PENDAHULUAN
A. PENDAHULUAN
Hiponatremia adalah suatu konsentrasi natrium plasma yang kurang dari 135
mmol/L.1 Hiponatremia dapat berhubungan dengan tonisitas yang rendah, normal atau
tinggi.2 Konsentrasi natrium serum dan osmolaritas serum secara normal dipertahankan
oleh mekanisme homeostatik melibatkan stimulasi haus, sekresi antidiuretik hormon
(ADH), dan filtrasi natrium oleh ginjal. Secara klinis hiponatremia presentasinya relatif
tidak biasa dan tidak spesifik. Hiponatremia dapat dibagi menjadi hipovolemik
hiponatremia, euvolemik hiponatremia, hipervolemik hiponatremia, redistributif
hiponatremia, dan pseudo hiponatremia.
Gejala klinis yang ditampilkan dibedakan atas insufisiensi adrenal kronik dan
insufisiensi adrenal akut. Banyak gejala dan tanda dari insufisiensi adrenal primer dan
sekunder yang mirip. Kebanyakan gejala defisiensi kortisol berupa lelah, lemah,
orthostatik dizziness, penurunan berat badan dan penurunan nafsu makan, merupakan
gejala nonspesifik yang biasanya muncul secara tersembunyi. Abnormalitas yang terjadi
pun bervariasi pada pasien yang mengalami insufisiensi adrenal. Dengan berbagai macam
keluhan dan gejala yang muncul, keadaan yang mungkin dapat dipakai sebagai pedoman
untuk mengarahkan diagnosis adalah: hiponatremia, hiperkalemia, asidosis, peningkatan
konsentrasi kreatinin plasma, hipoglikemia, anemia normositik ringan (akibat defisiensi
kortisol dan androgen), limfositosis dan eosinofilia ringan. Hiponatremia dapat muncul
baik pada insufisiensi adrenal primer maupun sekunder, dimana patofisiologinya pada
kedua penyakit tersebut berbeda. Pada insufisiensi adrenal primer hiponatremia terutama
terjadi karena defisiensi aldosteron dan pembuangan natrium. Pada insufisiensi adrenal
sekunder hiponatremia terjadi akibat defisiensi kortisol, peningakatan sekresi vasopresin
dan retensi air.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan umum
2. Tujuan khusus
Tujuan khusus dari laporan ini adalah memperoleh gambaran dan pengalaman
secara langsung tentang pelaksanaan Asuhan Keperawatan pada pasien ibu F yang
mengalami gangguan elektrolit (Hiponatermia) di ruang interne RSI Ibnu Sina
Bukittinggi?” dan menganalisa kesenjangan-kesenjangan antara teori dan kasus khusunya
dalam hal :
a. Pengkajian
b. Diagnosa Keperawatan
c. Perencanaan
d. Pelaksanaan
e. Evaluasi
D. Metode Penulisan
Melalui penulisan karya tuls ilmiah ini penulis menggunakan metode deskriptif
dengan pendekatan proses keperawatan. Adapun metode pengumulan data yang di
gunakan dalam penyusunan
1. Wawancara
Melakukan Tanya jawab langsung antara pasien dan juga keluarga dengna perawat
maupun dokter, untuk mengetahui secara pasti kondisi pasien.
2. Observasi
Tehnik ini digunakan secara langsung untuk mengenali dan mengamati berbagai
masalah yang timbul pada pasien.
3. Pemeriksaan Fisik
Meliputi inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi yang dilakukan untuk memperoleh data
sesuai dengan kasus yang dikelola.
4. Studi Dokumentasi
Data diperoleh dari dokumentasi yang terdapat pada catatan perawatan pasien, catatan
medis serta catatan dari tim kesehatan lain yang langsung berhubungan.
5. Studi Kepustakaan
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian
Elektrolit adalah senyawa di dalam larutan yang berdisosiasi menjadi partikel yang
bermuatan ion (positif) atau negatif. Ion yang bermuatan positif disebut dengan kation
sedangkan ion yang bermuatan negatif disebut anion. Keseimbangan dari keduanya
disebut elektronetralitas. Sebagian besar proses metabolisme memerlukan dan
dipengaruhi oleh elektrolit. Konsentrasi elektrolit yang tida normal dapat menyebabkan
banyak gangguan.
Hiponatermia adalah adalah keadaan dimana natrium serum < 135 mEq/L. Hal ini
dapat terjadi karena retensi air atau kehilangan berlebihan melalui urin. Gejala awal
hiponatermia adalah anoreksia, gangguan pengecapan, kram otot. Gejala lanjut meliputi
sakit kepala, kelemahan, mual, ,muntah, kram abdomen, kejang, koma. (Upoyo, dkk,
2015).
B. Etiologi
Kehilangan natrium klorida pada cairan ekstrasel atau penambahan air yang
berlebihan pada cairan ekstrasel akan menyebabkan penurunan konsentrasi natrium
plasma. Kehilangan natrium klorida primer biasanya terjadi pada dehidrasi hipoosmotik
seperti pada keadaan berkeringat selama aktivitas berat yang berkepanjangan,
berhubungan dengan penurunan volume ekstrasel seperti diare, muntah-muntah, dan
penggunaan diuretik secara berlebihan. Hiponatermia juga disebabkan karena beberapa
penyakit ginjal yang menyebabkan glomerulus dan tubulus ginjal, penyakit Addison,
serta retensi air yang berlebihan over-hidrasi (hipo-osmotik) akibat hormone anti diuretik.
Kepustakaan lain menyebutkan bahwa respon fisiologis dari hiponatermia adalah
tertekannya pengeluaran ADH dari hipotalamus (osmolaritas urin rendah) (Yaswir dan
Ferawati, 2012)
C. Patofisiologi
sumber : (Yaswir dan Ferawati, 2012).
Dalam kondisi hiponatermia jumlah natrium serum <135 mmol/L. Hal ini
menyebabkan air bergerak masuk kedalam sel, sehingga pasien mengalami kelebihan
volume cairan CES dan kelebihan volume CIS. Kondisi-kondisi yang mempengaruhi
jenis hiponatermia ini termasuk SIADH, hiperglikemia, dan peningkatan masukan cairan
pemberian cairan parentral yang kurang mengandung elektrolit. SIADH merupakan
jenis hiponatermia khusus yang dihubungkan dengan aktivitas hormone anti diuretic
(ADH) yang berlebihan disebut sebagai ADH. Gangguan fisioligis dasar pada SIADH
adalah aktivitas ADH yang berlebihan dengan retensi air dan hiponatermia delusional dan
eksresi natrium pada urin yang tidak sesuai karena terjadinya hiponatermia. SIADH dapat
terjadi baik akibat sekresi ADH terus-menerus oleh hipotalamus atau produksi suatu
substansi yang mirip ADH dari suatu tumor (produksi ADH yang menyimpang). Kondisi-
kondisi sel otak, cedera kepala, gangguan endokrin dan pulmonal, dan penggunaan obat-
obatan seperti pitoin, siklofos, famid, vinkristin, dan amitriptilin (Smeltzer dan Bare,
2010).
E. Penatalaksanaan Medis
Menurut Smeltzer dan Bare (2010) Penatalaksanaan medis hiponatermia terdiri
dari :
1. Penggantian Natrium.
Pengobatan yang paling nyata dari hiponatermia adalah pemberian natrium yang
hati-hati. Pemberian ini mungkin diberikan melalui oral dengan nasogastrik atau secara
parentral. Bagi pasien yang mampu makan atau minum penggantian natrium dapat
dengan mudah dilakukan, karena natrium banyak terdapat dalam diet normal. Untuk
pasien yang tidak mampu menerima natrium pernormal, Larutan Ringer Laktat atau
saline isotonis (0,9% natrium klorida) mungkin diberikan. Kebutuhan natrium harian
yang lazim pada orang dewasa adalah kurang lebih 100 mEq/L, jika tidak ada kehilangan
yang abdnormal.
Pada SI1ADH, saline yang hipertonis saja tidak dapat merubah konsentrasi
natrium plasma. Natrium yang berlebihan akan dieksresikan dengan cepat dalam urin
yang sangat pekat. Dengan tambahan furosemid (Lasix) urin tidak pekat dan urin isotonis
dieksresikan dan mencapai suatu perubahan dalam keseimbangan air. Selain itu pada
pasien-pasien yang mengalami SIADH dimana sulit dilakukan pembatasan air, lithium
atau democlocyline dapat melawan efek osmotik dari ADH pada tubulus koligentes
medularis.
2. Pembatasan air
Jika hiponatermia terjadi pada pasien dengan volume cairan normal atau
berlebihan, pengobatan pilihannya adalah pembatasan air. Hal ini jauh lebih aman
dibandingkan pemberian natrium dan biasanya cukup efektif. Meskipun demikian jika
gejala neurologis timbul mungkin perlu memberikan volume kecil larutan hipertonis,
seperti natrium klorida 3% atau 5%. Penggunaan yang tidak benar dari cairan ini sangat
berbahaya hal ini dapat dipahami ketika perawat menganggap bahwa satu liter natrium
klorida 3% mengandung 513 mEq natrium dan satu liter liter larutan natrium klorida 5%
mengandung 855 mEq natrium.
Larutan natrium yang sangat hipertonis (natrium klorida 3% dan 5%) seharusnya
diberikan hanya pada perawatan intensif dibawah observasi yang ketat karena hanya
jumlah kecil dibutuhkan untuk meningkatkan kadar natrium serum dari nilai rendah yang
berbahaya. Cairan ini diberikan dengan perlahanlahan dan volume kecil sementara pasien
dipantau dengan ketat terhadap terjadinya kelebihan cairan.
F. Pemeriksaan Diagnostik
G. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Pengkajian adalah langkah awal dan dasar bagi seseorang perawat dalam
melakukan pendekatan secara sistematis untuk mengumpulkan data dan menganalisa data
pengkajian mencangkup data yang dikumpulkan melalui wawancara, pengumpulan
riwayat kesehatan, pengkajian fisik, pemeriksaan laboratorium dan diagnostik, serta
review catatan sebelumnya.
berikut:
1. Aktivitas/Istirahat
Gejala :
2. Sirkulasi
Gejala :
Tanda :
a. Hipertensi, nadi cepat, edema jaringan umum dan pitting pada kaki dan telapak
tangan.
b. Nadi lemah halus, hipotnsi ortstatik menunjukan
c. hipovolemia yang jarang pada penyakit tahap akhir.
d. Pucat
3. Intergritas Ego
Gejala :
a. faktor stres
b. Perasaan tak berdaya, tak ada harapan, tak ada kekuatan.
Tanda :
4. Eliminasi
Gejala :
a. Penurunan frekuensi urine, oliguria, anuria.
b. Abdomen kembung, diare, konstipasi.
Tanda :
5. Makanan/Cairan
Gejala :
Tanda :
6. Neurosensori
Gejala :
Tanda :
Gejala :
Tanda :
Batuk produktif
9. Keamanan Gejala :
a. Kulit gatal
b. Ada/berulangnya infeksi
Tanda :
a. Pruritus
b. Demam, normotermia dapat secara aktual terjadi penignkatan pada
pasien yang mengalami suhu tubuh lebih rendah dari normal.
c. Petekie, area ekimosis pada kulit
10. Seksualitas
Gejala :
Gejala :
12. Penyuluhan/Pembelajaran
Gejala :
2. Diagnosis Keperawatan
3. Intervensi Keperawatan
Terapeutik
Lakukan oral hygiene
sebelum makan, jika perlu
Fasilitasi menentukan
pedoman diet (mis.
piramida makanan)
Sajikan makanan secara
menarik dan suhu yang
sesuai
Berikan makanan tinggi
serat untuk mencegah
konstipasi
Berikan makanan tinggi
kalori dan tinggi protein
Berikan suplemen
makanan, jika perlu
Hentikan pemberian
makan melalui selang
nasogatrik jika asupan oral
dapat ditoleransi
Edukasi
Anjurkan posisi duduk,
jika mampu
Ajarkan diet yang
diprogramkan
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian
medikasi sebelum makan
(mis. pereda nyeri,
antiemetik), jika perlu
Kolaborasi dengan ahli
gizi untuk menentukan
jumlah kalori dan jenis
nutrien yang dibutuhkan,
Terapeutik
Berikan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
(mis. TENS, hipnosis,
akupresur, terapi musik,
biofeedback, terapi pijat,
aromaterapi, teknik
imajinasi terbimbing,
kompres hangat/dingin,
terapi bermain)
Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri
(mis. suhu ruangan,
pencahayaan,kebisingan)
Fasilitasi Istirahat dan tidur
Pertimbangkan jenis dan
sumber nyeri dalam
pemilihan strategi
meredakan nyeri
Edukasi
Jelaskan penyebab,
periode, dan pemicu nyeri
Jelaskan strategi
meredakan nyeri
Anjurkan memonitor nyeri
secara mandiri
Anjurkan menggunakan
analgetik secara tepat
Ajarkan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu
3. Gangguan Pola Setelah dilakukan intervensi Dukungan tidur
Tidur berhubungan keperawatan selama 3 x 24 jam , (I.05174)
dengan Halangan maka pola tidur membaik dengan Observasi
lingkungan Kriteria Hasil : Identifikasi pola aktivitas
Keluhan sulit tidur dan tidur
meningkat Identifikasi faktor
Keluhan sering terjaga pengganggu tidur (fisik
meningkat dan/atau psikologis)
Keluhan tidak puas tidur Identifikasi makanan dan
meningkat minuman yang
Keluhan pola tidur mengganggu tidur (mis,
berubah meningkat kopi, teh, alkohol, makan
Keluhan istirahat tidak mendekati waktu tidur,
cukup meningkat minum banyak air sebelum
tidur)
Identifikasi obat tidur yang
dikonsumsi
Terapeutik
Modifikasi lingkungan
(mis. pencahayaan,
kebisingan, suhu, matras,
dan tempat tidur)
Batasi waktu tidur siang,
jika perlu
Fasilitasi menghilangkan
stres sebelum tidur
Tetapkan jadwal tidur rutin
Lakukan prosedur untuk
meningkatkan kenyamanan
(mis. pijat, pengaturan
posisi, terapi akupresur)
Sesuaikan jadwal
pemberian obat dan/atau
tindakan untuk menunjang
siklus tidur-terjaga
Edukasi
Jelaskan pentingnya tidur
cukup selama sakit
Anjurkan menepati
kebiasaan waktu tidur
Anjurkan menghindari
makanan/minuman yang
mengganggu tidur
Anjurkan penggunaan obat
tidur yang tidak
mengandung supresor
terhadap tidur REM
Ajarkan faktor-faktor yang
berkontribusi terhadap
gangguan pola tidur ( mis.
psikologis, gaya hidup,
sering berubah shift
bekerja)
Ajarkan relaksasi otot
autogenik atau cara
nonfarmakologi lainnya
4. Gangguan rasa Setelah dilakukan intervensi Terapi relaksasi
nyaman keperawatan selama 3 x 24 jam , (I.19326)
berhubungan maka status kenyamanan Observasi
dengan kondisi meningkat dengan Kriteria Hasil : Identifikasi penurunan
fisik seperti Keluhan tidak nyaman tingkat energi,
bengkak pada menurun ketidakmampuan
tubuh Gelisah menurun berkonsentrasi, atau gejala
Keluhan kesulitan tidur lain yang mengganggu
menurun kemampuan kognitif
Postur tubuh membaik Identifikasi teknik
Pola tidur membai relaksasi yang pernah
efektif digunakan
Identifikasi kesediaan,
kemampuan, dan
penggunaan teknik
sebelumnya
Periksa ketegangan otot,
frekuensi nadi, tekanan
darah, dan suhu sebelum
dan sesudah
latihan
Monitor respons terhadap
terapi relaksasi
Terapeutik
Ciptakan lingkungan
tenang dan tanpa gangguan
dengan pencahayaan dan
suhu ruang nyaman, jika
memungkinkan
Berikan informasi tertulis
tentang persiapan dan
prosedur teknik relaksasi
Gunakan pakaian longgar
Gunakan nada suara
lembut dengan irama
lambat dan berirama
Gunakan relaksasi sebagai
strategi penunjang dengan
analgetik atau tindakan
media lain, jika sesuai
Edukasi
Jelaskan tujuan, manfaat,
batasan, dan jenis relaksasi
yang tersedia (mis. musik,
meditasi, napas dalam,
relaksasi otot progresif)
dipilih
Jelaskan secara rinci
intervensi relaksasi yang
dipilih
Anjurkan mengambil
posisi nyaman
Anjurkan rileks dan
merasakan sensasi
relaksasi
Anjurkan sering
mengulangi atau melatih
teknik yang dipilih
Demonstrasikan dan latih
teknik relaksasi (mis.
napas dalam, peregangan,
atau imajinasi terbimbing)