Statement 2004. Mentes JC,
Kang S. Hydration management. J Gerontol Nurs. 2013;39(2):11-9.
4. Disease and condition: Dehydration. 2014 [cited 2020 Des 30]. Available from:
http://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/dehydration/basics/symptoms/ con-
20030056.
5. Huang LH, Anchala KR, Ellsbury DL, George CS. Dehydration. 2015. Diakses tanggal 30
Desember 2020. http://emedicine.medscape.com/article/906999
6. Samuel N. Cheuvront and Robert W. 2014. Dehydration: Physiology, Assessment, and
Performance Effects. ComprPhysiol 4:257-285, 2014
7. Wiley John and sons. 2015. Clinical symptoms, signs and tests for identification of
impending and current water-loss dehydration in older people
DAFTAR PUSTAKA
8. Guarner J, Hochman J, Kurbatova E, Mullins R. Study of outcomes associated with
hyponatremia and hypernatremia in children. Pediatr Dev Pathol. 2011 Mar-Apr. 14
(2):117-23.
9. Edwards MR, Mythen MG. Fluid therapy in critical illness. Extrem Physiol Med.
2014;3:16.
10. Daldiyono. Diare. Dalam: Sulaiman HA-Dsdaldiyono-Akbar HN-Rani AA
eds.Gastoenterologi Hepatologi. Jakarta. CV Infomedika. 2009.p 21-33.
11. Leksana Erie, Dehidrasi dan Syok. 2015. SMF Anestesi dan Terapi Intensif RSUP dr
Kariadi/ Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro, Semarang, Indonesia
12. Leksana Erie, Strategi Terapi Cairan pada Dehidrasi. 2015. SMF Anestesi dan Terapi
Intensif RSUP dr Kariadi/ Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro, Semarang,
Indonesia
13. Hackett P. & Mangione MP. 2015. Basic Clinical Anesthesia Chapter 7: Fluid and
Electrolyte Balance. New York: Springer.
14. Parel PR, Roberts I, Ker K. Colloids versus crystalloids for fluid resuscitation in
critically ill patients. Cochrane Database Syst Rev. 2013;2:CD000567.
15. Miller TE, Roche AM, Mythen M. Fluid management and goal-directed therapy as an
adjunct to enhanced recovery after surgery (ERAS). Can J Anesth Can Anesth.
2014;62(2):158–68.

Anda mungkin juga menyukai