Anda di halaman 1dari 17

Latar belakang

Glaukoma adalah kelompok penyakit dengan karakteristik neuropati optik yang


berhubungan dengan kehilangan fungsi penglihatan. Peningkatan TIO merupakan faktor
risiko utama dari penyakit ini (Ariesti & Herriadi, 2018). Glaukoma merupakan penyebab
utama kebutaan irreversible di dunia. Menurut WHO, penyakit glaukoma mengakibatkan
kebutaan pada 3,2 juta orang di dunia. Diperkirakan jumlah kebutaan akibat glaukoma
60.500.000, sedangkan pada tahun 2020 jumlah penderita glaukoma diperkirakan meningkat
menjadi 76.600.000 seiring dengan meningkatnya populasi orang dengan lanjut usia
(Kemenkes RI, 2015)

1. Definisi Glaucoma

Glaukoma merupakan sekumpulan gangguan okular yang ditandai dengan


peningkatan tekanan intraokular, atrofi saraf optik dan kehilangan lapang pandang.
(Black & Hawks, 2014)
Glaukoma merupakan penyakit yang mengakibatkan kerusakan saraf optik
sehingga terjadinya gangguan pada sebagian atau seluruh lapang pandang, yang di
akibatkan oleh tingginya tekanan bola mata seseorang, biasanya disebabkan karena
adanya hambatan pengeluran cairan bola mata (humor aquous). (Ananda, 2016)

2. Klasifikasi
Beberapa terminologi untuk mendeskripsikan tipe glaukoma adalah sebagai
berikut:
a) Glaukoma dapat diklasifikasikan menjadi glaukoma primer dan
sekunder. Glaukoma primer adalah penyakit glaukoma yang tidak
berhubungan dengan kelainan mata lainnya atau sistemik. Glaukoma primer
ini adalah glaukoma yang tidak di ketahui penyebabnya dan merupakan jenis
glaukoma terbanyak secara global. Sedangkan glaukoma sekunder
berhubungan dengan kelainan atau penyakit pada mata atau sistemik lain,
seperti pada penderita peradangan mata yang berulang, komplikasi dari
penyakit katarak, dan trauma atau benturan benda tumpul pada mata.
(Kemenkes RI, 2015)
b) Glaukoma primer sudut terbuka/Primary open angle glaucoma, memiliki
ciri sudut bilik mata depan terbuka atau tampak normal, tetapi terdapat
penyumbatan pada aliran keluar cairan bola mata (humor aquous).
Penyumbatan ini terjadi secara perlahan dan mengakibatkan peningkatan
tekanan pada bola mata. Glaukoma jenis ini berisfat kronis dengan
progresivitas lambat sehingga penderita tidak akan menyadari sampai
terjadinya penyempitan lapang pandang dan penglihatan yang menurun tajam.
Tipe glaukoma ini sering disebut sebagai “pencuri penglihatan” karena tidak
ada manifestasi klinis awal yang menjadi penanda kehilangan penglihatan.
(Black & Hawks, 2014)

c) Glaukoma primer sudut tertutup/Primary angle closure glaucoma,


memiliki ciri sudut bilik mata depan yang sempit sehingga menghambat cairan
keluar dari bola mata. Glaukoma jenis ini bersifat akut dengan gejala nyeri
pada daerah mata, sakit kepala, mata merah, peningkatan tekanan bola mata
secara tiba-tiba, penurunan penglihatan secara tajam dan terkadang disertai
mual muntah. (Black & Hawks, 2014)
3. Etiologi
Penyebab utama glaukoma sudut terbuka kronis merupakan proses degeneratif
pada jaringan trabekular sehingga terjadi penurunan aliran humor aquous/cairan mata.
Penekanan akibat tumor yang tumbuh cepat dan penggunaan kortikosteroid topikal
kronis juga dapat menghasilkan manifestasi glaukoma sudut terbuka. Bilik mata
depan yang dangkal juga merupakan penyebab dari glukoma tertutup. (Black &
Hawks, 2014)
Glaukoma sekunder terjadi akibat edema, trauma mata, pembedahan (misalnya
pada setelah pembedahan katarak yang mengakibatkan bilik mata depan yang tidak
terbentuk dengan cepat), kelainan lensa, inflamasi, tumor dan proses lanjut katarak.
Peningkatan tekanan intraokular juga terjadi karena uveitis (inflamasi pada uvea,
struktur penyaring). Jaringan edematosa dapat menghambat aliran humor
aquous/cairan mata melalui jaringan trabekular. Penyembuhan luka tepi kornea yang
terlambat dapat menyebabkan pertumbuhan sel epitel di ruang okuli anterior. (Black
& Hawks, 2014)

4. Manifestasi Klinis
Glaukoma sudut tertutup akut menyebabkan nyeri berat dan penglihatan kabur
atau kebutaan. Beberapa klien melihat halo (lingkaran seperti pelangi di sekeliling
cahaya) dan beberapa mengalami mual muntah. (Black & Hawks, 2014)
Glaukoma sekunder memberikan gejala yang sama dengan glaukoma sudut
tertutup akut. Penyempitan lapang pandang terjadi akibat kehilangan suplai darah ke
area retina. Pemeriksaan mata menunjukkan atrofi (warna pucat) dan cupping
(indentasi) diskus saraf optik. Pemeriksaan lapang pandang penglihatan digunakan
untuk menentukan kehilangan penglihatan perifer. Pada glaukoma awal sudut terbuka
tampak skotoma (bintik buta) sebagai garis lengkung. Pada glaukoma sudut tertutup
akut, lapang pandang yang hilang ini lebih luas.
Pada pasien dengan glaukoma sudut tertutup, pemeriksaan slit-lamp dapat
menunjukkan konjungtiva eritem dan kornea yang berkabut. Humor aquous pada
ruang okuli anterior tampak turbid (berkabut) dan pupil menjadi non-reaktif.
Peningkatan tekanan intraokular meningkat (>23 mmHg) membutuhkan evaluasi
lanjutan. Gonioskopi dilakukan untuk menentukan kedalaman sudut ruang okuli
anterior dan untuk memeriksa lingkar sudut pada perubahan sistem jaringan filtrasi.
5. Penyimpangan KDM

Glaukoma sudut terbuka kronis Glaukoma sudut tertutup Glaukoma sekunder


Proses degeneratif pada Bilik mata depan dangkal
jaringan trabekular, penggunaan
kortikosteroid Uveitis
Iris perifer menutup Edema, proses lanjut Trauma
sudut mata bilik depn katarak
Ruang posterior (ruang Terjadi peradangan
Kontak langsung dengan
sempit antara iris dan pada sel-sel
benda dari luar terhadap
lensa) menyempit Aliran humor aquous dari COP ke trabekular
bola mata, tanpa
COA (Pupillary block) terhambat
menyebabkan robekan
Obstruksi aliran Trabekulitis
humor aquous Humor aquous tidak dapat
Terkumpulnya darah
mencapai jaringan trabekulum
Sudut COA menutup di bilik mata depan

Gangguan permanen Darah menyumbat


fungsi trabekular camera okuli
anterior

Iris melekat pada


kornea (sinekia Sudut mata menutup
anterior)

↑ Tekanan intraokular
GLAUKOMA

Tekanan pada saraf Visus menurun Pre operasi Tindakan pembedahan


optik dan retina Menekan saraf-saraf
optik

Penglihatan kabur, Ansietas Trabekuloktomi


Kerusakan saraf optik
Penurunan lapang pandang Proses inflamasi
dan retina
Membuat fistula diantara bilik
Keterbatasan penglihatan anterior di ruang subkonjungtiva
Penipisan lapisan Pelepasan mediator
serat saraf dan inti kimia
bagian dalam retina Perawatan tidak
Risiko jatuh Luka insisi
Merangsang saraf adekuat

Berkurangnya akson sensorik trigeminal


di saraf optik (proses transmisi,
Risiko infeksi
transduksi, modulasi
dan persepsi
Atrofi optik

Hilangnya pandangan Ireversible/


Nyeri akut
perifer Kebutaan

Gangguan persepsi Gangguan citra


sensori tubuh
6. Pemeriksaan Penunjang
Ada beberapa pemeriksaan penunjang yang dilakukan yaitu adalah sebagai
berikut:
a) Pemeriksaan tajam penglihatan/visus

Pemeriksaan ini untuk menilai fungsi/tajam penglihatan dengan


menggunakan kartu snellen. Pada kartu tersebut dapat dilihat angka yang
menyatakan jarak dimana huruf yang tertera pada kartu dapat dilihat oleh mata
normal. Tajam penglihatan seseorang dikatakan normal bila tajam penglihatan
adalah 6/6 atau 100%, yaitu jika dapat melihat huruf yang oleh orang normal
huruf dapat dilihat pada jarak 6 meter, dan klien juga dapat melihat pada jarak
6 meter juga. (Budhiastra & dkk., 2017)
b) Pemeriksaan oftalmoskopi

Oftalmoskopi pada penderita glaukoma terutama untuk menilai kondisi


papil saraf optik. Papil saraf optik yang dinilai adalah warna papil optik dan
lebarnya ekskavasi. Apakah suatu pengobatan berhasil atau tidak dapat dilihat
dari ekskavasi yang luasnya tetap atau membesar. (Budhiastra & dkk., 2017)
c) Pemeriksaan tekanan bola mata dengan tonometri schiotz

Tekanan bola mata normal yaitu 10-21 mmHg. Tonometri schiotz


merupakan alat praktis sederhana. Pengukuran bola mata dinilai secara tidak
langsung, yakni dengan teknik melihat daya tekan alat pada kornea. Dengan
tonometri schiotz dilakukan indentasi (penekanan) terhadap permukaan
kornea. Bila suatu beban tertentu memberikan kecekungan pada kornea maka
akan terlihat perubahan pada skala schiotz. Makin rendah tekanan bola mata
makin mudah bola mata di tekan, yang pada skala akan terlihat skala yang
lebih besar, hal ini juga berlaku sebaliknya. (Budhiastra & dkk., 2017)
d) Pemeriksaan luas lapangan pandang dengan tes konfrontasi

Merupakan uji pemeriksaan lapang pandang yang paling sederhana


karena tidak memerlukan alat tambahan. Lapang pandang pasien
dibandingkan dengan lapang pandang pemeriksa. Pasien di instruksikan untuk
melihat gerak dan jumlah tangan pemeriksa di arah:
 Lateral : 90o
 Caudal : 70o
 Cranial : 55o
 Medial : 60o
Pasien dan pemeriksa berdiri berhadapan dengan bertatapan mata pada
jarak 60 cm. pemeriksa menutuo mata yang berlawanan dengan mata yang
ditutup pasien (bila mata pasien yang tertutup kanan, maka pemeriksa menutup
mata kiri) kemudian gerakkan jari ke medial secara perlahan, lakukan gerakan
ini dari berbagai posisi dan pada setiap posisi minta pasien untuk mengatakan
saat melihat jari-jeri bergerak. (Budhiastra & dkk., 2017)
e) Pemeriksaan sudut bilik mata depan dengan tes gonioskopi

Gonioskopi adalah pemeriksaan sudut bilik mata depan dengan


menggunakan lensa kontak khusus. Untuk glaukoma gonioskopi diperlukan
untuk menilai lebar sempitnya bilik mata depan. Dengan gonioskopi dapat
dibedakan sudut terbuka atau tertutup apakah ada perlekatan iris di bagian
perifer dan kelainan lainnya. (Budhiastra & dkk., 2017)

7. Penatalaksanaan
a) Farmakologis
1) Golongan β-adrenergik bloker
Obat ini dapat digunakan sebagai monoterapi atau dengan
kombinasi dengan obat yang lain. Contoh obat golongan β-adrenergik
bloker misalnya timolol meleat 0,25% dan 0,5%, betaxolol 0,25% dan
0,5% levobunolol dan lain-lain. Timolol meleat memiliki aktivitas
simpatomimetik, sehingga apabila diteteskan pada mata dapat
mengurangi tekanan intraokular. Farmakodinamik golongan β-
adrenergik bloker dengan cara menekan pembentukan humor aquous
sehingga TIO dapat turun. Sedangkan farmakokinetiknya sebagian
besar diserap dengan baik oleh usus secara peroral. Indikasi
pemakaian diberikan pada pasien glaukoma sudut terbuka sebagai
terapi inisial baik secara tungga atau kombinasi terapi dengan miotik
2) Golongan α2-adrenergik agonis
Obat golongan α2-adrenergik agonis misalnya apraklonidin
memiliki efek menurunkan produksi humor aquous, meningkatkan
aliran keluar humor aquous melalui trabekula meshwork dengan
menurunkan tekanan vena episklera dan dapat juga meningkatkan
aliran keluar uveosklera. Farmakokinetik dari pemberian apraklonidin
1% dalam waktu 1 jam dapat menghasilkan penurunan TIO yang
cepat. Indikasi penggunaan apraklonidin untuk mengontrol
peningkatan akut TIO pasca tindakan laser.
3) Analog prostaglandin
Analog prostaglandin merupakan obat lini pertama yang efektif
pada terapi glaukoma misalnya, latanopros. Latanopros merupakan
obat baru yang paling efektif karena dapat ditoleransi dengan baik dan
tidak menimbulkan efeks samping sistemik. Farmakokinetik latanopros
mengalami hidrolisis enzim dikornea dan diaktifkan menjadi asam
latanopros. Penurunan TIO dapat dilihat setelah 3-4 jam setelah
pemberian dan efek maksimal yang terjadi antara 8-12 jam. Obat ini di
indikasikan pada glaukoma sudut terbuka. Kontraindikasi pada pasien
yang sensitif dengan latanopros.
4) Hiperosmotik untuk penurunan volume vitreus
Obat yang digunakan dalam menurunkan volume vitreus dapat
menggunakan obat hiperosmotik dengan cara mengubah darah menjadi
hipertonik sehingga air tertarik keluar dari vitreus dan menyebabkan
pengecilan vitreus sehingga terjadi penurunan produksi humor aquous.
Penurunan volume vitreus bermanfaat dalam pengobatan glaukoma
sudut tertutup akut dan maligna yang menyebabkan pergeseran lensa
kristalina ke anterior yang menyebabkan penutupan sudut (glaukoma
sudut tertutup sekunder).
5) Asetasolamid oral
Asetasolamid oral merupakan obat yang sering di gunakan
karena dapat menekan pembentukan humor aquous sebanyak 40-60%.
Bekerja efektif dalam menurunkan TIO. Indikasi asetasolamid
terutama untuk menurunkan TIO, mencegah prolaps korpus vitreum,
dan menurunkan tekanan intraokular pada pseudo tumor serebri.
Kontraindikasi relatif untuk sirosis hati, penyakit paru obstruktif
menahun, gaga ginjal, diabetes ketoasidosis dan urolithiasis. Efek
samping yang sering muncul apabila digunakan dalam jangka lama
antara lain nausea, anoreksia, depresi pembentukan batu ginjal, dan
anemia aplastik. (Budiono & dkk., 2013)

Berikut obat-obat yang digunakan untuk glaukoma sudut terbuka:

b) Non farmakologis
Jika pengobatan maksimal gagal untuk menghentikan kehilangan
penglihatan dan kerusakan saraf optik, perlu direkomendasikan
penatalaksanaan bedah. Banyak prosedur untuk meningkatkan aliran humor
aquous , akan tetapi prosedur ini tidak semuanya berhasil. Berikut merupakan
prosedurnya:
1) Trabekuloplasti laser
Penggunaan laser untuk membuat lubang kecil dijaringan
trabekular sering di indikasikan sebelum pembedahan penyaringan
dilakukan. Laser menghasilkan jaringan parut pada jaringan trabekular
yang menyebabkan pencangan serat trabekular. Serabut yang
bertambah kencang menyebabkan penambahan aliran humor aquous,
tekanan intraokular dapat berkurang hingga 80% kasus. Efek laser ini
semakin berkurang seiring waktu, dan prosedur ini perlu di ulang.
Terapi medis dengan tetes mata biasanya tetap dilanjutkan. (Black &
Hawks, 2014)
2) Trabekulektomi
Trabekulektomi adalah pembuatan lubang untuk mengeluarkan
humor aquous. Lubang ini kemudian ditutup sebuah katup dengan
tebal setengah sklera yang di jahit dengan longgar sehingga
menyebabkan absorbsi humor aquous subkonjugtiva. (Black & Hawks,
2014)
3) Iridotomi
Iridotomi adalah pembuatan jalur baru humor aquous menuju
ke jaringan trabekular. Laser digunakan untuk membuat lubang baru
pada iris. (Black & Hawks, 2014)
4) Prosedur siklodestruktif
Ketika prosedur bedah lain gagal, siklodestruktif (aplikasi
ujung pembeku) atau siklofotokoagulasi (yang diaplikasikan dengan
laser) dapat di gunakan untuk merusak badan siliar dan mengurangi
produksi humor aquous. (Black & Hawks, 2014)

8. Asuhan keperawatan
a) Pengkajian
1) Identifikasi klien: nama, umur, jenis kelamin, agama, alamat,
pendidikan, pekerjaan, tanggal masuk rumah sakit, diagnosa.
2) Keluhan utama: terjadi tekanan intraokular yang meningkat mendadak
sangat tinggi, nyeri hebat di kepala, mual muntah, penglihatan
menurun, mata merah dan bengkak.
3) Riwayat penyakit sekarang: hal ini meliputi keluhan utama mulai
sebelum ada keluhan sampai terjadi nyeri hebat di kepala, mual
muntah, penglihatan menurun, mata merah dan bengkak.
4) Riwayat penyakit dahulu: pernah mengalami penyakit glaukoma
sebelumnya atau tidak dan apakah terdapat hubungan dengan penyakit
yang di derita sebelumnya.
5) Riwayat penyakit keluarga: dalam keluarga ditemukan beberapa
anggota keluarga dalam garis vertikal atau horizontal memiliki
penyakit yang serupa.
b) Asuhan keperawatan
Diagnosa Outcome Intervensi
Nyeri akut b.d agens cedera Setelah dilakukan perawatan, Manajemen nyeri
biologis (mis. inflamasi) masalah pasien dapat teratasi Aktivitas-aktivitas:
(NANDA, Domain 12. dengan kriteria hasil:  Identifikasi lokasi,
Kenyamanan Kelas 1.
Kontrol nyeri karakteristik, durasi,
Kenyamanan fisik)
 Pasien dapat mengenai frekuensi, kualitas,
Batasan karakteristik: kapan nyeri terjadi intensitas nyeri
- Mengekspresikan perilaku  Pasien dapat  Identifikasi skala nyeri
(mis. menangis, gelisah) menggunakan tindakan  Berikan teknik
- Ekspresi wajah (mis. pengurangan nyeri nonfarmakologis untuk
meringis)
 Pasien dapat mengurangi rasa nyeri
- Fokus menyempit
menggunakan analgesik (mis, kompres
yang di hangat/dingin, terapi
rekomendasikan musik, aromaterapi)
 Pasien dapat  Kontrol lingkungan yang
melaporkan gejala yang memperberat rasa nyeri
tidak terkontrol  Fasilitasi istirahat dan
 Pasien dapat mengenali tidur
terkait dengan gejala  Anjurkan teknik
nyeri nonfarmakologis untuk
Tingkat nyeri mengurangi rasa nyeri
 Ekspresi nyeri tidak Pemberian analgesik
ada Aktivitas-aktivitas:
Pasien dapat  Identifikasi riwayat alergi
beristirahat obat
 Identifikasi kesesuaian
jenis analgesik
 Monitor efektivitas
pemberian analgesik
 Diskusikan jenis analgesik
yang disukai untuk
mencapai analgesia
optimal
 Jelaskan efek terapi dan
efek samping obat
 Kolaborasi pemberin dosis
dan jenis analgesik, sesuai
indikasi
Gangguan persepsi sensori Setelah dilakukan perawatan, Perawatan mata
b.d gangguan penglihatan masalah pasien dapat teratasi Aktivitas-aktivitas
(SDKI Kategori: Psikologis dengan kriteria hasil:  Identifikasi alternatif
Subkategori: Integritas ego)
Persepsi sensori: untuk optimalisasi sumber
Batasan karakteristik:  Verbalisasi melihat rangsangan
- Gangguan penglihatan bayangan  Orientasikan pasien
Fungsi sensori: penglihatan terhadap ruang rawat
 Pandangan kabur  Anjurkan tidak menyentuh
berkurang mata
 Penglihatan terganggu  Anjurkan mengonsumsi
berkurang makanan kaya vitamin A
 Pasien dapat  Teteskan obat tetes mata
mengidentifikasi  Letakkan alat yang sering
faktor-faktor yang digunakan di dekat pasien
mempengaruhi fungsi atau pada sisi mata yang
penglihatan lebih sehat
 Pasien dapat  Sesuaikan lingkungan
mengidentifikasi dan untuk optimalisasi
menunjukkan pola-pola penglihatan
alternatif untuk  Hindari cahaya
meningkatkan rangsang menyilaukan
penglihatan
Gangguan citra tubuh Setelah dilakukan perawatan, Peningkatan harga diri
berhubungan dengan masalah pasien dapat teratasi Aktivitas-aktivitas:
kebutaan (NANDA, Domain dengan kriteria hasil:  Monitor pernyataan pasien
6. Persepsi diri Kelas 3.
Harga diri mengenai harga diri
Citra tubuh)
 Penerimaan terhadap  Bantu pasien untuk
Batasan karakteristik: keterbatasan menemukan penerimaan
- Gangguan fungsi tubuh  Percaya diri diri
(penglihatan) Citra tubuh  Fasilitasi lingkungan dan
- Menolak menerima  Pasien dapat aktivitas-aktivitas yang
perubahan
beradaptasi dengan akan meningkatkan harga
perubahan status diri
kesehatan  Bantu pasien untuk
 Sikap terhadap mengatasi bullying atau
peningkatan ejekan
penampilan  Buat pernyataan positif
 Penyesuaian terhadap mengenai pasien
tampilan fisik Peningkatan citra tubuh
Aktivitas-aktivitas:
 Gunakan bimbingan
antisipatif menyiapkan
pasien terkait dengan
perubahan citra tubuh
 Diskusikan perubahan-
perubahan akibat
perubahan status
kesehatan
 Bantu pasien memisahkan
penampilan fisik dari
perasaan berharga secara
pribadi
 Bantu pasien
mendiskusikan tindakan-
tindakan yang akan
meningkatkan penampilan
Ansietas b.d perubahan Setelah dilakukan perawatan, Pengurangan kecemasan
status kesehatan (NANDA, masalah pasien dapat teratasi Aktivitas-aktivitas:
Domain 9. Koping/toleransi dengan kriteria hasil:  Gunakan pendekatan yang
stres Kelas 2. Respons
Tingkat kecemasan tenang dan menyakinkan
koping)
 Pasien tidak merasa  Jelaskan semua prosedur
Batasan karakteristik: gelisah termasuk sensasi yang
- Ketakutan  Pasien tidak merasa akan di rasakan yang
- Gelisah cemas mungkin di alami klien
- Sangat khawatir  Pasien tidak merasa selama prosedur dilakukan
takut  Berada di sisi klien untuk
Kontrol kecemasan diri meningkatkan rasa aman
 Pasien dapat dan mengurangi ketakutan
menggunakan teknik  Berikan aktivitas
relaksasi untuk pengganti yang bertujuan
mengurangi kecemasan untuk mengurangi
 Pasien dapat kecemasan
mengendalikan  Lakukan usapan pada
kecemasan punggung/leher dengan
 Pasien dapat cara yang tepat
mempertahankan Terapi relaksasi
konsentrasi Aktivitas-aktivitas:
 Identifikasi teknik
relaksasi yang pernah
efektif dilakukan
 Ciptakan lingkungan
tenang dan tanpa
gangguan dengan
pencahayaan dan suhu
yang nyaman
 Jelaskan tujuan, manfaat,
batasan dan jenis relaksasi
yang tersedia (mis. musik,
meditasi, napas dalam)
 Anjurkan mengambil
posisi nyaman
 Anjurkan rileks dan
merasakan sensasi
 Demonstrasikan dan latih
relaksasi (mis. napas
dalam, peregangan)
Risiko jatuh (NANDA, Setelah dilakukan perawatan, Pencegahan jatuh
Domain 11. masalah pasien dapat teratasi Aktivitas-aktivitas:
Keamanan/perlindungan dengan kriteria hasil:  Identifikasi faktor risiko
Kelas 2. Cedera fisik)
Keseimbangan jatuh (mis. gangguan
Faktor risiko:  Pasien dapat penglihatan)
- Gangguan visual mempertahankan  Identifikasi faktor
keseimbangan ketika lingkungan yang
berjalan meningkatkan risiko jatuh
 Pasien tidak terpelintir (mis. lantai licin,
 Pasien tidak tersandung penerangan kurang)
 Gunakan alat bantu
berjalan (mis. tongkat,
kursi roda)
 Orientasikan ruangan pada
pasien
 Anjurkan memangil
perawat jika
membutuhkan bantuan
untuk berpindah atau
mengambil sesuatu
Manajemen lingkungan:
keselamatan
Aktivitas-aktivitas:
 Identifikasi kebutuhan
keamanan pasien
berdasarkan fungsi fisik
 Singkirkan bahan
berbahaya dari lingkungan
 Modifikasi lingkungan
untuk meminimalkan
bahan berbahaya dan
berisiko
Risiko infeksi (NANDA, Setelah dilakukan perawatan, Kontrol infeksi
Domain 11. masalah pasien dapat teratasi Aktivitas-aktivitas:
Keamanan/perlindungan dengan kriteria hasil:  Bersihkan lingkungan
Kelas 1. Infeksi)
Kontrol risiko: Proses infeksi dengan baik setelah
Faktor risiko:  Pasien dapat digunakan
- Kurang pengetahuan untuk mengidentifikasi faktor  Anjurkan pasien mengenai
menghindari pemajanan risiko infeksi teknik mencuci tangan
patogen  Pasien dapat dengan tepat
mengidentifikasi tanda  Pastikan teknik perawatan
dan gejala infeksi luka yang tepat
 Pasien dapat memonitor  Ajarkan pasien dan
faktor lingkungan yang keluarga mengenai tanda
berhubungan dengan dan gejala infeksi dan
risiko infeksi kapan harus
 Pasien dapat melaporkannya kepada
mempertahankan penyedia perawatan
lingkungan yang bersih kesehatan
 Mencuci tangan  Ajarkan pasien dan
 Mengembangkan anggota mengenai
strategi untuk bagaimana menghindari
mengontrol infeksi infeksi
DAFTAR PUSTKA

Ananda, E. P. (2016). Hubungan Pengetahuan, Lama Sakit dan Tekanan Intraokular


Terhadap Kualitas Hidup Penderita Glaukoma. Jurnal Berkala Epidemiologi, 4(2),
288-300.

Ariesti, A., & Herriadi, D. (2018). Profile of Glaucoma at the Dr. M. Djamil Hospital Padang,
West Sumatra. Jurnal Kesehatan Andalas, 34-37.

Black, J. M., & Hawks, J. H. (2014). Keperawatan Medikal Bedah: Manajemen Klinis Untuk
Hasil Yang Diharapkan (8 ed.). Singapore: Elsevier.

Budhiastra, P., & dkk. (2017). Ilmu Kesehatan Mata. Bali: Udayana University Press.

Budiono, S., & dkk. (2013). Buku Ajar Ilmu Kesehatan Mata. Surabaya: Airlangga
University Press.

Bulechek, G. M., Butcher, H. K., Dochterman, J. M., & Wagner, C. M. (2016). Nursing
Intervension Classsification (NIC) 6th Indonesian Edition. Singapore: Elsevier.

Herdman, T. H., & Kamitsuru, S. (2015). Diagnosis Keperawatan Definisi & Klasifikasi
2015-2017 (10 ed.). Jakarta: EGC.

Kemenkes RI. (2015). Situasi dan Analisis Glaukoma. Jakarta: Pusat Data dan Informasi.

Moorhead, S., Johson, M., Maas, M. L., & Swanson, E. (2016). Nursing Outcomes
Classification ( NOC) 5th Indonesian Edition. Singapore: Elsevier.

PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator Diagnostik.
Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan


Keperawatan (1 ed.). Jakarta: DPP PPNI.

Anda mungkin juga menyukai