Anda di halaman 1dari 11

MODUL KEBUTUHAN DASAR MANUSIA (KDM)

GANGGUAN PEMENUHAN CAIRAN DAN ELEKTROLIT


PERTEMUAN 1 (KETERAMPILAN)
KELAS XI ASISTEN KEPERAWATAN

Oleh :
Yuken Demeswati, S.Kep.,Gr

SMK MIFTAHUSSALAM
2023
GANGGUAN KESEIMBANGAN CAIRAN DAN ELEKTROLIT

Gangguan cairan dan elektrolit sangat umum pada periode perioperatif. Cairan
intravena dengan jumlah yang besar sering diperlukan untuk memperbaiki defisit cairan dan
mengkompensasi kehilangan darah selama operasi. Cairan dan elektrolit di dalam tubuh
merupakan satu kesatuan yang tidak dapat terpisahkan. Komposisi cairan dan elektrolit di
dalam tubuh diatur sedemikan rupa agar keseimbangan fungsi organ vital dapat dipertahankan.3
Gangguan besar dalam keseimbangan cairan dan elektrolit dapat dengan cepat mengubah
kardiovaskular, saraf, dan fungsi neuromuskular, dan penyedia anestesi harus memiliki
pemahaman yang jelas air normal dan elektrolit fisiologi.

Kebutuhan cairan dan elektrolit adalah suatu proses dinamik karena metabolisme
tubuh membutuhkan perubahan yang tetap dalam berespons terhadap stressor fisiologis dan
lingkungan. Keseimbangan cairan adalah esensial bagi kesehatan. Dengan kemampuannya
yang sangat besar untuk menyesuaikan diri, tubuh mempertahankan keseimbangan, biasanya
dengan proses-proses faal (fisiologis) yang terintegrasi yang mengakibatkan adanya lingkungan
sel yang relatif konstan tapi dinamis. Kemampuan tubuh untuk mempertahankan keseimbangan
cairan ini dinamakan “homeostasis”

A. Gangguan Keseimbangan Cairan Tubuh


Tubuh manusia pada kelahiran mengandungi sekitar 75% berat cairan. Di usia satu bulan, nilai
ini menurun menjadi 65% dan pada saat dewasa berat cairan dalam tubuh manusia bagi pria adalah
60% dan wanita pula sekitar 50%. Selain itu, faktor kandungan lemak juga mengkontribusi kepada
kandungan cairan dalam tubuh. Semakin tinggi jumlah lemak yang terdapat dalam tubuh, seperti pada
wanits, semakin ssemakin kurang kandungan cairan yang ada.
Nilai normal ambilan cairan dewasa adalah sekitar 2500ml, termasuk 300ml hasil metabolism
tenaga susbtrat. Rata-rata kehilangan cairan adalah sebanyak 2500ml dimana ia terbahagi kepada
1500ml hasil urin, 400ml terevaporasi lewat respiratori, 400ml lewat evaporasi kulit, 100ml lewat
peluh dan 100ml melalui tinja. Kehilangan cairan lewat evaporasi adalah penting kerna ia memainkan
peranan sebagai thermoragulasi, dimana ia mengkontrol sekitar 20-25% kehilangan haba tubuh.
Perubahan pada kesimbanngan cairan dan volume sel bisa menyebabkan impak yang serius seperti
kehilangan fungsi pada sel, terutama ada otak.
Bentuk gangguan yang paling sering terjadi adalah kelebihan atau kekurangan cairan yang
mengakibatkan perubahan volume.
1. Overhidrasi
Air, seperti subtrat lain, berubah menjadi toksik apabila dikonsumsi secara berlebihan dalam
jangka waktu tertentu. Intoksikasi air sering terjadi bila cairan di konsumsi tubuh dalam kadar
tinggi tanpa mengambil sumber elektrolit yang menyeimbangi kemasukan cairan
tersebut.Overhidrasi terjadi jika asupan cairan lebih besar daripada pengeluaran cairan. Kelebihan
cairan dalam tubuh menyebabkan konsentrasi natrium dalam aliran darah menjadi sangat rendah.3
Penyebab overhidrasi meliputi, adanya gangguan ekskresi air lewat ginjal (gagal ginjal akut),
masukan air yang berlebihan pada terapi cairan, masuknya cairan irigator pada tindakan reseksi
prostat transuretra, dan korban tenggelam.
Gejala overhidrasi meliputi, sesak nafas, edema, peningkatan tekanan vena jugular, edema
paru akut dan gagal jantung. Dari pemeriksaan lab dijumpai hiponatremi dalam plasma. Terapi
terdiri dari pemberian diuretik(bila fungsi ginjal baik), ultrafiltrasi atau dialisis (fungsi ginjal
menurun), dan flebotomi pada kondisi yang darurat.3,4,5

2. Dehidrasi
Dehidrasi merupakan suatu kondisi defisit air dalam tubuh akibat masukan yang kurang atau
keluaran yang berlebihan. Kondisi dehidrasi bisa terdiri dari 3 bentuk, yaitu: isotonik (bila air
hilang bersama garam, contoh : GE akut, overdosis diuretik), hipotonik (Secara garis besar terjadi
kehilangan natrium yang lebih banyak dibandingkan air yang hilang. Karena kadar natrium serum
rendah, air di kompartemen intravaskular berpindah ke ekstravaskular, sehingga menyebabkan
penurunan volume intravaskular), hipertonik (Secara garis besar terjadi kehilangan air yang lebih
banyak dibandingkan natrium yang hilang. Karena kadar natrium tinggi, air di kompartemen
ekstravaskular berpindah ke kompartemen intravaskular, sehingga penurunan volume intravaskular
minimal).

Tabel 6. Derajat Dehidrasi1,3,5

Derajat %kehilangan air Gejala


Ringan 2-4% dari BB Rasa haus, mukosa kulit

kering, mata cowong


Sedang 4-8% dari BB Sda, disertai delirium,
oligo uri, suhu tubuh meningkat

Berat 8-14% dari BB Sda, disertai koma,


hipernatremi, viskositas plasma
meningkat
Pada pemeriksaan laboratorium menunjukkan hipernatremia dan peningkatan
hematokrit.
Terapi dehidrasi adalah mengembalikan kondisi air dan garam yang hilang.
Jumlah dan jenis cairan yang diberikan tergantung pada derajat dan jenis dehidrasi dan
elektrolit yang hilang. Pilihan cairan untuk koreksi dehidrasi adalah cairan jenis
kristaloid RL atau NaCl.5,6

Gangguan Keseimbangan Elektrolit

Gangguan keseimbangan elektrolit yang umum yang sering ditemukan pada kasus-
kasus di rumah sakit hanyalah beberapa sahaja. Keadaan-keadaan tersebut adalah3:
 Hiponatremia dan hypernatremia

 Hipokalemia dan hyperkalemia

 Hipokalsemia

1. Hiponatremia

Hiponatremia selalu mencerminkan retensi air baik dari peningkatan mutlak dalam jumlah
berat badan (total body weight, TBW) atau hilangnya natrium dalam relatif lebih hilangnya air.
Kapasitas normal ginjal untuk menghasilkan urin encer dengan osmolalitas serendah 40 mOsm /
kg (berat jenis 1,001) memungkinkan mereka untuk mengeluarkan lebih dari 10 L air gratis per
hari jika diperlukan. Karena cadangan yang luar biasa ini, hiponatremia hampir selalu merupakan
efeknya dari akibat kapasitas pengenceran urin tersebut (osmolalitas urin> 100 mOsm / kg atau
spesifik c gravitasi> 1,003).1

Kondisi hiponatremia apabila kadar natrium plasma di bawah 130mEq/L. Jika < 120 mg/L
maka akan timbul gejala disorientasi, gangguan mental, letargi, iritabilitas, lemah dan henti
pernafasan, sedangkan jika kadar < 110 mg/L maka akan timbul gejala kejang, koma. Antara
penyebab terjadinya Hiponatremia adalah euvolemia (SIADH, polidipsi psikogenik),
hipovolemia (disfungsi tubuli ginjal, diare, muntah, third space losses, diuretika), hipervolemia
(sirosis, nefrosis). Terapi untuk mengkoreksi hiponatremia yang sudah berlangsung lama
dilakukan secara perlahan-lahan, sedangkan untuk hiponatremia akut lebih agresif.2,3,4
Dosis NaCl yang harus diberikan, dihitung melalui rumus berikut :
NaCl = 0,6( N-n) x BB
N = Kadar Na yang diinginkan
n = Kadar Na sekarang
BB = berat badan dalam kg

Tabel 7. Gradasi Hiponatremia4

Gradasi Gejala Tanda


Ringan ( Na 105-118) Haus Mukosa kering
Sedang (Na 90-104) Sakit kepala, mual, vertigo Takikardi, hipotensi
Berat (Na <90) Apatis, koma Hipotermi

Pertimbangan Anestesi

Hiponatremia sering merupakan manifestasi dari gangguan yang medasari


sebuah penyakit, justeru memerlukan evaluasi pra operatif yang amat teliti. Konsentrasi
natrium plasma lebih besar dari 130 mEq / L biasanya dianggap aman untuk pasien
yang menjalani anestesi umum. Dalam sebagian besar keadaan, plasma [Na +] harus
diperbaiki untuk lebih dari 130 mEq / L untuk prosedur elektif, tanpa adanya gejala
neurologis. Konsentrasi yang lebih rendah dapat menyebabkan edema serebral
signifikan yang dapat dimanifestasikan secara intraoperatif sebagai penurunan
konsentrasi alveolar minimum atau pasca operasi sebagai agitasi, kebingungan, atau
mengantuk. Pasien yang menjalani reseksi transurethral dari prostat dapat menyerap
jumlah air yang banyak dari cairan irigasi (sebanyak 20 mL/menit) dan berada pada
risiko tinggi untuk pengembangan cepat yang mendalam keracunan air akut.

Pasien hiponatremia amat sensitif terhadap vasodilatasi dan efek inotropik


negatif dari anestesi uap, propofol, dan agen terkait dengan pelepasan histamin (morfin,
meperidine). Persyaratan dosis untuk obat lain juga harus dikurangi untuk mengimbangi
penurunan volume distribusi. Pasien hiponatremia sangat sensitif terhadap blokade
simpatik dari anestesi spinal atau epidural. Jika anestesi harus diberikan sebelum
koreksi yang memadai hipovolemia, etomidate atau ketamin mungkin agen induksi
pilihan untuk anestesi umum.
a. Hipernatremia
Hiperosmolalitas terjadi setiap kali total kandungan tubuh terlarut meningkatkan relatif
terhadap TBW dan biasanya, tapi tidak selalu, berhubungan dengan hipernatremia ([Na +]>
145 mEq / L). Hiperosmolalitas tanpa hipernatremia dapat dilihat selama hiperglikemia
ditandai atau mengikuti akumulasi zat osmotik aktif normal dalam plasma. Konsentrasi
natrium plasma dapat benar-benar berkurang karena air diambil dari intraseluler ke
kompartemen ekstraseluler. Untuk setiap 100 mg peningkatan / dL pada konsentrasi glukosa
plasma, natrium plasma menurun sekitar 1,6 mEq / L. Hipernatremia hampir selalu
merupakan hasil dari baik kerugian relatif air lebih dari natrium (hipotonik cairan rugi) atau
retensi dalam jumlah besar natrium. Bahkan ketika kemampuan berkonsentrasi ginjal
terganggu, haus biasanya sangat efektif dalam mencegah hipernatremia. Hipernatremia karena
itu paling sering terlihat pada pasien lemah yang tidak dapat minum, sangat tua, yang sangat
muda, dan pasien dengan gangguan kesadaran. Pasien dengan hipernatremia mungkin
memiliki konten natrium tubuh total yang rendah, normal, atau tinggi.
Jika kadar natrium > 150 mg/L maka akan timbul gejala berupa perubahan mental,
letargi, kejang, koma, lemah.3 Manifestasi neurologis akan mendominasi dahulu pada pasien
dengan hipernatremia dan umumnya diduga hasil dari dehidrasi selular. Gelisah, lesu, dan
hyperreflexia dapat berkembang menjadi kejang, koma, dan akhirnya kematian. Gejala
berkorelasi lebih dekat dengan laju pergerakan air keluar dari sel-sel otak daripada tingkat
absolut hipernatremia. Cepat penurunan volume otak akan menyebabkan pembuluh darah otak
pecah dan mengakibatkan fokus perdarahan intraserebral atau subarachnoid. Kejang dan
kerusakan saraf serius yang umum, terutama pada anak-anak dengan hipernatremia akut
ketika plasma [Na +] melebihi 158 mEq / L. Hipernatremia kronis biasanya ditoleransi lebih
baik berbanding dengan bentuk akut.
Hipernatremi dapat disebabkan oleh kehilangan cairan (yang disebabkan oleh diare,
muntah, diuresis, diabetes insipidus, keringat berlebihan), asupan air kurang, asupan natrium
berlebihan.1,3,4,5,7 Pengobatan hipernatremia bertujuan untuk mengembalikan osmolalita
splasma normal serta mengoreksi penyebab yang mendasari. Defisit air umumnya harus
diperbaiki dalam 48 jam dengan larutan hipotonik seperti 5% dextrose dalam air. Kelainan
pada volume ekstraseluler juga harus diperbaiki. Namun, koreksi yang cepat dari
hipernatremia dapat mengakibatkan kejang, edema otak, kerusakan saraf permanen, dan
bahkan kematian. Justeru pemberian serial Na + osmolalitas harus diperoleh selama
pengobatan. Secara umum, penurunan konsentrasi natrium plasma tidak harus melanjutkan
pada tingkat yang lebih cepat dari 0,5 mEq / L / jam.1 Terapi keadaan ini adalah penggantian
cairan dengan 5% dekstrose dalam air sebanyak {(X-140) x BB x 0,6}: 140.
Pertimbangan anestesi
Hasil kajian mendapatkan hipernatremia akan meningkatkan konsentrasi alveolar
minimum pada anestesi inhalasi pada hewan percobaan, tetapi signifikasi klinisnya lebih
mendekati dengan defisit cairan yang terkait. Hipovolemia akan lebih terlihat pada setiap
vasodilatasi atau depresi jantung dari agen anestesi dan predisposisi hipotensi dan hipoperfusi
jaringan. Penurunan volume distribusi untuk obat memerlukan pengurangan dosis untuk
sebagian besar agen intravena, sedangkan penurunan cardiac output meningkatkan
penyerapan anestesi inhalasi. Operasi elektif harus ditunda pada pasien dengan hipernatremia
yang signifikan (> 150 mEq / L) sampai penyebabnya didirikan dan defisit cairan dikoreksi.
Air dan defisit cairan isotonik harus diperbaiki sebelum operasi elektif.
b. Hipokalemia
Nilai normal Kalium plasma adalah 3,5-4,5 mEq/L. Disebut hipokalemia apabila
kadar kalium <3,5mEq/L. Dapat terjadi akibat dari redistribusi akut kalium dari cairan
ekstraselular ke intraselular atau dari pengurangan kronis kadar total kalium tubuh. Tanda
dan gejala hipokalemia dapat berupa disritmik jantung, perubahan EKG (QRS segmen
melebar, ST segmen depresi, hipotensi postural, kelemahan otot skeletal, poliuria,
intoleransi glukosa. Terapi hipokalemia dapat berupa koreksi faktor presipitasi (alkalosis,
hipomagnesemia, obat- obatan), infuse potasium klorida sampai 10 mEq/jam (untuk mild
hipokalemia >2 mEq/L) atau infus potasium klorida sampai 40 mEq/jam dengan
monitoring oleh EKG (untuk hipokalemia berat;<2mEq/L disertai perubahan EKG,
kelemahan otot yang hebat).

Rumus untuk menghitung defisit kalium :

K = K1 - (K0 x 0,25 x BB)

K = kalium yang dibutuhkan

K1 = serum kalium yang


diinginkan K0 = serum kalium
yang terukur BB = berat badan (kg)

Pertimbangan anestesi

Hipokalemia merupakan temuan pra operasi umum. Keputusan untuk


melanjutkan dengan operasi elektif sering didasarkan pada plasma lebih rendah [K +]
antara 3 dan 3,5 mEq/L. Keputusan, bagaimanapun, juga harus didasarkan pada tingkat
perkemkembangan hipokalemia serta ada atau tidak adanya disfungsi organ sekunder.
Secara umum, hipokalemia ringan kronis (3-3,5 mEq / L) tanpa perubahan EKG tidak
meningkatkan risiko anestesi. Namun ini mungkin tidak berlaku untuk pasien yang
menerima digoksin, yang mungkin mempunyai peningkatan risiko mengembangkan
lagi toksisitas digoxin dari hipokalemia tersebut. Maka nilai plasma [K +] di atas 4
mEq / L yang diinginkan pada pasien tersebut. Manajemen intraoperatif hipokalemia
membutuhkan pemantauan EKG yang teliti dan berwaspada. Kalium intravena harus
diberikan jika atrium atau ventrikel aritmia terjadi. Solusi intravena glukosa bebas
harus digunakan dan hiperventilasi harus dihindari untuk mencegah penurunan lebih
lanjut dalam plasma [K +]. Peningkatan sensitivitas terhadap blocker neuromuskuler
(NMBS) akan dapat dilihat pada status hipokalemia, oleh karena itu dosis NMBS harus
dikurangi 25-50%, dan stimulator saraf harus digunakan untuk mengikuti tingkat
kelumpuhan dan kecukupan reversinya.
c. Hiperkalemia
Kalium (K+) memainkan peran utama dalam elektrofisiologi dari membran sel
serta karbohidrat dan protein sintesis. Potensial membran sel istirahat biasanya tergantung
pada rasio intraseluler dan ekstraseluler konsentrasi kalium. Konsentrasi kalium intraseluler
diperkirakan 140 mEq / L, sedangkan konsentrasi kalium ekstraseluler biasanya sekitar 4
mEq / L. Dalam beberapa kondisi, redistribusi K+ antara cairan ekstraselular dan
kompartemen cairan intraselular dapat mengakibatkan perubahan yang nyata dalam
ekstraseluler K+ tanpa perubahan total konten kalium tubuh.
Hiperkalemia adalah jika kadar kalium > 5 mEq/L. Hiperkalemia sering terjadi
karena insufisiensi renal atau obat yang membatasi ekskresi kalium (NSAIDs, ACE-
inhibitor, siklosporin, diuretik). Tanda dan gejalanya terutama melibatkan susunan saraf
pusat (parestesia, kelemahan otot) dan sistem kardiovaskular (disritmik, perubahan EKG). 3
Efek paling penting dari hiperkalemia berada di otot rangka dan jantung. Kelemahan otot
rangka pada umumnya tidak terlihat sampai plasma [K +] lebih besar dari 8 mEq / L, dan
karena depolarisasi berkelanjutan spontan dan inaktivasi kanal Na + membran otot, akhirnya
mengakibatkan kelumpuhan.3 Perubahan EKG berlaku secara berurutan dari simetris
memuncak gelombang T (sering dengan interval QT memendek) → pelebaran kompleks
QRS → perpanjangan interval P-R → hilangnya gelombang P → hilangnya amplitudo R-
gelombang → depresi segmen ST (kadang-kadang elevasi) → EKG yang menyerupai
gelombang sinus, sebelum perkembangan fibrilasi ventrikel dan detak jantung.
Kontraktilitas dapat relatif baik dipertahankan sampai akhir dalam perjalanan hiperkalemia
progresif. Hipokalsemia, hiponatremia, dan asidosis menonjolkan efek jantung hiperkalemia.

Tabel 8. Gambaran EKG berdasarkan Kadar K Plasma3

Kadar K plasma Gambaran EKG


5,5-6 mEq/L Gelombang T tinggi
6-7 mEq/L P-R memanjang dan QRS melebar
7-8 mEq/L P mengecil & takikardi ventrikel
>8 mEq/L Fibrilasi ventrikel
Bila kadar K plasma <6,5mEq/L diberikan: Diuretik, Natrium
bikarbonat, Ca glukonas, glukonas-insulin, Kayekselate. Bila dalam 6 jam belum
tampak perbaikan, dilakukan hemodialisis. Bila fungsi ginjal jelek, pertimbangkan
hemodialisis lebih dini. Pada kadar K plasma >6,5 mEq/L, segera lakukan dialisis.
Pertimbangan Anestesi
Operasi elektif sebaiknya tidak dilakukan pada pasien dengan
hiperkalemia signifikan. Manajemen anestesi pasien bedah hiperkalemia
diarahkan pada menurunkan konsentrasi kalium plasma dan mencegah kenaikan
lebih lanjut. EKG harus hati-hati dipantau. Suksinilkolin merupakan
kontraindikasi, seperti penggunaan setiap solusi intravena yang menagndungi
kalium seperti injeksi Ringer laktat. Menghindari asidosis metabolik atau
respiratorik sangat penting untuk mencegah kenaikan lebih lanjut dalam plasma
[K +]. Ventilasi harus dikontrol dengan anestesi umum, dan hiperventilasi ringan
mungkin diinginkan. Terakhir, fungsi neuromuskular harus dipantau secara ketat,
karena hiperkalemia dapat menonjolkan efek NMBS.

d. Hipokalsemia
Meskipun 98% dari total kalsium tubuh dalam tulang, pemeliharaan konsentrasi
kalsium ekstraseluler normal adalah penting untuk homeostasis. Ion kalsium terlibat
dalam fungsi biologis hampir semua penting, termasuk kontraksi otot, pelepasan
neurotransmitter dan hormon, pembekuan darah, dan metabolisme tulang, dan kelainan
pada keseimbangan kalsium dapat mengakibatkan derangements fisiologis yang
mendalam.

Asupan kalsium pada orang dewasa rata-rata 600-800 mg / d. Penyerapan


kalsium terjadi di usus terutama di usus kecil proksimal tetapi adalah variabel. Kalsium
juga disekresi ke dalam saluran usus, dimana sekresi ini tampaknya konstan dan
independen dari penyerapan. Hingga 80% dari asupan kalsium harian biasanya hilang
dalam feses. Ginjal bertanggung jawab untuk sebagian besar ekskresi kalsium. Rata-
rata ekskresi kalsium ginjal 100 mg / d namun dapat bervariasi dari serendah 50 mg / d
ke lebih dari 300 mg / d. Biasanya, 98% dari kalsium disaring dan diserap kembali.
Reabsorpsi kalsium paralel dengan natrium dalam tubulus ginjal proksimal dan loop
menaik Henle. Di tubulus distal, bagaimanapun, reabsorpsi kalsium tergantung pada
hormon paratiroid (PTH) sekresi, sedangkan reabsorpsi natrium tergantung pada sekresi
aldosteron. tingkat PTH meningkat meningkatkan reabsorpsi kalsium distal dan dengan
demikian menurunkan ekskresi kalsium urin. 90% kalsium terikat dalam albumin,
sehingga kondisi hipokalsemia biasanya terjadi pada pasien dengan hipoalbuminemia.
Hipokalsemia disebabkan karena hipoparatiroidism, kongenital, idiopatik, defisiensi vit
D, defisiensi 125(OH)2D3 pada gagal ginjal kronik, dan hiperfosfatemia.3 Manifestasi
dari hipokalsemia termasuk kulit kering, parestesia, gelisah dan kebingungan, gangguan
irama jantung, laring stridor (spasme laring), tetani dengan spasme karpopedal (tanda
Trousseau), masseter spasme (Tanda Chvostek), dan kejang. kolik bilier dan
bronkospasme.1,3 EKG dapat mengungkapkan irritasi jantung atau interval QT
perpanjangan yang mungkin tidak berkorelasi antara tingkat keparahan dengan tingkat
hipokalsemia. Penurunan kontraktilitas jantung dapat mengakibatkan gagal jantung,
hipotensi, atau keduanya. Penurunan respon terhadap digoxin dan β-adrenergik agonis
juga dapat terjadi. Seperti yang diketahui, hipokalsemia adalah suatu kondisi yang
gawat darurat karena menyebabkan kejang umum dan henti jantung. Dapat diberikan
20-30 ml preparat kalsium glukonas 10% atau CaCl 10% dapat diulang 30-60 menit
kemudian sampai tercapai kadar kalsium plasma yang optimal. Pada kasus kronik,
dapat dilanjutkan dengan terapi per oral.

Pertimbangan anestesi

Hipokalsemia yang signifikan harus diperbaiki sebelum operasi. Kadar kalsium


terionisasi harus dipantau intraoperatif pada pasien dengan riwayat hipokalsemia.
Alkalosis harus dihindari untuk mencegah penurunan lebih lanjut dalam Ca 2+.
Kalsium intravena mungkin diperlukan seiring transfusi darah sitrat atau pada solusi
albumin dengan jumlah besar. Potensiasi efek inotropik negatif dari barbiturat dan
anestesi volatile harus diintipasi. Respon untuk NMBS adalah tidak konsisten dan
memerlukan pemantauan ketat dengan stimulator saraf.

DAFTAR PUSTAKA
Butterworth JF, Mackey DC, Wasnick JD. Management of Patients with Fluid and Electrolyte
Disturbances. Dalam Morgan & Mikhail’s Clinical Anesthesiology 5th ed. New York:
Mc-Graw Hill. 2013; 4 (49): h. 1107 – 40.
Hines RL, Marschall KE. Fluid, Electrolytes, and Acid-Base Disorders. Dalam Handbook for
Stoelting’s Anesthesia and Co-Existing Disease 4th ed. Philadelphia: Elsevier Inc. 2013;
18: h.216 – 230.
Mangku G, Senapathi TGA. Keseimbangan Cairan dan Elektrolit. Dalam Buku Ajar Ilmu
Anestesia dan Reanimasi. Jakarta: Indeks; 2010. 6 (5) : h.272 – 98.
Hahn RG. Crystalloid Fluids. Dalam Clinical Fluid Therapy in the Perioperative Setting.
Cambridge: Cambridge University Press. 2012; 1 : h. 1 – 10.
Stoelting RK, Rathmell JP, Flood P, Shafer S. Intravenous Fluids and Electrolytes. Dalam
Handbook of Pharmacology and Physiology in Anesthetic Practice 3 rd ed. Philadelphia:
Wolters Kluwer Health. 2015; 17 : h. 341 – 49.
Voldby AW, Branstrup B. Fluid Therapy in the Perioperative Setting. Journal of Intensive
Care. 2016; 4 : h.27 – 39.
Kaye AD. Fluid Management. Dalam Basics of Anesthesia 6th ed. Philadelphia: Elsevier Inc.
2011; 23: h. 364 – 71.

Anda mungkin juga menyukai