Initial Assessment adalah penilaian awal yang cepat dan tepat tentang keadaan seorang pasien atau
korban. Initial Assessment sangat di butuhkan dalam menangani kasus kegawatan, yaitu suatu keadaan
yang dapat mengancam jiwa : butuh pertolongan tepat, cermat dan cepat yang bila tidak dilakukan orang
tersebut dapat mati atau menderita cacat.
Penerima pertama : Orang yang sudah terlatih untuk memberikan pertolongan pertama seperti,
pembalutan, pembidaian, kontrol perdarahan, dan resusitasi jantung paru.
Orang yang terlatih untuk melakukan bantuan hidup dasar, meliputi penilaian
EMT-B : tanda dan gejala, membebaskan tubuh pasien yang mungkin terperangkap dalam
kendaraan, imobilisasi, dan memberikan terapi non-invasif seperti pemberian
oksigen.
Orang yang terlatih untuk melakukan bantuan hidup lanjutan, termasuk
EMT-T : pemasangan intubasi endotrakeal, interpretasi ritme jantung, defibrilasi, serta
pemberian obat parenteral
II. TRIASE
Triase adalah pengelompokan korban berdasarkan : berat-ringannya penyakit (yang paling mungkin
akan mengalami perburukan klinis segera) untuk menentukan prioritas perawatan gawat darurat medik
serta prioritas transportasi (berdasarkan ketersediaan sarana untuk tindakan).
Proses triase inisial harus dilakukan oleh petugas pertama yang tiba atau berada ditempat dan tindakan ini
harus dinilai ulang terus menerus karena status triase pasien dapat berubah. Bila kondisi memburuk atau
membaik, lakukan retriase.
Mass Causalties
Musibah massal dengan jumlah pasien dan beratnya luka melampaui
kemampuan RS. Dalam keadaan ini yang akan dilayani terlebih dahulu
2 jenis keadaan adalah pasien dengan kemungkinan survival yang terbesar, serta
Triase
Multiple Causalties
Musibah massal dengan jumlah pasien dan beratnya cedera tidak melampaui
kemampuan RS. Dalam keadaan ini pasien dengan masalah yang
mengancam jiwa dan multi trauma akan dilayani terlebih dahulu.
Di institusi kecil, pra RS, atau bencana, sumber daya dan tenaga tidak memadai hingga berpengaruh pada
sistem triase. Tujuan triase berubah menjadi bagaimana memaksimalkan jumlah pasien yang bisa
diselamatkan sesuai dengan kondisi. Proses ini berakibat pasien cedera serius harus diabaikan hingga
pasien yang kurang kritis distabilkan. Triase dalam keterbatasan sumber daya sulit dilaksanakan dengan
baik.
Saat ini tidak ada standard nasional baku untuk triase. Metode triase yang dianjurkan bisa secara
METTAG (Triage tagging system) atau sistim triase Penuntun Lapangan START (Simple Triage And
Rapid Transportation). Terbatasnya tenaga dan sarana transportasi saat bencana mengakibatkan
kombinasi keduanya lebih layak digunakan.
Triase Sistem METTAG
Pendekatan yang dianjurkan untuk memprioritasikan tindakan atas korban. Resusitasi ditempat.
Pemeriksaan dan prioritas tatalaksana pasien ditentukan berdasarkan derajat cedera, tanda vital yang diperiksa
secara cepat dan efisien, dan mekanisme terjadinya cedera pada pasien. Manejemen pasien terdiri atas : survey
primer cepat, resusitasi fungsi vital, survey sekunder, dan inisisasi terapi definitive. Selama pemeriksaan primer,
kondisi mengancam jiwa diidentifikasi dalam urutan prioritas berdasarkan efeknya terhadap fisiologi pasien.
Prioritas urutan berdasarkan derajat mengancam jiwa yang terbesar untuk ditangani terlebih dahulu.
Proses primary survei mencakup ABCs :
Perdarahan eksternal dihentikan dengan penekanan pada luka. Spalk udara (pneumatic splinting device)
juga dapat digunakan untuk mengontrol perdarahan. Spalk jenis ini harus tembus cahaya untuk dapat
dilakukan pengawasan perdarahan. Tourniquet sebaiknya jangan dipakai karena merusak jaringan dan
menyebabkan iskemia distal, sehingga tourniquet hanya dipakai bila ada amputasi traumatik. Pemakaian
hemostat dapat merusak jaringan seperti syaraf dan pembuluh darah.
Resusitasi: Bila ada gangguan sirkulasi harus dipasang sedikitnya 2 IV-line. Kateter yang dipakai harus
berukuran besar. Pada awalnya sebaiknya menggunakan vena pada lengan. Pada saat datang pasien
diinfus cepat dengan 1-2 liter cairan Ringer Lactate. Cairan harus dihangatkan sebelumnya (37-40 C,
disimpan dalam keadaan hangat ataupun memakai alat penghangat). Bila tidak ada respon dengan
pemberian bolus kristaloid tadi, diberikan transfusi darah. Hipotermia dapat terjadi pada pasien yang
diberikan Ringer Lactate yang tidak dihangatkan atau darah yang masih dingin, atau bila pasien dalam
keadaan kedinginan karena tidak diselimuti.
Derajat kesadaran :
Compos mentis (sadar) : 14-15
kesadaran normal, sadar sepenuhnya, dapat menjawab pertanyaan tentang keadaan sekeliling.
Apatis : 13-12
keadaan segan untuk berhubungan dengan lingkungan sekitar, acuh tak acuh.
Somnolen (obtundasi, letargi) : 11-10
kesadaran menurun, respon psikomotor lambat, mudah tertidur tetapi mudah dibangunkan jika
dirangsang dan mudah jatuh tertidur lagi, mampu memberi jawaban verbal.
Delirium : 9-7
keadaan gelisah, disorientasi, memberontak, berteriakteriak, berhalusinasi, kadang berkhayal
Stupor (soporo coma) : 4-6 ! keadaan seperti tidur terlelap, tetapi ada respon terhadap nyeri
Coma (comatose) : 3 ! tidak bisa dibangunkan, tidak ada respon terhadap rangsang apapun, tidak
ada respon kornea, reflek muntah, dan reflek pupil (bisa ada bisa tidak ada) Derajat cedera kepala
berdasarkan GCS:
Exposure/Kontrol Lingkungan
Pasien harus dibuka keseluruhan pakaiannya, sering dengan cara menggunting, guna memeriksa dan
evaluasi pasien. Setelah pakaian dibuka, penting bahwa pasien diselimuti agar pasien tidak hipotermia.
Harus dipakaikan selimut hangat, ruangan cukup hangat, dan diberikan cairan intravena yang sudah
dihangatkan.
Referensi
1. Oktaria,Dwita. Buku Pendidikan dan Latihan Dasar PMPATD PAKIS RESCUE TEAM Fakultas
Kedokteran Universitas Lampung. Jilid 1. PMPATD PAKIS RESCUE TEAM Fakultas Kedokteran
Universitas Lampung. 2011
2. Perhimpunan Tim Bantuan Medis Mahasiswa Kedokteran Indonesia. Buku diklat PTBMMKI : Initial
Assesment. 2015
3. Seri PPGD. Penanggulangan Penderita Gawat Darurat / General Emergency Life Support (GELS).
Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu (SPGDT). Cetakan Ketiga. Direktorat Jenderal Bina
Pelayanan Medik Departemen Kesehatan R.I. 2006.
4. Penanggulangan Kegawatdaruratan sehari-hari & bencana. Departemen Kesehatan R.I. Jakarta :
Departemen Kesehatan, 2006.
5. Tanggap Darurat Bencana (Safe Community). Departemen Kesehatan R.I. Jakarta : Departemen
Kesehatan, 2006.
6. Prosedur Tetap Pelayanan Kesehatan Penanggulangan Bencana dan Penaanganan Pengungsi.
Departemen Kesehatan R.I. Pusat Penanggulangan Masalah Kesehatan. Tahun 2002.
7. Advanced Trauma Life Support. Course for Physicians 8th. edition. American College of Surgeons, 55
East Erie Street, Chicago, IL 60611-2797.
8. Multiple Casualty Insidents. Available at
http://www.vgernet.net/bkand/state/multiple.html.