Elektrolit
Natrium (Na+ ) merupakan kation ekstraseluler utama, dan kalium (K+ ) merupakam
kation intraseluler yang paling utama pula. Di dalam sel, anion utamanya adalah protein
dan posfat, sementara pada ECF anion klorida (Cl- ) dan bikarbonat (HCO3) mendominasi.
Konsentrasi
Perubahan konsentrasi dapat terjadi karena adanya perubahan terhadap salah satu maupun
kedua variabel tersebut. Misalnya, konsentrasi natrium sebesar 140 mmol/L dapat berubah
menjadi 130 mmol/L jika jumlah natrium yang terlarut berkurang, atau jika jumlah
pelarutnya bertambah.
Osmolalitas
Osmolalitas larutan dinyatakan dalam satuan mmol solut per kilogram pelarut (mmol/kg).
Jika tidak dinyatakan lain, pelarut yang dimaksud adalah air. Pada tubuh manusia
osmolalitas serum (dan hampir semua jenis cairan tubuh kecuali urin) berkisar pada angka
285 mmol/kg. osmolalitas serum atau plasma sampel dapat diukur secara langsung, atau
dapat dihitung jika konsentrasi solut utamanya telah diketahui.
Tekanan osmotik koloid
Pembatas kompartemen intravaskular dan iterstisial adalah membran kapiler. Molekul
berukuran kecil dapat bergerak bebas melewati membran ini, dan tentunya tidak bersifat
osmolalitas aktif saat melintasinya. Kebalikannya, protein plasma tidak dapat bergerak
bebas, dan harus menggunakan tekanan osmotik koloid untuk melintasi membran, yang
lebih dikenal dengan istilah tekanan onkotik (konsentrasi protein pada cairan interstisial
jauh lebih rendah dibandingkan darah).
Keseimbangan air dan natrium
Kandungan air dan elektrolit dalam tubuh selalu berada dalam keadaan aliran konstan. Manusia
minum, makan, berurinasi, bahkan berkeringat. Selama menjalani proses ini penting untuk tetap
mejaga kondisi tubuh dalam keadaan stabil. Jika tubuh secara mendadak kehilangan sejumlah besar
cairan dari kompartemen intravaskular, tentunnya tubuh akan mengalami masalah serius. Tubuh akan
rentan mengalami perubahan dalam kompartemen cairan, dan untungnya sejumlah mekanisme
homeostatik penting hadir untuk mengatasi atau meminimalisir kondisi berbahaya tersebut. Perubahan
konsentrasi elektrolit dijaga seminimal mungkin.
2. Hiponatremia
Hiponatremia terdefinisi jika konsentrasi natrium serum di bawah rentang rujukan 133 – 146 mmol/L.
hal ini merupakan abnormalitas elektrolita yang paling banyak dijumpai dalam bidang biokimia klinis.
Penyebab terjadinya hiponatremia :
Kehilangan natrium
Penurunan natrium dapat terjadi karena kondisi patologis di saluran cerna atau saluran kemih.
Kehilangan natrium di saluran cerna umumnya disebabkan karena muntah dan diare. Pada
pasien yang menderita fistula akibat penyakit pada kantong kemih, kehilangan natriumnya
bisa sangat parah. Kehilangan melalui urin dapat terjadi karena defisiensi mineralokortikoid
Retensi air
Retensi air di kompartemen tubuh akan melarutkan konstituen ekstrasluler termasuk sodium,
sehingga terjadilah hiponatremia. Retensi air lebih sering tercadi ketimbanga kehilangan
natrium.
Kehilangan cairan melalui saluran cerna atau saluran kemih harus selalu dikaitkan dengan
kemungkinan penyebab menurunnya kadar natrium. Meskipun jika sumber kehilangan tersebut belum
terdentifikasi, pasien harus ditanyakan tentang kemungkinan adanya gejala yang mengarah pada
penurunan kadar natrium, seperti pusing, lemah, dan sakit kepala ringan. Jika tidak ada riwayat
kehilangan cairan, kemungkinan berikutnya adalah akibat retensi cairan.
Tingkat keparahan
Dalam menilai kerentanan atau resiko kematian pada pasien dengan hiponatremia, beberapa hal yang
patut diperhatikan adalah:
Seberapa cepat turunnya konsentrasi natrium dari kadar normal ke level saat ini.
Pengobatan Hiponatremia
Pengobatan hiponatremia disesuaikan dengan tingkat keparahan dan penyebabnya. Pada hiponatremia
ringan, penanganan bisa dilakukan dengan memperbaiki pola makan, gaya hidup, dan menyesuaikan
jenis dan dosis obat-obatan yang digunakan. Dokter juga akan meminta pasien mengurangi asupan
cairan untuk sementara. sPada hiponatremia berat, penanganan bisa dilakukan dengan Pemberian
cairan elektrolit melalui infus, untuk meningkatkan kadar natrium di dalam darah secara perlahan
3. Hipernatremia
Hipernatremia merupakan peningkatan konsentrasi natrium di dalam serum melebihi nilai batas 133–
146 mmol/L. Hipernatremia terjadi akibat kehilangan air atau penambahan natrium.
Ciri klinis
Pada kondisi hipernatremia ringan (natrium 180 mmol/L) perlu dipertimbangkan kondisi keracunan
garam jika tidak ada bukti klinis yang mengarah pada kondisi dehidrasi. Akan sangat jelas terlihat
betapa banyaknya jumlah cairan yang hilang sehingga memicu kenaikan kadar natrium ke level
tersebut. Peningkata kadar natrium dapat dilihat secra klinis melalui peningkatan tekanan vena
jugularis atau melalui edema paru.
Pengobatan
Pasien yang mengalami hipernatremia akibat kehilangan air murni harus segera diberi asupan air baik
secara oral maupun intrvena (larutan dekstrosa 5%). Jika terbukti secara klinis bahwa hipernatremia
juga dibarengi dengan kelilangan natrium, pemberian natrium juga perlu dilakukan. Keracunan garam
lebih sulit ditangani, namun dapat dibantu dengan pemberian diuretik. perlu kehati-hatian yang ketat
jika cairan dekstrosa diberikan secara intravena pada kasus keracunan garam, karena peningkatan
volume dapat mengakibatkan edema pulmonari.
4. Hiperkalemia
Hiperkalemia adalah kondisi ketika kadar kalium dalam darah terlalu tinggi. Kondisi ini paling sering terjadi
akibat gagal ginjal, baik akut maupun kronis. Gejala yang muncul akibat hiperkalemia bisa beragam, mulai
dari lemah otot, kesemutan, hingga gangguan irama jantung.
Hiperkalemia dapat disebabkan oleh peningkatan asupan, redistribusi keluar sel, atau penurunan
eksresi
Kalium dan serum dan keseimbangan kalium
Kadar kalium normal dalam darah adalah 3,5ꟷ5,0 mEq/L. Seseorang baru dikatakan menderita
hiperkalemia apabila kadar kalium dalam darahnya lebih dari 5,0 mEq/L.
Berdasarkan tingginya kadar kalium dalam darah, hiperkalemia terbagi menjadi beberapa jenis, yaitu:
Pengobatan
Kalsium, umumnya diberikan dalam bentuk kalsium glukonat atau kalsium klorida untuk
menetralkan efek hiperkalemia pada potensial istirahat membran sel.
Insulin dan glukosa harus diberikan untuk merangsang uptake kalium oleh jaringan otot
Penyebab yang mendasari penurunan GFR harus diperhatikan dan diperbaiki jika
memungkinkan. Jika GFR tidak dapat dipulihkan, berkemungkinan besar pasien harus
menjalani dialisa. Resin penukar kation juga dapat digunakan dalam penatalaksanaan
hiperkalemia parah.
Fungsi ginjal
Unit fungsional pada ginjal adalah nefron. Ginjal berfungsi untuk: (1) mengatur air, elektrolit,
dan keseimbangan asam basa tubuh, (2) mengeluarkan hasil metabolisme protein dan asam
nukleat seperti urea, kreatinin, dan asam urat
Fungsi glomerular
mengatur aliran darah ginjal, mengatur laju filtrasi pada sel, mengatur tekanan darah sistemik,
serta melakukan regulasi kadar natrium dalam tubuh.
Lagkah pertama dalam menegakkan diagnosa RTA adalah dengan menetapkan adanya kondisi
asidosis metabolik berkepanjangan yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya. Jika RTA dicurigai
setelah menegakkan diagnosa lain dan akhirnya dikecualikan, maka spesimen segar urin harus
dikumpulkan kembali untuk mengukur pH urin. Jika spesimen tidak baru, maka bakteria pemecah
urin dapat membasakan spesimen sehingga menunjukkan hasil pengukuran pH yang tidak tepat.
Respon normal terhadap asidosis metabolik ini adalah dengan mengupayakan peningkatan eksresi
asam. Jika pH urin tidak secara meyakinkan bersifat asam, uji beban asam dapat dilakukan untuk
memperjelas kondisi ini. Prosedurnya melibatkan pemberian ammonium klorida yang akan
meningkatkan keasaman urin, dan mengukur pH urin pada sejumlah sampel yang dikumpulkan setiap
jam selama 8 jam kedepan.