Anda di halaman 1dari 49

ADVANCED TRAUMA LIFE

SUPPORT

Kelompok
B6
TRIMODALITAS
TRAUMA

PUNCAK I PUNCAK II PUNCAK III


detik – menit menit – jam > hari - minggu
- LASERASI - E.D.H. - SEPSIS
OTAK - S.D.H.
- KEGAGALAN
- BATANG OTAK - HEMOPNEUMO
FUNGSI ORGAN
- SPINAL CORD THORAX
- JANTUNG - RUPTUR LIEN MULTIPEL
- AORTA - HATI
- P.D. BESAR - PELVIS
- MULTIPEL +
PERDARAHAN
Initial Assesment
Persiapan
Triase
Primary survey (ABCDE)
Resusitasi
Secondary Survey
Pemantauan dan re-evaluasi
Penanganan definitif
Persiapan
Fase pra-rumah sakit
Penjagaan airway,
kontrol perdarahan dan syok
imobilisasi pasien dan segera ke rumah sakit terdekat.
Fase rumah sakit
resusitasi dan “life support”,
Menanggulangi emergency” baik medical dan surgical
(bedah minor)
Triase
PRINSIP TRIASE KEADAAN TRIASE
Derajat ancaman jiwa Multiple Causalties
Beratnya cedera Mass Causalties
Kemungkinan
terselamatkan
Sumber daya
Waktu, jarak,
lingkungan
Taging Triase
Triase Tag Merah ("Segera- Triase Tag Kuning ("tertunda-
Immediate" atau Prioritas 1) delayed" atau Prioritas 2):
gagal nafas, cedera torako- cedera abdomen tanpa shok,
abdominal, cedera kepala atau cedera dada tanpa gangguan
maksilo-fasial berat, shok atau respirasi, fraktura mayor tanpa
perdarahan berat, luka bakar shok, serta luka bakar ringan
berat.
Triase Tag hijau ("Minimal" atau T3 Tag Triase hitam (Tidak
atau Prioritas 3):
Prioritas): Pasien yang mati
cedera jaringan lunak, fraktura dan atau yang memiliki luka yang
dislokasi ekstremitas, cedera
luas sehingga mereka tidak bisa
maksilofasial tanpa gangguan jalan
nafas, serta gawat darurat diselamatkan dengan sumber
psikologis daya terbatas yang tersedia
Primary Survey – Airway
Assesment
Penilaian terhadap patensi jalan nafas, ada atau tidaknya
obstruksi benda asing.
Penilaian terhadap adanya cedera servikal, kontrol
terhadap servikal.
Penilaian juga perlu dilakukan pada pasien dengan
penurunan kesadaran terutama pada pasien dengan
Glasgow Coma Scale (GCS) kurang dari sama dengan
delapan.
Penilaian terhadap suara abnormal pernapasan yang
berbunyi.
Pasien yang melawan atau berkata-kata kasar (gaduh,
gelisah) mungkin mengalami hipoksia dan tidak boleh
dianggap keracunan atau mabuk.
Penilaian terhadap pasien dengan : trauma maksilofasial,
trauma leher, trauma laryngeal.
Trauma maksilofasial : maloklusi, floating jaw
Trauma laryngeal : suara parau, empisema subkutan, teraba
fraktur
Primary Survey – Airway
Management
Pelepasan Pelepasan helm
dengan pengelolaan airway
Perlu memperhatikan
pasien yang dicurigai
fraktur servikal dengan
memasang collar brace
Membersihkan jalan nafas
dari benda asing dengan
tangan atau bantuan
suction
Mempertahankan airway
Pemasangan airway
definitif
Primary Survey – Airway
Chin Lift Manuver Jaw-thrust Manuver
Primary Survey – Airway
Oropharingeal airway
Primary Survey - Airway
Indikasi Pemasangan Airway Definitif
Primary Survey - Airway
Intubasi Endotrakea
Preoksigenasi dengan oksigen 100%
Penekanan di ata skartilago krikoidea
Beri obat induksi (seperti etomidate
0,3 mg/kgBB atau 20 mg) atau untuk
sedasi
Berikan succynil choline 1-2 mg/kgBB
Intravena (dosis lazim 100 mg)
Setelah pasien relaks intubasi pasien
dengan bantuan laringoskop
Balonnya dikembangkan (cuff) dan
Sniffing Position
dilakukan auskultasi dada pasien untuk
mendengarkan lairan udara
Berikan ventilasi pada pasien
Primary Survey - Airway
Needle/cannula cricothyrotomy surgical cricothyrotomy

pasien dalam posisi supine dengan


ekstensi pada leher, identifikasi
membran krikotyroid dengan jari
telunjuk dan stabilkan posisi
kartilago tyroid,
jarum suntik yang telah dihubungkan
dengan iv cateter no 12 atau 14,
dengan sudut 45 kearah kaudal untuk
mencegah trauma pada dinding
posterior trakea, cabut jarum dan
stylet kemudian dorong kateter lebih
jauh.
Primary Survey - Breathing
Assesment
Perlu dilakukan pemeriksaan thorax menyeluruh secara
cepat, inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi.

Inspeksi : Jejas / Kontusio, Gerakan simetris / asimetris,


Penggunaan otot tambahan bantu saluran napas,
Palpasi : Krepitasi, Nyeri Tekan, Deviasi Trakea,
Perkusi : Hipersonor / Pekak
Auskultasi : Vesikular normal atau meningkat atau menurun
Primary Survey - Breathing
Primary Survey Secondary Survey
tension pneumothorax hematothorax
flail chest simple pneumothorax
kontusio paru
 open pneumothorax.
Primary Survey - Breathing
Management
Pada trauma thorax harus ditangani dengan segera
Penggunaan alat bantu oksigen
Nasal prong 2-3 lpm membantu oksigen 20-30%
Oksigen masker 4-6 lpm membantu oksigen 40-60 %
Bagvalve mask tanpa reservoir 6-8 lpm membantu
memberikan oksigen 60-80%
Bag valve mask dengan reservoir 8-10 lpm membantu
memberikan oksgen 100%
Penggunaan pulse oxymetri, dapat memberikan informasi
tentang saturasi oksigen dan perfusi perifer pasien, tetapi
tidak dapat memastikan ventilasi oksigen adekuat
Primary Survey - Circulation
Assesment
Evaluasi Kesadaran
Evaluasi nadi
Pemeriksaan nadi dapat dilakukan di arteri radialis, arteri brachialis,
arteri femoralis, evaluasi untuk kekuatan nadi, kecepatan dan irama
Evaluasi tekanan darah
Hipotensi merupakan tanda yang tersering dalam hipovolemik akibat
trauma.
Evaluasi perdarahan
Perdarahan eksternal harus segera diatasi dengan kontrol perdarahan,
dapat dilakukan dengan bebat tekan terlebih dahulu.
Perdahan internal juga perlu dicurigai dengan cermat apabila ada trauma
pada daerah abdomen dan fraktur pelvis, supaya dapat segera diatasi.
Primary Survey - Circulation
Management
Memasang jalur intravena  resusitasi cairan pada pasien
dengan syok hemoragik. Jalur intravena dapat digunakan dua
line kateter IV. Pasien datang dapat diberikan terapi cariran 1-
2 L kristaloid ringer laktat yang sudah dihangatkan, supaya
tidak terjadi hipotermi pada pasien trauma. Cairan dapat
dihangatkan pada suhu 37-40oC.
Pemasangan kateter lambung (NGT/OGT) dipakai untuk
mengurangi dekompresi lambung .
Kontraindikasi pemasangan NGT : Fraktur basis kranii
Pemasangan EKG untuk monitoring irama jantung
Primary Survey - Circulation
Pemasagan kateter uretra sebagai indikator untuk menilai
keadaan perfusi ginjal dan hemodinamik pasien. Katater urine
untuk melihat produksi urin sehingga dapat disesuaikan dengan
cairan yang diberikan pada penderita.
Kontra indikasi penggunaan kateter :
Bloody discharge (adanya darah di orifisium uretra eksterna
(meatal bleeding)
Pada Rectal Touche : Prostat Letak Tinggi / Tidak teraba
Fraktur pelvis
Echymosis di perineum
hematom di skrotum atau perineum,
Pada ruptur uretra dilakukan uretrogram terlebih dahulu.
Primary Survey - Circulation
Estimated Blood Loss Based on Patient’s Initial Presentation
Primary Survey - Disability
Penilaian tingat kesadaran : AVPU (Alert Verbal Pain
Unresponsive),
Pemeriksaan Glasgow Coma Scale ( GCS) digunakan pada pasien
dengan curiga cedera kepala untuk menentukan klasifikas cedera
otak pada pasien trauma.
COR : GCS 14-15
COS : GCS 8-13
COB : GCS kurang dari 8
Pada pasien dengan cedera otak perlu dilakukan evaluasi 2-8 jam
untuk melihat adanya lucid interval atau tidak, yang ditandai
dengan peningkatan TIK, muntah, pusing
Penilaian terhadap ukuran pupil, reflek cahaya, tanda-tanda
lateralisasi dan tingkat level cidera spinal.
Primary Survey – Exposure
Pasien harus dibuka keseluruhan pakaiannya untuk
memeriksa dan mengevaluasi pasien, serta untuk
menghindari paparan bahaya zat kimia apabila ada dari
pakaiannya. Perlu untuk dicegah hipotermia pada pasien
trauma.
Secondary Survey
Survey sekunder adalah pemeriksaan kepala sampai kaki, (head to toe
examination) termasuk reevaluasi pemeriksaan tanda vital pasien.
Anamnesis
Anamnesis riwayat lengkap yang dapat digali dari keluarga maupun pasien
sendiri. Riwayat AMPLE
A : Alergi
M : Mediasi (obat yang diminum saat ini)
P : Past Ilness (Penyakit penyerta)/Pregnancy
L : Last Meal
E : Event/ Environment yang berhubungan dengan perlukaan
Pemeriksaan fisik adanya trauma pada kepala leher, dada, perut, maupun
pada tempat lain
Penggunaan evaluasi laboraturium dan pemeriksaan foto rontgen dalam
membantu penyelamatan pasien
Trauma Kepala
Pemeriksaan Fisik
Jejas di kepala meliputi; hematoma sub kutan, sub galeal,
luka terbuka, luka tembus dan benda asing.
Tanda patah dasar tengkorak, meliputi; ekimosis
periorbita (brill hematoma), ekimosis post auricular
(battle sign), rhinorea, dan otorea serta perdarahan di
membrane timpani atau leserasi kanalis auditorius.
Tanda patah tulang wajah meliputi; fraktur maxilla
(Lefort), fraktur rima orbita dan fraktur mandibula
Tanda trauma pada mata meliputi; perdarahan
konjungtiva, perdarahan bilik mata depan, kerusakan
pupil dan jejas lain di mata.
Trauma Kepala
Pemeriksaan status neurologis terdiri dari
 Tingkat kesadaran : berdasarkan skala Glasgow Coma
Scale (GCS).
Pemeriksaan nervus III, yaitu pemeriksaan pupil : besar &
bentuk, reflek cahaya, bandingkan kanan-kiri
Pemeriksaan nervus VII
Fundoskopi dicari tanda-tanda edema pupil, perdarahan
pre retina, retinal detachment.
Motoris & sensoris, bandingkan kanan dan kiri, atas dan
bawah mencari tanda lateralisasi.
Autonomis: bulbocavernous reflek, spingter reflek, reflek
tendon, reflek patologis.
TRAUMA KEPALA

ALGORITMA TATA
LAKSANA COR
TRAUMA KEPALA

ALGORITMA TATA
LAKSANA COS
TRAUMA KEPALA

ALGORITMA TATA
LAKSANA COB
TRAUMA KEPALA – Tata Laksana
CAIRAN ISOTONIS ANTI KONVULSAN
PZ atau RL hangat. Perlu dihindari Pada orang dewasa diberikan 1g
penggunaan cairan yang yang diberikan dengan kecepatan 50
mengandung glukosa dapat mg/ menit. Apabila kejang
menyebabkan hiperglikemia yang berkepankangan dapat diberikan
berakibat buruk pada otak yang dizepam. Dosis pemeliharaan 100
mengalami cedera. mg/8 jam

MANITOL
Manitol digunakan untuk menurunkan tekanan
intrakranial (TIK) yang meningkat. Dosis yang
diberikan 0,25-1 g/kgBB. Perburukan neurologis
merupakan indikasi kuat diberikan manitol.
Loading Manitol 200 cc tappering off 6x100
TRAUMA VERTEBRAE
Diagnosa dini, prevervasi fungsi spinal cord dan pemeliharaan
aligment dan stabilitas merupakan kunci keberhasilan manajemen.
Identifikasi :
Leher : adanya kontusio, deviasi trakea,
“Spinal shock” dapat terjadi setelah 48 jam setelah cedera tulang
belakang, yang ditandai dengan adanya hipotensi, bradikardia,
kehilangan motorik dan sensorik.
“Spinal shock”
refleks bulbocavernosus : refleks tersebut akan menghilang kurang dari
48 jam.
Apabila paraplegia dan refleks bulbocavernosus tidak kembali dalam
48 jam menandakan bahwa kerusakan yang terjadi adalah permanen,
begitu pula sebaliknya
TRAUMA VERTEBRAE – tata laksana
Syok hipovolemik ditandai dengan takikardia
Pemberian cairan resusitasi 2L
Syok neurogenik ditandai dengan bradikardia dan tidak ada respon
pada pemberian cairan
Pemberian vassopresor secara hati-hati dapat diindikasikan

Imobilisasi
Pada pasien trauma servikal diperlukan penggunaan collar
servikal atau collar brace.
Pasien dapat dipindahkan dengan menggunakan “long spine
board”
Pasien cedera tulang belakang gerakan yang aman untuk
memindahkan adalah “log roll’ dengan bantuan 4 orang.
Trauma Thorax – Tension Pneumothorax
Klinis Tata Laksana
“one-way ventile Needle Thoracosintesis
phenomenone” di ICS 2 Midclavicula
Tertinggalnya salah satu  dipasang dengan
gerak dinding dada WSD
(asimetris)
Hipersonor
Deviasi Trakea
Distensi Vena jugularis
Eksterna
Trauma Thorax – Open Pneumothorax
Tata laksana
Tutup luka tersebut dengan menggunakan occlusive
dressing steril ataupun kain yang bersih yang
ditutup pada tiga sisinya, flutter type valve.
Fungsi dari penutup ini sebagai katup, udara dapat
keluar melaluin luka, tetapi tidak dapat masuk
melalui luka tersebut
Trauma Thorax – Flail Chest
Karakteristik Tata Laksana

Gerakan "paradoksal" dari Pemberian analgesik atau


(segmen) dinding toraks saat narkotika diperbolehkan
Stabilisasi area flail chest
inspirasi/ekspirasi;
Fiksasi eksterna :
Komplikasi utama adalah
menggunakan plester setengah
gagal napas, sebagai akibat lingkaran sisi badan saat
adanya inefective air inspirasi panjang, dari 2 costae
movement, yang seringkali di atas dan di bawah fraktur.
diperberat oleh edema atau Fiksasi internal melalui operasi
kontusio paru, dan nyeri. pemeriksaan AGD (Analisa
gas darah)
Trauma Thorax - Hematothorax
Karakteristik Tata laksana
Hematotoraks masif Penanganan hemodinamik
terakumulasinya darah segera untuk menghindari
toraks sebanyak lebih dari kegagalan sirkulasi.
1500 cc atau satu pertiga
Pasang chest tube di ICS 6
atau lebih volume darah
pasien pada rongga thoraks anterior axila line dan di
atau 200 ml/jam selama 2-4 pasang WSD.
jam. Torakostomi emergency
Sumber perdarahan
umumnya berasal dari A.
interkostalis atau A. mamaria
interna.
Trauma Thorax – Tamponade Jantung
Karaktestik Tata Laksana
Trias Beck’s adalah Perikardiosintesis.
Distensi Vena Jugularis Perikardiosintesis xyphoid
ke arah bawah skapula kiri
Penurunan Tekanan dengan menggunakan jarum
Arteri, yang terbungkus plastik atau
Suara jantung yang teknik seldinger untuk
pemasangan kateter yang
menjauh “muffled heart fleksibel dan prioritas utama
sound” tetap pada upaya melakukan
aspirasi darah dari sakus
perikardium.
Pasang EKG
Trauma Abdomen
Organ atau area yang mungkin Cedera yang mungkin
 
terkena terkait

Fraktur kosta kanan Cedera hepar


Fraktur kosta kiri Ruptur lien
Kontusio midepigastrium Perforasi duodenum, cedera
Fraktur prosessus tranversalis lumbal pancreas

Fraktur pelvis Cedera ginjal


Ruptur VU, cedera urethra
Trauma Abdomen
Inspeksi
Abdomen anterior dan posterior
Perineum, dilihat apakah ada abrasi
Kontusio dari sabuk pengaman, laserasi luka, penetrans, benda asing
yang tertancap.
log roll
Auskultasi
Perforasi dapat menyebabkan ileus, sehingga bising usus menghilang.
Perkusi Palpasi
Perkusi dapat didapatkan hipertimpani pada perforasi organ berongga.
Perut akan terlihat distended dan defans muscular karena terdapat
iritasi peritoneum.
Nyeri tekan superfisial dan nyeri tekan dalam juga dapat dirasakan
pada pasien dengan trauma abdomen.
Trauma Abdomen
Pemeriksaan Uretra, Perianal, Rektal
Pemeriksaan Vagina
Pemeriksaan Gluteal
Trauma Abdomen – Tata Laksana
Resusitasi dengan RL hangat 1-2 L.
Apabila ada cedera pada organ abdomen  internal
bleeding  Cito Laparotomi Eksplorasi.
Trauma Pelvis
Pemeriksaan dimulai dengan cara kompresi manual krista iliaka atau
spina iliaka antero superior.
Pelvis tampaknya stabil pada waktu kompresi, lakukan manuver untuk
distraksi spina iliaka anterosuperior untuk mengevaluasi adanya gerakan
tulang ataupun nyeri.
Foto x-ray
Trauma Pelvis – Tata Laksana
Resusitasi cairan untuk menstabilkan hemodinamik baik
dengan kristaloid/koloid/transfusi darah.
Stabilisasi pelvis dapat menggunakan :
- Lilitan kain atau elastic bandage sebagai sling pelvis,
- Pelvic sling khusus C-Clamp
Trauma Pelvis
Trauma Muskuloskeletal
Fraktur Terbuka Fraktur tertutup
Kontrol perdarahan Resusitasi cairan
dengan bebat tekan dan Imobilisasi dan reposisi
resusitasi cairan. dengan menggunakan
Antibiotik untuk bidai. Reposisi juga bisa
mencegah infeksi digunakan gips sebagai
Tetagam atau anti padding.
tetanus untuk mencegah
tetanus
Trauma Thermal
Indikasi klinis trauma inhalasi :
Luka wajah yang mengenai wajah atau leher. Luka bakar
yang melingkari leher dapat diindikasikan untuk
melakukan intubasi
Alis mata dan bulu hidung hangus
Adanya timbunan karbon dan tanda peradangan orofaring
Sputum yang mengandung karbon atau arang
Suara serak
Luka bakar kepala dan badan akibat ledakan
Trauma Thermal – Tata Laksana
Cairan diberikan dengan rumus Baxter yaitu :

% Luka Bakar x BB x 4 cc

Separuh dari jumlah cairan ini diberikan dalam 8 jam


pertama, sisanya diberikan dalam 16 jam berikutnya.
Hari pertama terutama diberikan elektrolit yaitu larutan
RL karena terjadi defisit ion Na. Hari kedua diberikan
setengah cairan hari pertama.
Daftar Pustaka
Fikri M Abu-Zidan. Adavanced Trauma Life Support Training : How useful it is?.World Journal of
Critical Care Medicine. 5(1): 12-16, 2016.
American College Surgeons. Advanced trauma life support (ATLS) : the ninth edition. Trauma Acute
Care Surg. 5(74), 2013.
Digna R Cool & Johan G. Blickman. ABCDE from radiological point of view. Emergency Radiology.
2007
World Health Organization and The International Association for the Surgery Trauma and Surgical
Intensive Care, International Society of Surgery. Guideline for essential Trauma Care. 2004.
American College Surgeons. Advanced trauma life support (ATLS) : the ninth edition. 2012
Tim Neurotrauma. Pedoman Tata Laksana Cedera Otak. 2014
Kim Vidhani, Julianne Kause, & Michael Parr. Should we follow ATLS guidelines for the management
of traumatic pulmonary contusion : the role of non invasve ventilatory support. Resucitation. 52 : 265-
268. 2002
Heru Koesbijanto. Flail Chest Management in A RDS. Folia Medica Indonesiana Departement Thoracic
and Cardiovascular Surgery, Faculty of Medicine, Airlangga University Surabaya. 3 (47), 2011.
Louis Solomon, David Warwick, Selvadurai Nayagam. Apley’s System of Orthopaedics and Fracture :
Ninth Edition, 2010.
Chairudin Rasjad. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. 2012
TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai